...."Ke mana dia?"Jerry bingung karena saat ia masuk ke dalam apartemen yang ditinggali Nial pada pagi harinya, dia tidak dapat menemukan keberadaannya di sana.Nial menghilang sepagi ini dengan tidak berpamitan akan mengatakan akan pergi ke mana.Kamarnya rapi, dokumen yang semalam mereka kerjakan juga masih dalam keadaan sama seperti saat terakhir kali ia menumpuknya.Dia khawatir karena Siska tadi malam—waktu Seattle—bilang kalau Nial menelpon Bela dan mengatakan kalau mereka bertengkar. Bela menangis dan tidak ingin bicara sementara waktu dengan Nial.Itu karena foto dari nomor tidak dikenal yang dilihatnya, tentang Niko yang memberi bunga pada Bela."Astaga ...."Jerry menghela napasnya lalu pergi dari sana. Berpikir bahwa Bela tentu saja marah pada Nial karena secara tidak langsung itu Nial seperti sedang mengatakan bahwa Bela berselingkuh darinya.Tapi tampaknya Jerry yang sudah hafal kebiasaan Nial tahu ke mana akan membawa langkah kakinya ini pergi.Ia menuju tempat gym di
Bodoh!Vida merasa dirinya bodoh karena telah membongkar apa yang dia lakukan dalam usahanya mengusik biduk rumah tangga Nial dan juga Bela.'Kamu bodoh? Pantas Nial menyingkirkanmu jauh-jauh!'Kalimat Dio hari itu teringat dalam kepalanya. Sekarang seperti ucapannya terbukti benar karena Vida tidak bisa mengendalikan mulutnya dan mengatakan yang sebenarnya pada Bela.Bahwa hari itu ia memang datang ke sekitar kampus Bela untuk bertemu dengan Deni. Tanpa sengaja melihat Niko yang memberikan bunga pada Bela, memotretnya dan mengirimnya pada Nial."Jawab!"Intonasi bicara Bela Meninggi. Atmosfer di sekitarnya menjadi lebih dingin walaupun tensi amarah memanas.Vida berdehem untuk membersihkan tenggorokannya. Menghindari tatapan Bela yang marah melihatnya. "Lalu kenapa kalau aku yang mengirimnya?""Kamu keterlaluan!""Kamu yang keterlaluan, Bel! Nggak sopan kamu!"Vida berdiri dan melayangkan tangannya pada Bela. Tapi Bela lebih dulu meraih gelas kopi di depannya dan melempar isinya pad
Bela marah pada Nial. Kesal.Sangat kesal seperti ingin mencubit hidungnya saja.Sudah lepas dari sehari Nial tidak memberinya kabar. Saat ia hubungi balik tidak ada jawaban. Jangankan jawaban, tersambung saja tidak.Percobaan terakhirnya adalah menghubungi Jerry, tapi tampaknya kesibukan yang ada di Seattle membuatnya tak bisa menjawabnya. Begitu juga sebaliknya saat Jerry mencoba menghubunginya, Bela ketiduran."Jangan menangis, Bel!"Sasti mengusap punggungnya yang ambruk di atas ranjang di dalam kamarnya saat ia menginap di rumah ayahnya."Mas Nial nggak ada kabarnya, Buk. Bela harus bagaimana sekarang?""Dia mungkin sibuk. Atau ponselnya rusak. Nggak ada yang tahu, 'kan? Perbedaan waktu kalian empat belas jam. Kalian kesulitan menghubungi satu sama lain."Sasti mengusap rambut hitam anak perempuannya."Selamat malam."Suara Handoko terdengar dari arah depan setelah beberapa bunyi bip-bip di gagang pintu. Ia terdengar bercakap-cakap dengan seseorang dan Sasti tahu betul itu adala
Beberapa menit sebelum suara Jerry terdengar ....Kruyuuk ...."Astaga ... aku belum makan!"Jerry yang tadinya sudah berniat santai malam ini karena pekerjaan sedikit longgar kini harus bangkit dari tidurnya karena perutnya minta diberi makan.Bahkan mungkin bukan hanya perutnya. Tapi perut orang di apartemen sebelah juga. Nial suka lupa makan jika ia lelah dan memilih untuk tidur saja. Jerry tahu Nial sedang murung sepanjang hari sejak komunikasi antara dirinya dan Bela tidak berjalan dengan lancar sama seperti sebelumnya.Jerry masuk ke dalam apartemen Nial dan tidak menjumpainya. Yang biasanya duduk di ruang tamu dengan menonton televisi atau membaca buku tebal yang membuat kepala Jerry pusing. Tapi kini dia tidak ada di sana."Ke mana dia? Belum pulang jogging?"Jerry memilih pergi dari sana, memesankan makanan untuk Nial dan meletakkannya di atas mejanya. Namun, niatannya gagal saat ia mendengar suara orang yang bercakap-cakap di dalam kamar Nial dan itu adalah suara perempuan.
