"Kamu ke mana waktu hari Rabu?" Jaka yang sekarang berdiri di belakang meja menatap Anjas yang duduk di hadapan meja kerja Jaka. "Kemarin aku udah izin cuti sehari, Pak. Istri aku sakit," kata Anjas tak berani menatap Jaka. Terlintas senyum miring di bibir Jaka, jelas sekali bahwa Jaka lah yang membawa Nasya ke rumah sakit. "Apa ada alasan lain selain istrimu yang sakit?" Jaka kembali bertanya. Tetapi Anjas tampak bingung dan tidak tahu harus menjawab dengan jawaban seperti apa. "Maaf Pak, tapi istri saya harus saya jaga kemarin, jadi saya harus cuti satu hari." Jaka lalu melempar beberapa berkas di hadapan Anjas yang membuat Anjas langsung terhentak. Dia menelan salivanya beberapa kali dan terkejut. Tangan Anjas meraih berkas itu dan melihat bahwa berkas itu bukanlah apa-apa selain tentang pekerjaan. "Kamu ninggalin pekerjaan kamu untuk hal yang tidak kamu lakukan." Jaka yang kembali duduk dan dengan suara nada yang pelan. "Apa maksud Bapak untuk hal yang saya tidak lakukan?"
Suasana kamar Nasya dan Anjas terasa sangat canggung dan kemarahan terlihat di kedua kelopak mata Anjas. Nasya yang selalu melihat mata Anjas sebagai mata yang teduh dan menenangkan kini terlihat sangat menakutkan. Apalagi ketika tubuh Nasya tadi dihentakkan ke atas kasur tapi pada akhirnya Nasya tidak mengingat apa pun akan kejadian itu setelah beberapa detik kemudian. Anjas menyadari akan hal itu dan itu adalah sebuah keuntungan baginya. Nasya menatap seisi ruangan yang berada di kamarnya dan menyentuh kepalanya dengan pelan, Anjas yang sedang berada di lantai dan duduk bersandar menggelengkan kepala seolah dia tidak bisa menahan sikap pikun Nasya yang merepotkan. "Mas ngapain di sana?" tanya Nasya yang membuat Anjas kesal, dia mengepalkan tangan memandangi istrinya dan seolah pasrah dengan semuanya. "Aku capek Nasya, aku capek ngehadapi kamu," ucap Anjas yang sekarang berdiri dan keluar dari pintu, dia membanting pintu kamar dan meninggalkan Nasya sendiri. Nasya yang merasa bi
Dengan mata kepala Nasya, dia melihat suaminya msuk ke dalam kamar adiknya sendiri, dan ya di dalam sana Anjas menutup pintu kamar itu sementara Nasya berdiri di samping pintu. Mendengarkan semuanya bahkan ketika adiknya mengatakan sesuatu yang tidak mungkin bisa dipercaya oleh Nasya sendiri.Bisa-bisanya suaminya melakukan hal tak senonoh itu, tatapan Nasya mengernyit, dan tiba-tiba meneteskan air mata, sayangnya beberapa detik setelah itu, ketika ake matanya menetes dan membasahi pipi Nasya, dia kembali tak mengingat apa pun. Sampai akhirnya dia mendengar desahan di dalam kamar, langkah kaki Nasya maju ke depan dan dia menempelkan telinganya pada dindin. "Iya Mas ... Terus Mas ... Ahk ...!" Suara itu jelas sangat dikenali oleh Nasya dan dia tidak bisa melakukan apa pun selain berdiri di sana, di balik dinding merasakan sesuatu yang bisa menhancurkan tubuh, mental dan jiwanya. Desahan demi desahan membuat Nasya muak mendengar semuanya, dia mengepalkan tangan dan ingin menghancur
