....Bela mengantuk. Jam-jam tidurnya berantakan sejak ia kembali bersama dengan Nial. Semalam juga demikian, Nial menggodanya tanpa henti. Membuatnya berdesah sepanjang malam dengan membiarkannya memimpin permainan.Hanya dengan mengingat itu saja membuat kedua pipinya memanas."Tapi nggak apa-apa. Aku senang."Ia tertawa sendiri saat berjalan keluar dari kelas terakhirnya. Siska menyusul dari belakang dan mengamati setiap perubahan pada ekspresi wajahnya.Siska sudah diberi tahu Jerry kalau ada yang disembunyikan oleh Nial akhir-akhir ini. Dan hal yang sama juga dilakukan oleh Bela.Ia tahu temannya ini sedang bahagia tak kepalang. Kedua pipinya yang merona dan kedua bola matanya yang tidak lagi cekung dan menghitam adalah sebuah pertanda yang baik.Tapi juga membuatnya mati penasaran."Kamu jadi makan?"Bela menoleh pada Siska yang berjalan di sisi kanannya."Di kantin? Ayo!"Bela mengangguk dan mereka duduk di sudut kantin dengan makanan yang ada di atas meja."Kamu baik-baik saj
Ingin menghajar Nial.Adalah keinginan terbesar Jerry saat ia tiba di kantor dan melihat kedatangan Nial dari arah parkiran, berhenti di depan pintu lift."Selamat pagi," sapa Nial singkat sembari memakai arloji mahal di pergelangan tangan kirinya.Jerry tidak menjawabnya. Ia mengecek Nial dari bawah sampai ke atas.Sepatunya, pakaiannya, dasinya, semua baru. Yang menandakan ia telah membelinya sejak ia tidak pulang ke rumahnya sendiri akhir-akhir ini.Sudah pasti! Itu karena dia pulang ke rumah Bela. Jawaban atas kenapa dimatikannya ponsel Nial dan ia menyetir sendirian adalah karena agar Jerry tidak tahu kalau sebenarnya ia sudah mendapatkan kembali ingatannya.Agar ia bisa menikmati hari-harinya menjadi pengantin baru lagi dengan menjalani hidup sebagai suami penuh cinta yang bucin pada istrinya.Sekaligus jawaban kenapa wajahnya terlihat cerah setiap pagi. Bekas lipstick yang sering tertinggal—yang tadinya ia sangka milik Vida—itu sebenarnya adalah milik Bela.Pesan yang ia balas
Nial menuju kantor polisi untuk menjemput Bela sesuai pesan yang mengatakan dia akan menjenguk Vida di sini.Tapi saat ia baru saja tiba dan mobilnya masih di tepi jalan, matanya menangkap dua makhluk hidup berwujud laki-laki yang menarik tangan Bela. Dia adalah Niko. Dan yang satunya pastilah mahasiswa baru yang beberapa hari lalu dibicarakan Bela, Dio."Kalian nggak mendengarku?"Suara bariton dingin Nial kembali tedengar karena baik itu Niko atau pun Dio hanya terdiam seperti patung pahatan saat melihat kehadiran Nial.Keterpakuan Niko lebih pada ucapan Nial yang mengatakan 'istriku,' di mana itu merujuk pada ingatannya yang sudah pasti kembali.Dio juga sama, tapi itu disebabkan karena ia beku dengan kehadiran Nial yang baru pertama kali ini ia jumpai secara langsung. Karena selama ini ia hanya bisa melihatnya di majalah bisnis saja."Lepaskan!"Nial seperti sedang memberi titah yang secepat mungkin ditaati. Sehingga Niko dan Dio segera melepaskan tangan mereka dari Bela.Meski B
Itu adalah suara getar ponsel Bela dari atas meja. "Ada telepon," ucap Bela lirih, tapi tidak menghentikan aktivitas panasnya bersama dengan Nial."Angkatlah!""S-sekarang?""Iya, sekarang!""Tapi, Mas—"Bela menggigit bibirnya, gugup.Nial hanya tersenyum melihat kedua pipinya yang merah merona dan meraih ponsel Bela dari atas meja. Memutuskan dia yang menerima panggilan itu.'Niko?' batinnya setengah terkejut.Ia mendengar,"Bela? Kamu baik-baik saja? Nial nggak melakukan apapun yang buruk, 'kan?"Nial tak menjawab, ia meletakkan ponselnya di samping telinga sembari membuat tanda merah di bahu Bela yang membuatnya sedikit mengerang."Mas Nial, jangan ...."Suaranya mendayu mesra, yang sudah pasti dapat didengar oleh Niko karena anak itu langsung mematikan panggilannya.Setelahnya mereka tenggelam dalam lelap.Tapi Bela masih membuka matanya.Bela melihat wajah Nial yang sedang terlelap. Menyentuh bibirnya dan dagunya, ia tersenyum."Aku nggak tahu akan sepert ini, tapi terima kasih
