Noura izin kepada ibunya untuk pergi menemui Kenz. Kawannya itu langsung menjawab mau ketika diajak makan siang bersamanya. "Kamu gak bilang Dean dulu, Noura?" Sang ibu bertanya. "Gak usah, Bu. Dia juga pergi gak bilang-bilang." Noura menjawab cuek. "Kamu ini bagaimana sih, Noura. Mau sampai kapan kalian egois seperti itu.""Dean yang ngeduluin, Bu.""Kalau Dean begitu, kenapa kamu balas? Seharusnya tugas istri itu membuat kemarahan suami reda. Bukan malah memperparah suasana."'Duh, Ibu. Kita aja nikah pura-pura. Dean bahkan enggan menganggapku sebagai istrinya. Jadi, buat apa aku bersusah payah merayunya supaya gak marah. Usaha yang gak penting banget,' batin Noura berkata. "Ya, Bu. Nanti Noura coba hubungi Dean." Pada akhirnya Noura harus berbohong. Noura sudah kepalang mengatakan bahwa pernikahannya dengan Dean baik-baik saja. Jika ia bersikeras dengan pendiriannya, bukan tidak mungkin sang ibu akan curiga.**Di dalam sebuah kafe, tempat langganan Noura dan Kenz nongkrong sa
"Apa yang membuatmu tiba-tiba datang ke kafe tadi? Tahu dari mana juga kamu kalau aku ada di sana?" Noura sudah berada di dalam mobil Dean setelah suaminya itu memaksa pulang. "Aku sama sekali tidak tahu kalau kamu ada di sana.""Benarkah?" Noura menatap tak percaya. "Lantas, bagaimana bisa seorang Dean Waverly masuk ke sebuah kafe yang sangat sederhana seperti D'Cony. Itu terlihat tak masuk akal.""Mau masuk akal atau tidak, aku sama sekali tak peduli.""Aku pun tak peduli. Tapi, kamu menghancurkan rencanaku.""Rencana? Rencana yang mana maksudmu? Apakah rencana pergi liburan berdua saja dengan lelaki idamanmu itu adalah sebuah rencana yang sudah kamu impikan sejak lama?" Dean bertanya sinis. Noura sontak menatap Dean. "Apa maksudmu kalau rencanaku pergi itu adalah sebuah impian?"Dean hanya mengangkat bahunya. "Aku tidak punya kewajiban untuk menjawab. Lagipula kamu tak akan pergi juga.""Kalau kamu tak peduli, lalu kenapa kamu tidak kasih aku izin?"Dean membalas tatapan Noura. E
Nora hanya bisa pasrah ketika akhirnya Dean kembali menyiksanya. "Kenapa kamu masih mau melakukan ini padaku?" tanya Noura lemah setelah untuk ke sekian kalinya Dean melecehkannya.Noura tak banyak bergerak. Luka paska keguguran yang membuatnya harus mendapatkan perawatan setelah menjalani prosedur kuret, sama sekali tak Dean pedulikan. Lelaki itu terlihat kembali mengenakan kemeja kerjanya seperti semula. Jawaban-jawaban keras dan kesal yang Noura lemparkan kepadanya, telah membuat seorang Dean tersinggung hingga keinginan untuk kembali menyiksa istrinya itu mendadak hadir. "Kalau bukan karena keinginanku yang ingin merenggut seluruh kebahagiaanmu, aku pun tidak suka melakukan ini."'Kamu bohong, Dean. Gak mungkin kalau kamu gak suka,' batin Noura merasa percaya diri. Dean sudah selesai dengan penampilannya —yang meski tak serapi di awal, tapi lebih baik dibanding Noura yang terlihat berantakan dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Lelaki itu kemudian memandang sang ist
