“Ayah, sudah menjodohkan kamu dengan pria pilihan Ayah, dia juga anak sahabat Ayah. Namanya Arkan. Dia seorang pria dewasa yang sudah mapan, keluarganya juga sangat terpandang, dan Ayah yakin kamu akan hidup bahagia jika menikah dengannya,” jelas Ayah.
Hanum terdiam mematung. Entah perbuatan dosa apa yang sudah ia lakukan sehingga sekarang ia mendapat karma yang sangat menyakitkan hati.“Ayah, Hanum masih kuliah ... Ba—bahkan baru setengah jalan. Ba—bagaimana dengan cita-cita, Hanum?” tanya Hanum dengan suara yang sudah bergetar. Apa yang ia pernah takutkan pun kini terjadi juga.“Hanum, kamu masih akan tetap bisa kuliah sampai lulus, Ayah tidak akan buat kamu putus ditengah jalan. Yang pasti, karena Ayah telah menjodohkan kamu, Ayah berharap kamu menerimanya,” ujar Ayah seraya menatap sang putri dengan lekat, Bunda pun tidak mampu berkata-kata karena beliau juga hanya bisa pasrah dan menyerahkan semua keputusan terbaik itu pada sang suami.Hanum tergugu, sebisa mungkin ia mencerna apa yang baru saja Ayahnya katakan. Tanpa bisa dicegah rasa sesak mulai melingkupi dalam dirinya."Tidak! Hanum tidak bisa menerima perjodohan ini, Ayah." Tolak Hanum langsung tanpa perlu memikirkan lebih dulu."Kenapa?! Ayah melakukannya juga itu karena kamu, anak gadis Ayah satu-satunya! Jadi karena ini sudah menjadi keputusan Ayah, tidak ada kata menolak. terima atau tidak terima, kamu harus melakukannya!" Putus Ayah dengan tegas.Ayah Bara melakukan perjodohan anak gadis satu-satunya dengan anak sulung sahabatnya sendiri. Pria tersebut yang katanya sudah mapan, artinya sudah memiliki pekerjaan tetap dan jangan lupakan kata bahwa keluarga besarnya sangatlah terpandang.Perjodohan ini terjadi karena satu kejadian Ayah Bara pernah melakukan perjanjian resmi dengan sang sahabat, niatnya pun hanya karena keduanya ingin lebih mempererat hubungan antara persahabatan menjadi keluarga.Maka dari itu sekarang Ayah Bara melakukannya saat ini agar tidak terlalu lama lagi ia terus memegang janji dengan sang sahabat.“Kenapa? Kenapa Ayah melakukan perjodohan tanpa meminta pendapat Hanum lebih dulu?! Apa Ayah tidak menghargai adanya Hanum di sini?!” Luap sudah amarah Hanum yang sedari tadi ia tahan.“Hanum bukan lagi anak kecil Ayah, Hanum masih harus capai cita-cita dan kesuksesan yang Hanum inginkan. Bukan seperti ini!”“Ayah hanya ingin yang terbaik untuk kamu, Hanum. Apa susahnya kamu tinggal menerimanya dan segera mungkin Ayah akan mengurus semuanya. Kamu tidak perlu susah-susah lagi mencari pekerjaan, dan akan hidup dengan nyaman lalu bahagia,” ucap sang Ayah tetap teguh dalam keinginannya."Aku tidak membutuhkan itu, Ayah! Aku tidak butuh hidup dengan mewah dan bergelimang harta! mengapa Ayah sangat susah hanya untuk mengerti pada posisiku?"Pecah sudah tangis Hanum dengan suara yang sedikit melengking pada pria yang selama ini selalu ia hormati itu.Hanum bangkit dari posisi duduknya. “Ayah tega melakukan ini pada Hanum! Hanum bahkan tidak pernah meminta apapun pada kalian. Tapi ini, kalian dengan mudahnya menentang keinginan Hanum dalam kesuksesan berkarir, apa susahnya sih Ayah memberi dukungan walau hanya sencuil pun? Aku butuh itu Ayah ... tidak dengan yang lain.”