Hari ini adalah hari yang paling mendebarkan untuk Hanum dan Arkan. Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, yakni hari pernikahan yang diselenggarakan pada hari sabtu tempat di kediaman rumah Hanum.
Sengaja mengambil di hari libur, Hanum dan Arkan berencana akan merahasiakan dulu berselisih, setelah nanti jika diantara keduanya ada rasa-rasa tumbuh saling menyukai mereka akan langsung memublikasikannya."Apa kau yakin dengan ini, Hanum?" tanya Bella, saat ini ia sedang menemani Hanum dalam kamar rias."Aku tidak tau. Tapi aku berharap pilihan yang ku jalani saat ini tidak salah dan tidak menjadi bumerang dalam hidupku," sahut Hanum."Sebenarnya tidak ada salahnya kamu menikah dengan Pak Arkan. hanya saja, aku khawatir dengan mu, kalian menikah bukan karena cinta dan itu sangat mustahil jika akhirnya akan menjadi bahagia.""Tidak usah membandingkan dengan orang jauh, cukup lihat di sekeliling kita pun ada orang-orang yang menikah karena cinta tapi justru berakhir kandas juga," lanjut Bella."Ya, aku tau itu. Tapi ini sudah menjadi takdir ku, Bel. Aku bahkan tidak bisa menolak dengan beralasan kebebasan dan impian ku, Ayah bahkan tidak mau mendengar ku," lirih Hanum diakhir kalimatnya, ia sudah sangat berpasrah.Ceklek ...Pintu kamar terbuka, menampilkan wajah sang Bunda yang masih saja terlihat muda dan cantik. Bunda memasuki kamar dengan tersenyum bahagia dan di ikuti Kak Wilda dari belakang. Mendekati Hanin dan mendudukkan dirinya di samping putrinya."Masya Allah, anak Bunda cantik sekali," pujinya dengan mata haru dan bahagia.Hanum hanya membalas dengan senyumnya."Sayang, apa kamu sudah siap?" tanya Bunda sembari menggenggam lembut tangan Hanum."Insya Allah, Hanum siap Bunda," jawab Hanin sambil tersenyum menguatkan hatinya."Hanum, kamu ingat pesan Bunda ya, berbaktilah pada suamimu, dengarkan apa katanya yang menurutnya itu benar. Jangan pernah membantahnya ataupun melawannya. Sekarang kamu sudah bukan lagi wanita lajang yang masih bisa bebas dengan main sana-sini. Harus izin dulu ke mana pun kamu pergi. Surga kamu sekarang sudah berada di suami kamu, bukan di Bunda lagi." Bunda sudah mulai menitikkan air mata."Sayangilah Sean seperti anak kandungmu. Beri dia kasih sayang dan perhatianmu penuh kepadanya, ya Nak," lanjut nasihat Bundanya membuat hati Hanin terenyuh dan ikut menitikkan air mata.Rasanya susah sekali menahan air mata ini. Ia akan berpisah dengan tak satu atap lagi bersama kedua orang tuannya. Mengikuti kemana pun suaminya akan membawanya."Iya Bunda, Hanum akan selalu mengingat pesan Bunda," ujar lirih HanumBunda Amira menatap Hanum dengan tatapan sendu sekaligus bahagia. Bagaimana tidak? Putri kecilnya ini sebentar lagi akan menjadi tanggung jawab orang lain.Bunda Amira kini melihat Hanum yang tertunduk, segera dia mendekap dan memeluknya. Bella yang melihat seorang ibu dan anak berpelukan sambil menangis ia pun juga tak dapat menahan untuk meneteskan air mata harunya.Kemudian Bunda melepaskan pelukannya, dan menghapus air mata Hanum yang membasahi kedua pipinya."Jangan nangis dong, sayang make-up nya luntur," ucapnya Bunda terkekeh."Bunda ..." rengek Hanum mendengar Bunda menggodanya.*****Hanum berjalan mendekat ke arah Arkan ditemani sang Bunda dan Bella. Ia duduk di samping Arkan untuk melaksanakan akad nikah. Baik Arkan maupun Hanum, keduanya merasa sangat berdebar.Padahal kalau dipikir-pikir, Arkan yang memang sudah pernah merasakan momen tersebut, kenapa sekarang malah masih terlihat seperti orang yang baru pertama kali melakukannya.Setelah membuat Hanum duduk dengan nyaman di samping Arkan, Bunda Amira beranjak dan bergabung dengan para tamu undangan untuk menyaksikan langsung ijab qabul tersebut.Ayah Bara langsung menggenggam erat tangan Arkan, ditatapnya Arkan dan mulai mengucap ijab kemudian segera dijawab oleh Arkan dengan lantang dan tegas.