Dean turun setelah memberikan perintah pada pelayannya untuk mengecek kondisi Noura. Lelaki itu hendak menemui seorang wanita yang belakangan mulai intens mendekatinya. Renee, gadis itu terlihat santai ketika memandangi beberapa poto yang berjajar rapi di atas meja buffet yang ada di ruang keluarga. Saat terdengar suara langkah kaki mendekat, ia merasa yakin jika itu adalah sosok sang tuan rumah. "Aku sama sekali enggak nyangka kalau kamu masih menyimpan bahkan memajang poto Rachel," ucap Renee tersenyum masih melihat satu buah poto di depannya. Di sana terlihat sosok kembarannya yang terlihat bahagia di momen pertunangannya dengan Dean, yang tidak sempat Renee hadiri. "Bukan sesuatu yang salah bukan?" sahut Dean yang memilih duduk di sofa tunggu seraya menyalakan televisi di depannya.Aksinya hanya iseng semata. Sebab pada dasarnya Dean tidak terlalu senang akan kedatangan Renee di kediamannya. "Tidak. Justru aku merasa senang. Ternyata sosok Rachel tak pernah tergantikan di hat
Dean sudah mengompres kening Noura dengan air hangat yang Renee bawa. Ia kemudian mencoba membangunkan istrinya itu agar mau meminum obat. Sedikit kesulitan dan baru bisa bangun setelah beberapa detik kemudian. "Dean, ada apa?" Noura bertanya lemah. Selain itu tatapannya terlihat sayu dengan wajah memerah sebab kondisi demam yang dialami."Kau demam. Minum obat dulu." Dean masih dengan sikapnya yang datar, tak berubah sama sekali. Hal yang memicu kesenangan bagi seorang Renee yang saat ini berdiri di samping Dean. Perlahan Noura melihat sekitar. Hawa panas juga rasa pusing yang kepalanya rasakan, membuat semua pergerakan perempuan itu terlihat menyedihkan. "Bangun perlahan. Minum obat dulu." Dean kembali berkata sebab Noura yang belum merespon. Noura mencoba bangun sembari Dean mengganjal bantal agar bisa menopang kepala istrinya itu. Sedangkan handuk yang dipakai untuk kompres masih menempel di kening. "Minum obat apa?" tanya Noura matanya tampak terpejam. "Obat penurun panas,
Jane terlihat memindai sosok Renee yang saat ini berjalan menghampirinya. "Kamu siapa?" tanya Jane setelah perempuan itu berdiri di depannya. Renee kemudian mengulurkan tangannya untuk berkenalan. Sedikit ragu, Jane membalas uluran tangan perempuan itu. "Saya Renee. Saudara Rachel.""Ah! Rachel!" Seketika Jane berseru. Ekspresi-nya seketika berubah. "Dari tadi aku mikir, wajahmu mirip siapa? Seperti aku pernah melihat. Rupanya saudara Rachel. Pantas saja, muka kalian mirip.""Kami memang saudara kembar.""Oh yah? Benarkah?" Respon Jane terlihat takjub. Renee mengangguk. "Tapi, kenapa aku tidak pernah lihat kamu sebelumnya? Bahkan, saat pertunangan Dean dan Rachel waktu itu kamu tidak terlihat.""Saya tinggal di luar negeri. Waktu Rachel bertunangan dengan Dean, aku memang tidak datang karena ada pekerjaan penting yang tak bisa ditinggal," ujar Renee sembari melirik ke arah Dean. "Oh, begitu.""Apakah kamu masih mau berbicara dengannya?" Tiba-tiba Dean mengingatkan akan maksud d
"Kalian jaga dia baik-baik!" perintah Dean kepada dua pelayan yang sedang dihukumnya. "Jangan lupa pesanku, Noura. Selalu jaga kondisimu. Jangan malas makan dan minum," ucap Jane memberikan pesannya kepada Noura sebelum ia pamit pulang. "Saya akan ingat pesan Anda, Dok. Terima kasih untuk hari ini. Maaf sudah merepotkan.""Ah, tidak. Ini sudah menjadi tugasku sebagai dokter pribadinya." Jane menatap Dean tersenyum. Namun, dibalas dengan lengosan lelaki itu ke arah lain. "Kamu lihat, Noura. Ini memang sudah jadi tanggung jawabku. Bahkan, Dean sendiri tidak suka ketika ada orang yang mengucapkan terima kasih padaku." Jane sekali lagi membicarakan Dean. Sifat isengnya seperti sebuah hobi yang anehnya ditanggapi biasa oleh Dean. Noura hanya tersenyum kepada dua orang sahabat di depannya itu. Tak ada yang istimewa di hati dan pikiran Noura sebab hubungan keduanya tak ada keterikatan apapun dengan hidupnya. Dean dan Jane pun pergi meninggalkan kamar Noura. Membiarkan Noura canggung den