“tapi sekarang, semuanya hancur, musnah! Ayah dengan lantangnya sekarang telah menjatuhkan mental dan kepercayaan diri Hanum dalam hitungan menit!” seruan Hanum dengan sudah berderai air mata.Setelah meluapkan isi hatinya Hanum langsung beranjak dari tempatnya, pergi meninggalkan kedua orangtuanya yang terdiam dalam heningnya.Tidak dipungkiri hatinya merasakan sesak hingga rasanya ia tidak bisa bernafas. Satu-satunya harapan yang Hanum miliki telah direnggut dalam beberapa menit yang lalu.‘Perjodohan’ sialan, satu kata itu telah membuat Hanum merasa hidupnya sangat tidak seberuntung orang di luar sana.*****Di taman yang asri, Hanum duduk termenung sendirian di kursi panjang di taman. Setelah berdebat dalam suasana tegang tadi, berakhir ia berada di tempat tersebut dengan pandangan kosong namun pikirannya penuh dengan ulasan perkataan sang Ayah.Tanpa bisa dicegah air matanya luruh membasahi kulit putih mulusnya. Hanum ingin berteriak rasanya, berteriak sekencang-kencangnya pada sang penguasa takdir, kenapa kata perjodohan harus ada dalam hidupnya? Kenapa ia tidak bisa menjalani kehidupan seperti yang ia inginkan? Kata kenapa, kenapa, dan kenapa selalu ingin Hanum teriakkan.Asik dengan lamunannya, Hanum dikejutkan dengan sapuan lembut pada pipinya, dan mendapati tangan mungil yang sedikit berisi. Hanum menoleh melihat seorang anak laki-laki yang gembul berdiri tepat di sampingnya, di atas kursi panjang tempat Hanum duduk tersebut.“Tante cantik kenapa?” tanya anak laki-laki tersebut.“Ah, tidak. Tante tidak apa-apa,” kelit Hanum sembari menunjukkan senyuman kecilnya.Yang menjadi pertanyaannya adalah sejak kapan anak tersebut ada di sampingnya? Dan, kenapa ia tidak merasakan adanya pergerakan sedari tadi?“Adek ini siapa? Kenapa bisa ada di sini, hm?” tanya Hanum.“Nama ku Sean. Tidak ada, hanya jalan-jalan lalu melihat mereka yang bisa tertawa bahagia dengan keluarga yang lengkap,” jawab anak tersebut yang kini sudah duduk dengan baik di samping Hanum.Hanum melihat pada arah pandangan anak itu, terlihat di sana memang ada satu keluarga yang beranggotakan tiga orang, dua orang antara pria dan wanita dewasa, lalu gadis kecil tengah tertawa lepas nampak sangat bahagia dari raut wajahnya.Setelahnya Hanum kembali menatap wajah Sean, ia melihat dimata Sean menunjukkan ada ruang yang lama kososng, tapi entah apa itu Hanum tidak tahu.“Tentu saja mereka bahagia dengan adanya seorang Ayah dan Ibu, gadis kecil itu akan selalu merasa aman dan nyaman. Sean juga seperti itu, memiliki kedua orang tua yang selalu sayang dan menyayangi Sean dengan tulus, jika tidak mana mungkin mereka mau melahirkan dan menghadirkan Sean di sini dengan wajah tampan dan menggemaskan ini,” ujar Hanum dengan sedikit gurauan diakhir kalimatnya dan tersenyum lembut pada anak itu.“Tidak, Sean tidan seperti dia. Keberuntungnya bisa hadir dalam keluarga yang bahagia itu tidak pernah Sean dapatkan, Tante. Bagi dia, Sean hanyalah anak pembawa sial,” lontar Sean sembari tersenyum kecil setelah terdiam beberapa saat.Hanum terdiam mendengar penuturan anak kecil itu, tidak tahu harus memberi respon seperti apa. Mendengarnya berkata demikian Hanum bisa langsung menyimpulkan jika Sean tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sosok itu, sosok yang paling berpengaruh dalam hidup seorang anak.