Hugo berbalik menatap Candra dengan tenang. “Kenapa kamu keluar?”“Paman Hugo tidak bekerja?” Candra balik bertanya tanpa melepaskan pandangannya dari pria itu. Pipinya bersemu kemerahan saat mengingat apa yang mereka lakukan semalam.“Kamu sakit, aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian.”Candra tersenyum cerah. Senang dengan perhatian pria itu padanya. “Aku sudah merasa baikkan, Paman Hugo.”Hugo tersenyum lembut mengusap kepalanya. “Kamu jadi sakit karena aku. Dokter bilang kamu kedinginan dan kelelahan eksrem. Kamu harus bilang padaku jika kamu tidak sehat,” tegurnya lembut.Candra tersenyum malu-malu. “Aku merasa baik-baik saja kok. Mungkin karena kelelahan ... karena semalam kita ....” Dia tidak melanjutkan kalimatnya karena rasa malu memenuhi hatinya.Hugo menatapnya tenang, tidak perlu mendengar apa yang akan dikatakan gadis itu dan berdeham mengalihkan pandangannya. “Karena kamu sudah baikkan, ganti pakaianmu. Sebentar lagi makan malam akan disajikan.”Lalu dia berbalik mening
Bibi Ulya meringis dan mengangguk dengan ekspresi takut.“Ya, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Lalu dia berbalik meninggalkan mereka.“Aku merasa sikap Bibi Ulya berubah seperti dia tidak menyukaiku,” gumam Candra.“Jangan khawatir, Bibi Ulya tidak akan lama bekerja di sini,” kata Hugo acuh tak acuh lalu mendorong Candra masuk ke dalam kamarnya. “Pergilah beristirahat, aku akan menemui ibuku sebelum dia datang mencariku.”Candra mengangguk. Dia sejenak menatap pria itu malu-malu sebelum berjinjit dan mengecup bibirnya. “Terima sudah merawatku Paman.”Setelah mengatakan itu berbalik dengan cepat masuk ke dalam kamar meninggalkan Hugo yang sesaat membeku.Pria itu mengusap bibirnya memandang pintu kamarnya dengan pandangan intens sebelum berbalik pergi....“Apa yang membuatmu ke Sini ibu.”Di ruang tamu, Hugo memandang ibunya dengan ekspresi datar.“Memangnya tidak boleh jika ibu datang berkunjung untuk bertemu dengan putra ibu?” balas Lily menyesap tehnya lalu menatap putranya tidak
Liera diam-diam senang dengan ucapan Lily, tapi berpura-pura tidak nyaman. “Bibi, kurasa kita harus menanyakan pendapat Hugo dulu,” ujarnya lalu melirik ke arah Hugo. Raut wajah pria itu sangat dingin. “Ibu, tidak bisakah kamu berhenti memaksakan perjodohan ini padaku, aku tidak akan bertunangan,” Hugo langsung menolak dengan ekspresi gelap. “Kamu sudah lama berkencan dengan Liera, tapi kamu tidak bergerak untuk melamarnya atau berbicara dengan keluarga Walton. Sudah saatnya meresmikan pertunangan kalian. Jika ibu tidak mengatur ini, ibu khawatir kamu tidak akan pernah melamar Liera. Ibu tahu kamu menggunakan Liera agar tidak diperkenalkan pada wanita lain,” kata Lily sebelum kemudian berhenti lalu menatap Liera meminta maaf. “Maaf, Liera, aku tidak bermaksud—“ “Tidak apa-apa Bibi. Aku tahu aku hanya salah satu yang berada di daftar calon istri Hugo,” sela Liera dengan ekspresi lembut dan senyum tidak percaya diri. “Ah, sayang maafkan aku.” Lily menepuk-nepuk punggung Liera lalu
Piring-piring kotor sudah dibersihkan dari atas meja makan. Bibi Ulya meletakkan makanan penutup untuk tiga orang di meja makan. Dia sesaat melirik ke arah Liera secara sembunyi-sembunyi. Namun wanita itu mengabaikan tatapannya dan berpura-pura menyesap tehnya dengan tenang.“Bibi, Candra tidak makan malam. Tolong bawakan bubur ayam untuk dia ke kamar. Jangan lupa suruh Candra minun obat,” perintah Hugo.Bibi Ulya mengangguk dab meninggalkan ruang makan.Sudut bibir Liera mencibir sinis diam-diam. Dia berdeham dan bertanya dengan lembut. “Berapa umur Candra sekarang?”Hugo meliriknya tapi tidak menjawab dan menyesap gelas wine dengan acuh tak acuh.Liera mengerutkan bibir masam dan melirik Lily dengan tatapan sedih.“Hugo, calon istrimu sedang bertanya, kamu harus menjawab dong,” tegur Lily menatap putranya.“19 tahun. Dua bulan lagi dia akan berusia 20 tahun.”“Wah, kamu tampaknya sangat menyayangi Candra. Bahkan ulang tahunnya saja kamu ingat, aku jadi cemburu,” kata Liera berpura-p
