Di ruangannya yang nampak luas dan dominan itu Arkan tengah berkutat dengan semua berkas-berkas yang menumpuk. Itu karena dirinya yang sudah sangat lama meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang pemimpin perusahaan. Dan hari ini dia akan menyesuaikannya juga, dengan sengaja tidak masuk mengajar dulu.Tanpa ia ketahui di luar sedang ada keributan lagi setelah hari kemarin mantan istrinya, dan sekarang pun kembali berulah lagi.Beberapa saat terlihat seorang staf laki-laki memasuki ruangan dengan langkah tergesa-gesa. Ia segera menghampiri Arkan, dan membisikan sesuatu.Detik selanjutnya aura yang dikeluarkan Arkan sangat tidak biasanya, raut wajahnya mendatar dengan tangan yang terkepal kuat setelah mendengar apa yang disampaikan oleh salah satu staf senior tersebut. Arkan yang tadinya duduk kini segera berdiri dari posisinya. "Sekarang kamu keluar."Orang yang diperintahkan keluar itu langsung pergi tanpa melakukan protes apapun, ia masih sayang dengan nyawannya jika sudah melihat
Hari sudah berganti dengan malam. Hanum kini tengah di kamar sang anak, karena memang sekarang sudah memasuki waktu untuk Sean tidur. Hanum dan keluarga kecilnya masih menetap di rumah kedua orang tua Arkan, ia tidak berani bertanya pada suaminya apakah mereka akan tetap menetap di rumah tersebut atau akan berpindah memiliki rumah sendiri. Hanum hanya akan mengikut ke mana Arkan membawanya saja.Sean sudah tertidur, dan waktu sebentar lagi akan memasuki pukul sepuluh malam, namun Hanum masih belum melihat adanya tanda-tanda Arkan akan pulang dari kantor."Sudah pukul sepuluh tapi dia masih belum pulang?" ujar pelan Hanum sembari jalan keluar dari kamar Sean. Entah kenapa Hanum kini memiliki rasa khawatir pada Arkan. Apakah pria itu masih mengerjakan pekerjaannya dijam segini? Apa dia sudah makan malam? Mungkin sekarang dia sedang makan di suatu restoran? Atau mungkin dia sedang di jalan pulang ke rumah? Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang mulai muncul dalam pikiran Hanum untun
“Ayah, sudah menjodohkan kamu dengan pria pilihan Ayah, dia juga anak sahabat Ayah. Namanya Arkan. Dia seorang pria dewasa yang sudah mapan, keluarganya juga sangat terpandang, dan Ayah yakin kamu akan hidup bahagia jika menikah dengannya,” jelas Ayah. Hanum terdiam mematung. Entah perbuatan dosa apa yang sudah ia lakukan sehingga sekarang ia mendapat karma yang sangat menyakitkan hati.“Ayah, Hanum masih kuliah ... Ba—bahkan baru setengah jalan. Ba—bagaimana dengan cita-cita, Hanum?” tanya Hanum dengan suara yang sudah bergetar. Apa yang ia pernah takutkan pun kini terjadi juga. “Hanum, kamu masih akan tetap bisa kuliah sampai lulus, Ayah tidak akan buat kamu putus ditengah jalan. Yang pasti, karena Ayah telah menjodohkan kamu, Ayah berharap kamu menerimanya,” ujar Ayah seraya menatap sang putri dengan lekat, Bunda pun tidak mampu berkata-kata karena beliau juga hanya bisa pasrah dan menyerahkan semua keputusan terbaik itu pada sang suami. Hanum tergugu, sebisa mungkin ia mencerna