Kecupan hangat diberikan di kening Nasya, dan Anjas terlihat segar di pagi itu. Nasya yang baru terbangun merasakan kehangatan itu dari suaminya. Nasya terbangun dari tidur dan melihat Anjas yang sudah bersiap-siap untuk ke kantor sementara dia sendiri mungkin akan melakukan rutinitas seperti hari-hari sebelumnya. Senyum Anjas terlihat sangat manis sementara Nasya mendengar ketukan dari luar pintu kamar, tidak lama setelah itu kepala Anara dijulurkan masuk dan memberikan kabar bagi mereka. "Mbak, Mas, sarapan pagi udah siap." "Oh gitu ya, aku siap-siap dulu kalau gitu," ucap Nasya yang bangkit dari tempat tidurnya. Dia lalu melangkah ke arah Anjas dan memeluk suaminya itu dari belakang. "Nara udah nungguin kita, jangan lama-lama," kata Anjas yang sekarang melepaskan pelukan hangat istrinya. Nasya tampak kesal dan melipat kedua tangannya. "Astaga Mas, baru juga bangun, aku juga belum mandi," kata Nasya yang terlihat cemberut. "Nggak usah mandi, emang mau ke mana, kamu di sini aj
"Di mana kamu Nasya?"Berhari-hari Jaka menunggu di jalan poros tempat di mana dia sering bertemu dengan Nasya akhir-akhir ini, tapi sayangnya Nasya tidak berada di sana, dan sudah tiga pekan Masya tidak datang untuk konsultasi dan terapi. Tentu saja Nasya tidak lagi mengingat bahwa seharusnya Nasya harus rutin untuk melakukan konsultasi, sayangnya tidak ada yang mengingatkan dan tak ada yang peduli dengan kondisi Nasya saat ini, selain Jaka. Karena Jaka tidak menemukan keberadaan Nasya, kemudian mendorong Jaka untuk mendatangi rumah Anjas dan Nasya, dia juga tahu bahwa Anjas pasti berada di tempat kerja sekarang. Sayangnya Jaka tidak bahwa ada orang lain di rumah Nasya, yang tak lain adalah Anara. Ketika Jaka akan segera berangkat menuju ke rumah Nasya, dia melihat mobil Anjas berlalu dan seseorang berada bersamanya. Dengan cepat Jaka menghubungi bawahannya dan bertanya, "Apa Anjas datang ke kantor hari ini?" Jaka mendengarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya melalui pons
"Mas Anjas aku mau ngomong sesuatu." Mata Anjas langsung terangkat ke arah Anara yang akan segara dia antar ke rumah sakit, mengecek dan memastikan mengenai kehamilan yang Anara katakan kepada Anjas. "Hmm.""Sebenarnya kemarin aku salah pakai test pack, ternyata test pack yang aku pakai test pack rusak." Langsung saja Anjas menghentikan laju mobil dan meminggirkan mobilnya. Tentu saja Anjas terkejut luar biasa dengan apa yang baru saja dia dengar. Tatapan Anjas kini berubah tajam dan dengan pelan dia menoleh ke arah Anara, dia menyipitkan mata dan menggelengkan kepala. Tangannya mengepal dan tidak percaya bahwa Anara berusaha untuk membohongi dirinya, nafas Anjas terasa panas karena rasa kesal yang saat ini berada dalam dirinya. "Apa maksud kamu ngomong gitu, jadi selama ini kamu nggak hamil?" Anjas yang kini menatap Anara seolah dia ingin melahap Anara hidup-hidup. "Maaf Mas ... Aku sebenarnya nggak tahu, soalnya aku telat datang bulan tapi ternyata tadi—""Tadi apa?" "Hari i
"Aku harus memaksanya untuk datang ke sini, astaga aku takut sekali jika saja ada tetangga yang melihat aku menyeret Nasya untuk sayang kemari, dokter Afia." Penjelasan yang diberikan oleh Jaka kepada dokter Afia, terlihat Nasya menatap Jaka dengan tatapan yang tajam. Dia tahu bahwa dia tidak ingat akan apa yang dilakukan Jaka padanya. Tapi dia juga sadar bahwa dengan kondisi hati Nasya yang buruk dan marah, membuat Nasya yang pelupa ini berpikir bahwa Jaka telah melakukan hal buruk yang membuatnya tidak senang. Mendengar penjelasan dari Jaka membuat dokter Afia tampak menggelengkan kepala dan tersenyum sambil menatap ke arah Nasya yang masih cemberut. "Aku bisa memahami apa yang terjadi, seringkali memang pasien saya melakukan hal yang konyol," ucap dokter Afia sekali lagi sambil tertawa kecil. "Sudahlah kalau begitu dokter, lupakan hal itu, tolong lakukan apa pun yang bisa Anda lakukan untuk menolong Nasya," jelas Jaka dan dokter Afia mengangguk. Sayangnya walaupun Jaka mau be
