Bela pusing. Ia merasa harus segera bangun. Untuk memastikan sesuatu. Untuk mengetahui kebenarannya.Ia memandang langit-langit yang asing. Dengan bau obat-obatan yang memenuhi indera pembaunya. Lengan kirinya sedikit nyeri karena infus.Dan lengan kanannya yang sedang dipeluk seseorang. Digenggam dengan sangat erat. Butuh waktu beberapa saat untuk memastikan bahwa lelaki yang tidur nyaman dengan posisi duduk, serta kepala di tepi ranjang itu adalah Nial.Rambutnya tampak berantakan, dia juga masih mengenakan kemeja warna putih yang pagi itu dia siapkan.Bela perlahan menggerakkan tangannya. Menyentuh rambut hitam Nial yang membuatnya seketika itu terjaga dengan punggung yang tegak."Sayang?"Nial mengerjapkan matanya beberapa kali. Menyentuh wajah Bela."Kamu sudah bangun dari tadi?""Belum, Mas."Suaranya sangat lirih. Hampir tidak kedengaran di telinga Nial."Tunggu di sini ya? Mas panggilkan dokter."Nial bangkit dengan segera tapi ia terhenti saat itu juga karena Bela meraih per
…."Tekanan darahmu sangat rendah. Apa kamu nggak pusing?"Bela mendengar pertanyaan itu datang dari dokter yang dikatakan oleh Nial yang namanya Ivander."Enggak." Bela menjawabnya secepat mungkin. Agar ia terbebas dari lamunannya yang amat panjang. Tubuhnya meremang. Dia merasakan sakit tapi bukan di tubuhnya, melainkan di hatinya.Mengingat apa yang terjadi padanya membuatnya tanpa sadar kembali meneteskan air mata. Yang sesegera mungkin ia hapus sebelum Ivander yang mengecek kantong infusnya sadar. Atau Nial yang membaca data yang ditulis Ivander melihatnya."Kenapa? Apa itu bahaya?"Nial bertanya saat Ivander berbalik. Membuat Nial menyerahkan file yang tadi dia baca."Yah ... sedikit. Tekanannya hanya tujuh puluh saja. Ini jauh di bawah normal. pak Nial.""Lalu bagaimana?""Akan aku resepkan obat. Dan makanlah yang banyak agar tekanannya kembali normal. Selama belum stabil atau tekanan darahnya mengalami fluktuasi, aku nggak akan mengizinkan istrimu keluar dari sini."Ivander m
"Jawab Mas, Bel!"Bela merasa riak kemarahan Nial meningkat sepuluh kali lipat. Dingin, mengintimidasi dan juga membuatnya menggigil.Bela menghindari tatapannya. Tapi Nial tidak mengizinkannya karena tangannya menyentuh rahangnya yang kecil. Tak membiarkan Bela berpaling."Bela! Jawab Mas! Jenni yang melakukam ini padamu?""Iya."Jawaban Bela membuat hati Nial penuh dengan rasa marah. Jenni keterlaluan, pikiran iblis macam apa yang menguasainya dengan melakukan percobaan pembunuhan pada istrinya dengan mendorongnya jatuh dari eskalator.Dan juga ... membunuh calon anaknya.Nial melepas tangannya dari Bela. Ia pergi dari hadapannya. "Mas! Mau ke mana?"Bela menahan tangannya dengan cepat, membuat Nial berhenti dan memutar tubuhnya kembali pada Bela yang masih beruraian air mata."Mau menemui perempuan itu dan membuatnya tahu tempat.""Jangan!""Kenapa?""Dia benar," lirihnya dengan sendu.Nial tidak bisa memaafkan ini lebih lama lagi. Jenni telah berhasil meluluh-lantahkan kepercayaa
"Dia bermain cantik dengan pergi begitu saja setelah melakukan percobaan pembunuhan pada istriku dan anakku?"Garis dagu Nial menegang. Dia mengepalkan tangannya erat-erat dan merasa Jenni lebih licik dari pada yang ia duga."Lalu bagaimana sekarang? Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menyeretnya untuk pulang dari luar negeri?"Nial menggeleng. Mengisyaratkan dengan jari tangannya bahwa Jerry tidak perlu melakukan hal itu."Nggak, Jerry! Jangan! Biarkan dia melakukan apapun. Jangan perlihatkan bagaimana kita membencinya! Biarkan dia pulang dengan sendirinya. Saat itu terjadi, buat dia menyesal. Sangat menyesal.""Baiklah kalau itu yang Pak Nial inginkan."Jerry mengangguk tidak ingin membantah Nial sedikit pun."Kalau nona sudah lebih baik, kabari aku! Siska ingin bertemu dengannya.""Iya.""Aku akan bawakan makanan dan pakaian untukmu sebentar lagi."Jerry undur diri dari sana. Nial mengiyakannya dan kembali masuk ke dalam ruang rawat Bela. Melihatnya yang tertidur.Mungkin le