“Apakah Tante cantik mau menjadi Mommy, Sean? Tapi Tante cantik harus menikah lebih dulu dengan Daddy, Sean, lalu kita akan menjadi seperti mereka,” ucap Sean sembari menunjuk arah keluarga yang tepat berhadapan keduanya.“Eh?!” Mata Hanum langsung membola dan menatap Sean dengan keterkejutan yang luar biasa.*****Sesuai dengan ucapan bundanya semula ia kembali ke rumah secara tiba-tiba mengatakan bahwa malam ini keluarga pihak laki-laki yang telah dijodohkan dengannya akan datang untuk membahas kelanjutan masalah perjodohan.Hanum saat ini sudah menggunakan busana muslimah dengan wajahnya yang sudah dilapisi make-up tipis. Hanum menatap kosong dirinya di pantulan cermin, ternyata ucapannya tadi pagi tidak membuat sang Ayah sadar jika ini bukanlah yang dia harapkan.Hanum rasanya ingin kembali menangis, ingin menghilang dan pergi jauh dari rumah. Tapi ia tidak sampai hati untuk melakukan itu, karena berbuat nekat pun akan berakhir sia-sia saja.“Hanum, ayo sayang. Di bawah keluarga laki-lakinya sudah datang.”Hanum menuruni akan tangganya dengan didampingi Bunda. Hanum membasahi bibirnya pelan untuk menghilangkan rasa gugupnya, dengan langkan yang pelan Hanum dapat melihat beberapa orang yang sudah memenuhi ruang tamu.“Astaga, ini Hanum, ya? Dari kecil Tante lihat kamu selalu cantik dan menggemaskan. Sekarang sudah dewasa dan semakin cantik saja,” ucap wanita paruh baya tersebut bernama Stela.Hanum hanya menanggapi dengan senyum kecil. Ia merasa canggung dan sedikit kikuk dengan situasi ini.“Hai, Tante cantik,” seru seorang tiba-tiba, dan suara yang terdengar masih belia.Hanum menengok, seketika matanya membola lebar. “Oh, h— Hay!”“Wah, ternyata Hanum sudah kenal dengan, Sean,” ucap Tante Stela.“Hanya kebetulan saja, Tante,” jawab Hanum.Perbincangan pun terus berlanjut, yang awal mulanya hanya sekedar basa-basi kini kedua keluarga itu langsung membahas inti dari apa saja dalam pernikahan.Hingga tiba-tiba terdengar suara salam dan muncul seseorang yang sukses membuat Hanum terpaku di tempatnya.“Assalamu’alaikum,” salam seseorang tersebut.“Wa’allaikumusalam,” jawab semua orang, kecuali Hanum.Hanum merasa seketika detak jantungnya berhenti saat itu juga ketika melihat wajah sosok itu. Bibirnya terkatup rapat tanpa bisa mengucapkan apa-apa lagi.Ya, pria itu yang akan dijodohkan dengannya tidak lain adalah dosennya sendiri. Dia adalah Fahreza Arkan Adhyatma, yang akhir-akhir ini sering disapa dengan Pak Reza di wilayah kampus. Tidak ada yang tahu jika pria yang memiliki dua nama panggilan itu adalah orang yang sama.Kini semua orang sudah terkumpul. Suasana seketika menjadi hening, hingga pada akhirnya Ayah Bara langsung membuka perbincangan antara mereka. “Hanum, kenalkan mereka adalah sahabat Ayah dan Bunda, namanya Om Bagas dan Tante Stela. Kalau pria itu, anaknya, putra sulung beliau, orang yang Ayah jodohkan dan akan menjadi suami kamu nanti, namanya Arkan. Lalu, bocah kecil yang tengah kamu pangku itu adalah putra Nak Arkan. Ya, dia adalah duda satu anak,” ucap Ayah memperkenalkan keluarga yang bertamu di rumahnya. “Apa?! Apa Ayah tidak salah? Ayah, dia itu bahkan dosen Hanum sendiri di kampus!” Kaget Hanum tanpa sadar memekikkan suaranya. “Ya, Ayah tau itu,” sambung Ayah. Hanum tambah terkejut. Yang benar saja, tuhan. – batin Hanum. “Nak Arkan, ini anak perempuan satu-satunya saya yang bernama Arsyila Hanum Khayla.” Ayah Bara kini memperkenalkan Hanum pada pria tersebut. “Ayah, apa yang Ayah lakukan? Hanum bahkan belum menjawab titah Ayah yang tadi pagi,” ucap Hanum pada sang Ayah ag