Sama seperti sebelumnya, Jaka mengantar Nasya pulang sebelum Anjas pulang ke rumah, saat itu juga Jaka berpikir bahwa Anjas pasti sedang bersenang-senang dengan gadis muda yang pernah dilihat oleh Jaka. Sementara Nasya sendiri masuk ke dalam rumah tanpa tahu apa yang sedang terjadi beberapa saat yang lalu, tentu dia bingung tapi dia sadar akan dirinya yang akan lupa lagi. Semua yang dia lalui seolah tidak pernah terjadi, karena memorinya tak lagi kuat untuk menyimpan kejadian yang terjadi. Tetapi itu bukan berarti dia menyerah, apalagi saat ini dia bisa menyadari akan penyakitnya. Jaka juga memberikan buku catatan coklat yang tak terisi tulisan apa pun, karena sebelumnya Jaka sudah merobek lembaran catatan itu. Di sisi yang lainnya, Anjas dan Anara tampak berjalan-jalan di tepi pantai dan kedua tangan mereka saling berpegangan, rencananya Anjas akan pulang setelah matahari sudah terbenam. "Mbak kamu sudah sadar kalau dia penyakitan." Anjas yang saat ini berjalan di samping Anara
Jaka panik luar biasa stelah dia melihat Nasya saat ini berada di dalam mobil yang berbeda dengannya, sebuah mobil taksi ke sebuah tempat yang dia kenali, yaitu rumah Anjas. Rupanya Nasya masih mengingat mengenai rumah mantan suaminya, tapi memorinya selama tiga tahun berlalu tidaklah dia ingat. Sementara di sisi yang lainnya Aysan sekarang berada di dalam rumah sakit dan berada dalam perawatan yang serius, yang membuat Jak betul-betul tidak bisa memahami situasi dan bagaimana dia akan mengontrol semua ini, semua yang terjadi sekarang. Walau pun seperti itu, dia tidak bisa melakukan apa pun selain ikut di belakang mobil taksi yang Nasya tumpangi, dan kini mobil itu berhenti tepat di hadapan rumah Anjas, sore sudah tiba, dan mungkin Anjas sudah berada di rumah saat ini, karena sudah jam pulang kantor. Nasya yang keluar dari taksi langsung menggedor-gedor pintu sambil berteriak di depan pintu, "Anjas, Mas, tolong cepat buka pintunya." "Nasya." Tangan Jaka langsung mencengkeram lenga
"Astaga." Kepanikan tentu saja sekarang dirasakan oleh Nasya, melihat bocah yang terus-menerus memanggilnya Mama sekarang terjatuh dari tangga menuju lantai paling bawah dan sekarang tubuhnya membeku tidak tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan olehnya. Tetapi beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa kekacauan itu terjadi karenanya, Lalu Nasya kemudian berlari menuruni tangga. "Aku mohon jangan terjadi sesuatu, kamu harus baik-baik saja, apa yang aku telah lakukan padanya." air mata kemudian mengalir dari pipinya. dia langsung membungkuk dan meraih tubuhnya yang kepalanya sekarang terbentur dan mengalir darah dari sana. bocah ini tidak sadarkan diri Nasya sama sekali tidak tahu bagaimana harus apa. Jadi yang dia lakukan adalah mungkin membaca itu dan keluar dari rumah, ke arah pos satpam. Nasya sekarang panik lalu berteriak, "Tolong, terjadi sesuatu, Tolong! Bantu aku, Pak." satpam yang sedang meminum kopi dan membaca koran di pos satpam yaitu mendengar suara Nasya langsung
