|| Lima Belas Tahun Yang Lalu ||...."Eh! Eh! Ada yang tenggelam!"Suara Beni terdengar berisik di telinga Nial. Ia baru saja merebahkan badan di atas pasir pantai yang putih sore ini. Ikut teman-temannya yang memaksanya datang karena Nial tampak suntuk seharian.Tapi sekarang Beni mengguncang pundaknya. Membuat Nial bangkit dan melihat seorang pria dan istrinya yang berlari ke arah gulungan ombak.Nial dapat mendengar jerit tangis istri lelaki itu saat melihat anak perempuannya yang berusia mungkin sekitar empat atau lima tahun terseret ombak.Nial bangkit, ia berderap dengan cemas saat melihat anak itu bisa saja masuk ke boleran atau rip current. Apalagi ombak semakin pasang."Nial! Ke mana kamu! Ombaknya tinggi!"Nial mengabaikan panggilan Beni dan beberapa orang temannya yang mengikutinya di belakang.Bagi Nial, tujuannya hanya satu. Agar anak itu masih sempat ia selamatkan.Ia masuk ke perairan lebih cepat ketimbang ayah anak itu. Nial dapat melihatnya yang memakai dress merah,
***"Vida jadi perempuan panggilan lagi?"Jerry bergumam dalam hati saat membaca pesan dari Luigi yang mengatakan ia baru saja melihat Vida yang masuk ke dalam hotel saat ia baru saja bertemu temannya.Sementara Jerry baru saja keluar dari rumah Siska, karena ini adalah hari Minggu yang mereka janjikan untuk nonton film di bioskop.Tapi sekeluarnya ia dari sana, ia malah membaca pesan Luigi yang membuatnya mengurut kening dengan kesal.Ia merasa Vida adalah spesies paling bodoh yang pernah ia temui. Padahal ia jelas-jelas sudah bebas dari Madam Calsie sejak Dio menebusnya.Harusnya ia bisa lari keluar kota, atau keluar negeri untuk menjauh dari kesengsaraan yang dibuatnya sendiri. Tapi sekarang ia malah kembali lagi jadi mesin uang Calsie?"Aku nggak tahu apa yang dia pikirkan. Dia itu bodoh atau apa, sih? Astaga ...."Jerry naik ke atas motornya, memakai helm dan kembali berpikir karena ada yang lebih membuatnya penasaran.Dio.Ke mana perginya dia?Apa yang dia lakukan bersama kelua
Bela dapat mendengar riak kemarahan yang hebat di dalam sana saat Nial menatap nanar ayahnya yang perlahan bangkit dari tidurnya.Bela tahu kalau keduanya sama-sama menanggung duka dan luka mereka masing-masing. Hanya saja mereka terjebak dalam kesalah pahaman yang lebih dulu membuat dinding teritori tinggi yang memisahkan."Kenapa Ayah nggak pernah mengatakannya dan membiarkan aku membencimu?""Kamu pikir aku tega mencoreng nama baik Yasmin dengan mengatakan bahwa dia sendiri yang membayar media untuk melibatkanku dalam skandal itu? Apa kalau aku mengatakannya kamu akan percaya saat itu, Nial?"Suara serak Hendro memenuhi isi ruangan. Nial menunduk, dadanya sesak dengan rasa sebah yang membuat ulu hatinya terasa akan pecah.Sekarang ia tahu kenapa Bela terus saja memintanya agar berdamai dengan Hendro. Itu karena ada kebenaran tersembunyi yang hari ini menyeruak ke permukaan.Kemarahan Nial luntur saat itu juga. Ia merasa matanya buram dan berair. Pergi dari hadapan Hendro mungkin ad
Bela merasa bibirnya bengkak karena kecupan kasar Niko yang membuatnya terkunci di dinding.Tangannya kebas saat melayangkan tamparan yang sangat keras di pipi kirinya setelah memberontak lepas dari Niko."Sudah kubilang berhenti! Kamu nggak mendengarku?"Air mata Bela luntur. Ia merasa telah kehilangan Niko yang dulu ia kagumi dan bersahaja. Kini lelaki di hadapannya ini tampak lain. Niko merasa bersalah karena membuat Bela ketakutan. Ia juga salah telah memaksa Bela seperti itu yang sama sekali di luar akal sehatnya.Pipinya perih, ia menggigil saat mengumpulkan keberanian untuk kembali memanggil Bela. Entah itu diizinkan atau tidak."Bela, maaf aku--""Tolong berhentilah! Aku sudah menikah! Aku punya hidupku sendiri jadi kamu juga harus punya hidupmu sendiri.""Tapi--""Mas Nial."Telinga Niko memanas mendengar Bela menyebut nama suaminya. Hanya satu nama itu telah membuat Niko bungkam. Ada perbedaan mencolok dari cara memanggil Bela padanya yang dengan marah setiap menyebut 'Kam