Sudah tiga minggu berlalu setelah acara lamaran hari itu, dan semua keluarga telah menetapkan sekaligus tanggal hari pernikahan saat itu juga, dan jatuhnya pada satu bulan lagi hitungannya dari beberapa minggu yang lalu. Hari-hari Hanum lalui dengan monoton, dan besok adalah hari di mana dirinya akan segera melangsungkan acara sakral bersama dosennya sendiri.Semua telah disiapkan dari baju pengantin, hantaran, dan hotel yang telah di dekor dengan indah untuk melangsungkan pernikahan."Rasanya aku tidak ingin pernah percaya jika besok aku akan menjadi istrinya. memiliki mimpi atau bahkan berkhayal pun tidak pernah terlintas dalam pikiran ku," ucap Hanum dengan helaan nafas."Tapi tidak buruk juga, karena aku akan mendapatkan bonus dengan bocah laki-laki menggemaskan itu akan menjadi anakku," ucap Hanum lagi senyum di bibirnya.Hanum segera bersiap untuk tidur, karena tadi Bunda sudah berpesan besok pagi-pagi sekali ia akan dirias oleh MUA untuk melangsungkan acara akadnya. Saat akan
Hari ini adalah hari yang paling mendebarkan untuk Hanum dan Arkan. Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, yakni hari pernikahan yang diselenggarakan pada hari sabtu tempat di kediaman rumah Hanum.Sengaja mengambil di hari libur, Hanum dan Arkan berencana akan merahasiakan dulu berselisih, setelah nanti jika diantara keduanya ada rasa-rasa tumbuh saling menyukai mereka akan langsung memublikasikannya."Apa kau yakin dengan ini, Hanum?" tanya Bella, saat ini ia sedang menemani Hanum dalam kamar rias."Aku tidak tau. Tapi aku berharap pilihan yang ku jalani saat ini tidak salah dan tidak menjadi bumerang dalam hidupku," sahut Hanum."Sebenarnya tidak ada salahnya kamu menikah dengan Pak Arkan. hanya saja, aku khawatir dengan mu, kalian menikah bukan karena cinta dan itu sangat mustahil jika akhirnya akan menjadi bahagia.""Tidak usah membandingkan dengan orang jauh, cukup lihat di sekeliling kita pun ada orang-orang yang menikah karena cinta tapi justru berakhir kandas juga," lanjut Bel
Malam sudah semakin pekat, Arkan masih betah berada di ruang kerjanya, pria dewasa itu masih saja sempat-sempatnya melakukan pekerjaannya di hari pernikahannya.Sementara di dalam kamar Sean, Hanum duduk di tepi ranjang sambil menatap wajah anak sambungnya yang kini telah tertidur lelap. Hanum yang notabene-nya menyukai anak kecil, sangat menikmati moment pertamanya sebagai seorang ibu dengan membacakan dongeng untuk Sean.Setelah puas menatap wajah lelap Sean, Hanum segera keluar dari kamar itu. Ia melangkah menaiki tangga dengan sejuta pertanyaan dan kemungkinan-kemungkinan memenuhi kepalanya.Malam pertama seperti apa yang akan dia jalani bersama pria yang berprofesi sebagai dosennya itu kini sudah menjadi suaminya.Langkah demi langkah Hanum tapaki hingga akhirnya sampai di depan kamar dengan pintu berwarna hitam. Sejenak ia mengatur degup jantungnya lebih dulu, lalu mulai membuka pintu.CeklekBegitu pintu terbuka, harum maskulin menyapa indra penciumannya. Yang khas milik seoran
