Suasana kamar Nasya dan Anjas terasa sangat canggung dan kemarahan terlihat di kedua kelopak mata Anjas. Nasya yang selalu melihat mata Anjas sebagai mata yang teduh dan menenangkan kini terlihat sangat menakutkan. Apalagi ketika tubuh Nasya tadi dihentakkan ke atas kasur tapi pada akhirnya Nasya tidak mengingat apa pun akan kejadian itu setelah beberapa detik kemudian. Anjas menyadari akan hal itu dan itu adalah sebuah keuntungan baginya. Nasya menatap seisi ruangan yang berada di kamarnya dan menyentuh kepalanya dengan pelan, Anjas yang sedang berada di lantai dan duduk bersandar menggelengkan kepala seolah dia tidak bisa menahan sikap pikun Nasya yang merepotkan. "Mas ngapain di sana?" tanya Nasya yang membuat Anjas kesal, dia mengepalkan tangan memandangi istrinya dan seolah pasrah dengan semuanya. "Aku capek Nasya, aku capek ngehadapi kamu," ucap Anjas yang sekarang berdiri dan keluar dari pintu, dia membanting pintu kamar dan meninggalkan Nasya sendiri. Nasya yang merasa bi
Dengan mata kepala Nasya, dia melihat suaminya msuk ke dalam kamar adiknya sendiri, dan ya di dalam sana Anjas menutup pintu kamar itu sementara Nasya berdiri di samping pintu. Mendengarkan semuanya bahkan ketika adiknya mengatakan sesuatu yang tidak mungkin bisa dipercaya oleh Nasya sendiri.Bisa-bisanya suaminya melakukan hal tak senonoh itu, tatapan Nasya mengernyit, dan tiba-tiba meneteskan air mata, sayangnya beberapa detik setelah itu, ketika ake matanya menetes dan membasahi pipi Nasya, dia kembali tak mengingat apa pun. Sampai akhirnya dia mendengar desahan di dalam kamar, langkah kaki Nasya maju ke depan dan dia menempelkan telinganya pada dindin. "Iya Mas ... Terus Mas ... Ahk ...!" Suara itu jelas sangat dikenali oleh Nasya dan dia tidak bisa melakukan apa pun selain berdiri di sana, di balik dinding merasakan sesuatu yang bisa menhancurkan tubuh, mental dan jiwanya. Desahan demi desahan membuat Nasya muak mendengar semuanya, dia mengepalkan tangan dan ingin menghancur
Kecupan hangat diberikan di kening Nasya, dan Anjas terlihat segar di pagi itu. Nasya yang baru terbangun merasakan kehangatan itu dari suaminya. Nasya terbangun dari tidur dan melihat Anjas yang sudah bersiap-siap untuk ke kantor sementara dia sendiri mungkin akan melakukan rutinitas seperti hari-hari sebelumnya. Senyum Anjas terlihat sangat manis sementara Nasya mendengar ketukan dari luar pintu kamar, tidak lama setelah itu kepala Anara dijulurkan masuk dan memberikan kabar bagi mereka. "Mbak, Mas, sarapan pagi udah siap." "Oh gitu ya, aku siap-siap dulu kalau gitu," ucap Nasya yang bangkit dari tempat tidurnya. Dia lalu melangkah ke arah Anjas dan memeluk suaminya itu dari belakang. "Nara udah nungguin kita, jangan lama-lama," kata Anjas yang sekarang melepaskan pelukan hangat istrinya. Nasya tampak kesal dan melipat kedua tangannya. "Astaga Mas, baru juga bangun, aku juga belum mandi," kata Nasya yang terlihat cemberut. "Nggak usah mandi, emang mau ke mana, kamu di sini aj
"Di mana kamu Nasya?"Berhari-hari Jaka menunggu di jalan poros tempat di mana dia sering bertemu dengan Nasya akhir-akhir ini, tapi sayangnya Nasya tidak berada di sana, dan sudah tiga pekan Masya tidak datang untuk konsultasi dan terapi. Tentu saja Nasya tidak lagi mengingat bahwa seharusnya Nasya harus rutin untuk melakukan konsultasi, sayangnya tidak ada yang mengingatkan dan tak ada yang peduli dengan kondisi Nasya saat ini, selain Jaka. Karena Jaka tidak menemukan keberadaan Nasya, kemudian mendorong Jaka untuk mendatangi rumah Anjas dan Nasya, dia juga tahu bahwa Anjas pasti berada di tempat kerja sekarang. Sayangnya Jaka tidak bahwa ada orang lain di rumah Nasya, yang tak lain adalah Anara. Ketika Jaka akan segera berangkat menuju ke rumah Nasya, dia melihat mobil Anjas berlalu dan seseorang berada bersamanya. Dengan cepat Jaka menghubungi bawahannya dan bertanya, "Apa Anjas datang ke kantor hari ini?" Jaka mendengarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya melalui pons
