Sebelum Ferdy menekan bel, seseorang sudah membuka pintu besi dan mengulurkan tangannya dengan hormat. Dia berucap, "Pak Ferdy, silakan masuk."Dari situasi itu, Malcolm sudah tahu bahwa dia datang.Ferdy melangkah maju dan mengikuti orang itu masuk ke vila. Sementara itu, Irfan ditahan di luar pintu. Dia memandang punggung Ferdy dengan cemas, lalu memberikan instruksi melalui earphone bluetooth dengan suara rendah, "Semuanya, tolong lebih waspada."Di teras lantai tiga vila, Malcolm menggenggam segelas arak. Dia bersandar di railing dan menghitung pengawal yang mengelilingi vilanya dengan tak acuh.Begitu mendengar langkah kaki mendekat dari belakang, Malcolm pun berujar sambil tersenyum sinis, "Ada 46 orang. Nggak disangka Pak Ferdy yang begitu terkenal pun takut mati."Ferdy berhenti di belakangnya, lalu membalas, "Aku nggak takut mati. Tapi untuk berurusan dengan orang sepertimu, hanya orang bodoh yang nggak akan berjaga-jaga."Malcolm tertawa terbahak-bahak sebelum berucap, "Aku m
"Aku mau 15% saham Milano Group," ujar Malcolm.Ekspresi Ferdy segera berubah muram, lalu dia pun terdiam cukup lama.Melihat reaksi Ferdy, Malcolm tersenyum sinis dan berkata, "Sepertinya Chelsea nggak cukup berarti di hatimu. Kukira dia sosok yang tak ternilai bagimu, kurasa aku terlalu ....""Aku setuju," sela Ferdy dengan nada dingin.Malcolm tertegun beberapa detik, lalu tergelak keras dan berujar, "Pak Ferdy royal juga!"Ferdy menatap Malcolm dengan tajam seraya berkata, "Setelah mengambil barang milikku, kuharap kamu menepati janji. Kalau nggak, kamu nggak hanya harus mengembalikannya, tapi juga mengganti seribu kali lipat harganya.""Oke, kamu tenang saja. Aku bukan tipe pebisnis yang curang," balas Malcolm. Senyumannya sudah luntur, digantikan binar angkuh di mata."Kuharap begitu," kata Ferdy, lalu segera beranjak pergi.Malcolm memandang dingin punggung Ferdy sambil menyesap anggur putih yang masih tersisa di gelas.Di sisi lain, Ferdy sudah kembali ke mobil. Setelah ketegan
Sama seperti caranya datang, Daisy juga pergi dengan terburu-buru. Keesokan paginya, dia sudah pulang ke Sinlandia. Chelsea tidak menahan Daisy dan hanya bisa mengantarnya ke bandara.Sebelum berpisah, Daisy tidak lupa berpesan, "Satu-satunya orang yang nggak akan pernah Ardi salahkan adalah kamu, jadi kamu juga nggak boleh menyalahkan diri sendiri. Kamu sudah berusaha sebaik mungkin."Chelsea tidak begitu memahami makna mendalam dari ucapan Daisy. Dia mengira Daisy hanya sedang menghiburnya. Chelsea tersenyum manis, berusaha sebaik mungkin untuk terlihat ceria saat berkata, "Aku akan menjaga Kak Ardi, Kak Daisy nggak usah terlalu khawatir. Setelah dia sadar nanti, aku akan langsung memberitahumu.""Hubungi aku kalau ada masalah. Aku akan terus membantumu menyelidiki Kak Malcolm," ujar Daisy sambil menepuk-nepuk bahu Chelsea.Chelsea mengangguk dan berkata, "Ya, terima kasih, Kak Daisy. Ingatlah untuk berhati-hati, kalau ....""Tenanglah, aku sudah belajar banyak sejak bertahun-tahun b
Chelsea menoleh dan langsung melihat Sonia yang datang dengan marah. Dia berpikir, 'Wah, baru saja dibicarakan, orangnya sudah datang.'Sonia buru-buru mendekati Andre dengan sikap seolah-olah ingin membelanya. Dia menatap Chelsea dengan wajah serius dan bertanya, "Kamu sudah tahu semuanya?"Mengenai kerja sama kalian?" Chelsea balik bertanya.Sonia tidak suka melihat sikap angkuh Chelsea. Alisnya semakin berkerut saat berkata, "Kalau kamu datang untuk cari masalah dengan Andre karena hal ini. Sikapmu itu benar-benar nggak masuk akal.""Memangnya kenapa kalau kamu pernah membimbing Andre? Dia ini pemilik Quentin, sedangkan kamu adalah orang luar. Dia nggak perlu minta persetujuanmu untuk kerja sama dengan siapa pun dan kamu juga nggak berhak mengintervensi keputusannya." Sonia merasa kata-katanya sangat masuk akal dan dia merasa percaya diri saat mengatakannya.Chelsea malah merasa sangat lucu. "Kamu juga tahu aku yang membimbingnya, 'kan? Menjadi seorang guru memiliki tanggung jawab
