Di depan mata Jack warung kecil tersebut sangatlah ramai, ia merasa sangat kesulitan untuk melangkah maju ke depan. Namun, tak mungkin membiarkan sang gadis tahu kalau dirinya memiliki trauma masa lalu, yaitu tidak menyukai tempat yang sempit dan terlalu ramai.
“Ayo!” ajak Cantika, supaya Jack mendekat.Jack dengan enggan perjalanan masuk warung kecil itu, kakinya semua tegak terasa gemetar tetapi terus dipaksa.Dengan kasar lelaki itu duduk di kursi yang berada di pojok, untuk tak melihat keramaian yang berada di depan mata.Jack berdehem beberapa kali untuk menetralkan detak jantung yang sangat kencang, “Kenapa kau malah memilih di sini?” tanyanya dengan suara tercekat.“Kan Anda tahu sendiri kalau ini lebih dekat jaraknya ke rumah sakit, apalagi di sini ramai, saya hanya menjaga aman saja. Mohon pengertiannya.” Cantika menatap dalam Jack, ia takut kalau lelaki itu melakukan sesuatu kepadanya.KCantika melirik kekiri-kanan, melihat banyak sekali orang tengah menatapnya. “Tolong bantu saya untuk mengangkat orang ini ke rumah sakit!”Cantika menatap orang-orang yang ada di situ, tetapi mereka terlihat enggan untuk membantu. “Ayo tolong bantu saya!” Cantik memohon dengan wajah memelas.“Bukannya kami tidak mau membantu, tapi dia terlihat seperti orang berbahaya. Jadi kami tidak mau terlibat!” Semua orang menjauh dari Cantika, tetapi gadis itu pun berteriak kencang. “Kalau kalian tidak ingin membantu minimal bantu saya membuat dia yang berdiri!”Cantika meminta untuk kesekian kalinya, ia tak mungkin meninggalkan Jack di sini seorang diri. Dengan enggan semua orang itu membantu untuk membuat Jack berdiri. Cantika pun memapah lelaki bertubuh besar itu ke rumah sakit seorang diri, bantuan siapa pun.Wajah Cantika penuh dengan keringat, lantaran tubuhnya mungil harus dipaksa memapah Jack bertubuh tinggi dan besar.
Saat terbangun dari pingsan Cantika memandang ke sekeliling, ia tertegun karena sedang berada di kamar pasien.Gadis tersebut pun mengangkat tangannya ke udara, ia melihat infus yang terpasang di sana.“Padahal aku tak perlu dirawat seperti ini,” gumam Cantika seorang diri.Menurutnya terasa sangat menyedihkan sekali kalau di rumah sakit tetapi tidak ada satu orang pun yang merawat atau bahkan menjenguk dirinya. Sehingga Cantika ingin sekali menangis terisak.Namun, tubuh terasa sangat lelah untuk melakukan hal itu. Sehingga ia memilih untuk menahan saja.Telinganya mendengar suara pintu terbuka, Cantika segera melihat ke arah sana. “Kenapa Anda ada di sini, Tuan?” Mata Cantika terbelalak lantaran merasa terkejut.“Apalagi, kalau karena dokter menelpon mengatakan kau pingsan.” Andika menarik kursi untuk duduk di samping ranjang Cantika. “Maafkan saya! Saya tak bermaksud untuk membuat anda repot-repot datang ke
“Berarti memang benar selama ini kau ada main di belakangku?” Tangan Andika mengepal kuat, matanya menatap nyalang Kartika seakan ingin menelan perempuan itu hidup-hidup.“Tidak seperti itu. Aku tak pernah mengkhianatimu, kamu tahu sendiri selama ini aku selalu mendukung dan melakukan apapun untukmu,” ralat Kartika dengan cepat.Andika mendorong tubuh Kartika sehingga membuat perempuan itu terjerembab ke lantai. Kemudian ia berjongkok supaya bisa mensejajarkan dengan perempuan tersebut. “Lantas, aroma siapa yang menempel di tubuhmu? Kalau bukan parfum lelaki lain?” Andika mencengkram pundak Kartika dengan kuat.Kartika terus meringis kesakitan, bahkan matanya sedari tadi berembun menahan air mata yang ingin keluar.“Tentu saja ini aroma Arel, karena aku membantunya untuk membereskan kamar,” jawab Kartika dengan terisak, tak kuat lagi ia menahan air mata. Andika terdiam, ia terlihat memikirkan sesua
Cantika dibawa ke dalam ruangan, gadis itu terus berusaha melepaskan diri dari seseorang yang sedang menyeretnya masuk ke dalam salah satu ruangan. Namun, tentu saja Cantika kesulitan untuk melepaskan diri. Tubuhnya didorong ke atas kasur, barulah ia bisa terbebas dari orang tersebut.“Hei, kau siapa? Kenapa malah menyeretku kemari?” teriak Cantika dengan ekspresi wajah ketakutan, ia tak bisa melihat dalam gelap.“Jangan terlalu berteriak dengan kencang, karena suaranya akan terdengar sampai keluar!” tegur seorang lelaki yang tak asing di telinga.“Jeremy?” tebak Cantika.Lampu menyala saat Cantika menyebut nama dari asisten suaminya. Terlihat lelaki berkacamata itu merapikan penampilannya.“Benar, saya adalah Jeremy,” jawab Jeremy dengan datar.“Tapi kenapa kau malah membawaku masuk ke dalam ruangan seperti ini? Apa kau tahu betapa takutnya aku diseret oleh seseorang yang tak aku liha
