"Aku harus memaksanya untuk datang ke sini, astaga aku takut sekali jika saja ada tetangga yang melihat aku menyeret Nasya untuk sayang kemari, dokter Afia." Penjelasan yang diberikan oleh Jaka kepada dokter Afia, terlihat Nasya menatap Jaka dengan tatapan yang tajam. Dia tahu bahwa dia tidak ingat akan apa yang dilakukan Jaka padanya. Tapi dia juga sadar bahwa dengan kondisi hati Nasya yang buruk dan marah, membuat Nasya yang pelupa ini berpikir bahwa Jaka telah melakukan hal buruk yang membuatnya tidak senang. Mendengar penjelasan dari Jaka membuat dokter Afia tampak menggelengkan kepala dan tersenyum sambil menatap ke arah Nasya yang masih cemberut. "Aku bisa memahami apa yang terjadi, seringkali memang pasien saya melakukan hal yang konyol," ucap dokter Afia sekali lagi sambil tertawa kecil. "Sudahlah kalau begitu dokter, lupakan hal itu, tolong lakukan apa pun yang bisa Anda lakukan untuk menolong Nasya," jelas Jaka dan dokter Afia mengangguk. Sayangnya walaupun Jaka mau be
Sama seperti sebelumnya, Jaka mengantar Nasya pulang sebelum Anjas pulang ke rumah, saat itu juga Jaka berpikir bahwa Anjas pasti sedang bersenang-senang dengan gadis muda yang pernah dilihat oleh Jaka. Sementara Nasya sendiri masuk ke dalam rumah tanpa tahu apa yang sedang terjadi beberapa saat yang lalu, tentu dia bingung tapi dia sadar akan dirinya yang akan lupa lagi. Semua yang dia lalui seolah tidak pernah terjadi, karena memorinya tak lagi kuat untuk menyimpan kejadian yang terjadi. Tetapi itu bukan berarti dia menyerah, apalagi saat ini dia bisa menyadari akan penyakitnya. Jaka juga memberikan buku catatan coklat yang tak terisi tulisan apa pun, karena sebelumnya Jaka sudah merobek lembaran catatan itu. Di sisi yang lainnya, Anjas dan Anara tampak berjalan-jalan di tepi pantai dan kedua tangan mereka saling berpegangan, rencananya Anjas akan pulang setelah matahari sudah terbenam. "Mbak kamu sudah sadar kalau dia penyakitan." Anjas yang saat ini berjalan di samping Anara
"Dari mana aja Mas, kok bareng sama Anara?" Tatapan Nasya tajam kepada Anjas yang baru membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, sementara Nasya sendiri berada di ruang tamu, dia baru saja selesai membuat susu formula untuk dirinya sendiri. "Anara dari teman-temannya, aku jemput dia." Lalu Anjas terhenti sejenak dan melihat Nasya yang duduk dengan kaki di atas kepala sofa sambil meminum susu formula. "Kamu ... Yang buatin susu itu siapa?" tanya Anjas yang bertanya dengan ragu. Tatapan Nasya kini menoleh ke arah Anjas. "Aku sendiri yang buat Mas," jawab Nasya yang terlihat bertanya-tanya kenapa Anjas malah terlihat bingung. "Kamu minum susu formula?" "Iya Mas, kan aku lagi hamil." Sontak Anara yang juga baru masuk ke dalam rumah tiba-tiba terhenti stelah mendengar Nasya menyadari bahwa dia sedang hamil, padahal beberapa hari sebelumnya Nasya tidak ingat sama sekali. Anjas dan Anara sekarang saling memandang satu sama lain dan membuat Nasya menyipitkan mata memandang mereka. Seola
Diary Nasya: Aku menyadari apa yang aku lihat, aku tahu kau pasti suatu hari nanti akan membaca pesan ku ini, Jaka. Setiap kali aku lupa pasti akan aku catat, karena buku ini selalu ada di atas nakas. Aku tidak bisa mengingat kenapa aku terus meraih buku ini, tapi kau tahu betul bahwa aku menyukai buku catatan terutama yang bersampul coklat. Kau betul-betul tahu tentangku Jaka. Tetapi mungkin tulisan ku ini akan sangat sulit untuk dibaca. Tapi semua yang aku dengar, aku lihat dan saksikan dengan mata kepala ku sendiri, akan aku tulis di sini. Aku harap kau sanggup Jaka, atau siapa pun kau yang membaca tulisanku. Malam itu, aku merasakan tubuhku yang penat, sakit, dan kepalaku merasa pusing. Tanganku meraba-raba kasur dan tak menemukan Anjas. Aku pikir dia mungkin di dalam kamar mandi, atau mungkin di dapur, atau bahkan keluar aku tidak tahu. Tapi aku merasa penasaran, aku berjalan keluar ke ruang utama, ruang keluarga dan tamu, bahkan ke teras rumah tapi aku masih tidak menemuk