"Sandy, lihat ini!""Apa aku masih harus mengajarimu ketuk pintu dulu sebelum masuk?" maki Sandy.Sonia memegang kontrak itu sambil terpaku di tempatnya. "Aku ... aku hanya terlalu senang dan ingin memberitahumu kabar baik ini secepatnya. Aku bukan sengaja nggak ketuk pintu."Jantung Sandy berdetak kencang. Dia menatap Sonia cukup lama dan menenangkan emosinya sebelum bertanya, "Ada masalah apa?"Bagai mendapat pengampunan, Sonia buru-buru memberikan kontrak itu. "Lihat, ini adalah kontrak kerja sama dengan Perusahaan Quentin. Untuk setahun ke depan, aku yang akan memasok batu permata untuk Perusahaan Quentin."Sandy langsung mengerutkan alisnya. Ternyata yang dikatakan Sonia di atas ranjang waktu itu bukan hanya sekadar omong kosong?"Dari mana kamu dapat sumber batu permatanya?""Bukannya aku pernah bilang padamu, ayahku menitipkan sejumlah uang padaku waktu itu?" Sonia duduk di meja kerja, lalu menjelaskan dengan wajah gembira, "Aku melacak nomor rekening yang mengirimkan uang itu p
Ardi baru saja siuman, sehingga tidak punya terlalu banyak tenaga. Namun, dia tetap berusaha menyunggingkan senyuman menyapa mereka, "Chelsea, Pak Kendrian."Chelsea dan Kendrian termangu dan tidak bisa bereaksi. Suara Melvin terdengar seperti hendak menangis saat berkata, "Tadi dokter baru datang, katanya pemulihan Kak Ardi cukup bagus.""Dokter sudah cerita padaku semuanya," sahut Ardi. Suaranya terdengar sangat lemah, "Aku nggak akan bisa berdiri lagi."Saat mendengar Ardi yang mengatakan fakta ini, Melvin tidak bisa lagi menahan tangisannya. Dia membalikkan tubuhnya untuk menyeka air mata.Chelsea berjalan ke samping tempat tidur dan menatap Ardi. Hatinya terasa sangat perih dan tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Pada akhirnya, Chelsea hanya bisa menjawab dengan susah payah, "Maaf."Ardi menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Kamu yang menyelamatkanku, seharusnya aku berterima kasih padamu." Meski kesadarannya sangat buram saat menjalani operasi, Ardi tetap ingat bahwa Chels
Ardi belum pernah sesantai ini sebelumnya. Kini setelah tidak ada pekerjaan, dia jadi cenderung berpikir yang tidak-tidak. Dia berbaring di ranjang rumah sakit dan memikirkan kembali kejadian 13 tahun yang lalu. Wajah-wajah yang bermandikan darah itu masih membekas dengan jelas dalam pikirannya.Menghadapi kecurigaan Ferdy saat ini, Ardi tiba-tiba ingin mengungkapkan perasaannya. Dia berpesan, "Aku bisa menjelaskannya padamu, tapi aku nggak mau Chelsea mengetahui hal ini.""Oke," jawab Ferdy. Setelah itu, dia mengambil sebuah kursi dan duduk di samping Ardi. Ini adalah bentuk sopan santun paling mendasar terhadap orang yang ingin bercerita. Ardi tidak melihatnya, melainkan menatap ke luar jendela."Sebenarnya, dia pernah menolongku 13 tahun yang lalu. Hanya saja, dia sudah lupa."Kemudian, Ardi menceritakan seluruh kejadian ketika dia menyelamatkan sekelompok mahasiswa di sebuah negara kecil di perbatasan dan disergap di perjalanan. Pria yang biasanya keras itu jarang menunjukkan sisi
Pagi ini, seperti biasanya Chelsea datang untuk melihat Ardi sejenak. Sebelum pergi dari rumah sakit, dia malah dihentikan oleh seorang kakek-kakek yang berwajah ramah."Nona Chelsea, apa kamu masih ingat aku?" tanya kakek itu.Chelsea tersenyum sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman, "Pak Eddy, lama nggak ketemu."Eddy menyambut tangan Chelsea dengan senyuman yang semakin merekah, "Ya, lama nggak ketemu. Gimana kabar Calvin?""Ya, Kakek baik-baik saja. Dia sering mengungkit Anda."Eddy berkata dengan wajah tidak percaya, "Kalau dia benar-benar rindu denganku, seharusnya dia pulang untuk mengunjungiku."Chelsea tersenyum tipis, "Semua karena cucunya yang nggak berguna ini. Dia masih saja harus sibuk mengurus organisasi di luar negeri sampai nggak sempat pulang untuk mengunjungi Anda.""Kamu nggak usah bantu dia bicara." Eddy memandang Chelsea dengan tatapan kagum seperti sedang melihat harta karun. Dia menimpali dengan tersenyum, "Nona Chelsea, aku butuh bantuanmu untuk suatu ha