Sepanjang malam rupanya Dean tidak bisa tidur nyenyak. Sudah beberapa kali ia berguling ke kanan dan kiri, tapi kedua matanya sulit terpejam. Entah apa yang otaknya pikirkan, tapi sepertinya obrolan dengan Jane-lah yang saat ini menari-nari di benaknya. 'Waspada, Dean.'Kata itu yang masih Dean ingat. Hingga akhirnya rasa kantuknya pun menghilang. Padahal tadi ia masih menyelesaikan beberapa proposal yang belum diperiksa dan ditandatangani. Sebab beberapa kali mengantuk, ia pun menyudahi pekerjaannya. Tapi sekarang, justru rasa kantuk itu malah menghilang berganti dengan kekhawatiran sang sahabat akan hubungan pernikahannya dengan Noura. 'Kenapa aku harus memikirkan perempuan itu? Bukankah aku sudah katakan tak akan peduli?' batin Dean kesal. Sungguh tidak bisa dimengerti apa kemauan Dean ini sebenarnya. Sebentar ia peduli pada Noura, sebentar kemudian ia cuek pada istrinya itu. Padahal bila merujuk pada kesepakatan bersama, baik Dean atau Noura dilarang untuk ikut campur atau ped
Meski awalnya Dean menolak, pada akhirnya ia menyetujui permintaan Mat yang menginginkannya untuk menjadi bagian dari panitia pernikahannya. Ia membantu Mat dengan menjadi panitia penyambutan para tamu undangan dari keluarga dan kawan bisnis. "Sayang, apa kamu sudah siap?" Dean bertanya pada istrinya yang masih sibuk berdandan. "Sudah. Ini tinggal pakai lipstik saja.""Lama sekali," sahut Dean yang sejak pagi merasakan dadanya berdebar. "Ya ampun, aku cuma pakai bedak dan lipstik saja disebut lama. Lalu, yang sejak tadi subuh bolak balik ke kamar mandi siapa. Sampai aku mau mandi saja tidak kebagian.""Haha, maafkan aku, Sayang. Tapi, aku sendiri tidak mengerti kenapa aku hatiku tak tenang begini. Aku mulas tapi tidak mau buang air. Noura tersenyum, memasukkan lipstik ke dalam tas. " Mungkin karena kamu bahagia. Sahabatmu akan menikah. Menempuh hidup baru dengan wanita yang dicintainya.""Mungkin," sahut Dean terdiam. Tapi, sedetik kemudian ia tersenyum dan menatap Noura seolah me
Setelah pulih dari cedera, Dean kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Dia dan Noura memutuskan untuk memulai hidup baru, meninggalkan kenangan pahit di belakang.Setelah rumah mereka terbakar, Dean kemudian memboyong semua orang ke istana miliknya yang lain. Sebuah rumah yang tak kalah besar dan mewahnya yang terletak di pinggiran kota, yang selama ini memang ia siapkan untuk istri dan anaknya. Di sana terdapat taman yang indah dan pemandangan alam yang menenangkan. Noura pun mulai mengatur rumah baru mereka, sementara Dean kembali bekerja."Dokter berpesan agar kamu tidak terlalu memporsir kegiatanmu di kantor. Tubuhmu masih pemulihan, Dean. Jadi, menurutku lebih baik kamu serahkan sementara pekerjaanmu kepada Steven," ucap Noura di satu malam. "Iya, Sayang. Aku mengerti. Sebelum kamu mengatakan hal itu, aku sudah menyerahkan tugas dan beberapa tanggung jawabku kepadanya." Dean tersenyum menatap sang istri. "Hem, baguslah. Aku bisa tenang sekarang."Mendengar kata tenang, seket
