Andika sekarang sudah pulang ke rumah, wajahnya terlihat sangat lelah sekali. Akan tetapi, ia tak menunjukkan kepada siapa pun termasuk Kartika.
Pertama, yang dirasakan saat pulang, Andika merasa kalau rumahnya ini terasa lebih sepi dari biasanya. Entah kenapa ia merasa seperti itu, padahal pelayan dan para pekerja berada di sana.“Sayang, kamu kenapa?” Kartika melirik ke arah Andika dengan ekspresi heran“Di mana Arel dan Cantika?” tanya Andika pelan.“Kalau Arel, dia sedang melakukan sesuatu, mungkin akan datang terlambat hari ini. Sementara Cantika, mungkin masih di rumah sakit,” jawab Kartika acuh.Andika terdiam, ia baru saja teringat kalau gadis itu berkata akan pergi ke rumah sakit. Namun, bukankah Cantika berkata akan pulang sore hari?“Kau masih tidak menemukan ponselmu, Jeremy?” Andika menatap Jeremy yang tengah kebingungan.“Benar. Saya sudah sedari tadi mencari tetapi tidWajah Andika langsung menegang, giginya terus bergemeretak dan tangannya mengepal kuat. Ia terlihat sangat marah sekali, Kartika yang berada di samping menjadi ketakutan. “Apa maksudmu, Jeremy? Katakan dengan jelas!” teriak Andika, suaranya menggelegar memenuhi ruangan.“Saya pergi tadi untuk memperbaiki ponsel di tempat teman saya. Saat membuka ponsel itu, saya terkejut ada pesan dari Nona Cantika yang menunjukkan sesuatu kepada saya.” Jeremy menunjukkan ponsel kepada Andika.Di saat itulah Kartika memanfaatkan kesempatan untuk kabur, ia berjalan dengan pelan di samping kedua lelaki yang tengah fokus itu. Bahkan ia melepas sepatu berhak tinggi untuk segera berlari keluar tanpa ada yang tahu. Andika merebut ponsel itu, matanya melotot melihat apa yang dikirim oleh Cantika. “Ternyata Arel memiliki dendam pribadi kepadaku.” Tangannya mengepal kuat, tak dapat menahan perasaan amarah di dalam dada.Andika merasa dit
Andika menyibak rambut orang yang sedang ia ringkus sekarang. “Ternyata kau adalah Diana, pelayan yang baru beberapa bulan ini berada di sini.”Diana mendongak, ia menatap nyalang kepada Andika. Tak sedikitpun terlihat kalau gadis itu takut dengan lelaki di depannya sekarang. Tak semua orang duga, Diana malah meludahi wajah Andika, membuat lelaki itu langsung menghempaskan gadis tersebut ke tanah dengan keras. “Dasar lelaki brengsek! Kau pikir aku tidak berani kepadamu, cuih!” Diana meludahi Andika lagi, matanya menyorot tajam kepada dua lelaki itu. “Berani sekali kau kepada, Tuan! Kau pikir sekarang berada di mana? Kau sudah tertangkap, tetapi masih berani bersikap kurang ajar!” Jeremy mengepalkan tangannya, mungkin kalau yang sekarang yang ada di depan mereka adalah lelaki ia akan memukulnya.Prinsip Jeremy adalah tidak akan melakukan kekerasan kepada seorang wanita mana pun. Akan tetapi, berbeda dengan Andik
Andika langsung melotot melihat Kartika berada di dekapan Arel, apalagi lelaki itu sedang mengarahkan pisau ke leher perempuan tersebut.Akan tetapi, Andika yakin kau Kartika takkan kenapa-napa. Karena perempuan tersebut adalah kekasih Arel, hingga tak mungkin lelaki itu melakukan sesuatu kepada kekasih sendiri.“Lakukan saja.” Senyum merekah terukir di bibir Andika, ia menunggu apa yang akan dilakukan Arel.“Kamu tidak akan melakukannya kan?” tanya Kartika dengan suara serak.“Tentu saja aku akan melakukannya kalau nyawaku terancam di sini,” bisik Arel dingin.Mendengar hal itu, bulir bening merembes dengan deras di kedua sudut mata Kartika. Kepalanya menggeleng dengan cepat, berharap apa yang didengar sekarang hanyalah candaan semata.“Kamu tidak ingat apa yang telah aku lakukan selama ini? Bukankah aku adalah kekasihmu? Aku juga telah mengorbankan hidupku selama beberapa tahun ini!” teriak Kartika
Andika sadar kalau Cantika sudah bangun, lantas segera mendorong gadis itu untuk menjauh. Tangan lelaki itu menutupi wajahnya dan pandangan mengarah ke arah lain.“Tanpa sadar aku malah terbawa suasana,” ucap Andika dengan nada gugup.Wajah Cantika sekarang semerah tomat, ia sangat ingin menghilang dari tempat ini sekarang juga. Karena merasa sangat malu sekali mengetahui Andika mengecup bibirnya saat gadis itu sedang tidur.“Tak masalah kalau Anda melakukannya, tapi kalau bisa jangan melakukannya tiba-tiba, apalagi saat saya sedang tidur.” Cantika mengalihkan pandangan ke arah lain, ia tak kuasa menatap wajah Andika sekarang.Suasana di antara mereka menjadi semakin canggung, tidak ada percakapan lagi setelah kejadian yang lalu. Padahal sudah beberapa menit berlalu, tetapi tetap saja suasana masih seperti itu. Andika berdehem beberapa kali, “Kalau kau mengantuk, lebih baik pulang saja!” ucap lelaki itu dengan ma