Kini semua orang sudah terkumpul. Suasana seketika menjadi hening, hingga pada akhirnya Ayah Bara langsung membuka perbincangan antara mereka. “Hanum, kenalkan mereka adalah sahabat Ayah dan Bunda, namanya Om Bagas dan Tante Stela. Kalau pria itu, anaknya, putra sulung beliau, orang yang Ayah jodohkan dan akan menjadi suami kamu nanti, namanya Arkan. Lalu, bocah kecil yang tengah kamu pangku itu adalah putra Nak Arkan. Ya, dia adalah duda satu anak,” ucap Ayah memperkenalkan keluarga yang bertamu di rumahnya. “Apa?! Apa Ayah tidak salah? Ayah, dia itu bahkan dosen Hanum sendiri di kampus!” Kaget Hanum tanpa sadar memekikkan suaranya. “Ya, Ayah tau itu,” sambung Ayah. Hanum tambah terkejut. Yang benar saja, tuhan. – batin Hanum. “Nak Arkan, ini anak perempuan satu-satunya saya yang bernama Arsyila Hanum Khayla.” Ayah Bara kini memperkenalkan Hanum pada pria tersebut. “Ayah, apa yang Ayah lakukan? Hanum bahkan belum menjawab titah Ayah yang tadi pagi,” ucap Hanum pada sang Ayah ag
Sudah tiga minggu berlalu setelah acara lamaran hari itu, dan semua keluarga telah menetapkan sekaligus tanggal hari pernikahan saat itu juga, dan jatuhnya pada satu bulan lagi hitungannya dari beberapa minggu yang lalu. Hari-hari Hanum lalui dengan monoton, dan besok adalah hari di mana dirinya akan segera melangsungkan acara sakral bersama dosennya sendiri.Semua telah disiapkan dari baju pengantin, hantaran, dan hotel yang telah di dekor dengan indah untuk melangsungkan pernikahan."Rasanya aku tidak ingin pernah percaya jika besok aku akan menjadi istrinya. memiliki mimpi atau bahkan berkhayal pun tidak pernah terlintas dalam pikiran ku," ucap Hanum dengan helaan nafas."Tapi tidak buruk juga, karena aku akan mendapatkan bonus dengan bocah laki-laki menggemaskan itu akan menjadi anakku," ucap Hanum lagi senyum di bibirnya.Hanum segera bersiap untuk tidur, karena tadi Bunda sudah berpesan besok pagi-pagi sekali ia akan dirias oleh MUA untuk melangsungkan acara akadnya. Saat akan
Hari ini adalah hari yang paling mendebarkan untuk Hanum dan Arkan. Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, yakni hari pernikahan yang diselenggarakan pada hari sabtu tempat di kediaman rumah Hanum.Sengaja mengambil di hari libur, Hanum dan Arkan berencana akan merahasiakan dulu berselisih, setelah nanti jika diantara keduanya ada rasa-rasa tumbuh saling menyukai mereka akan langsung memublikasikannya."Apa kau yakin dengan ini, Hanum?" tanya Bella, saat ini ia sedang menemani Hanum dalam kamar rias."Aku tidak tau. Tapi aku berharap pilihan yang ku jalani saat ini tidak salah dan tidak menjadi bumerang dalam hidupku," sahut Hanum."Sebenarnya tidak ada salahnya kamu menikah dengan Pak Arkan. hanya saja, aku khawatir dengan mu, kalian menikah bukan karena cinta dan itu sangat mustahil jika akhirnya akan menjadi bahagia.""Tidak usah membandingkan dengan orang jauh, cukup lihat di sekeliling kita pun ada orang-orang yang menikah karena cinta tapi justru berakhir kandas juga," lanjut Bel
Malam sudah semakin pekat, Arkan masih betah berada di ruang kerjanya, pria dewasa itu masih saja sempat-sempatnya melakukan pekerjaannya di hari pernikahannya.Sementara di dalam kamar Sean, Hanum duduk di tepi ranjang sambil menatap wajah anak sambungnya yang kini telah tertidur lelap. Hanum yang notabene-nya menyukai anak kecil, sangat menikmati moment pertamanya sebagai seorang ibu dengan membacakan dongeng untuk Sean.Setelah puas menatap wajah lelap Sean, Hanum segera keluar dari kamar itu. Ia melangkah menaiki tangga dengan sejuta pertanyaan dan kemungkinan-kemungkinan memenuhi kepalanya.Malam pertama seperti apa yang akan dia jalani bersama pria yang berprofesi sebagai dosennya itu kini sudah menjadi suaminya.Langkah demi langkah Hanum tapaki hingga akhirnya sampai di depan kamar dengan pintu berwarna hitam. Sejenak ia mengatur degup jantungnya lebih dulu, lalu mulai membuka pintu.CeklekBegitu pintu terbuka, harum maskulin menyapa indra penciumannya. Yang khas milik seoran