Komandan mendekati mobil dengan hati-hati. "Alvin, jangan buat keadaan semakin buruk. Lepaskan senjata dan keluarlah!"Alvin menjawab, "Kami tidak akan menyerah! Kita memiliki rencana cadangan!"Renee tiba-tiba muncul di jendela mobil dengan senjata di tangan. "Kita tidak takut mati!"Komandan tetap tenang. "Jangan lakukan kebodohan, Nona. Kita bisa menyelesaikan ini dengan tenang."Renee berteriak, "Tidak ada jalan keluar! Kami akan mati di sini!"Tiba-tiba, benda kecil di telinga sang komandan bersuara. "Komandan, kami siap menembak."Komandan menggelengkan kepala. "Tunggu, kita harus menyelamatkan nyawa mereka."Penembak jitu yang sudah bersiap di posisi, menahan tembakan sebab belum mendapat persetujuan. "Letakkan senjata kalian, lalu angkat kedua tangan ke atas kepala." Komandan kembali bicara pada Alvin dan Renee, mencoba menggunakan cara baik-baik dibanding cara tegas yang bisa saja mereka lakukan sejak awal penyergapan. Alvin dan Renee saling menatap, ragu-ragu. Alvin berbis
Dean dibawa ke ruang operasi. Noura menunggu dengan cemas di luar, memanjatkan doa.Stevens meminta pada timnya untuk membantu pihak kepolisian. "Tangkap Renee dan Alvin sekarang juga! Kita harus membuat mereka membayar apa yang sudah diperbuatnya."Sementara itu, dokter memimpin tim medis untuk menyelamatkan Dean. Tak pernah Noura sangka jika suaminya mengalami keadaan yang lumayan kritis. Padahal tadi Dean masih sempat menggendong Zayn dan menggenggam tangannya. Bahkan, ketika sampai di rumah sakit, Dean sempat marah saat mengetahui bahwa semua yang terjadi adalah ulah Renee dan Alvin. Noura berdoa, "Ya Tuhan, selamatkan Dean."Kali ini giliran Noura yang harus merasakan ketegangan sebab menunggu suaminya berjuang di meja operasi. Bersama ibunya, Noura menggendong bayinya di depan ruangan. Sang ibu yang juga sempat mendapatkan perawatan medis karena luka lecet di lengannya, terus memberi semangat pada sang putri. "Yang bisa kita lakukan hanya berdo'a. Seperti juga Dean yang berdo
Renee tersenyum sinis. "Aku sudah mempersiapkan segalanya. Dean dan Noura tidak akan selamat lagi."Steven dan polisi saling menatap khawatir. Mereka harus bertindak cepat."Tunggu, Renee! Jangan lakukan hal bodoh!" teriak Steven.Renee tertawa. "Terlambat! Aku sudah memicu bom di rumah Dean. Mereka akan mati!"Semua orang terkejut. Polisi segera menghubungi tim bomb disposal.Dean dan Noura, yang tidak menyadari bahaya, berada di rumah. Tiba-tiba, alarm berbunyi."Apa itu?" tanya Noura khawatir.Dean memeriksa sistem keamanan. "Ada bom di rumah kita!"Mereka berdua panik. Dean dan Noura berlari keluar rumah, mencari tempat aman. Mereka mendengar suara bom menghitung mundur."Kita harus segera pergi dari sini!" teriak Dean. Semua penghuni keluar dari rumah. Mereka cemas dan takut jika sampai bom meledak sebelum dapat keluar. Noura menggenggam tangan Dean erat. "Aku takut!"Sedangkan Dean terlihat menggendong bayinya di tangan yang lain. Ibu Noura mengikuti dari belakang. Suara bom
Steven segera menghubungi Dean dan memberitahu tentang hasil penggeledahan."Apa kata polisi?" tanya Dean."Mereka menemukan bukti tambahan, tapi Renee tidak ditemukan di rumah keluarganya," jawab Steven."Apa maksudnya?" tanya Dean penasaran."Renee bersembunyi di tempat lain. Kami harus mencari lagi," kata Steven serius."Apakah kalian menemukan petunjuk?""Ya, dan sekarang kami sedang meluncur ke sana.""Baiklah, Steven. Lanjutkan! Aku terus menunggu perkembangan kalian.""Siap, Tuan. Nanti saya akan hubungi lagi."Setelah itu panggilan kembali berakhir. Dean yang tengah mengambil air minum di ruang makan, memilih duduk sebelum kembali ke atas. "Renee, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Dean seolah ada perempuan itu di depannya. Renee Abigail Willow adalah anak kedua dari pasangan Federick dan Vivian Willow. Ia adalah saudara kembar Rachel Willow —mantan tunangan Dean, yang cantik dan populer. Renee kecil sudah merasa kesal karena kerap dibandingkan dengan Rachel dan merasa tidak