"Sean, hari ini Mommy dan Daddy yang akan mengantar ke sekolah, tidak apa-apa, kan?" tanya Ibu Stela.Ibu stela hanya takut sang cucu akan keberatan karena biasanya Sean selalu menolak jika sang Daddy yang mengantarnya dan lebih memilih diantar oleh pak supir di rumah.Sean yang menyelesaikan dulu kunyahan makanan dalam mulutnya barulah ia menjawab. "No problem, Oma. Sean, tidak keberatan karena sekarang ada Mommy juga. Sebenarnya, Sean ingin Daddy menikahi Mommy bukan karena Sean yang mau punya Mommy saja, tapi ... Sean juga ingin Daddy bahagia. Daddy sudah punya semuanya, tapi tidak dengan istri. Sekarang karena semuanya sudah lengkap, Sean sangat bahagia." Ibu Stela seketika dibuat terpaku mendengar pengakuan dari sang cucu, termasuk tiga orang dewasa itu juga. Usia Sean sebentar lagi akan menginjak lima tahun, tapi pria kecil itu seolah sudah mengerti dengan keadaan disekitarnya saja hingga berkata demikian.Tumbuh tanpanya sosok ibu membuat Sean lebih peka dan menyadari apa yan
"Dengan sigap, sang Tikus membantu Singa keluar dari jaring tersebut dengan menggerogoti jaring sampai terputus. Keduanya pun segera kabur dan menyelamatkan diri." Hanum menutup buku dongeng ketiga yang dia bacakan untuk Sean, hingga akhirnya pria kecil itu tertidur lelap.Hanum menggerakkan tangannya, mengusap kepala Sean dengan lembut. "Tampannya anak, Mommy. Semoga kamu selalu sehat Sayang dengan didatangi oleh kebahagiaan yang abadi, Mommy akan selalu menyayangi kamu meski kenyataannya kamu tidak terlahir dari rahimku." Hanum tersenyum lembut namun, pancaran matanya berkaca-kaca. Ia membayangkan satu hal jika itu terjadi di masa depan, seperti adanya perpisahan antara dirinya dan Sean nanti ketika ibu kandungnya datang dan meminta untuk kembalikan posisinya.Ia tahu itu pasti akan terjadi, karena Hanum yakin mantan istri Arkan tidak benar-benar pergi. Ini yang dia takutkan, alasan utama juga mengapa ia sangat menentang awal perjodohannya, apa lagi dengan seorang pria yang pernah m
"Selamat datang, Nona." Seorang wanita cantik membuka kacamata hitam yang menutupi kedua mata cantiknya. Mantel tebal dan berbulu yang melekat pada tubuhnya, kini ia lepas dan diserahkan kepada seorang kepala maid yang menyambut kedatangannya."Suhu udara kota ini masih sama, bahkan setelah lima tahun berlalu. Di mana, Ayah?" "Tuan besar, sudah menunggu Anda diruang kerjanya, Nona," jawab kepala Maid tersebut."Baik! Bawakan semua barang ku ke kamar, saya akan menemui Ayah sebentar."Wanita itu melangkahkan kakinya menyusuri setiap sudut ruangn yang didominasi dengan warna putih dan gold. Hingga pada saat langkahnya terhenti tepat di depan sebuah pintu bercorak unik dengan warna coklat gelap.Ceklek.Tanpa mengetuknya, wanita itu langsung masuk ke dalam. Dari jarang beberapa langkah dia bisa melihat seorang pria paruh baya yang tengan duduk membelaki meja kerjanya dengan pandangan terarah di luar jendela kaca, pria itu tidak lain ialah sang Ayah."Hai, Ayah, long time no see. Kini p