Perasaan itu baru saja Andika rasakan, selama bersama dengan Kartika pun ia tak pernah merasakan perasaan ini. Dengan perlahan tangan besar tersebut membuka pintu mobil, kakinya pun berjalan dengan pelan menuju ke arah rumah. Pintu rumah yang besar kali ini terasa mengecil, membuat Andika menjadi menghentikan langkah kakinya.“Sudahlah. Ini hanya perasaan sementara saja, tak mungkin aku menyukai gadis itu, karena selama ini Kartika lah yang berada di hatiku,” gumam Andika memandang lurus ke depan.Kakinya pun mulai melangkah lagi untuk masuk ke dalam, Andika naik ke kamar lantai atas, di mana ia dan Kartika biasa tidur bersama. Matanya nanar mengingat kenangan indah bersama perempuan itu. Membuat ia menjadi merasa sangat tertekan sekali.“Semua sudah kuberikan kepadamu, semuanya! Tapi kenapa kau malah menghianatiku dan berencana bersama dengannya untuk membunuhku.” Andika berteriak dengan nyaring sambil menjambak rambutnya kua
Cantika bangun dengan tubuh yang sangat terasa remuk, ia tak menyangka akan merasakan hal seperti ini untuk kedua kali. Karena dirinya mendengar kalau sudah melakukan malam pertama maka tidak akan terasa sakit lagi.Akan tetapi, ia merasa kalau orang yang berkata seperti itu adalah sebuah kebohongan. Sekarang tubuhnya terasa sangat sakit, ia bahkan kesulitan untuk beranjak dari tempat tidur untuk menuju ke kamar mandi.Andika terbangun, karena merasa ada pergerakan di sampingnya. Lelaki itu menoleh, terlihat Cantika kesusahan bangun dari tempat tidur. “Kau mau ke mana?” Andika bertanya dengan suara serak, matanya masih tampak sayu.“Tentu saja saya ingin ke kamar mandi, tapi berkat seseorang saya merasa sangat kesulitan untuk sekedar berjalan!” sindir Cantika menatap Andika kesal.“Kalau kau tidak bisa berjalan, tinggal merangkak saja! Apa susahnya?” Andika menautkan alisnya, ia merasa heran dengan tingkah Cantik
Cantika terkejut melihat darah mengalirkan dari kepala Andika, ia segera keluar dari bak untuk menghampiri suaminya. Gadis tersebut merasa sangat menyesal melepaskan selimut itu, ia tak menyangka kalau akan membuat kepala sang suami berdarah.“Kepala Anda berdarah, kita harus segera mengobatinya.” Cantika segera berusaha memapah suaminya untuk keluar dari kamar mandi. Gadis tersebut merasa kesulitan, tetapi karena ini kesalahan dirinya sendiri ia harus bertanggung jawab. Memang Cantika tak bermaksud melakukan itu, tetapi mau dikata apa kalau sudah terjadi seperti ini. Andika merasa kepalanya pusing sekali, membuat ia tak terlalu paham apa yang sekarang terjadi karena tidak bisa berpikir. Yang dirinya tahu, sekarang Cantika sedang memapah untuk keluar dari kamar mandi. Cantika berjalan dengan tertatih-tatih, merasa sangat kesulitan sekali memapah Andika seorang diri. Akan tetapi, tak mungkin ia memanggil orang lain untuk saat
Cantika terus saja mengomel panjang lebar kepada Andika, membuat lelaki itu menjadi diam seribu bahasa. Tak berkutik dengan apa yang dilakukan sekarang. “Terus, kenapa Anda berbohong seperti tadi? Padahal kan saya yang membuat Anda menjadi terluka seperti itu,” ucap Cantika dengan nada pelan.Suara Cantika menjadi memelan lantaran ia merasa bersalah apa yang telah dilakukan kepada Andika. Bahkan sampai membuat kepala lelaki itu menjadi berdarah seperti sekarang. “Kalau kau merasa kau bersalah seperti itu, sebaiknya kau mendekat kemari untuk menghiburku yang sedang sakit ini.” Andika melambaikan tangannya supaya Cantika mendekat.Gadis itu langsung menurut mendekati sang suaminya, tetapi saat Cantika mendekat Andika malah mengarahkan gadis tersebut untuk duduk di pangkuannya.Cantika tidak ingin duduk di sana, namun dengan sigap Andika menarik tangannya untuk duduk di pangkuan. Alhasil, sekarang gadis itu sedang