Wajah Cantika langsung memucat, hatinya sudah sangat yakin kalau Arel mengetahui dirinya menguping. Sehingga ia tak mampu berkata apapun, hanya diam membisu dengan tubuh yang gemetar. Tak diduga oleh Cantika, Arel malah tertawa keras sampai membuatnya menjadi bingung.“Ternyata kau sangat polos, Cantika. Aku sedang menggodamu, tapi kau malah menanggapinya dengan serius,” terang Arel masih tertawa keras.Cantika mengerutkan dahinya, ia masih tidak mengerti maksud dari perkataan lelaki yang berada di depan ini.Arel berdehem beberapa kali, walau pun masih ingin tertawa, tetapi ia melihat wajah Cantika yang sedang kebingungan. “Kau jangan terlalu menganggapnya serius, karena aku hanya bercanda saja,” ucap Arel dengan raut wajahnya yang sudah tenang. Namun, menurut Cantika kalau lelaki yang berada di depannya ini tidaklah sedang bercanda. Hanya saja, ia terpaksa menuruti apa yang diinginkan Arel, yait
Akhirnya balasan pesan yang ditunggu dari tadi oleh Cantika sudah masuk, ya tak sabar membuka untuk melihat isi pesan itu. [ Jangan lakukan itu, terlalu berbahaya. Karena Anda tak mungkin bisa masuk ke dalam kamar mereka, ]“Ternyata dia mengkhawatirkanku, tapi aku harus membuat dia mengerti. Karena kalau sampai rencana dari Kartika dan Arel, mungkin aku sekaligus ayah tak akan bisa selamat dari kedua orang itu. Semua ini murni aku lakukan untuk kami berdua, bukan untuk menjadi istri yang baik.” Cantika memegang erat ponsel di tangannya.Karena menurutnya dirinya sendiri sekaligus sang ayah lah yang paling penting di dunia ini. Kalau misalkan Andika dibunuh, pasti kemungkinan ia pun akan mengalami yang sama.Sebab, ia mengetahui rahasia dari Kartika dan Arel. Tak mungkin mereka berdua akan membiarkannya tetap hidup, lambat laun ayahnya di rumah sakit pun akan menyusul dirinya.Atau bisa saja sang ayah lah yang di
“Karena aku akan ikut menunggu untuk menemanimu di sini. Supaya kau tidak bosan.”Arel menutup pintu mobil secara perlahan, ia duduk berjongkok di pinggir jalan.Cantika mendesah, tak tahu harus berbuat apa. Karena ia tak memesan taksi sama sekali, sehingga mau tak mau dirinya memesannya sekarang. Dilihat dari gelagat Arel, lelaki itu tak akan pergi kalau dirinya tidak pergi lebih dulu.“Lama sekali taksinya, apa kau yakin sudah memesan?” sindir Arel, ia tersenyum sangat hangat.Entah kenapa melihat Ariel tersenyum dengan hangat seperti itu membuat Cantika yakin, kalau lelaki tersebut sekarang sedang memastikan apakah memang benar ia akan pergi.“Em, aku tak tahu kenapa taksi ini terlambat datang.” Cantika mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia bahkan menjaga jarak dari Arel.Lelah sudah ia menunggu, tetapi saat memandang ke arah depan terlihat taksi mendekat ke arah mereka. Cantika tampak sangat senang sekali.
Andika sekarang sudah pulang ke rumah, wajahnya terlihat sangat lelah sekali. Akan tetapi, ia tak menunjukkan kepada siapa pun termasuk Kartika. Pertama, yang dirasakan saat pulang, Andika merasa kalau rumahnya ini terasa lebih sepi dari biasanya. Entah kenapa ia merasa seperti itu, padahal pelayan dan para pekerja berada di sana.“Sayang, kamu kenapa?” Kartika melirik ke arah Andika dengan ekspresi heran“Di mana Arel dan Cantika?” tanya Andika pelan.“Kalau Arel, dia sedang melakukan sesuatu, mungkin akan datang terlambat hari ini. Sementara Cantika, mungkin masih di rumah sakit,” jawab Kartika acuh.Andika terdiam, ia baru saja teringat kalau gadis itu berkata akan pergi ke rumah sakit. Namun, bukankah Cantika berkata akan pulang sore hari? “Kau masih tidak menemukan ponselmu, Jeremy?” Andika menatap Jeremy yang tengah kebingungan. “Benar. Saya sudah sedari tadi mencari tetapi tid