Hugo mengabaikan Lily dan berjalan menuju ke ruang kerjanya.“Dasar anak itu! Ibu hanya mengkhawatirkannya, kenapa dia selalu memperlakukan aku seperti musuhnya!” omel Lily kesal.“Bibi sudahlah....” Liera meraih lengannya dan menatapnya dengan sedih.“Liera, jangan khawatir, Hugo memang seperti ini sejak muda. Dia itu mirip dengan ayahnya ketika muda. Jangan terlalu memikirkan sikapnya padamu.” Lily menepuk-nepuk lengannya menenangkan.Liera tersenyum muram. “Bibi, sebenarnya aku mendengar berita aneh dari Bibi Ulya tentang Candra dan Hugo.”Raut wajah Lily berubah khawatir, “Be-berita apa?”“Tolong jangan katakan ini pada Hugo, aku tidak mau dia membenciku jika memberitahumu ini,” Liera berkata dengan cemas meremas tangan Lily.“Apa yang kamu katakan? Apa ini buruk?”Liera hanya tersenyum sedih. “Aku tidak ingin berpikir negatif, tapi aku benar-benar khawatir saat mendengar Candra tidur di kamar Hugo semalam.”Mata Lily langsung melebar terkejut dan menggelengkan kepala tidak perca
Mata Candra memerah. Dia menunduk sambil meremas tangannya. “Aku tahu, Paman menyukai Nyonya Ridley dan aku bukan orang layak untuk jadi calon istrimu,” bisiknya lirih.Hugo tidak membenarkan dan juga tidak membantah. Dia tidak berusaha menghibur gadis itu. Lebih baik Candra mengerti bahwa Hugo tidak bisa memberikan apa yang dia inginkan. Hugo menyayanginya tapi tidak bisa mencintainya selayaknya seorang pria pada wanita. Mungkin belum.Tapi dia tidak ingin memberi harapan pada hati rapuh gadis itu. Ada beberapa hal yang mungkin akan menjadi hambatan mereka. dia tidak ingin menunda masa depan atau masa muda Candra karena terpaku pada dirinya.Candra masih muda dan berada di usia yang mudah berubah-ubah. Suatu saat perasaannya akan berubah dan dia akan menemukan pria yang cocok untuknya.Hugo berdeham mengulurkan tangannya untuk menyentuh rambut Candra.“Terlepas apa yang sudah kita lakukan semalam, itu tidak akan menghalangi masa depanmu dan mencari pria yang lebih baik. Aku tidak ak
Ketika Candra keluar dari kamar mandi, dia kecewa tidak melihat Hugo di kamar. Ada sebuah baju ganti miliknya di atas tempat tidur. Candra mengganti bajunya dan melirik nampan makanan di atas meja. Buburnya sudah diganti dengan nasi hangat dan sup ayam yang mengepul. Sepertinya Hugo menyuruh Bibi Ulya mengganti bubur yang sudah dingin dengan makanan hangat saat dia sedang mandi.Candra menghabiskan makanannya dengan cepat dan meminum obat demamnya yang diletakkan di samping nampan. Meski sudah agak membaik, Candra tetap harus minum agar dia cepat pulih. Dia tidak ingin sakit di dekat Hugo. Candra meletakkang gelas kosong di samping teko dan mengambil ponselnya yang sedang dicas. Pada saat itu pintu kamar terbuka.Candra menoleh melihat Hugo masuk ke kamar dengan mantel hitam besar di pundaknya. Dia sepertinya habis dari luar. “Paman Hugo, apa kamu pergi keluar tadi?”“Ya, aku ke apotek. Aku membelikanmu pil KB,” ujar Hugo meletakkan kantong plastik putih berisi obat di atas meja sa
“Ka-kakak ....” Candra panik melihat Marcus.Di antara semua orang, Marcus adalah orang yang akan menentang jika tahu Candra menjalin hubungan dengan Hugo, apalagi jika dia sampai mendengar Candra menjadi kekasih gelap. Candra tidak melupakan peringatan Marcus untuk menjauh dari Hugo dan ancaman akan mengirimnya keluar negeri.“Candra, bukankah seharusnya kamu di kampus? Kenapa kamu ada di sini, di rumah Tuan Hugo?” Marcus menatap adiknya tajam.“Ini libur natal, aku meminta dia menemaniku merayakan natal.” Hugo yang menjawab dan menatap Marcus tenang.Di antara dua anak asuhnya, Marcus yang paling sadar diri dan menghormatinya. Dia tidak terlalu akrab atau berperilaku intim seperti Candra. Setelah lulus SMA, Marcus tidak lanjut kuliah dan langsung menawarkan diri bekerja pada Hugi membalas budi dan mencari uang sendiri dari pekerjaan. Dengan begitu dia tidak akan terlalu bergantung pada Hugo dan membiayai hidupnya serta Candra, adiknya. Hugo menawarkan tempat tinggal dan beasisw