Saat Chelsea hendak bertanya lebih lanjut, tiba-tiba ada suara ketuk pintu dari luar sana.Hannah tersadar dari bengongnya. Dia hampir saja menjatuhkan cangkir teh di samping tangannya. Percikan teh itu mengenai punggung tangannya. Tangannya sedikit gemetar lantaran merasa kepanasan.Hannah spontan menarik tisu untuk mengusap tangannya. Dia menatap Chelsea, lalu segera menjelaskan, “Bu Chelsea, mungkin kamu salah cari orang. Anaknya Erma telah meninggal tak lama setelah dia dilahirkan karena demam tinggi.”“Aku yang menemaninya untuk mengantar anaknya ke rumah sakit. Anaknya malah sudah kehilangan napasnya sebelum diobati. Erma nggak bisa menerima kenyataan ini. Dia membiarkan jasad anaknya menemaninya hingga membusuk, baru aku menemaninya untuk mengkremasi anaknya. Kamu pasti salah cari orang.” Hannah merasa sangat yakin.Suara ketuk pintu masih terdengar. Chelsea menatap Hannah dalam beberapa saat. Dia juga tidak tahu harus berkata apa lagi.Ini adalah pertama kalinya Chelsea bertemu
Sonia tidak memiliki suasana hati untuk menjalin hubungan dengan Hannah lagi. Dia segera meninggalkan pameran.Saat perjalanan pulang, tiba-tiba muncul sebuah pemikiran di benak Sonia. Dia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Sandy.Baru saja panggilan diangkat, suara Sandy bagai telah membangunkan Sonia dari mimpinya saja. Aura dingin seketika menyerang. Dia spontan mematikan panggilannya.Sekujur tubuh Sonia gemetar. Tangan yang memegang setir dilepaskan. Tiba-tiba mobil menyimpang. Mobil di belakang tidak sempat menghindar, langsung menabrak mobil Sonia.Pada saat ini, Sonia segera menginjak pedal rem. Tubuhnya seketika menghantam setir mobil. Dia masih merasa linglung.Pengemudi dari mobil belakang menuruni mobil, lalu mengetuk jendela mobil. “Gimana cara kamu nyetir mobil? Kalau kamu ingin belok, kenapa kamu nggak nyalain lampu sen? Kamu ….”Seiring dengan jendela mobil diturunkan, Sonia menatap pengemudi mobil dengan raut datar. “Apa 6 juta cukup? Berikan nomor rekeningmu, bi
Malam harinya, Chelsea duduk bersila di atas ranjang sembari terbengong menatap kartu nama di depannya. Ucapan Hannah di siang hari tadi tak berhenti mengitari benak Chelsea. Pemikiran yang awalnya jernih malah dikacaukan oleh Hannah. Saat Chelsea merasa sakit kepala, tiba-tiba ponsel yang diletakkan di samping berdering. Dia pun tersadar dari lamunannya.Ketika melihat nama Ferdy di atas layar ponsel, Chelsea menghela napas lega. Dia mengangkat ponselnya sembari bersandar di kepala ranjang.“Ada urusan apa mencariku?” Saat ini, Chelsea bagai sebuah bola yang mengempis saja. Suaranya terdengar lemas.“Emm?” Ferdy bertanya, “Ada masalah apa?”“Tadi aku pergi menemui teman lama Erma. Dia beri tahu aku, putranya Erma sudah meninggal sejak dulu.” Chelsea menekan keningnya. “Aku sudah menyelidiki masalah ini dalam waktu lama. Pada akhirnya, aku malah diberi tahu bahwa aku salah sasaran. Semua kerja kerasku selama ini sia-sia, dong.”Ferdy terdiam sesaat, lalu membalas, “Mungkin kamu nggak
Berdasarkan alamat yang diberikan Hannah, Chelsea menemukan sebuah kedai teh yang tersembunyi di dalam gang. Dia membuka tirai pintu, lalu mengendus aroma wangi teh di dalamnya. Sekarang sedang musim hujan, aroma wangi itu membuat suasana hati terasa sangat nyaman.Di bawah arahan pelayan, Chelsea dibawa ke luar ruangan VIP yang direservasi Hannah. Pelayan meninggalkan tempat. Chelsea mengetuk pintu, lalu memasuki ruangan.Saat ini, Hannah baru saja selesai menuang teh. Dia mengangkat kepalanya menatap ke sisi Chelsea. “Kamu datang tepat pada waktunya. Aku kira kamu akan terlambat karena hujan.”“Aku berangkatnya agak cepat. Sebagai seorang junior, mana mungkin aku enak hati membiarkan seorang senior menunggu lama?”Chelsea duduk di hadapan Hannah, lalu mengambil cangkir teh dengan kedua tangannya. Setelah itu, dia berterima kasih dengan suara lembut.“Kamu nggak usah merasa kaku.” Hannah tersenyum. “Dipikir-pikir, dulu aku itu karyawannya Soraya Jewelry. Sementara, kamu itu cucunya bo
