“Tentu saja Mommy masih menginginkan Dimi. Mengapa Dimi bertanya seperti itu?” balas Iris memandang putranya bersalah karena sudah mengabaikannya. “Dari tadi Mommy hanya memeluk dan mencium bibir daddy. Dimi juga mau dipeluk dan dicium Mommy.” Iris tersipu karena membuat Dimitri menyaksikan mereka berciuman. Dia terbatuk menutup mulutnya. “Mommy sedang sakit, nanti Dimi tertular. Mommy akan memeluk dan mencium Dimi nanti setelah Mommy sembuh, Okey?” ujarnya memandangnya dengan pandangan minta maaf. “Tapi Mommy peluk dan ciuman daddy!” protes Dimitri. Iris tersadar dan menatap Aiden sambil mendorongnya menjauh. “Jauh-jauh sana. Aku sedang flu.” “Tidak apa-apa, aku bisa menggantikanmu sakit. Aku bahkan bisa menurunkan panasmu,” balas Aiden berkedip menatapnya menggoda sambil meremas pahannya yang tertutup selimut. Iris tersipu dan mendorongnya menjauh. “Mesum, jangan bicara sembarangan di depan Dimitri.” Aiden tersenyum mengusap dahinya yang berkeringat. “Mengapa kamu sakit dan
“Memang apa yang aku pikirkan? Aku hanya memandikan istriku,” balas Aiden dengan ekspresi polos.Iris membalas tapi dipotong oleh Dimitri.“Daddy! Daddy! Aku boleh ikut mandikan mommy.” Dimitri melompat-lompat di tempat tidur.“Tidak boleh!” balas Aiden dan Iris bersamaan.Dimitri menatap orang tuanya dengan mata membelalak protes.“Kenapa?!”“Tubuh Mommy hanya boleh dilihat daddy. Anak kecil nonton kartu saja,” balas Aiden kemudian meninggalkan putranya yang merajuk di tempat tidur.“Daddy jahat! Daddy tidak boleh macam-macam sama Mommy,” ancam Dimitri di belakang mereka.Iris terkekeh memukul dada bidang Aiden pelan. “Dengar kata-kata putramu.”“Aku tidak jamin,” balas Aiden mengecup bibirnya.Iris bangun pada sore hari dengan perasaan lebih segar dibandingkan sebelumnya. Saat dia bangun, dia tidak melihat Aiden dan Dimitri di kamarnya. Perasaan cemas mengcengkeram hatinya.Takut bahwa kedatangan Aiden dan putranya hanya mimpi.“Aiden … Dimitri ….” Iris memanggil suami dan putranya
Aiden melemparkan pandangan terakhir dengan seringai puas sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan kediaman Wallington, menuju ke bandara.Sementara itu di dalam kediaman, Marcus menyaksikan mobil yang ditumpangi Iris meninggalkan kediaman. Dia menghela napas dan memandang pintu ruang kerja Hugo yang tertutup rapat, di mana tuannya belum meninggalkan ruang kerjanya sejak pagi ini.“Apa Tuan Hugo, masih belum keluar dari ruang kerja?” Seorang pelayan berjalan menghampiri dan bertanya.Marcus menggelengkan kepala.Pelayan itu menunduk memandang nampan makanan di tangannya. “Tuan Hugo belum keluar dari ruang kerjanya sejak dia memanggil Tuan Aiden Ridley ke sini. Dan Tuan belum makan sejak pagi ini dan melewatkan makan siang. Bagaimana aku bisa memberikan ini pada Tuan Hugo? Tuan Hugo memiliki riwayat mag, aku khawatir jika Tuan Hugo akan sakit jika tidak makan apa-apa?”Marcus memandang nampan makanan itu dan mengulurkan tangannya mengambil nampan itu.“Biar aku yang
Aiden dan Iris meninggalkan negara S, kembali ke York City. Bibi Lina dan Bibi Marry menyambut mereka dengan senang setelah Iris hampir satu bulan tidak kembali dari negara S dan kehilangan kontak. Setelah melepas rindu, Iris naik ke kamarnya karena lelah dengan perjalanan pesawat dan membiarkan Bibi Marry mengurus Dimitri.“Akhirnya di rumah lagi.” Iris menghempaskan tubuhnya di kasur yang sangat yang sangat dikenalinya dengan bahagia.“Aku sangat merindukan ini,” desahnya berguling-guling di kasur. Dia tidak pernah merasakan kenyamanan di kamar saat Hugo menahannya di kediaman Wallington.Aiden melepaskan mantelnya sambil tersenyum memandang Iris. Dia mendekati wanita itu sebelum menindihnya dengan tubuh besarnya. Dia menopang tubuhnya dengan sikut agar tidak menimpa Iris dengan berat badanya.“Ah!” Iris spontan menahan dadanya. “Aduh mengagetkan saja,” gerutunya memukul dada Aiden pelan.Aiden terkekeh memandang wajahnya lembut.“Senang berada di rumah?” Dia mengelus rambut Iris da
