Andika langsung melotot melihat Kartika berada di dekapan Arel, apalagi lelaki itu sedang mengarahkan pisau ke leher perempuan tersebut.
Akan tetapi, Andika yakin kau Kartika takkan kenapa-napa. Karena perempuan tersebut adalah kekasih Arel, hingga tak mungkin lelaki itu melakukan sesuatu kepada kekasih sendiri.“Lakukan saja.” Senyum merekah terukir di bibir Andika, ia menunggu apa yang akan dilakukan Arel.“Kamu tidak akan melakukannya kan?” tanya Kartika dengan suara serak.“Tentu saja aku akan melakukannya kalau nyawaku terancam di sini,” bisik Arel dingin.Mendengar hal itu, bulir bening merembes dengan deras di kedua sudut mata Kartika. Kepalanya menggeleng dengan cepat, berharap apa yang didengar sekarang hanyalah candaan semata.“Kamu tidak ingat apa yang telah aku lakukan selama ini? Bukankah aku adalah kekasihmu? Aku juga telah mengorbankan hidupku selama beberapa tahun ini!” teriak KartikaAndika sadar kalau Cantika sudah bangun, lantas segera mendorong gadis itu untuk menjauh. Tangan lelaki itu menutupi wajahnya dan pandangan mengarah ke arah lain.“Tanpa sadar aku malah terbawa suasana,” ucap Andika dengan nada gugup.Wajah Cantika sekarang semerah tomat, ia sangat ingin menghilang dari tempat ini sekarang juga. Karena merasa sangat malu sekali mengetahui Andika mengecup bibirnya saat gadis itu sedang tidur.“Tak masalah kalau Anda melakukannya, tapi kalau bisa jangan melakukannya tiba-tiba, apalagi saat saya sedang tidur.” Cantika mengalihkan pandangan ke arah lain, ia tak kuasa menatap wajah Andika sekarang.Suasana di antara mereka menjadi semakin canggung, tidak ada percakapan lagi setelah kejadian yang lalu. Padahal sudah beberapa menit berlalu, tetapi tetap saja suasana masih seperti itu. Andika berdehem beberapa kali, “Kalau kau mengantuk, lebih baik pulang saja!” ucap lelaki itu dengan ma
Perasaan itu baru saja Andika rasakan, selama bersama dengan Kartika pun ia tak pernah merasakan perasaan ini. Dengan perlahan tangan besar tersebut membuka pintu mobil, kakinya pun berjalan dengan pelan menuju ke arah rumah. Pintu rumah yang besar kali ini terasa mengecil, membuat Andika menjadi menghentikan langkah kakinya.“Sudahlah. Ini hanya perasaan sementara saja, tak mungkin aku menyukai gadis itu, karena selama ini Kartika lah yang berada di hatiku,” gumam Andika memandang lurus ke depan.Kakinya pun mulai melangkah lagi untuk masuk ke dalam, Andika naik ke kamar lantai atas, di mana ia dan Kartika biasa tidur bersama. Matanya nanar mengingat kenangan indah bersama perempuan itu. Membuat ia menjadi merasa sangat tertekan sekali.“Semua sudah kuberikan kepadamu, semuanya! Tapi kenapa kau malah menghianatiku dan berencana bersama dengannya untuk membunuhku.” Andika berteriak dengan nyaring sambil menjambak rambutnya kua
Cantika bangun dengan tubuh yang sangat terasa remuk, ia tak menyangka akan merasakan hal seperti ini untuk kedua kali. Karena dirinya mendengar kalau sudah melakukan malam pertama maka tidak akan terasa sakit lagi.Akan tetapi, ia merasa kalau orang yang berkata seperti itu adalah sebuah kebohongan. Sekarang tubuhnya terasa sangat sakit, ia bahkan kesulitan untuk beranjak dari tempat tidur untuk menuju ke kamar mandi.Andika terbangun, karena merasa ada pergerakan di sampingnya. Lelaki itu menoleh, terlihat Cantika kesusahan bangun dari tempat tidur. “Kau mau ke mana?” Andika bertanya dengan suara serak, matanya masih tampak sayu.“Tentu saja saya ingin ke kamar mandi, tapi berkat seseorang saya merasa sangat kesulitan untuk sekedar berjalan!” sindir Cantika menatap Andika kesal.“Kalau kau tidak bisa berjalan, tinggal merangkak saja! Apa susahnya?” Andika menautkan alisnya, ia merasa heran dengan tingkah Cantik
Cantika terkejut melihat darah mengalirkan dari kepala Andika, ia segera keluar dari bak untuk menghampiri suaminya. Gadis tersebut merasa sangat menyesal melepaskan selimut itu, ia tak menyangka kalau akan membuat kepala sang suami berdarah.“Kepala Anda berdarah, kita harus segera mengobatinya.” Cantika segera berusaha memapah suaminya untuk keluar dari kamar mandi. Gadis tersebut merasa kesulitan, tetapi karena ini kesalahan dirinya sendiri ia harus bertanggung jawab. Memang Cantika tak bermaksud melakukan itu, tetapi mau dikata apa kalau sudah terjadi seperti ini. Andika merasa kepalanya pusing sekali, membuat ia tak terlalu paham apa yang sekarang terjadi karena tidak bisa berpikir. Yang dirinya tahu, sekarang Cantika sedang memapah untuk keluar dari kamar mandi. Cantika berjalan dengan tertatih-tatih, merasa sangat kesulitan sekali memapah Andika seorang diri. Akan tetapi, tak mungkin ia memanggil orang lain untuk saat