“Pada malam hari itu, Erma menelepon kakekmu. Kakekmu hanya mengangkat sekali, tapi nada bicaranya sangat nggak sabaran. Dia bilang nggak ada gunanya untuk mencarinya. Erma disuruh untuk mencari dokter.”“Erma mengatakan anaknya sudah nggak bernapas lagi. Dokter nggak bersedia untuk menyelamatkan anaknya. Tapi kakekmu hanya mengatakan ….”Kening Hannah tampak berkerut. Dia mengulangi kembali apa yang didengarnya pada waktu itu. “Anak kita nggak seharusnya dilahirkan. Bagus juga kalau dia meninggal.”Hingga saat ini, Hannah masih mengingat kejadian malam hari itu. Dia merasa dirinya bagai pernah mengalami sebuah mimpi buruk saja.Hujan pada malam hari itu sangat deras. Erma menggendong jasad anaknya duduk di koridor rumah sakit sembari menangis histeris. Meski tidak air mata lagi yang bisa diteteskan lagi, dia masih saja menjerit dengan histeris.Suara Erma dipadukan dengan suara hujan terdengar di dalam koridor terdengar sangat memilukan hati.“Nggak! Nggak mungkin!”Chelsea menggebrak
Di sisi lain, Chelsea sudah berjalan keluar kedai teh. Dia menengadah kepalanya melihat awan di atas langit. Wajahnya dibasahi oleh rintik-rintik hujan. “Nona, apa kamu nggak bawa payung?” tanya seorang pelayan dengan penuh perhatian.Chelsea segera memalingkan kepalanya untuk menatap si pelayan. Pelayan tersenyum, lalu menyerahkan payung kepadanya. “Diambil payungnya. Kamu tamunya Bu Hannah. Nggak mungkin kami membiarkanmu pulang dengan kehujanan.”“Belakangan hari ini cuaca memang agak buruk. Ingat bawa payung sebelum keluar rumah,” pesan pelayan dengan suara lembut.Chelsea mengambil payung sembari menatap pelayan yang berjalan menjauh. Tiba-tiba dia kepikiran dengan kakeknya. Sudah lama Chelsea tidak berziarah ke makamnya. Hanya saja, Chelsea tidak tahu bagaimana menghadapi Albert kali ini. Perasaannya terasa kalut.Setelah pulang ke rumah, Chelsea langsung masuk ke kamar, bahkan tidak menyantap makan malamnya.Semua di rumah juga menyadari ada yang aneh dengan Chelsea. Sepertinya
Ferdy tidak bertanya lagi, melainkan melewati sisi Timothy, berjalan ke lantai atas.“Aku masih belum selesai bicara. Kamu jangan pergi cari ….” Belum sempat Timothy menyelesaikan bicaranya, dia pun menyadari isyarat mata Ardi yang sedang mendorong kursi rodanya. Ardi mendekati Timothy. “Kalau kamu merasa Pak Ferdy telah membuat mamamu kesal, sudah seharusnya dia menyelesaikan masalah itu sendiri.”Timothy mencemberutkan bibirnya. Dia bergumam dengan kesal, “Iya.”Justru karena Timothy mengerti, dia baru mengundang Ferdy ke rumah. Dia tidak tega melihat ibunya mengurung diri di kamar, apalagi tidak makan dan tidak minum.Kepikiran hal ini, Timothy melihat ke lantai atas sembari berpikir, ‘Semoga saja cowok itu bisa membujuk Mama. Kalau nggak, aku nggak bakal lepasin cowok jahat itu!’Di dalam kamar, Chelsea mendengar suara ketuk pintu. Dia mengeluarkan kepalanya dari dalam selimut, lalu membalas, “Aku nggak pengen makan. Kalian makan saja. Nggak usah panggil aku.”Kemudian, suara ketu
Semingguan ini terus turun hujan.Saat hendak berziarah ke makam Albert, cuaca malah sangat cerah. Ferdy pergi menjemput Chelsea. Dia juga bertemu dengan Timothy yang sedang berdiri di depan pintu sembari menatapnya.Saat Chelsea sedang membereskan barangnya, Timothy sengaja menunjukkan wajah seriusnya, lalu memperingati Ferdy, “Jangan tindas mamaku.”Setelah Ferdy berkunjung ke rumah waktu itu, Chelsea pun keluar kamar untuk makan. Meski sebenarnya Timothy sangat tidak bersedia, dia akui cowok jahat itu memang pintar dalam membujuk ibunya.Ferdy menatap Timothy. Dia merasa bocah ini sangat lucu. Pantas saja orang-orang mengatakan anak lak-laki adalah ksatria ibunya. Timothy memang cocok dengan panggilan itu.Baru saja Timothy hendak bersuara lagi, Chelsea yang mengenakan terusan hitam berjalan keluar. Dia langsung membalikkan tubuhnya berjalan ke dalam rumah.Chelsea berjalan ke hadapan Ferdy. “Tadi Timothy ngomong apa sama kamu?”“Dia berpesan untuk lindungi kamu.” Ferdy memiringkan