"Mas Anjas aku mau ngomong sesuatu." Mata Anjas langsung terangkat ke arah Anara yang akan segara dia antar ke rumah sakit, mengecek dan memastikan mengenai kehamilan yang Anara katakan kepada Anjas. "Hmm.""Sebenarnya kemarin aku salah pakai test pack, ternyata test pack yang aku pakai test pack rusak." Langsung saja Anjas menghentikan laju mobil dan meminggirkan mobilnya. Tentu saja Anjas terkejut luar biasa dengan apa yang baru saja dia dengar. Tatapan Anjas kini berubah tajam dan dengan pelan dia menoleh ke arah Anara, dia menyipitkan mata dan menggelengkan kepala. Tangannya mengepal dan tidak percaya bahwa Anara berusaha untuk membohongi dirinya, nafas Anjas terasa panas karena rasa kesal yang saat ini berada dalam dirinya. "Apa maksud kamu ngomong gitu, jadi selama ini kamu nggak hamil?" Anjas yang kini menatap Anara seolah dia ingin melahap Anara hidup-hidup. "Maaf Mas ... Aku sebenarnya nggak tahu, soalnya aku telat datang bulan tapi ternyata tadi—""Tadi apa?" "Hari i
"Aku harus memaksanya untuk datang ke sini, astaga aku takut sekali jika saja ada tetangga yang melihat aku menyeret Nasya untuk sayang kemari, dokter Afia." Penjelasan yang diberikan oleh Jaka kepada dokter Afia, terlihat Nasya menatap Jaka dengan tatapan yang tajam. Dia tahu bahwa dia tidak ingat akan apa yang dilakukan Jaka padanya. Tapi dia juga sadar bahwa dengan kondisi hati Nasya yang buruk dan marah, membuat Nasya yang pelupa ini berpikir bahwa Jaka telah melakukan hal buruk yang membuatnya tidak senang. Mendengar penjelasan dari Jaka membuat dokter Afia tampak menggelengkan kepala dan tersenyum sambil menatap ke arah Nasya yang masih cemberut. "Aku bisa memahami apa yang terjadi, seringkali memang pasien saya melakukan hal yang konyol," ucap dokter Afia sekali lagi sambil tertawa kecil. "Sudahlah kalau begitu dokter, lupakan hal itu, tolong lakukan apa pun yang bisa Anda lakukan untuk menolong Nasya," jelas Jaka dan dokter Afia mengangguk. Sayangnya walaupun Jaka mau be
Sama seperti sebelumnya, Jaka mengantar Nasya pulang sebelum Anjas pulang ke rumah, saat itu juga Jaka berpikir bahwa Anjas pasti sedang bersenang-senang dengan gadis muda yang pernah dilihat oleh Jaka. Sementara Nasya sendiri masuk ke dalam rumah tanpa tahu apa yang sedang terjadi beberapa saat yang lalu, tentu dia bingung tapi dia sadar akan dirinya yang akan lupa lagi. Semua yang dia lalui seolah tidak pernah terjadi, karena memorinya tak lagi kuat untuk menyimpan kejadian yang terjadi. Tetapi itu bukan berarti dia menyerah, apalagi saat ini dia bisa menyadari akan penyakitnya. Jaka juga memberikan buku catatan coklat yang tak terisi tulisan apa pun, karena sebelumnya Jaka sudah merobek lembaran catatan itu. Di sisi yang lainnya, Anjas dan Anara tampak berjalan-jalan di tepi pantai dan kedua tangan mereka saling berpegangan, rencananya Anjas akan pulang setelah matahari sudah terbenam. "Mbak kamu sudah sadar kalau dia penyakitan." Anjas yang saat ini berjalan di samping Anara
"Dari mana aja Mas, kok bareng sama Anara?" Tatapan Nasya tajam kepada Anjas yang baru membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, sementara Nasya sendiri berada di ruang tamu, dia baru saja selesai membuat susu formula untuk dirinya sendiri. "Anara dari teman-temannya, aku jemput dia." Lalu Anjas terhenti sejenak dan melihat Nasya yang duduk dengan kaki di atas kepala sofa sambil meminum susu formula. "Kamu ... Yang buatin susu itu siapa?" tanya Anjas yang bertanya dengan ragu. Tatapan Nasya kini menoleh ke arah Anjas. "Aku sendiri yang buat Mas," jawab Nasya yang terlihat bertanya-tanya kenapa Anjas malah terlihat bingung. "Kamu minum susu formula?" "Iya Mas, kan aku lagi hamil." Sontak Anara yang juga baru masuk ke dalam rumah tiba-tiba terhenti stelah mendengar Nasya menyadari bahwa dia sedang hamil, padahal beberapa hari sebelumnya Nasya tidak ingat sama sekali. Anjas dan Anara sekarang saling memandang satu sama lain dan membuat Nasya menyipitkan mata memandang mereka. Seola