"Sean, hari ini Mommy dan Daddy yang akan mengantar ke sekolah, tidak apa-apa, kan?" tanya Ibu Stela.Ibu stela hanya takut sang cucu akan keberatan karena biasanya Sean selalu menolak jika sang Daddy yang mengantarnya dan lebih memilih diantar oleh pak supir di rumah.Sean yang menyelesaikan dulu kunyahan makanan dalam mulutnya barulah ia menjawab. "No problem, Oma. Sean, tidak keberatan karena sekarang ada Mommy juga. Sebenarnya, Sean ingin Daddy menikahi Mommy bukan karena Sean yang mau punya Mommy saja, tapi ... Sean juga ingin Daddy bahagia. Daddy sudah punya semuanya, tapi tidak dengan istri. Sekarang karena semuanya sudah lengkap, Sean sangat bahagia." Ibu Stela seketika dibuat terpaku mendengar pengakuan dari sang cucu, termasuk tiga orang dewasa itu juga. Usia Sean sebentar lagi akan menginjak lima tahun, tapi pria kecil itu seolah sudah mengerti dengan keadaan disekitarnya saja hingga berkata demikian.Tumbuh tanpanya sosok ibu membuat Sean lebih peka dan menyadari apa yan
Hari sudah berganti dengan malam. Hanum kini tengah di kamar sang anak, karena memang sekarang sudah memasuki waktu untuk Sean tidur. Hanum dan keluarga kecilnya masih menetap di rumah kedua orang tua Arkan, ia tidak berani bertanya pada suaminya apakah mereka akan tetap menetap di rumah tersebut atau akan berpindah memiliki rumah sendiri. Hanum hanya akan mengikut ke mana Arkan membawanya saja.Sean sudah tertidur, dan waktu sebentar lagi akan memasuki pukul sepuluh malam, namun Hanum masih belum melihat adanya tanda-tanda Arkan akan pulang dari kantor."Sudah pukul sepuluh tapi dia masih belum pulang?" ujar pelan Hanum sembari jalan keluar dari kamar Sean. Entah kenapa Hanum kini memiliki rasa khawatir pada Arkan. Apakah pria itu masih mengerjakan pekerjaannya dijam segini? Apa dia sudah makan malam? Mungkin sekarang dia sedang makan di suatu restoran? Atau mungkin dia sedang di jalan pulang ke rumah? Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang mulai muncul dalam pikiran Hanum untun
Di ruangannya yang nampak luas dan dominan itu Arkan tengah berkutat dengan semua berkas-berkas yang menumpuk. Itu karena dirinya yang sudah sangat lama meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang pemimpin perusahaan. Dan hari ini dia akan menyesuaikannya juga, dengan sengaja tidak masuk mengajar dulu.Tanpa ia ketahui di luar sedang ada keributan lagi setelah hari kemarin mantan istrinya, dan sekarang pun kembali berulah lagi.Beberapa saat terlihat seorang staf laki-laki memasuki ruangan dengan langkah tergesa-gesa. Ia segera menghampiri Arkan, dan membisikan sesuatu.Detik selanjutnya aura yang dikeluarkan Arkan sangat tidak biasanya, raut wajahnya mendatar dengan tangan yang terkepal kuat setelah mendengar apa yang disampaikan oleh salah satu staf senior tersebut. Arkan yang tadinya duduk kini segera berdiri dari posisinya. "Sekarang kamu keluar."Orang yang diperintahkan keluar itu langsung pergi tanpa melakukan protes apapun, ia masih sayang dengan nyawannya jika sudah melihat