Untung Iris tidak melepaskan gaunnya, hanya bagian bawahnya yang berantakan diacak-acak oleh Aiden. Dia masih terlihat rapi.“Mommy di mana Daddy ....” Mata Dimitri menatap ke dalam kamar orang tuanya, tapi hanya melihat ibunya di tempat tidur dan ada gumpulan besar selimut di bawah pinggang Iris.Iris menahan suara erangannya dan merutuk Aiden karena tidak berhenti di bawah sana. Dia mencoba mendorong wajah Aiden di bawah sana, tapi pria itu semakin menjadi-jadi dan menggodanya dengan isapan di sana-sini.“Mommy ... di mana daddy?” Dimitri bertanya sekali lagi sambil memasuki kamar orang tuanya.“Daddy sedang mandi. Dimitri jangan masuk dulu.” Iris berteriak menghentikan putranya dengan gelisah. Pipinya memerah padam karena malu dan mati-matian menahan suaranya agar tidak mendesah karena kenikmatan yang melanda tubuhnya.Dimitri berhenti dan menatap Iris sambil memiringkan kepalanya. “Mommy, kenapa? Wajah Mommy merah dan berkeringat. Mommy sakit lagi?” Dimitri bertanya cemas ingin na
Raut wajah kakek Billy menjadi gelap ketika Iris disebutkan. Wanita itu sudah membuatnya kehilangan reputasi dan kepercayaan dewan direksi.“Apa wanita itu lebih penting dari pada kakekmu ini? Lamu lupa aku yang sudah membantumu menjadi Presdir. Kamu jangan lupa itu!” seru Kakek Billy menghentakkan tongkatnya di lantai dengan keras.Aiden menatapnya tanpa ekspresi dan dingin, tidak menanggapi ucapan kakek Billy.Kakek Billy terlihat gelisah di bawah tajam menusuk Aiden. Dia mengangkat dagunya mencoba terlihat mengintimidasi di depan Aiden.“Aku tidak akan berbasa-basi. Tujuanku ke sini agar kamu berbicara pada dewan direksi. Mereka sekarang tidak menghormatiku karena ulah istrimu.” Kakek Billy benar-benar marah. Dewan Direksi kebanyakan adalah kerabat keluarga Ridley. Tindakan yang dilakukan kakek Billy membuatnya tidak disukai karena licik merampok saham Aiden saat pria itu sedang koma dan mendominasi RDY Group.Apa yang terjadi hari itu menjadi skandal keji dan dia kehilangan keperc
Sejak kembali dari negara S, Iris tidak lagi bekerja. Aiden menyuruhnya beristirahat sejenak untuk merawat kandungannya.Iris sama sekali tidak keberatan karena dia menjadi memiliki banyak waktu untuk bersama putranya dan merawat kandungannya tanpa tertekan dengan pekerjaan.Bahkan jika Iris tidak bekerja, dia memiliki banyak warisan yang ditinggalkan Lilian dan saham yang dia miliki di WLT Group tidak pernah berubah. Dia tidak sepenuhnya bergantung dinafkahi Aiden.Saat itu hampir jam 11.30 Iris hendak menjemput Dimitri. Tapi dia berhenti sejenak di perusahaan RDY Group untuk mengantar makan siang pada suaminya.Dia mencoba menelepon Aiden, tapi tidak diangkat. Iris memutuskan untuk datang sendiri ke kantor Aiden.“Anda siapa? Siapa yang mengizinkan kamu masuk ke ruang Presdir.” Peter berdiri melihat seorang wanita yang tampak asing masuk ke kantor Aiden.Iris menatapnya datar. “Kamu tidak mengenaliku?” Mendengar suara Iris, mata Peter melebar terkejut.“Nyonya, apa kabar?” Peter bu
“Sayang, aku dengar ada di sini hari ini.”Iris mendongak melihat Aiden berjalan menghampirinya sambil melepas jas kerja.“Ya, aku datang mengantar makan siang, sekalian makan siang bersamamu.”“Ah, kebetulan aku sangat lapar sekali.” Aiden terlihat senang dengan kunjungan Iris meski dia merasa lelah usai rapat dengan dewan direksi.Aiden membungkuk mencium kening Iris sebelum duduk di sebelahnya.“Apa yang kamu bawa hari ini?” Dia melibat lengan kemejanya dan membantu Iris mengeluarkan kotak bento dari dalam tas.“Omelet kesukaanmu dan sup ayam.”“Aku lapar sekali sayang, terima kasih.” Aiden menghargai usaha istrinya dan meraih dagunya sebelum mengecup bibirnya dengan penuh kasih sayang.Iris menatapnya cukup lama setelah Aiden melepaskan ciumannya.“Ada apa?” tanya Aiden melihat Iris menatapnya cukup lama.“Apa kamu tidak jijik?”“Jijik? Jijik kenapa?” Iris cemberut menunjuk wajahnya. “Aku menjadi dekil dan hidungku mengembang,” ujarnya dengan ekspresi sedih.Aiden tertawa mendeng