"Samudera Nikolass!"Bentakan William menukik tajam membuat kesadaran dengan cepat merengkuh kembali akal sehat Niko. Ia panik saat pasien itu berdarah akibat pembuluhnya salah ia tarik."Kendalikan dirimu!"Ada riak kemarahan dalam titah William saat ia mengambil alih untuk mengatasi kekacauan di atas meja operasi. Salah seorang perawat mengusap keringatnya yang menetes berpeluh-peluh.Niko merasa ia benar-benar kacau. Kehilangan Bela telah mematahkan tulang rusuknya. Menghancurkannya hingga tak berbentuk. Ia dirundung nestapa sementara Nial dapat merasakan cinta yang hebat dari Bela.***Pagi ini, saat Bela keluar dari kamar mandi, Kim telah membawa masuk sebuah dress yang sangat cantik. Berwarna peach, dengan shoulder boat beraksen brukat yang indah."Tuan Nial sudah berangkat lebih pagi ke kantor. Nanti malam Nona Bela akan diantar Pak Han."Kim mengucapkannya seraya meletakkan sebuah kotak sepatu di dekat ranjang."Mas Nial nggak akan pulang, Bu Kim?""Biasanya dia ikut turun
"Ya, Jerry?"Nial menjauh saat menerima panggilan dari Jerry."Pak Nial di mana?""Aku sedang mengantar Bela ke kamar mandi.""Cepat kembalilah ke sini! Ada yang harus aku bicarakan padamu.""Apa?"Nial dapat merasakah gurat kekhawatiran yang tersirat dalam nada suara Jerry meski suara alunan musik dari seberang telepon ikut andil dalam percakapan mereka."Tim keamanan bilang ada CCTV yang dirusak di pintu masuk gedung sebelah timur. Bisa saja ada kejadian buruk di antara kerumunan. Sebaiknya Pak Nial cepat kembali."Rahang Nial menegang."Iya, baiklah! Aku akan ke sana."Panggilan mereka mati. Nial kembali menoleh ke arah kamar mandi di mana menurutnya Bela sangat lama di dalam sana.Nial menengok arlojinya dan memutuskan untuk membuka pintu utama toilet. "Sayang?"Hening."Bela?"Nihil.Bahkan pintu demi pintu yang ada di dalam sana dan ia buka seluruhnya benar-benar kosong."Di mana Bela?"Ia menengok sekeliling. Di sini memang sangat sepi dan beda dengan keadaan di depan. "Apa d
"BRENGSEK!"Dio terkejut mendengar suara bariton dingin yang murka itu datang dari belakangnya. Dan itu adalah ...."Nial?"Selama perjalanan ke sini panggilannya dengan Bela belum mati dan ia mendengar sendiri bagaimana kejamnya anak kecil ini memperlakukan istrinya.Nial melacak ponsel Bela dan menemukannya di sini, tergolek tak berdaya di bawah tubuh Dio yang menindihnya.Di depannya.Tepat di depan matanya ia melihat sendiri bagaimana istrinya hampir saja digagahi. Darah Nial mendidih manjadi bara api melihat Bela yang wajahnya babak belur, dengan darah di pelipisnya dan juga sudut bibirnya. Ia semakin marah saat melihat dress Bela sudah terkoyak hingga menunjukkan hampir semua bagian atas tubuhnya.Dari bagaimana gigihnya Bela dan hati baiknya, Nial tahu Bela pasti melakukan perlawanan dan menjaga kehormatannya, tapi justru berakhir tragis seperti sekarang. Ia tidak tahu pikiran iblis apa yang ada di dalam kepala Dio. Dan ....Nial tidak peduli. Yang ia tahu, ia akan menghab
Remuk.Bela merasa tubuhnya remuk saat ia membuka mata. Entah ini di mana karena ia merasa sudah terlalu lama tidur.Ia bangkit dan melihat kelambu yang tersingkap, menampakkan seberkas kilau cahaya matahari yang memaksa masuk dari celah-celahnya.Jam menunjuk pukul tujuh. Membutuhkan waktu sedikit lebih lama baginya untuk menyadari ia ada di dalam kamarnya, kamar Nial.Saat ia menyentuh keningnya, ada plester yang menutupi luka perihnya.Air mata Bela menggenang hebat saat ingat kejadian yang telah membuatnya dibawa pergi Dio. Dan ... hal terakhir yang saat itu disadarinya hanyalah detik-detik di mana Dio membuka ikat pinggang miliknya setelah mengoyak pakaiannya.Bela mengusap seluruh tubuhnya.Jijik. Dio pasti sudah menodainya..'Lalu bagaimana aku harus menghadapi Nial sekarang?'Tangisnya semakin keras. Ia meremas dadanya kuat-kuat. "Sayang?"Suara Nial datang dari arah kamar mandi. Berderap dan mengahampiri Bela yang menangis di tempatnya baru bangun."Sayang, kenapa? Kamu sud