"Kalian jaga dia baik-baik!" perintah Dean kepada dua pelayan yang sedang dihukumnya. "Jangan lupa pesanku, Noura. Selalu jaga kondisimu. Jangan malas makan dan minum," ucap Jane memberikan pesannya kepada Noura sebelum ia pamit pulang. "Saya akan ingat pesan Anda, Dok. Terima kasih untuk hari ini. Maaf sudah merepotkan.""Ah, tidak. Ini sudah menjadi tugasku sebagai dokter pribadinya." Jane menatap Dean tersenyum. Namun, dibalas dengan lengosan lelaki itu ke arah lain. "Kamu lihat, Noura. Ini memang sudah jadi tanggung jawabku. Bahkan, Dean sendiri tidak suka ketika ada orang yang mengucapkan terima kasih padaku." Jane sekali lagi membicarakan Dean. Sifat isengnya seperti sebuah hobi yang anehnya ditanggapi biasa oleh Dean. Noura hanya tersenyum kepada dua orang sahabat di depannya itu. Tak ada yang istimewa di hati dan pikiran Noura sebab hubungan keduanya tak ada keterikatan apapun dengan hidupnya. Dean dan Jane pun pergi meninggalkan kamar Noura. Membiarkan Noura canggung den
Sepanjang malam rupanya Dean tidak bisa tidur nyenyak. Sudah beberapa kali ia berguling ke kanan dan kiri, tapi kedua matanya sulit terpejam. Entah apa yang otaknya pikirkan, tapi sepertinya obrolan dengan Jane-lah yang saat ini menari-nari di benaknya. 'Waspada, Dean.'Kata itu yang masih Dean ingat. Hingga akhirnya rasa kantuknya pun menghilang. Padahal tadi ia masih menyelesaikan beberapa proposal yang belum diperiksa dan ditandatangani. Sebab beberapa kali mengantuk, ia pun menyudahi pekerjaannya. Tapi sekarang, justru rasa kantuk itu malah menghilang berganti dengan kekhawatiran sang sahabat akan hubungan pernikahannya dengan Noura. 'Kenapa aku harus memikirkan perempuan itu? Bukankah aku sudah katakan tak akan peduli?' batin Dean kesal. Sungguh tidak bisa dimengerti apa kemauan Dean ini sebenarnya. Sebentar ia peduli pada Noura, sebentar kemudian ia cuek pada istrinya itu. Padahal bila merujuk pada kesepakatan bersama, baik Dean atau Noura dilarang untuk ikut campur atau ped
Mengabaikan pertanyaan Noura, tiba-tiba Dean menyentuh kening istrinya itu. Aksi tiba-tiba yang sempat membuat wanita di depannya mundur menghindar. "Panasnya sudah turun," ucap Dean seraya beranjak bangun. Noura hanya diam ketika Dean bicara dan mengambil benda berukuran kecil yang ada di atas meja. "Sini! Periksa lagi suhunya." Dean kembali mendekati Noura sembari membawa alat termometer di tangannya. Noura perlahan bangun. Tak dibantu Dean, wanita itu terlihat sudah mampu bangun sendiri. Dan hal itu hanya dilihat oleh Dean tanpa ada keinginan untuk bergerak membantu. "Angkat tanganmu!" pinta Dean sambil menjulurkan termometer ke arah Noura. Noura menurut saja meski hatinya masih dongkol karena pertanyaannya yang tidak Dean jawab. Sekian detik menunggu hingga suara terdengar menandakan jika alat tersebut selesai bekerja. Dean mengamati angka yang tertera. "Tiga puluh enam. Sudah normal."Noura terlihat bersyukur. Meski sakit di kepalanya masih sedikit terasa tak enak. Seolah
Dean baru selesai memakai baju ketika ada yang mengetuk pintu kamarnya. Pengusaha itu mengernyit di depan cermin sebab tak pernah ada orang yang berani mengetuk pintu kamarnya meskipun itu Alton sekali pun. "Siapa yang berani menggangguku?" tanyanya seiring langkah kaki mendekati pintu kamar. Ketukan kembali terdengar saat Dean sudah hampir menarik handle pintu. "Ups! Maaf." Ternyata Noura yang sudah berani mengganggu Dean. Istri Dean itu tampak tersenyum dengan tangan di udara. Namun, bukannya marah Dean malah terlihat bengong. Ia diam dengan pandangannya yang kini lurus menatap wajah sang istri. "Dean!" panggil Noura mendadak merasa canggung. Lelaki itu terkejut. Tapi, ia dengan mudah mengatasi keadaan di mana sebelumnya ia terus memandangi wajah istrinya itu. "Apa kau mau mati?" tanya Dean kasar. "Hah! Mengetuk pintu bisa membuatku mati?" tanya Noura bingung. "Kau menggangguku. Itu artinya apa?"Noura baru sadar. Ternyata bukan karena ia akan terjepit pintu atau ketiban pa