"Akan ada operasi yang mungkin kau akan lakukan, jadi aku mohon janga membangkang untuk kesembuhan kau, Nasya, aku harap aku paham." Jaka yang saat ini masih memandang ke arah Nasya yang duduk di hadapannya. sebenarnya pikran Nasya masih ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jaka tetapi sepertinya berbeda dengan hati Nasya yang tentu saja masih berpikir bahwa Anjas atau mantan suaminya itu adalah pribadi yang setia dan tidak mungkin menghianati Nasya. jadi Nasya masih memilih untuk tidak mempercayai apa yang Jaka katakan. "Aku hanya ingin sekali saja bertemu dengan Anjas dan mendengar apa yang dia katakan, jika kau mengurungku seperti ini bagaimana aku bisa percaya kepadamu, aku sama sekali tidak ...." dia menundukkan kepala dan merasa bimbang dengan apa yang harus dia katakan. Sesekali dia menelan saliva dan mencoba berpikir kata apa yang harus dia keluarkan dari mulutnya. "tentu saja ... astaga apa yang harus aku katakan lagi agar bisa membuat kau percaya. sepertinya tidak
"Aku sudah katakan semuanya, berkali-kali, Nasya, tapi kenapa kau sama sekali tidak percaya?" Jaka mencondongkan tubuhnya ke arah Nasya yang menghindar dan mengernyitkan kening. "Tolong jangan terlalu dekat dengan ku," ucap Nasya, dia memalingkan pandangan dan Jaka merasa bahwa ya sebaiknya Nasya diberikan sedikit ruang. Lalu tidak lama setelah itu, Boca berusia tiga tahun yang sudah bisa dikatakan aktif dalam berbicara dan memahami pembicaraan ringan seseorang itu berjalan ke arah Jaka. "Aysan." Jaka berdiri dari duduknya dan menghampiri Aysan, "Apa kau butuh sesuatu?" "Apa Mama masih marah sama Aysan?" dia menundukkan kepala cara dia bicara masih sangat sulit untuk dipahami tapi Jaka bisa cukup memahami ucapan Aysan, Nasya juga bisa memahami ucapan itu tapi dia memalingkan pandangannya sekarang, dia tidak ingin memikirkan banyak hal selain pikirannya sendiri yang lupa semuanya. Sementara Jaka dia berlutut setengah di hadapan Aysan dan berusaha meyakinkan bocah itu. "Aysan, Nak.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Nasya yang sekarang berada dalam kondisi yang berantakan, wajahnya dan rambut gelombang yang bahkan belum disisir, matanya menandakan bahwa dia lelah dan tidak bisa berpikir jernih. Semua seolah menghilang dari memorinya. Dan hidup seolah tetap sama, dia merasa bahwa hidupnya sama seperti sebelumnya, tidak seperti apa yang dilihatnya sekarang, yaitu Jaka yang berada di hadapannya mungkin hanyalah omong kosong yang dibuat-buat oleh Jaka untuk mendekati Nasya, itulah Jaka di pikiran Nasya. "Seperti apa?" Jaka yang menyuguhkan makanan di atas meja, sekarang mereka berada di taman halaman depan rumah, Nasya tidak mau makan jika masih berada di dalam rumah karena dia menganggap bahwa jika dia terus berada di dalam rumah maka dia seolah dikurung di dalam sana. Dan dia tidak ingin seperti itu, Jaka pun tidak mau Nasya berpikir demikian. Sehingga yang dia lakukan adalah menuruti saja apa yang diinginkan oleh Nasya untuk saat ini. "Kau seperti menguru
Tok ... tok ... tok .... Suara ketukan yang datang dari luar kamar Nasya, saatnya adalah sarapan pagi, Nasya tidak membuka pintu semalam sehingga tidak ada makan malam yang membuat Jaka merasa cemas. Bagaimana tidak, Nasya menolak bertemu sementara Jaka terus membujuk dan menjelaskan apa yang terjadi. Walau berusaha, Jaka masih belum bisa membujuk. Pagi harinya, Jaka masih berusaha keras, tapi sepertinya Nasya masih menolak, karena itulah Jaka pun mencoba untuk membujuk satu kali, berharap kali ini Nasya mengurungkan niat untuk bersifat keras. Ketukan demi ketukan, bujukan demi bujukan, tak ada satu pun yang berhasil. Aysan juga sudah sangat ingin bertemu dengan ibunya, yang semakin membuat Jaka merasa tidak nyaman. Makan malam gagal, sarapan pagi pun tidak digubris, hingga akhirnya makan siang tiba, Jaka bahkan tidak masuk kerja, dan dia pun bersama dengan Aysan mencoba membujuk Nasya. "Mama tidak mau makan." Aysan dengan ucapan yang masih belum fasih, "Aku tidak mau kalau Mama