“Saya terima nikah dan kawinnya Arsyila Hanum Khayla binti Albara Nugraha, dengan mas kawin logam mulia seberat 524 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”Ketika kalimat sakral itu terlontar dari bibir Arkan, Hanum tidak kuasa menahan air matanya. Pernikahan yang tidak pernah ia bayangkan kini sudah menjadi kenyataan sebelum saatnya ia meraih semua impiannya.Bunda Amira masih pun tidak bisa membendung air di matanya melihat putrinya kini akan menjadi seorang istri dan berumah tangga.Alih-alih merasakan kebahagiaan sepenuhnya, pada kenyataannya Bunda masih ada sedikit rasa hancur juga atas kehilangan sang putri sulungnya yang dulu lebih memilih jalan pintas yang salah untuk mengakhiri penderitaannya.Tapi, sebisa mungkin dia berusaha kuat untuk tetap terus menjalankan hidup. Karena dia berpikir bukan hanya dirinya sendiri yang merasakan kehilangan, tapi sang suami juga putri bungsunya pun ikut merasakan kehilangan.Untuk Hanum, Bunda berdo’a semoga mereka tidak salah mengambil jalan perjodohan itu. Kedua orang tua itu berharap banyak pada Arkan yang seorang pria baik dan mampu membimbing putri mereka.Semua orang menyaksikan itu dengan penuh kebahagiaan dan haru.Kini Hanum sudah berpasrah sepenuhnya dengan takdir, selanjutnya ia tidak akan terlalu banyak menuntut lagi dengan nama sebuah harapan.Begitu pu dengan Arkan, apa pun di masa depan nanti semoga pernikahan keduanya Arkan bisa membangun kembali kepercayaan pada seorang perempuan dan tidak kembali menjadi trauma kesekian.Arkan penuntun tangannya pada Hanum. Hanum menerimanya dengan perasaan gugup. Ia mencium penggung tangan Arkan dengan lembut.Kemudian Arkan dengan jantung yang tiba-tiba saja berdebar tidak karuan mencium kening Hanum cukup lama sambil mendoakannya.Setelah itu Pak penghulu membacakan doa untuk Hanum dan Arkan. Ada beberapa orang dengan khidmah penuh menengadahkan tangannya membantu mengaminkan do’a yang dibacakan.Setelah akad selesai, Arkan dan Hanum menandatangani surat pernikahan mereka. Kemudian sesi foto dimulai, Arkan dan Hanum tampak malu dan masih canggung satu sama lain.Sampai akhirnya acara resepsi akan dimulai, Arkan dan Hanum mengganti kostum.Arkan memakai jas berwarna cream dan Hanum memakai gaun pengantin berwarna cream juga. Hanum dan Arkan sudah seperti raja dan ratu yang sangat memukau.Setelah acara resepsi selesai, Hanum duduk di singgasana bersama dengan Arkan yang telah resmi menjadi suaminya.Arkan menatap Hanum dengan lekat, gadis yang ia nikahi seperti bidadari yang sangat memukau dengan kecantikannya. Entah kenapa Arkan menjadikan kegiatan favoritnya memandangi wajah manis Hanum.Hanum yang mengetahui Arkan selalu terpesona oleh keterbatasan tenaga menahan malu saat beberapa kali matanya bertemu dengan mata Arkan. Hanum salah tingkah sendiri karena masih belum terbiasa dengan semua ini.Arkan yang mengetahui kegugupan Hanum kemudian tangannya memegang tangan Hanum dan digenggam dengan erat.“Kenapa masih gugup? Akadnya sudah selesai dari tadi, sekarang kita hanya akan bersalam dengan tamu. Jadi kamu tenang, jangan berlebihan.”Hanum langsung mematung dengan perasaan sulit didefinisikan. Ia semakin dilanda perasaan gelisah saja karena perilaku Arkan yang begitu tiba-tiba hingga membuat detak jantungnya berhenti sejenak.Perlakuan kecil Arkan itu mampu membuat Hanum spot jantung, apalagi senyum manis Arkan yang tidak pernah ia lihat selama ini.Arkan dan Hanum terus memasang senyum tulus kebahagian pada setiap para tamu undangan yang datang bersalam.Sejujurnya Hanum sudah merasa cukup lelah dan pegal, tapi ia berusaha menahannya karena melihat ke antusias keluarga besar dan teman-temannya.Arkan juga tahu jika Hanum pasti sangat pegal, apalagi ia masih menggunakan gaun pengantin yang Arkan yakini sangatlah berat, ditambah dengan heels yang digunakan oleh Hanum tidak setinggi main-main.Bella datang mendekati Hanum yang sudah tersenyum melihat kedatangannya. Sahabatnya itu terlihat juga sangat cantik, Bella datang dengan kekasihnya.