Jalanan terlihat lengang ketika Noura dan Dean sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Beberapa kendaraan terlibat melintas dan menyalip satu sama lain dengan sangat mudah karena jalanan yang kosong. "Kenapa kamu tidak pergi ke kantor dan malah mengantarku pergi ke rumah sakit?" tanya Noura mencoba menatap lelaki di sebelahnya. "Tidak harus ada alasan untuk melakukan sesuatu."Seketika Noura cemberut. Berbicara dengan Dean hanya akan membuatnya darah tinggi. Tapi, anehnya ia tak pernah kapok ataupun trauma. Terkadang malah Noura sengaja menjahili pengusaha itu supaya kesal. "Memang tidak ada. Tapi, ini aneh."Dean terlihat mulai bergerak. Kepalanya menengok dan melirik Noura yang terlihat masih menatapnya. "Apanya yang aneh?""Ya, menurutku apa yang kamu lakukan ini aneh. Kamu tidak mau aku menganggapmu perhatian, tapi kamu melakukan sesuatu yang kerap dilakukan seorang lelaki kepada pasangannya."Senyum sinis tiba-tiba muncul di sudut bibir Dean kala mendengar ucapan Noura bar
Selesai dengan urusan rumah sakit, Dean dan Noura sudah kembali berada di dalam mobil. Keduanya —seperti sebelumnya, saling membisu. Hingga ketika mobil berbelok ke salah satu restoran mewah di pusat kota, Noura mulai bersuara. "Kita mau kemana?" tanyanya bingung. "Apa kau tidak bisa baca?" Dean balik bertanya. "Restoran. Tapi, mau apa kita ke sini?"Dean terlihat menghela napas. "Fungsi restoran itu apa kalau bukan tempat makan.""Ya, aku tahu restoran itu tempat makan. Tapi, kenapa kamu mengajak aku ke sini? Apa waktumu begitu luang sampai tidak kepikiran untuk segera pergi ke kantor?"Dean memejamkan kedua matanya dramatis. Lalu, ia pun menoleh dan menatap istrinya kesal. "Kenapa kau ini berisik sekali. Mau aku pergi ke kantor atau tidak, apa urusannya denganmu?""Memang tidak ada urusannya denganku.""Lalu?""Ya, tapi apa tidak apa-apa kamu meninggalkan pekerjaanmu dengan membuang-buang waktu seperti ini?""Itu urusanku." Dean menjawab singkat dan itu cukup membuat mulut Noura
"Tolong hentikan!" Noura hanya bisa berteriak ketika tubuhnya ditindih dan disentuh paksa oleh suami yang baru kemarin menikah dengannya itu. Namun, tak peduli berapa nyaring wanita itu berteriak, pria berambut hitam di atasnya tetap tak mengindahkan permintaan Noura. Noura kini hanya bisa menangis tersedu, menyesali keputusannya di hari itu ketika ia meminta Rachel —sahabatnya, untuk menggantikannya meliput berita karena adiknya yang tiba-tiba jatuh sakit. Entah bagaimana takdir berjalan, keputusannya itu berakibat pada Rachel yang terlibat dalam kecelakaan parah di jalan menuju pulang, dan berakhir tewas di tempat. "Jangan harap aku akan melepaskanmu, Noura. Detik ketika kamu menandatangani surat perjanjian dariku, kamu kehilangan hak untuk berbuat sesuka hatimu,” ucap Dean, menatap Noura dingin dengan manik gelapnya. Suite room di hotel yang berfungsi sebagai kamar pengantin mereka malam itu telah menjadi saksi bisu atas kekejaman yang Dean lakukan. Pria itu terus berbuat sesu
Jam sudah menunjuk ke angka sembilan pagi ketika Noura membuka mata setelah semalaman ia menangis sebab aksi Dean terhadapnya. Dean Waverly, seorang pengusaha sukses di usianya yang masih muda, ternyata memiliki sisi kejam di balik sikapnya yang ramah dan humble terhadap semua orang. Begitu yang saat ini ada di dalam pikiran Noura. Lelaki yang sukses membuat seluruh keluarga Willow senang dan bahagia sebab hampir menjadi bagian dari keluarganya yang kaya raya, tak ubahnya singa mematikan yang siap memangsa buruannya. Noura mencoba bangun dari tidurnya meski rasa nyeri di sekujur tubuhnya memintanya untuk diam dan istirahat. Sejenak ia memandang seluruh ruangan suite yang Dean sewa sebagai kamar pengantin mereka berdua. 'Ah, ini bukan kamar pengantin. Ini hanya ruang penyiksaan yang dibalut dengan hiasan indah,' batin Noura menangis. Selimut tebal yang menutupi tubuhnya perlahan Noura singkirkan. Tampak gaun pengantin berwarna putih, terlihat kusut dan koyak sebab paksaan yang