Clara segera berbalik mengambil kunci mobil lalu melangkah pergi menuju pintu keluar kamar.Melihat kepergian sang istri, Arkan segera bergerak menyusul dan menghadang langkahnya. "Clara! Clara, tolong kamu jangan gegabah. Ingat, impian dan mimpi kecil yang telah kita susun dan akan lewati bersama dengan anak kita. Aku mencintaimu, tolong jangan pergi dan bertahanlah.""Aku muak, Arkan! Aku capek! Tapi kamu tidak pernah mengerti berada di posisi aku! Sekarang aku tanya dan minta kamu untuk memilih, kamu pilih aku atau anak itu dan kita bercerai?"Arkan terdiam terpaku, disaat dirinya langsung dihadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya. Arkan merasa kini semesta tak lagi berpihak kepadanya.Cintanya kepada Clara begitu besar, namun ia juga tidak bisa meninggalkan anaknya, darah dagingnya sendiri demi memenuhi keegoisan Clara yang sudah tak memiliki hati untuk keutuhan rumah tangganya. "Ayo jawab, kenapa hanya diam saja?"Kedua telapak tangan Arkan terkepal kuat, dia tertunduk me
Hari sudah berganti dengan malam. Hanum kini tengah di kamar sang anak, karena memang sekarang sudah memasuki waktu untuk Sean tidur. Hanum dan keluarga kecilnya masih menetap di rumah kedua orang tua Arkan, ia tidak berani bertanya pada suaminya apakah mereka akan tetap menetap di rumah tersebut atau akan berpindah memiliki rumah sendiri. Hanum hanya akan mengikut ke mana Arkan membawanya saja.Sean sudah tertidur, dan waktu sebentar lagi akan memasuki pukul sepuluh malam, namun Hanum masih belum melihat adanya tanda-tanda Arkan akan pulang dari kantor."Sudah pukul sepuluh tapi dia masih belum pulang?" ujar pelan Hanum sembari jalan keluar dari kamar Sean. Entah kenapa Hanum kini memiliki rasa khawatir pada Arkan. Apakah pria itu masih mengerjakan pekerjaannya dijam segini? Apa dia sudah makan malam? Mungkin sekarang dia sedang makan di suatu restoran? Atau mungkin dia sedang di jalan pulang ke rumah? Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang mulai muncul dalam pikiran Hanum untun
Di ruangannya yang nampak luas dan dominan itu Arkan tengah berkutat dengan semua berkas-berkas yang menumpuk. Itu karena dirinya yang sudah sangat lama meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang pemimpin perusahaan. Dan hari ini dia akan menyesuaikannya juga, dengan sengaja tidak masuk mengajar dulu.Tanpa ia ketahui di luar sedang ada keributan lagi setelah hari kemarin mantan istrinya, dan sekarang pun kembali berulah lagi.Beberapa saat terlihat seorang staf laki-laki memasuki ruangan dengan langkah tergesa-gesa. Ia segera menghampiri Arkan, dan membisikan sesuatu.Detik selanjutnya aura yang dikeluarkan Arkan sangat tidak biasanya, raut wajahnya mendatar dengan tangan yang terkepal kuat setelah mendengar apa yang disampaikan oleh salah satu staf senior tersebut. Arkan yang tadinya duduk kini segera berdiri dari posisinya. "Sekarang kamu keluar."Orang yang diperintahkan keluar itu langsung pergi tanpa melakukan protes apapun, ia masih sayang dengan nyawannya jika sudah melihat