“Masya Allah … cantik sekali kamu Hanum. Seperti bidadari turun dari langit,” puji Bella dengan mata yang berkaca-kaca. Bella sangat bahagia melihat sahabatnya menikah tapi ada terselip rasa kehilangan yang tidak bisa ia sembunyikan.“Kamu juga sangat cantik, Bel,” puji Hanum dengan seulas senyum.“Aku mau langsung pamit, ya. Maaf aku tidak bisa lama-lama, soalnya pesawat yang ditumpangi Papa dan Mama sebentar lagi akan landing dan aku harus buru-buru ke bandara untuk jemput,” ujar Bella pamit.“Saya titip Hanum ya, Pak. Jaga dia baik-baik, Hanum ini anaknya random dan polos jadi Bapak harus siap stok kesabaran yang banyak biar bisa hadapi dia,” ucap Bella pada Arkan.Arkan menjawabnya hanya mengangguk dengan raut datarnya.“Ya sudah, aku pamit dulu ya, Hanum. Assalamu’alaikum,” pamit Bella mengucap salam.“Wa’alaikumusalam. Hati-hati ya, Bel,” pesan Hanum.Malam sudah semakin pekat, Arkan masih betah berada di ruang kerjanya, pria dewasa itu masih saja sempat-sempatnya melakukan pekerjaannya di hari pernikahannya.Sementara di dalam kamar Sean, Hanum duduk di tepi ranjang sambil menatap wajah anak sambungnya yang kini telah tertidur lelap. Hanum yang notabene-nya menyukai anak kecil, sangat menikmati moment pertamanya sebagai seorang ibu dengan membacakan dongeng untuk Sean.Setelah puas menatap wajah lelap Sean, Hanum segera keluar dari kamar itu. Ia melangkah menaiki tangga dengan sejuta pertanyaan dan kemungkinan-kemungkinan memenuhi kepalanya.Malam pertama seperti apa yang akan dia jalani bersama pria yang berprofesi sebagai dosennya itu kini sudah menjadi suaminya.Langkah demi langkah Hanum tapaki hingga akhirnya sampai di depan kamar dengan pintu berwarna hitam. Sejenak ia mengatur degup jantungnya lebih dulu, lalu mulai membuka pintu.CeklekBegitu pintu terbuka, harum maskulin menyapa indra penciumannya. Yang khas milik seoran
"Sean, hari ini Mommy dan Daddy yang akan mengantar ke sekolah, tidak apa-apa, kan?" tanya Ibu Stela.Ibu stela hanya takut sang cucu akan keberatan karena biasanya Sean selalu menolak jika sang Daddy yang mengantarnya dan lebih memilih diantar oleh pak supir di rumah.Sean yang menyelesaikan dulu kunyahan makanan dalam mulutnya barulah ia menjawab. "No problem, Oma. Sean, tidak keberatan karena sekarang ada Mommy juga. Sebenarnya, Sean ingin Daddy menikahi Mommy bukan karena Sean yang mau punya Mommy saja, tapi ... Sean juga ingin Daddy bahagia. Daddy sudah punya semuanya, tapi tidak dengan istri. Sekarang karena semuanya sudah lengkap, Sean sangat bahagia." Ibu Stela seketika dibuat terpaku mendengar pengakuan dari sang cucu, termasuk tiga orang dewasa itu juga. Usia Sean sebentar lagi akan menginjak lima tahun, tapi pria kecil itu seolah sudah mengerti dengan keadaan disekitarnya saja hingga berkata demikian.Tumbuh tanpanya sosok ibu membuat Sean lebih peka dan menyadari apa yan