Cantika terus saja mengomel panjang lebar kepada Andika, membuat lelaki itu menjadi diam seribu bahasa. Tak berkutik dengan apa yang dilakukan sekarang. “Terus, kenapa Anda berbohong seperti tadi? Padahal kan saya yang membuat Anda menjadi terluka seperti itu,” ucap Cantika dengan nada pelan.Suara Cantika menjadi memelan lantaran ia merasa bersalah apa yang telah dilakukan kepada Andika. Bahkan sampai membuat kepala lelaki itu menjadi berdarah seperti sekarang. “Kalau kau merasa kau bersalah seperti itu, sebaiknya kau mendekat kemari untuk menghiburku yang sedang sakit ini.” Andika melambaikan tangannya supaya Cantika mendekat.Gadis itu langsung menurut mendekati sang suaminya, tetapi saat Cantika mendekat Andika malah mengarahkan gadis tersebut untuk duduk di pangkuannya.Cantika tidak ingin duduk di sana, namun dengan sigap Andika menarik tangannya untuk duduk di pangkuan. Alhasil, sekarang gadis itu sedang
Suara senjata api terdengar di luar, membuat Cantika refleks menutupi kedua telinganya.Andika pun mempercepat apa yang ia lakukan sekarang, yaitu memasukkan makanan ke dalam wadah bekal lengkap dengan menyiapkan sebotol air untuk diminum. Cantika teheran-heran melihat apa yang dilakukan lelaki itu, bukankah seharusnya Andika tak melakukan hal tersebut? Mungkin sang suami sekarang harusnya kabur atau melawan seseorang yang menyerang mereka sekarang.“Kenapa dari tadi kau memandangiku terus? Cepat, kita harus bersembunyi di tempat lain, karena sekarang tidak ada Jeremy di tempat dan pengawal di sini pun kurang.” Andika langsung menarik tangan Cantika ke sebuah ruangan yang berada di pojok.Cantika terbatuk-batuk saat memasuki ruangan itu, karena yang mereka masuki sekarang adalah gudang penuh debu. “Kenapa kita malah masuk ke sini? Bukankah seharusnya kita kabur, bukan malah bersembunyi di gudang! Yang ada kita a
Suara yang asalnya gaduh seketika menjadi, membuat jantung Cantika menjadi semakin berdetak dengan kencang. “Bisakah kau menghentikan suara jantungmu itu, karena aku saja sampai bisa mendengarnya bisa juga mereka yang berada di atas sana dapat mendengarnya juga dengan alat khusus,” bisik Andika dengan penuh penekanan.Cantika hanya menggelengkan kepalanya pelan, ia tak dapat melakukan apapun dengan jantungnya sekarang. Gadis itu sedari tadi berusaha tidak dapat memelankan suara detakannya, tetapi malah semakin kencang saja.Andika tidak merasa kalau orang yang berada di atas itu tidaklah pergi, tetapi sedang mencari sesuatu di atas sana. Sehingga ia semakin gelisah, tangannya pun dengan cekatan untuk mematikan suara ponsel jadul yang berada di saku celana. Khawatir di saat menegangkan seperti ini ponsel itu malah berdering dengan kencang. Sehingga keberadaan mereka dapat terdeteksi oleh penyusup yang masuk kemari.
Cantika ingin berteriak,tetapi dia dengan cepat membekap mulutnya sendiri. Tak mungkin kalau ia berteriak sekarang, karena beberapa orang akan turun dari atas untuk menghentikan apa yang dilakukan Andika.Akan tetapi, di dalam hati kecilnya ia merasa sangat sedih. Karena lelaki itu masih sangat menyayangi Kartika, padahal jelas-jelas perempuan tersebut sudah menghianatinya. Namun, Andika tetap memiliki perasaan kepada perempuan tersebut. Cantika hanya menatap perkelahian itu dengan ekspresi datar, ia tak tahu harus melakukan apa. Hanya saja terdengar suara orang ingin turun dari atas, Andika bergegas melepaskan Arel yang berada di bawahnya, dengan cepat lelaki itu berdiri untuk membersihkan jasnya yang sudah kotor. "Kau beruntung sekarang kami di sini hanya berdua dan kau memiliki banyak pengawal!” Andika berseru sambil menunjuk wajah Arel. Sementara Arel tak memperdulikan sama sekali ia terlihat menyeka darah di sudut bibirnya. “Sekarang sudah hampir 20 menit, kenapa kalian tidak