Bahkan Jaka tidak sanggup untuk melanjutkan halaman berikutnya, dia kali ini hanya menunggu satu pekan lagi untuk bertemu dengan Nasya, berharap bahwa kali ini ada perkembangan yang lebih mengenai kondisinya. Selain itu Jaka juga mulai memata-matai Anjas, dan dia berharap bahwa nanti Anjas akan mengakui kesalahannya lalu meninggalkan Nasya. Jaka tahu bahwa Anjas tidak meninggalkan Nasya karena Nasya sedang hamil begitu pula dengan Nasya yang tidak mungkin berpisah dengan Anjas karena dia sedang mengandung anak dari Anjas. Jaka yang sekarang mengendarai mobil mewahnya berada di hadapan gedung besar perusahaan miliknya. Dia tidak akan menoleransi sekali lagi jika Anjas masih mau mengambil cuti. Dan sekali lagi dia memanggil Anjas datang ke ruangan pribadinya, ada kemarahan luar biasa yang sekarang berada di dalam hati Anjas. Sangat berapi-api, rasanya dia ingin menghancurkan Anjas tepat saat itu juga. Jam sembilan pagi Anjas sudah berada di sana, di masuk setelah mengetuk pintu dan
Diary Nasya memperlihatkan tulisan-tulisan Nasya yang berisikan tentang apa pun yang dilupakan olehnya selama ini. Tatapan Nasya mengarah pada Anjas membaca buku itu. Sementara Anjas sendiri tidak menemukan apa pun yang membuatnya marah tapi dia menemukan sesuatu yang membuatnya merasa penasaran. Di buku catatan itu terdapat bekas sobekan, dan di mana kertas-kertas itu? Kenapa Nasya merobeknya atau ada sesuatu yang tidak Nasya inginkan dibaca oleh orang lain. "Kenapa Mas, kok kelihatannya nggak senang?" Nasya yang sekarang bersandar di kepala tempat tidur. Anjas menoleh ke arahnya dan menelan saliva lalu berkata, "Kok ada yang sobek, kamu sobek ya kertasnya?" Anjas memperlihatkan buku itu dan membuat Nasya meraihnya sambil memandangi bekas-bekas sobekan. "Hmm nggak tahu Mas, aku nggak tahu." Sambil melempar buku itu ke hadapan Anjas. Tangan Anjas mengepal, tapi dia tidak bisa melakukan apa pun, dia tidak bisa marah karena semuanya hanya akan sia-sia saja baginya untuk memarahi N
"Mbak Nasya." Suara itu terdengar, seiring berbunyinya pintu yang terbuka. Nasya saat ini duduk di teras rumah dan merasakan angin di siang hari. "Aku bawa minuman dingin untuk Mbak." Nasya menoleh kepadanya, kepada Anara yang memakai pakaian yang lebih tertutup dan sopan. Dia duduk di samping Nasya dan memberikan minuman dingin itu pada sang kakak. "Terima kasih." Nasya tersenyum menatap Anara yang berwajah manis padanya. "Aku nggak tahu kalau nggak ada kamu, Dek." "Nggak tahu apa, Mbak?" "Kamu udah mau direpotkan sama aku, sama Mas Anjas," kata Nasya dengan tenang. Rasanya juga sangat menyakitkan baginya jika terus merepotkan, Nasya. "Repot? Nggak kok Mbak, aku sama sekali nggak repot, aku malah senang, kalau aku bisa bantuin Mbak sama Mas Anjas." Aksi Nasya terangkat, perutnya sudah mulai membesar tetapi ingatannya masih sangat buruk. Walaupun Nasya sudah menyadari bahwa dia sedang sakit dan mengandung, dia masih sulit mengingat apa yang terjadi. Bahkan ingatannya akhir-akhi
Langkah kaki Nasya terus berjalan, dia berjalan entah mau ke mana, dia hanya melangkah hingga dia tidak tahu lagi akan ke mana kakinya membawanya. Ada jalan buntu yang tidak bisa dia lewati, membuat beberapa warga yang melihatnya berdiri di sana hampir beberapa jam langsung mendekatinya. Bertanya apa yang terjadi padanya dan kenapa dia berada di sana. Apa ada tempat yang ingin dia datangi atau ada sesuatu yang dia cari. Tapi ketika di tanya Nasya hanya diam menatap mereka seolah kehilangan kata untuk diucapkan. Ya ini salah satu efek dari penyakitnya. Tidak melakukan terapi dan tidak berobat. Membuat Nasya semakin parah. Bukan hanya itu, Jaka tak lagi datang kepadanya bukan karena Jaka lupa tapi karena Jaka tidak punya kesempatan untuk membantunya. Anara terus berada di rumah dan Anjas tak lagi meninggalkan kantor, membuat Jaka tak berani secara terang-terangan datang ke rumah Nasya. Dia hanya berad di jalan poros menunggu jika Nasya datang tiba-tiba tapi Nasya tidak pernah datan