"Dengan sigap, sang Tikus membantu Singa keluar dari jaring tersebut dengan menggerogoti jaring sampai terputus. Keduanya pun segera kabur dan menyelamatkan diri." Hanum menutup buku dongeng ketiga yang dia bacakan untuk Sean, hingga akhirnya pria kecil itu tertidur lelap.Hanum menggerakkan tangannya, mengusap kepala Sean dengan lembut. "Tampannya anak, Mommy. Semoga kamu selalu sehat Sayang dengan didatangi oleh kebahagiaan yang abadi, Mommy akan selalu menyayangi kamu meski kenyataannya kamu tidak terlahir dari rahimku." Hanum tersenyum lembut namun, pancaran matanya berkaca-kaca. Ia membayangkan satu hal jika itu terjadi di masa depan, seperti adanya perpisahan antara dirinya dan Sean nanti ketika ibu kandungnya datang dan meminta untuk kembalikan posisinya.Ia tahu itu pasti akan terjadi, karena Hanum yakin mantan istri Arkan tidak benar-benar pergi. Ini yang dia takutkan, alasan utama juga mengapa ia sangat menentang awal perjodohannya, apa lagi dengan seorang pria yang pernah m
"Selamat datang, Nona." Seorang wanita cantik membuka kacamata hitam yang menutupi kedua mata cantiknya. Mantel tebal dan berbulu yang melekat pada tubuhnya, kini ia lepas dan diserahkan kepada seorang kepala maid yang menyambut kedatangannya."Suhu udara kota ini masih sama, bahkan setelah lima tahun berlalu. Di mana, Ayah?" "Tuan besar, sudah menunggu Anda diruang kerjanya, Nona," jawab kepala Maid tersebut."Baik! Bawakan semua barang ku ke kamar, saya akan menemui Ayah sebentar."Wanita itu melangkahkan kakinya menyusuri setiap sudut ruangn yang didominasi dengan warna putih dan gold. Hingga pada saat langkahnya terhenti tepat di depan sebuah pintu bercorak unik dengan warna coklat gelap.Ceklek.Tanpa mengetuknya, wanita itu langsung masuk ke dalam. Dari jarang beberapa langkah dia bisa melihat seorang pria paruh baya yang tengan duduk membelaki meja kerjanya dengan pandangan terarah di luar jendela kaca, pria itu tidak lain ialah sang Ayah."Hai, Ayah, long time no see. Kini p
Clara segera berbalik mengambil kunci mobil lalu melangkah pergi menuju pintu keluar kamar.Melihat kepergian sang istri, Arkan segera bergerak menyusul dan menghadang langkahnya. "Clara! Clara, tolong kamu jangan gegabah. Ingat, impian dan mimpi kecil yang telah kita susun dan akan lewati bersama dengan anak kita. Aku mencintaimu, tolong jangan pergi dan bertahanlah.""Aku muak, Arkan! Aku capek! Tapi kamu tidak pernah mengerti berada di posisi aku! Sekarang aku tanya dan minta kamu untuk memilih, kamu pilih aku atau anak itu dan kita bercerai?"Arkan terdiam terpaku, disaat dirinya langsung dihadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya. Arkan merasa kini semesta tak lagi berpihak kepadanya.Cintanya kepada Clara begitu besar, namun ia juga tidak bisa meninggalkan anaknya, darah dagingnya sendiri demi memenuhi keegoisan Clara yang sudah tak memiliki hati untuk keutuhan rumah tangganya. "Ayo jawab, kenapa hanya diam saja?"Kedua telapak tangan Arkan terkepal kuat, dia tertunduk me
"Di sana dia, Nona."Clara yang sejak tadi melamun sendiri, kini segera melihat ke arah jendela mobil saat sang sopir menunjuk seorang anak laki-laki yang berjalan keluar dari bangunan sekolah bersama dengan seorang wanita, sepertinya itu guru.Sejenak Clara nampak terdiam, menatap minat pada bocah kecil itu. Ia terpana, ia terpana melihat ternyata bayi yang dulu pernah ia kandung dan lahirkan kini telah tumbuh menjadi anak laki-laki yang tampan, seperti Daddy-nya.Tanpa Clara sadari, dia menjatuhkan air matanya dengan tidak mengeluarkan suara isakan. Mungkin saat ini, wanita tersebut sedikit menyesal dengan karena telah meninggalkan keluarga kecilnya dulu.Lima tahun berlalu ia lebih memilih meninggalkan sang suami dengan anaknya yang saat itu lebih membutuhkannya, hanya karena ingin bebas hidup berkeliaran semaunya."Kau tunggu di sini, aku ingin bertemu dengannya sebentar," ucap Clara dengan sudah siap menarik tukas pintu mobil namu terhenti dengan ucapan sang sopir."Jangan, Nona.