"Kenapa Ayah setega itu mengatakannya padaku?"Bela meremas jemarinya erat-erat. Dia tadinya tidak ingin membuka mulut dan memilih diam saja.Tapi ini keterlaluan baginya. Dia baru saja melewati masa sulit atas peristiwa yang di luar rencananya tapi Hendro dengan tanpa rasa bersalahnya justru mengatakan bahwa dirinya adalah sebuah kegagalan?"Ayah pikir aku baik-baik saja? Aku juga nggak ingin ada di posisi ini!""Kamu meninggikan suaramu pada Ayah?""Nggak ada perempuan di dunia ini yang ingin keguguran apalagi saat mereka menginginkan seorang anak. Bela? Sama! Aku ingin punya anak dengan Mas Nial. Aku tahu aku gagal. Tapi aku masih berusaha untuk melakukan yang sebaik mungkin untuk suamiku."Hendro hening sejenak. Melihat hurricane di mata Bela dan riak hebat tsunami yang membanjiri tiap suku katanya yang keluar dengan seribu duka."Bahkan ... ibu Yasmin juga melakukan hal yang sama dengan ingin memberikan hal paling baik untuk Ayah."Mendengar nama Yasmin disebut membuat telinga He
Sementara itu di tempat lain ….…."Maaf, Pak Nial! Itu salahku. Aku salah memasukkan data. Harusnya untuk hari ini tapi aku memasukkannya di tanggal tiga belas bulan depannya."Seorang lelaki bernama Martin menunduk penuh sesal pada Nial yang saat ini berada di gudang utama Ones Food.Nial tidak ingin memperburuk kondisi yang memang sudah kacau ini. Jadi dia menawarkan solusi lainnya."Baiklah. Sekarang bukan itu masalahnya. Jam berapa produk itu akan dipakai, Jerry?""Jam tujuh malam, sebentar lagi.""Ada produk yang paling mirip dengan apa yang dia mau?""Ada, tapi beda kemasan.""Semua sama hanya kemasannya yang beda?""Iya, Pak Nial. Yang dia minta kemasan lama sementara di gudang adanya kemasan baru.""Tawarkan potongan harga dan masukkan proses packing dalam paper bag yang dia minta untuk dijadikan souvenir.""Tapi itu tiga ribu pieces?" Jerry memandang Nial dengan tidak percaya."Minta staf dari departemen pemasaran untuk turun tangan membantu kemas. Lobi dia sekali lagi, Jerr
'Baby blues apalagi setelah keguguran, itu bahaya. Jangan biarkan dia menerima ujaran kebencian!'Ucapan Ivander memenuhi kepala Nial. Pasti Bela mendengarkan suara tidak baik yang menyerang tepat pada ulu hatinya.Dan itu pasti berkaitan dengan kegugurannya. Karena ia mengatakan tentang sebuah kegagalan."Bicara apa kamu, Bel?!"Bariton Nial terdengar parau. Sapuan dingin angin sore, suara deburan ombak dan juga isak tangis Bela membuatnya merasakan perih yang menyelinap masuk melalui tiap jengkal ruang kosong dalam rongga dadanya.Bela masih menatap mata Nial. Mata putus asanya yang tampak jelas di sana. Di bawah alis tegasnya yang kini berkerut hampir menyatu."Nial?"Suara Bela lirih, tubuhnya semakin meremang dan menggigil. Air laut yang membasahinya seperti sedang menambah perasannya menjadi semakin perih. Seperti garam yang ditaburkan di atas luka."Iya, ini aku Nial."Bela merasakan tangan Nial menarik kepalanya ke dalam pelukannya. Ia tidak bisa lagi mengeluarkan air mata. K
"What the fuck?"Nial mengumpat saat mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Jerry. Bahwa Hendro-lah yang telah menyebabkan Bela hampir saja menemui ajal dengan menenggelamkan diri ke dalam air laut yang pasang."Aku akan mengirimkan rekaman CCTV dan juga rekaman suaranya padamu.""Ya, kirimkan! Kirimkan semuanya secara utuh.""Tapi Pak Nial harus janji satu hal padaku!""Iya. Apa?""Tolong kendalikan emosimu! Jangan gegabah dan fokuslah pada nona untuk saat ini! Setelah itu, terserah kamu akan melakukan apa.""Kenapa, Jerry? Apa itu parah?"Jerry terdengar mendengus dari seberang sana. "Aku nggak bisa mengatakannya, Pak Nial. Lihatlah sendiri!""Baiklah!"Panggilan mereka mati. Nial melemparkan ponselnya masuk ke dalam paper bag yang ada di atas kursi, di samping kemudi.Dia bergegas kembali ke dalam hotel sesegera mungkin sebelum Bela terlalu lama menunggunya sejak Nial memintanya berendam di dalam bathtub.Dia masuk ke dalam kamar setelah membelah jalan di gelapnya malam."Bel