Dean merasa cemas memikirkan keselamatan Noura dan Zayn. Ia meminta para pengawal meningkatkan keamanan di rumah. Sementara itu pihak kepolisian dan Steven masih mencoba menyusuri semua area gudang. Seluruh pihak mencari dan memeriksa apa saja yang ada di sana. Meski target yang mereka cari tidak ada di sana. "Kita sepertinya harus mendatangi langsung kediaman keluarga Willow," ucap Steven memberi saran. "Apakah selama ini wanita itu tinggal di sana bersama keluarganya?""Sejauh yang saya tahu, iya. Dia masih tinggal bersama kedua orang tuanya.""Baiklah. Kalau begitu lebih baik kita meluncur ke sana."Bapak polisi itu kemudian memerintahkan pasukannya meninggalkan area dan berpindah pencarian. Mereka akan menyergap Renee di rumah orang tuanya. "Kami akan mencari Nona Renee di rumahnya, Tuan." Steven memberi kabar Dean mengenai rencana penyergapan ke rumah keluarga Willow. "Benarkah? Baiklah, kabari aku terus."Dean memutuskan panggilan. Di sebelahnya Noura memeluknya erat. "Ada
Dean terlihat serius, pikirannya mulai menghubungkan antara kejadian yang menimpa Ronald dan kaburnya Alvin dari penjara. Ia meminta Steven untuk segera menghubungi polisi dan meminta mereka untuk menyelidiki lebih lanjut.Sementara itu, Noura yang tadinya sudah kembali ke kamar, tidak bisa menahan rasa penasaran. Ia kembali turun dan mendengarkan pembicaraan Dean dan Steven tanpa sepengetahuan mereka."Apakah kita bisa yakin kalau Alvin-lah pelakunya?" tanya Dean."Belum, Tuan. Tapi, ada kemungkinan besar dia terlibat," jawab Steven.Noura merasa bulu kuduknya berdiri. Ia ingat akan kejadian beberapa waktu lalu ketika Alvin mencoba mencelakakannya. Noura kembali ke kamar, pikirannya dipenuhi kecemasan. Ia takut Alvin akan kembali melakukan aksi serupa. Ia takut lelaki itu melakukan berbagai cara untuk membunuhnya. Sementara itu, Dean meminta Steven untuk meningkatkan keamanan di rumah."Pastikan tidak ada yang bisa masuk tanpa izin," perintah Dean.Steven mengangguk dan segera mela
Renee melaju kencang, terobsesi untuk membalas dendam pada Ronald. Ia tidak peduli dengan risiko yang akan dihadapi. Satu-satunya pikiran yang ada di kepalanya adalah memastikan Ronald tahu bahwa ia tidak bisa dianggap remeh.Di sisi lain, Dean dan Noura menikmati malam mereka, terlepas dari bayang-bayang Renee. Mereka berdua terjebak dalam kebahagiaan yang baru ditemukan.Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu yang otomatis mengganggu keintiman mereka."Siapa itu?" tanya Dean dengan kesal. Mereka baru mau masuk intinya, tapi seseorang malah mengganggu keintiman ia dan Noura. "Aku tidak tahu," jawab Noura yang kemudian mendekati pintu sembari merapikan kembali penampilannya yang sudah acak-acakan. Ingin ia tertawa melihat kekesalan Dean, tapi ketukan di pintu tidak mungkin ia abaikan."Ya?" sapa Noura sesaat setelah membuka pintu. Sosok Alton berdiri di depannya dengan raut muka tak enak hati. "Maafkan saya mengganggu waktu istirahat Anda, Nona. Tapi, di bawah ada Steven