Keadaan loby kantor berubah jadi sangat menegangkan karena pertengkaran dua mantan pasangan itu.Para pekerja dan karyawan hanya mampu terdiam menyaksikannya, karena mereka sadar siapa itu Arkan. Pria yang diam-diam mereka takuti.Clara, wanita itu terdiam mendengar ucapan Arkan. satu kesalahan lagi yang ia lupakan begitu saja. Betapa bodohnya dia dulu hingga tega menghindari darah dagingnya sendiri.Hingga tanpa sengaja matanya bergulir menatap sosok kecil yang dulu ia tidak anggap, tepat di belakang Arkan, Sean."A—anak mama ..." lirihnya dengan tangan yang memnjulur, berusaha ingin menggapai tubuh kecil itu dalam dekapannya. Namun, Sean dengan spontan berbalik menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Hanum, kedua tangan kecilnya melingkar erat pada leher Hanum.Melihat reaksi Sean yang begitu menghindarinya tidak membuat Clara gencar ingin menggedong Sean. Namun tetap saja ia mendapat penolakan dari berontaknya sang empu.Arkan yang melihat sang anak tidak ingin disentuh Clara pun
Di ruangannya yang nampak luas dan dominan itu Arkan tengah berkutat dengan semua berkas-berkas yang menumpuk. Itu karena dirinya yang sudah sangat lama meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang pemimpin perusahaan. Dan hari ini dia akan menyesuaikannya juga, dengan sengaja tidak masuk mengajar dulu.Tanpa ia ketahui di luar sedang ada keributan lagi setelah hari kemarin mantan istrinya, dan sekarang pun kembali berulah lagi.Beberapa saat terlihat seorang staf laki-laki memasuki ruangan dengan langkah tergesa-gesa. Ia segera menghampiri Arkan, dan membisikan sesuatu.Detik selanjutnya aura yang dikeluarkan Arkan sangat tidak biasanya, raut wajahnya mendatar dengan tangan yang terkepal kuat setelah mendengar apa yang disampaikan oleh salah satu staf senior tersebut. Arkan yang tadinya duduk kini segera berdiri dari posisinya. "Sekarang kamu keluar."Orang yang diperintahkan keluar itu langsung pergi tanpa melakukan protes apapun, ia masih sayang dengan nyawannya jika sudah melihat
Hari sudah berganti dengan malam. Hanum kini tengah di kamar sang anak, karena memang sekarang sudah memasuki waktu untuk Sean tidur. Hanum dan keluarga kecilnya masih menetap di rumah kedua orang tua Arkan, ia tidak berani bertanya pada suaminya apakah mereka akan tetap menetap di rumah tersebut atau akan berpindah memiliki rumah sendiri. Hanum hanya akan mengikut ke mana Arkan membawanya saja.Sean sudah tertidur, dan waktu sebentar lagi akan memasuki pukul sepuluh malam, namun Hanum masih belum melihat adanya tanda-tanda Arkan akan pulang dari kantor."Sudah pukul sepuluh tapi dia masih belum pulang?" ujar pelan Hanum sembari jalan keluar dari kamar Sean. Entah kenapa Hanum kini memiliki rasa khawatir pada Arkan. Apakah pria itu masih mengerjakan pekerjaannya dijam segini? Apa dia sudah makan malam? Mungkin sekarang dia sedang makan di suatu restoran? Atau mungkin dia sedang di jalan pulang ke rumah? Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang mulai muncul dalam pikiran Hanum untun
Di ruangannya yang nampak luas dan dominan itu Arkan tengah berkutat dengan semua berkas-berkas yang menumpuk. Itu karena dirinya yang sudah sangat lama meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang pemimpin perusahaan. Dan hari ini dia akan menyesuaikannya juga, dengan sengaja tidak masuk mengajar dulu.Tanpa ia ketahui di luar sedang ada keributan lagi setelah hari kemarin mantan istrinya, dan sekarang pun kembali berulah lagi.Beberapa saat terlihat seorang staf laki-laki memasuki ruangan dengan langkah tergesa-gesa. Ia segera menghampiri Arkan, dan membisikan sesuatu.Detik selanjutnya aura yang dikeluarkan Arkan sangat tidak biasanya, raut wajahnya mendatar dengan tangan yang terkepal kuat setelah mendengar apa yang disampaikan oleh salah satu staf senior tersebut. Arkan yang tadinya duduk kini segera berdiri dari posisinya. "Sekarang kamu keluar."Orang yang diperintahkan keluar itu langsung pergi tanpa melakukan protes apapun, ia masih sayang dengan nyawannya jika sudah melihat