Keadaan loby kantor berubah jadi sangat menegangkan karena pertengkaran dua mantan pasangan itu.Para pekerja dan karyawan hanya mampu terdiam menyaksikannya, karena mereka sadar siapa itu Arkan. Pria yang diam-diam mereka takuti.Clara, wanita itu terdiam mendengar ucapan Arkan. satu kesalahan lagi yang ia lupakan begitu saja. Betapa bodohnya dia dulu hingga tega menghindari darah dagingnya sendiri.Hingga tanpa sengaja matanya bergulir menatap sosok kecil yang dulu ia tidak anggap, tepat di belakang Arkan, Sean."A—anak mama ..." lirihnya dengan tangan yang memnjulur, berusaha ingin menggapai tubuh kecil itu dalam dekapannya. Namun, Sean dengan spontan berbalik menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Hanum, kedua tangan kecilnya melingkar erat pada leher Hanum.Melihat reaksi Sean yang begitu menghindarinya tidak membuat Clara gencar ingin menggedong Sean. Namun tetap saja ia mendapat penolakan dari berontaknya sang empu.Arkan yang melihat sang anak tidak ingin disentuh Clara pun
"Di sana dia, Nona."Clara yang sejak tadi melamun sendiri, kini segera melihat ke arah jendela mobil saat sang sopir menunjuk seorang anak laki-laki yang berjalan keluar dari bangunan sekolah bersama dengan seorang wanita, sepertinya itu guru.Sejenak Clara nampak terdiam, menatap minat pada bocah kecil itu. Ia terpana, ia terpana melihat ternyata bayi yang dulu pernah ia kandung dan lahirkan kini telah tumbuh menjadi anak laki-laki yang tampan, seperti Daddy-nya.Tanpa Clara sadari, dia menjatuhkan air matanya dengan tidak mengeluarkan suara isakan. Mungkin saat ini, wanita tersebut sedikit menyesal dengan karena telah meninggalkan keluarga kecilnya dulu.Lima tahun berlalu ia lebih memilih meninggalkan sang suami dengan anaknya yang saat itu lebih membutuhkannya, hanya karena ingin bebas hidup berkeliaran semaunya."Kau tunggu di sini, aku ingin bertemu dengannya sebentar," ucap Clara dengan sudah siap menarik tukas pintu mobil namu terhenti dengan ucapan sang sopir."Jangan, Nona.
Clara segera berbalik mengambil kunci mobil lalu melangkah pergi menuju pintu keluar kamar.Melihat kepergian sang istri, Arkan segera bergerak menyusul dan menghadang langkahnya. "Clara! Clara, tolong kamu jangan gegabah. Ingat, impian dan mimpi kecil yang telah kita susun dan akan lewati bersama dengan anak kita. Aku mencintaimu, tolong jangan pergi dan bertahanlah.""Aku muak, Arkan! Aku capek! Tapi kamu tidak pernah mengerti berada di posisi aku! Sekarang aku tanya dan minta kamu untuk memilih, kamu pilih aku atau anak itu dan kita bercerai?"Arkan terdiam terpaku, disaat dirinya langsung dihadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya. Arkan merasa kini semesta tak lagi berpihak kepadanya.Cintanya kepada Clara begitu besar, namun ia juga tidak bisa meninggalkan anaknya, darah dagingnya sendiri demi memenuhi keegoisan Clara yang sudah tak memiliki hati untuk keutuhan rumah tangganya. "Ayo jawab, kenapa hanya diam saja?"Kedua telapak tangan Arkan terkepal kuat, dia tertunduk me
"Selamat datang, Nona." Seorang wanita cantik membuka kacamata hitam yang menutupi kedua mata cantiknya. Mantel tebal dan berbulu yang melekat pada tubuhnya, kini ia lepas dan diserahkan kepada seorang kepala maid yang menyambut kedatangannya."Suhu udara kota ini masih sama, bahkan setelah lima tahun berlalu. Di mana, Ayah?" "Tuan besar, sudah menunggu Anda diruang kerjanya, Nona," jawab kepala Maid tersebut."Baik! Bawakan semua barang ku ke kamar, saya akan menemui Ayah sebentar."Wanita itu melangkahkan kakinya menyusuri setiap sudut ruangn yang didominasi dengan warna putih dan gold. Hingga pada saat langkahnya terhenti tepat di depan sebuah pintu bercorak unik dengan warna coklat gelap.Ceklek.Tanpa mengetuknya, wanita itu langsung masuk ke dalam. Dari jarang beberapa langkah dia bisa melihat seorang pria paruh baya yang tengan duduk membelaki meja kerjanya dengan pandangan terarah di luar jendela kaca, pria itu tidak lain ialah sang Ayah."Hai, Ayah, long time no see. Kini p