Keadaan loby kantor berubah jadi sangat menegangkan karena pertengkaran dua mantan pasangan itu.Para pekerja dan karyawan hanya mampu terdiam menyaksikannya, karena mereka sadar siapa itu Arkan. Pria yang diam-diam mereka takuti.Clara, wanita itu terdiam mendengar ucapan Arkan. satu kesalahan lagi yang ia lupakan begitu saja. Betapa bodohnya dia dulu hingga tega menghindari darah dagingnya sendiri.Hingga tanpa sengaja matanya bergulir menatap sosok kecil yang dulu ia tidak anggap, tepat di belakang Arkan, Sean."A—anak mama ..." lirihnya dengan tangan yang memnjulur, berusaha ingin menggapai tubuh kecil itu dalam dekapannya. Namun, Sean dengan spontan berbalik menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Hanum, kedua tangan kecilnya melingkar erat pada leher Hanum.Melihat reaksi Sean yang begitu menghindarinya tidak membuat Clara gencar ingin menggedong Sean. Namun tetap saja ia mendapat penolakan dari berontaknya sang empu.Arkan yang melihat sang anak tidak ingin disentuh Clara pun
"Di sana dia, Nona."Clara yang sejak tadi melamun sendiri, kini segera melihat ke arah jendela mobil saat sang sopir menunjuk seorang anak laki-laki yang berjalan keluar dari bangunan sekolah bersama dengan seorang wanita, sepertinya itu guru.Sejenak Clara nampak terdiam, menatap minat pada bocah kecil itu. Ia terpana, ia terpana melihat ternyata bayi yang dulu pernah ia kandung dan lahirkan kini telah tumbuh menjadi anak laki-laki yang tampan, seperti Daddy-nya.Tanpa Clara sadari, dia menjatuhkan air matanya dengan tidak mengeluarkan suara isakan. Mungkin saat ini, wanita tersebut sedikit menyesal dengan karena telah meninggalkan keluarga kecilnya dulu.Lima tahun berlalu ia lebih memilih meninggalkan sang suami dengan anaknya yang saat itu lebih membutuhkannya, hanya karena ingin bebas hidup berkeliaran semaunya."Kau tunggu di sini, aku ingin bertemu dengannya sebentar," ucap Clara dengan sudah siap menarik tukas pintu mobil namu terhenti dengan ucapan sang sopir."Jangan, Nona.
Clara segera berbalik mengambil kunci mobil lalu melangkah pergi menuju pintu keluar kamar.Melihat kepergian sang istri, Arkan segera bergerak menyusul dan menghadang langkahnya. "Clara! Clara, tolong kamu jangan gegabah. Ingat, impian dan mimpi kecil yang telah kita susun dan akan lewati bersama dengan anak kita. Aku mencintaimu, tolong jangan pergi dan bertahanlah.""Aku muak, Arkan! Aku capek! Tapi kamu tidak pernah mengerti berada di posisi aku! Sekarang aku tanya dan minta kamu untuk memilih, kamu pilih aku atau anak itu dan kita bercerai?"Arkan terdiam terpaku, disaat dirinya langsung dihadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya. Arkan merasa kini semesta tak lagi berpihak kepadanya.Cintanya kepada Clara begitu besar, namun ia juga tidak bisa meninggalkan anaknya, darah dagingnya sendiri demi memenuhi keegoisan Clara yang sudah tak memiliki hati untuk keutuhan rumah tangganya. "Ayo jawab, kenapa hanya diam saja?"Kedua telapak tangan Arkan terkepal kuat, dia tertunduk me
"Selamat datang, Nona." Seorang wanita cantik membuka kacamata hitam yang menutupi kedua mata cantiknya. Mantel tebal dan berbulu yang melekat pada tubuhnya, kini ia lepas dan diserahkan kepada seorang kepala maid yang menyambut kedatangannya."Suhu udara kota ini masih sama, bahkan setelah lima tahun berlalu. Di mana, Ayah?" "Tuan besar, sudah menunggu Anda diruang kerjanya, Nona," jawab kepala Maid tersebut."Baik! Bawakan semua barang ku ke kamar, saya akan menemui Ayah sebentar."Wanita itu melangkahkan kakinya menyusuri setiap sudut ruangn yang didominasi dengan warna putih dan gold. Hingga pada saat langkahnya terhenti tepat di depan sebuah pintu bercorak unik dengan warna coklat gelap.Ceklek.Tanpa mengetuknya, wanita itu langsung masuk ke dalam. Dari jarang beberapa langkah dia bisa melihat seorang pria paruh baya yang tengan duduk membelaki meja kerjanya dengan pandangan terarah di luar jendela kaca, pria itu tidak lain ialah sang Ayah."Hai, Ayah, long time no see. Kini p