Keadaan loby kantor berubah jadi sangat menegangkan karena pertengkaran dua mantan pasangan itu.Para pekerja dan karyawan hanya mampu terdiam menyaksikannya, karena mereka sadar siapa itu Arkan. Pria yang diam-diam mereka takuti.Clara, wanita itu terdiam mendengar ucapan Arkan. satu kesalahan lagi yang ia lupakan begitu saja. Betapa bodohnya dia dulu hingga tega menghindari darah dagingnya sendiri.Hingga tanpa sengaja matanya bergulir menatap sosok kecil yang dulu ia tidak anggap, tepat di belakang Arkan, Sean."A—anak mama ..." lirihnya dengan tangan yang memnjulur, berusaha ingin menggapai tubuh kecil itu dalam dekapannya. Namun, Sean dengan spontan berbalik menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Hanum, kedua tangan kecilnya melingkar erat pada leher Hanum.Melihat reaksi Sean yang begitu menghindarinya tidak membuat Clara gencar ingin menggedong Sean. Namun tetap saja ia mendapat penolakan dari berontaknya sang empu.Arkan yang melihat sang anak tidak ingin disentuh Clara pun
"Di sana dia, Nona."Clara yang sejak tadi melamun sendiri, kini segera melihat ke arah jendela mobil saat sang sopir menunjuk seorang anak laki-laki yang berjalan keluar dari bangunan sekolah bersama dengan seorang wanita, sepertinya itu guru.Sejenak Clara nampak terdiam, menatap minat pada bocah kecil itu. Ia terpana, ia terpana melihat ternyata bayi yang dulu pernah ia kandung dan lahirkan kini telah tumbuh menjadi anak laki-laki yang tampan, seperti Daddy-nya.Tanpa Clara sadari, dia menjatuhkan air matanya dengan tidak mengeluarkan suara isakan. Mungkin saat ini, wanita tersebut sedikit menyesal dengan karena telah meninggalkan keluarga kecilnya dulu.Lima tahun berlalu ia lebih memilih meninggalkan sang suami dengan anaknya yang saat itu lebih membutuhkannya, hanya karena ingin bebas hidup berkeliaran semaunya."Kau tunggu di sini, aku ingin bertemu dengannya sebentar," ucap Clara dengan sudah siap menarik tukas pintu mobil namu terhenti dengan ucapan sang sopir."Jangan, Nona.
Clara segera berbalik mengambil kunci mobil lalu melangkah pergi menuju pintu keluar kamar.Melihat kepergian sang istri, Arkan segera bergerak menyusul dan menghadang langkahnya. "Clara! Clara, tolong kamu jangan gegabah. Ingat, impian dan mimpi kecil yang telah kita susun dan akan lewati bersama dengan anak kita. Aku mencintaimu, tolong jangan pergi dan bertahanlah.""Aku muak, Arkan! Aku capek! Tapi kamu tidak pernah mengerti berada di posisi aku! Sekarang aku tanya dan minta kamu untuk memilih, kamu pilih aku atau anak itu dan kita bercerai?"Arkan terdiam terpaku, disaat dirinya langsung dihadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya. Arkan merasa kini semesta tak lagi berpihak kepadanya.Cintanya kepada Clara begitu besar, namun ia juga tidak bisa meninggalkan anaknya, darah dagingnya sendiri demi memenuhi keegoisan Clara yang sudah tak memiliki hati untuk keutuhan rumah tangganya. "Ayo jawab, kenapa hanya diam saja?"Kedua telapak tangan Arkan terkepal kuat, dia tertunduk me