"Dengan sigap, sang Tikus membantu Singa keluar dari jaring tersebut dengan menggerogoti jaring sampai terputus. Keduanya pun segera kabur dan menyelamatkan diri." Hanum menutup buku dongeng ketiga yang dia bacakan untuk Sean, hingga akhirnya pria kecil itu tertidur lelap.Hanum menggerakkan tangannya, mengusap kepala Sean dengan lembut. "Tampannya anak, Mommy. Semoga kamu selalu sehat Sayang dengan didatangi oleh kebahagiaan yang abadi, Mommy akan selalu menyayangi kamu meski kenyataannya kamu tidak terlahir dari rahimku." Hanum tersenyum lembut namun, pancaran matanya berkaca-kaca. Ia membayangkan satu hal jika itu terjadi di masa depan, seperti adanya perpisahan antara dirinya dan Sean nanti ketika ibu kandungnya datang dan meminta untuk kembalikan posisinya.Ia tahu itu pasti akan terjadi, karena Hanum yakin mantan istri Arkan tidak benar-benar pergi. Ini yang dia takutkan, alasan utama juga mengapa ia sangat menentang awal perjodohannya, apa lagi dengan seorang pria yang pernah m
"Sean, hari ini Mommy dan Daddy yang akan mengantar ke sekolah, tidak apa-apa, kan?" tanya Ibu Stela.Ibu stela hanya takut sang cucu akan keberatan karena biasanya Sean selalu menolak jika sang Daddy yang mengantarnya dan lebih memilih diantar oleh pak supir di rumah.Sean yang menyelesaikan dulu kunyahan makanan dalam mulutnya barulah ia menjawab. "No problem, Oma. Sean, tidak keberatan karena sekarang ada Mommy juga. Sebenarnya, Sean ingin Daddy menikahi Mommy bukan karena Sean yang mau punya Mommy saja, tapi ... Sean juga ingin Daddy bahagia. Daddy sudah punya semuanya, tapi tidak dengan istri. Sekarang karena semuanya sudah lengkap, Sean sangat bahagia." Ibu Stela seketika dibuat terpaku mendengar pengakuan dari sang cucu, termasuk tiga orang dewasa itu juga. Usia Sean sebentar lagi akan menginjak lima tahun, tapi pria kecil itu seolah sudah mengerti dengan keadaan disekitarnya saja hingga berkata demikian.Tumbuh tanpanya sosok ibu membuat Sean lebih peka dan menyadari apa yan
Malam sudah semakin pekat, Arkan masih betah berada di ruang kerjanya, pria dewasa itu masih saja sempat-sempatnya melakukan pekerjaannya di hari pernikahannya.Sementara di dalam kamar Sean, Hanum duduk di tepi ranjang sambil menatap wajah anak sambungnya yang kini telah tertidur lelap. Hanum yang notabene-nya menyukai anak kecil, sangat menikmati moment pertamanya sebagai seorang ibu dengan membacakan dongeng untuk Sean.Setelah puas menatap wajah lelap Sean, Hanum segera keluar dari kamar itu. Ia melangkah menaiki tangga dengan sejuta pertanyaan dan kemungkinan-kemungkinan memenuhi kepalanya.Malam pertama seperti apa yang akan dia jalani bersama pria yang berprofesi sebagai dosennya itu kini sudah menjadi suaminya.Langkah demi langkah Hanum tapaki hingga akhirnya sampai di depan kamar dengan pintu berwarna hitam. Sejenak ia mengatur degup jantungnya lebih dulu, lalu mulai membuka pintu.CeklekBegitu pintu terbuka, harum maskulin menyapa indra penciumannya. Yang khas milik seoran