'Siapa lelaki itu?'Pertanyaan terasa memenuhi isi kepala Vida seperginya Calsie dari ruang kunjung tahanan.Ia terus bertanya dalam hati, siapa lelaki yang dengan beraninya akan memberinya jaminan tetapi dengan syarat bahwa ia harus memporak-porandakan biduk rumah tangga Nial dan juga adiknya.Sebenarnya ia senang karena ini artinya ada kesempatan baginya untuk enyah dari tempat sempit ini untuk kembali menjalani hidup normalnya.Tapi ia juga tahu bahwa ada bahaya lain yang bisa saja datang dan membuatnya terperangkap lebih dalam. Sekaligus membuatnya semakin kesal karena satu demi satu lelaki mulai memperebutkan Bela menjadi milik mereka.Baik itu Nial, Niko dan ditambah lagi lelaki dari Goldsky Holdings ini.'Muda, mahasiswa, ingin merebut Bela? Bukankah itu terlihat seperti seorang anak muda yang berbahaya?'Vida mendengus kesal. Ia akan memikirkannya lain kali. Tapi untuk sekarang ia benar-benar tidak bisa menentukan mana yang harus ia pilih.Ia kembali merebahkan badannya ke at
"Nial bodoh!"Ia meremas rambutnya. Tangannya yang menggenggam ponsel Bela terasa kebas.Sekarang Nial tahu bahwa arti kontak 'Daddy' yang ditulis Bela memanglah ayah dalam arti yang sesungguhnya. Bukan panggilan sayang seperti yang dilakukan orang-orang saat memanggil pasangan pria mereka.Dia tidak tahu karena tidak ada pesan sebelumnya dan kalimat 'Good night, Baby Girl' adalah pesan pertama yang masuk di ruang percakapan mereka."Habis sudah aku!"Ia kembali membuka ruang obrolan dan harus menjelaskan situasi yang sebenarnya pada Handoko.'Maaf, Ayah. Aku pikir Ayah lelaki lain karena Bela memberi nama kontaknya dengan 'daddy.''Balasan datang secepat kecepatan cahaya.'Daddy? Bela memanggilmu Daddy? Astaga ... anak muda sekarang.'Handoko mengirim stiker tertawa yang membuat Nial merasa malu. Hidupnya sekarang terasa tidak berguna.'Maaf, aku akan menghapus percakapan kita. Tapi, Ayah mau janji padaku satu hal?''Iya, tentu saja!''Jangan katakan ini pada Bela, tolong! Kalau dia
"Brengsek!"Nial memukul meja kerjanya, bangkit namun dengan cepat tangannya ditahan oleh Jerry."Mau ke mana?""Ke mana lagi? Tentu saja pergi untuk mematahkan tulang leher anak itu."Jerry mendengus kesal. Mengedikkan kepalanya mengisyaratkan agar Nial kembali duduk."Aku akan mencari kebenarannya dulu. Pak Nial duduk tenanglah di sini!"Tidak ingin memperburuk suasana hatinya sendiri, dan tidak ingin terhanyut dalam emosi, Nial kembali duduk dan melonggarkan dasinya."Ya! Pastikan dia nggak melakukan apapun pada Bela!""Nona Bela itu orang baik, dia nggak akan mengatakan ada orang yang menyakitinya. Jadi sebaiknya Pak Nial memancingnya untuk jujur.""Iya.""Pak Nial sudah pernah melihatnya?""Siapa? Dio?"Jerry mengangguk."Iya, sekali. Dia dan Niko memperebutkan Bela saat aku menjemputnya di depan kantor polisi tempo hari.""Dia mahasiswa?""Ya! Sebagai informasi tambahan, dia adalah anak pemilik Goldsky Holdings. Jadi dia cukup berkuasa dan memiliki banyak uang. Dia pasti lebih g
"Aku harap dia nggak cukup sinting untuk nggak menyerah mendapatkan Bela."Nial bergegas menjemput Bela. Ia khawatir karena ada pemuda tanggung bernama Dio yang terobsesi untuk memilikinya.Namun, saat mobil yang ia kemudikan berhenti dan ia keluar, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Dio yang menahan Bela.Sementara Siska memasang badan untuk melindunginya, Dio bukannya mereda tapi justru menggila saat ia menyeret Siska enyah dari hadapannya.Ketenangannya buyar saat ia melihat Bela yang menampar Dio setelah cincin pernikahannya dibuang.Amarah menguasai Nial dari ujung kaki hingga ke ujung kepala saat Dio melepas tangan Bela dengan kasar dan membuatnya hampir terjerembab jatuh ke belakang.Nial dengan sigap menahan pinggang ramping Bela. Membuat ketegangan beralih mata padanya, seolah ia tidak terlihat sebelumnya. Baik itu oleh Siska, Dio dan juga Bela."Sepertinya kamu tuli! Kutanya apa yang kamu lakukan pada wanitaku, brengsek?"Nial mengulangi kalimatnya saat orang