"Dengan sigap, sang Tikus membantu Singa keluar dari jaring tersebut dengan menggerogoti jaring sampai terputus. Keduanya pun segera kabur dan menyelamatkan diri." Hanum menutup buku dongeng ketiga yang dia bacakan untuk Sean, hingga akhirnya pria kecil itu tertidur lelap.Hanum menggerakkan tangannya, mengusap kepala Sean dengan lembut. "Tampannya anak, Mommy. Semoga kamu selalu sehat Sayang dengan didatangi oleh kebahagiaan yang abadi, Mommy akan selalu menyayangi kamu meski kenyataannya kamu tidak terlahir dari rahimku." Hanum tersenyum lembut namun, pancaran matanya berkaca-kaca. Ia membayangkan satu hal jika itu terjadi di masa depan, seperti adanya perpisahan antara dirinya dan Sean nanti ketika ibu kandungnya datang dan meminta untuk kembalikan posisinya.Ia tahu itu pasti akan terjadi, karena Hanum yakin mantan istri Arkan tidak benar-benar pergi. Ini yang dia takutkan, alasan utama juga mengapa ia sangat menentang awal perjodohannya, apa lagi dengan seorang pria yang pernah m
"Sean, hari ini Mommy dan Daddy yang akan mengantar ke sekolah, tidak apa-apa, kan?" tanya Ibu Stela.Ibu stela hanya takut sang cucu akan keberatan karena biasanya Sean selalu menolak jika sang Daddy yang mengantarnya dan lebih memilih diantar oleh pak supir di rumah.Sean yang menyelesaikan dulu kunyahan makanan dalam mulutnya barulah ia menjawab. "No problem, Oma. Sean, tidak keberatan karena sekarang ada Mommy juga. Sebenarnya, Sean ingin Daddy menikahi Mommy bukan karena Sean yang mau punya Mommy saja, tapi ... Sean juga ingin Daddy bahagia. Daddy sudah punya semuanya, tapi tidak dengan istri. Sekarang karena semuanya sudah lengkap, Sean sangat bahagia." Ibu Stela seketika dibuat terpaku mendengar pengakuan dari sang cucu, termasuk tiga orang dewasa itu juga. Usia Sean sebentar lagi akan menginjak lima tahun, tapi pria kecil itu seolah sudah mengerti dengan keadaan disekitarnya saja hingga berkata demikian.Tumbuh tanpanya sosok ibu membuat Sean lebih peka dan menyadari apa yan
Malam sudah semakin pekat, Arkan masih betah berada di ruang kerjanya, pria dewasa itu masih saja sempat-sempatnya melakukan pekerjaannya di hari pernikahannya.Sementara di dalam kamar Sean, Hanum duduk di tepi ranjang sambil menatap wajah anak sambungnya yang kini telah tertidur lelap. Hanum yang notabene-nya menyukai anak kecil, sangat menikmati moment pertamanya sebagai seorang ibu dengan membacakan dongeng untuk Sean.Setelah puas menatap wajah lelap Sean, Hanum segera keluar dari kamar itu. Ia melangkah menaiki tangga dengan sejuta pertanyaan dan kemungkinan-kemungkinan memenuhi kepalanya.Malam pertama seperti apa yang akan dia jalani bersama pria yang berprofesi sebagai dosennya itu kini sudah menjadi suaminya.Langkah demi langkah Hanum tapaki hingga akhirnya sampai di depan kamar dengan pintu berwarna hitam. Sejenak ia mengatur degup jantungnya lebih dulu, lalu mulai membuka pintu.CeklekBegitu pintu terbuka, harum maskulin menyapa indra penciumannya. Yang khas milik seoran