"Selamat datang, Nona." Seorang wanita cantik membuka kacamata hitam yang menutupi kedua mata cantiknya. Mantel tebal dan berbulu yang melekat pada tubuhnya, kini ia lepas dan diserahkan kepada seorang kepala maid yang menyambut kedatangannya."Suhu udara kota ini masih sama, bahkan setelah lima tahun berlalu. Di mana, Ayah?" "Tuan besar, sudah menunggu Anda diruang kerjanya, Nona," jawab kepala Maid tersebut."Baik! Bawakan semua barang ku ke kamar, saya akan menemui Ayah sebentar."Wanita itu melangkahkan kakinya menyusuri setiap sudut ruangn yang didominasi dengan warna putih dan gold. Hingga pada saat langkahnya terhenti tepat di depan sebuah pintu bercorak unik dengan warna coklat gelap.Ceklek.Tanpa mengetuknya, wanita itu langsung masuk ke dalam. Dari jarang beberapa langkah dia bisa melihat seorang pria paruh baya yang tengan duduk membelaki meja kerjanya dengan pandangan terarah di luar jendela kaca, pria itu tidak lain ialah sang Ayah."Hai, Ayah, long time no see. Kini p
"Dengan sigap, sang Tikus membantu Singa keluar dari jaring tersebut dengan menggerogoti jaring sampai terputus. Keduanya pun segera kabur dan menyelamatkan diri." Hanum menutup buku dongeng ketiga yang dia bacakan untuk Sean, hingga akhirnya pria kecil itu tertidur lelap.Hanum menggerakkan tangannya, mengusap kepala Sean dengan lembut. "Tampannya anak, Mommy. Semoga kamu selalu sehat Sayang dengan didatangi oleh kebahagiaan yang abadi, Mommy akan selalu menyayangi kamu meski kenyataannya kamu tidak terlahir dari rahimku." Hanum tersenyum lembut namun, pancaran matanya berkaca-kaca. Ia membayangkan satu hal jika itu terjadi di masa depan, seperti adanya perpisahan antara dirinya dan Sean nanti ketika ibu kandungnya datang dan meminta untuk kembalikan posisinya.Ia tahu itu pasti akan terjadi, karena Hanum yakin mantan istri Arkan tidak benar-benar pergi. Ini yang dia takutkan, alasan utama juga mengapa ia sangat menentang awal perjodohannya, apa lagi dengan seorang pria yang pernah m
"Sean, hari ini Mommy dan Daddy yang akan mengantar ke sekolah, tidak apa-apa, kan?" tanya Ibu Stela.Ibu stela hanya takut sang cucu akan keberatan karena biasanya Sean selalu menolak jika sang Daddy yang mengantarnya dan lebih memilih diantar oleh pak supir di rumah.Sean yang menyelesaikan dulu kunyahan makanan dalam mulutnya barulah ia menjawab. "No problem, Oma. Sean, tidak keberatan karena sekarang ada Mommy juga. Sebenarnya, Sean ingin Daddy menikahi Mommy bukan karena Sean yang mau punya Mommy saja, tapi ... Sean juga ingin Daddy bahagia. Daddy sudah punya semuanya, tapi tidak dengan istri. Sekarang karena semuanya sudah lengkap, Sean sangat bahagia." Ibu Stela seketika dibuat terpaku mendengar pengakuan dari sang cucu, termasuk tiga orang dewasa itu juga. Usia Sean sebentar lagi akan menginjak lima tahun, tapi pria kecil itu seolah sudah mengerti dengan keadaan disekitarnya saja hingga berkata demikian.Tumbuh tanpanya sosok ibu membuat Sean lebih peka dan menyadari apa yan
Malam sudah semakin pekat, Arkan masih betah berada di ruang kerjanya, pria dewasa itu masih saja sempat-sempatnya melakukan pekerjaannya di hari pernikahannya.Sementara di dalam kamar Sean, Hanum duduk di tepi ranjang sambil menatap wajah anak sambungnya yang kini telah tertidur lelap. Hanum yang notabene-nya menyukai anak kecil, sangat menikmati moment pertamanya sebagai seorang ibu dengan membacakan dongeng untuk Sean.Setelah puas menatap wajah lelap Sean, Hanum segera keluar dari kamar itu. Ia melangkah menaiki tangga dengan sejuta pertanyaan dan kemungkinan-kemungkinan memenuhi kepalanya.Malam pertama seperti apa yang akan dia jalani bersama pria yang berprofesi sebagai dosennya itu kini sudah menjadi suaminya.Langkah demi langkah Hanum tapaki hingga akhirnya sampai di depan kamar dengan pintu berwarna hitam. Sejenak ia mengatur degup jantungnya lebih dulu, lalu mulai membuka pintu.CeklekBegitu pintu terbuka, harum maskulin menyapa indra penciumannya. Yang khas milik seoran