Dengan tangan yang gemetar, Bela menghubungi Jerry sejak ponsel Nial tidak bisa digunakan. Tapi ... Jerry tidak mengangkat panggilannya."Jangan! Jangan seperti ini kumohon!"Bela mencoba menenangkan hatinya, tapi tidak bisa. Perempuan mana yang tidak menggila mendengar kabar suaminya mengalami kecelakaan padahal tadi pagi mereka masih saling bertemu dan tersenyum.Bela mencari nomor Hendro, ia menemukannya dan menelpon ayah mertuanya."Ya, Bela?"Suaranya terdengar santai dari seberang sana. Tampaknya masih belum tahu kalau ada berita buruk yang menimpa anaknya."Ayah ....""Ya? Kamu kenapa? Kamu menangis? Kamu bertengkar dengan Nial?""Mas Nial—""Kenapa dia? Kamu diapakan sama dia?""Mas Nial ... helikopter yang diuji coba hari ini kecelakaan. Dia dan Kak Jerry menghilang.""Hah? B-bagaimana bisa? Tenanglah! Biar Ayah cari tahu kebenarannya.""Antar aku ke sana!""Ke mana?""Ke tempat Mas Nial melakukan uji coba!"Kediaman sesaat terjadi. Tampaknya Hendro lebih memilih mengalah da
***"Ini bisa diperbaiki, bisa tunggu sebentar saja?"Seorang lelaki berseragam, staf yang ada di mall, yang akan memperbaiki ponsel Nial membawa kedua ponsel Nial pergi dari pemiliknya. Selagi Nial dan Bela duduk di sana, di dalam ruang VIP.Sofanya berwarna putih, memberikan kesan luas yang memanjakan mata. Bela masih memandang Nial yang matanya terfokus pada lukisan abstrak di dinding."Kenapa?"Entah sejak kapan kepala Nial sudah berputar memandangnya."Nggak.""Kamu ingin bicara sesuatu sama Mas?""Nggak."Nial tertawa kecil. Menyadari Bela ada di sini seperti sebuah keajaiban. Padahal malam-malam sebelumnya hatinya hanya diisi gundah gulana dan nestapa. Rindu pada Bela.Rindu wajah cantik dan dagu kecilnya.Rindu untuk menggodanya.Tapi sekarang dia ada di sini, duduk di sampingnya dan menemaninya memperbaiki ponsel pembawa sial itu."Aku sangat takut tadi."Akhirnya Bela menjawab."Takut kenapa?""Takut Mas Nial dan Kak Jerry hilang. Rasanya sudah ingin lari untuk memastikan. A
'Ke manapun, sejauh apapun, tapi jika langit membuat skenario, maka manusia hanya bisa dibuat tertunduk.'Kalimat itu datang dari antah berantah, memenuhi isi kepala Bela saat ia melihat Niko yang wajahnya terlihat dari balik pintu lift. Di sini, di Seattle.Nial menggenggam tangan Bela semakin erat saat melihat Niko yang entah bagaimana caranya juga ada di sini. Bahkan ada di lift yang akan digunakan oleh Bela dan juga Nial."Apa yang kamu lakukan di sini?"Pertanyaan Nial selalu tanpa basa-basi dan langsung pada titik fatal. "Aku sedang pergi cuti dan mengunjungi kakakku di sini."Bela mengerjapkan matanya beberapa kali. Tampaknya Niko tidak berbohong saat mengatakan demikian. Lagi pula mana mungkin lelaki ini berbohong? Karena di samping Niko berdiri, memang ada seorang perempuan dan Bela tahu itu adalah kekak perempuannya."Pak Nial di sini juga?""Ya. Uji coba helikopter milik Ones Air."Nial menjawab singkat.Bela merasakan tangan Nial yang dingin. Sekilas ia mengerling pada
"Niko?"Nial sudah sejak pagi jogging dan dalam perjalanannya kembali ke unit apartemennya. Tapi saat itu, ia malah melihat Niko yang baru saja menyeberang jalan.Ia menghentikan langkahnya karena Niko lebih dulu menghadangnya."Aku ingin bicara."Niko merebahkan sebelah tangannya, mencegah Nial pergi. Sembari mengerling sekilas pada kompleks apartemen mewah di mana ia yakin Nial tinggal di sana, bersama dengan Bela."Bicaralah!""Harusnya aku senang saat melihat orang lain bahagia. Tapi denganmu ... aku sama sekali nggak berharap."'Serius? Sepagi ini?' Nial menggerutu dalam hati. Sepagi ini sudah ada orang yang menghancurkan mood baiknya. Bertambah kesal lagi karena itu adalah Niko."Aku tahu kamu itu pintar. Jadi bicaralah langsung pada pokok persoalan, Niko.""Aku mengganggumu?""Tentu saja.""Karena aku akan mengganggu hidupmu terus, Pak Nial.""Bicara apa anak ini."Niko mendorong napasnya dengan pelan sebelum kembali mengucap,"Sudah kubilang aku nggak suka dengan hidup bahagia