Untuk saat ini, Anara terlupakan dan dia hidup dengan dirinya sendiri, tidak ada siapa pun yang dia temani bahkan Jaka tak lagi menghubunginya, sementara dia sendiri berusaha untuk hidup tenang walau masih ada rasa benci terhadap kakaknya sendiri. Dia tidak ingin kakaknya bahagia dan dia berusaha agar bisa kembali mendapatkan kedamaian dan kebahagian dari kakaknya. Dengan kata lain dia berusaha agar bisa menghancurkan hidup kakaknya sendiri. Tetapi bukan momennya menceritakan mengenai Anara yang dab masalahnya yang terus menerus merugikan tubuhnya dan hidup dalam kebebasan malam, karena saat ini Nasya sedang bergelut dengan dirinya sendiri dan pikirannya, dia mondar-mandir dan bahkan lupa apa yang selama ini terjadi pada hidupnya. Foto dan rekaman terus dia lihat tapi sama sekali tidak ada yang membuat Nasya merasa percaya. Seolah semuanya begitu dibuat-buat. Jaka sementara mencoba menenangkan Aysan yang terus menangis memanggil ibunya yang terkunci di dalam kamar, walau berada di d
"Aku pikir Bu Nasya sudah sembuh, tapi ternyata itu hanya bersifat sementara saja," kata dokter Afia yang dipanggil kembali oleh Jaka, dokter Afia sangat baik dan merawat Nasya sebelumnya, dan Jaka berharap bahwa dokter Afia kembali bisa membantu Nasya. "Aku pikir begitu juga, dokter. Sayangnya aku salah dan ternyata alzheimer tidak semudah itu untuk hilang bagi pengidapnya." Dokter Afia diam sejenak dan berpikir lalu berkata, "Aku pikir itu bukan Alzheimer. Ini penyakit yang berbeda, aku tidak tahu apa. Alzheimer adalah penyakit yang tidak akan sembuh dan Bu Nasya sempat mengingat semuanya sementara penderita Alzheimer tidak bisa. Mungkin ini adalah penyakit yang disebabkan trauma berat, bukankah penyakit Bu Nasya pertama kali ada setelah dia mengalami trauma yang terjadi padanya di sekolah, Pak Jaka?" Jaka diam karena terlalu fokus dalam mendengarkan dan dia membayangkan apa yang akan terjadi jika penyakit Nasya betul-betul kembali dan Anjas datang kepadanya maka Nasya pasti akan
Mengetahui bahwa Nasya sekarang kembali mengalami penyakit Alzheimer yang akan melupakan apa pun yang terjadi membuat Anjas merasa semakin bersemangat untuk melakukan misi yang diberikan padanya, kini dia tahu apa yang harus dia lakukan, selain itu dia juga meminta agar Aina memberikan dia sebuah pekerjaan yang pada akhirnya Aina memberikan pekerjaan untuk menjadi seorang bodyguard pribadi dari Aina. Awalnya Anjas merasa enggan dan tak mau menjadi seorang bodyguard, tapi pada akhirnya dia menerima saja apa yang diinginkan oleh Aina. Lagi pula mereka memiliki misi yang sama dan berharap bahwa mereka bisa meraih misi mereka, memisahkan Jaka dan juga Nasya, yang di mana Anjas juga memiliki perasaan dendam pada Jaka, untuk pertama kali dalam hidupnya dia tidak akan membiarkan Jaka menang, dia sebenarnya jika bersaing dengan Jaka, maka Anjas akan keluar sebagai pemenang, tapi kali ini Jaka memenangkan Nasya bahkan Aysan yang membuat Anjas semakin membara karena selama ini dia belum pernah