Share

Bab 04

Setelah Prilly merayu dengan penuh harap dan bahkan bersujud di depan Tuan Omar, akhirnya sang tuan memberikan respon yang dinantikan.

Dengan suara tegas, Tuan Omar mengungkapkan kesediaannya untuk membantu Prilly. Namun, tawaran ini tidak datang tanpa syarat. Dengan tenang, Tuan Omar menjelaskan bahwa dia adalah seorang pengusaha cerdas yang selalu mencari keuntungan dalam setiap situasi. Karena itu, dia tidak akan memberikan bantuan begitu saja, terutama karena jumlah uang yang diminta oleh Prilly tidak sedikit.

"Dalam dunia bisnis, tidak ada yang diberikan secara cuma-cuma," ujar Tuan Omar dengan pandangan tajam.

"Sebagai pengusaha yang berpengalaman, saya telah belajar bahwa setiap tindakan harus menghasilkan keuntungan. Jadi, sebelum saya membantu ibumu, kita perlu meluruskan perjanjian yang menguntungkan bagi kita berdua."

Tatapan Prilly memperlihatkan kebingungan dan ketidakpastian.

Tuan Omar melanjutkan, "Saya ingin kamu memahami bahwa ini adalah bisnis. Sebelum saya menyelamatkan ibumu, kamu harus menandatangani surat perjanjian ini. Di dalamnya, tertera semua syarat dan ketentuan yang akan kita patuhi. Saya tidak ingin dikecewakan oleh janji-janji kosong."

Dengan hati berat, Prilly merenung sejenak. Dia tahu bahwa ini adalah pilihan sulit yang harus diambil. Dia merasa dilema antara menyelamatkan ibunya dan menjalani perjanjian yang mungkin akan mengubah hidupnya.

Dalam keheningan, Prilly akhirnya menganggukkan kepala dengan tekad. "Baiklah, saya mengerti. Saya akan menandatangani perjanjian itu. Demi ibu, saya rela melakukan ini ...."

Tuan Omar mengangguk puas. "Kamu telah membuat keputusan bijak, Prilly."

***

Setelah perjanjian dijalin, Tuan Omar dengan cepat melibatkan anak buahnya untuk melaksanakan rencana penyelamatan. Dengan ketepatan dan keterampilan yang dimiliki oleh tim Tuan Omar, upaya penyelamatan berlangsung sukses tanpa hambatan berarti.

Prilly merasa hatinya berdebar-debar sepanjang menunggu kabar dari para anak buah Tuan Omar.

Tidak butuh waktu lama bagi Prilly untuk mendapatkan kabar baik. Ibu Prilly akhirnya bisa dipertemukan kembali dengan putrinya setelah berada di tangan para penolong. Meskipun sang ibu tampak lemah dan membutuhkan perawatan medis, rasa lega dan bahagia mengisi hati Prilly saat akhirnya mereka bersatu kembali.

Di sisi ranjang rumah sakit, Prilly memegang tangan ibunya dengan lembut. "Syukurlah ibu baik-baik saja. Aku benar-benar takut ...."

Prilly menangis dan terus memandangi wajah ibunya, sedangkan tepat di luar ruang rawat itu, Tuan Omar masih menunggu dengan sabar. Ia masih ingin menyampaikan sesuatu kepada Prilly, dan untuk itu Prilly pun kembali menghadap kepada Tuan Omar.

Prilly dengan tulus mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Tuan Omar.

"Terima kasih banyak, Tuan. Saya benar-benar berhutang nyawa kepada Tuan Omar. Sekali lagi, terima kasih banyak."

Tuan Omar tersenyum. "Tidak perlu sungkan, Prilly. Dan jangan kamu berpikir jika kamu memiliki hutang kepada saya, karena apapun yang telah saya lakukan dan berikan untuk kamu, semua itu sudah kamu bayarkan dengan janji yang telah kita sepakati bersama sebelumnya."

"Kamu tidak lupa dengan janji yang telah kamu buat bukan, Prilly?"

Prilly menelan ludah, mencoba untuk mengingat kembali janji apa yang pernah dia buat kepada Tuan Omar. Pikirannya terasa bergejolak saat dia merenung tentang apa yang bisa jadi janji itu.

"Saya ... saya ingat," jawabnya perlahan, mencoba untuk tetap tenang.

Tuan Omar tersenyum dengan kepuasan. "Bagus. Kamu ingat bahwa kau berjanji akan melakukan apapun yang saya minta jika saya berhasil membantu ibumu?"

Prilly mengangguk, wajahnya pucat. Dia merasa seperti terjebak dalam permainan yang tak bisa dia menangkan.

"Bagus. Saya senang mengetahui jika kamu adalah seseorang yang bisa dipercaya. Dan karena hal itu, saya sudah mempersiapkan semua dengan cepat," ucap Tuan Omar.

Tuan Omar mengambil box besar yang sejak tadi menemani dirinya duduk menunggu di luar ruang perawatan ibu Prilly— kemudian, Tuan Omar menyerahkan box itu kepada Prilly.

"Bukalah. Semoga saja kamu suka dengan pilihan saya," ujar Tuan Omar.

Tampak bingung, Prilly pun membuka box besar yang Tuan Omar berikan kepada dirinya.

Terkejut saat mengetahui isi dari box itu, Prilly hanya bisa menatap Tuan Omar dengan sorot mata penuh rasa penasaran tentang niat dibalik gaun pengantin di dalam box itu.

"Gaun ini ... maksud Tuan ...?" tanya Prilly dengan suara yang bergetar.

"Ayolah, Prilly. Kenapa kamu terlihat sangat terkejut seperti itu? Bukankah memang hal ini yang kita berdua sepakati bersama? Kamu akan memberikan saya pewaris, dan untuk itu, kita harus menikah. Jadi karena itulah saya sudah mempersiapkan gaun ini untuk kamu," ungkap Tuan Omar.

Saat Tuan Omar dengan tenang menyampaikan bahwa dia telah menyiapkan sebuah gaun pengantin untuk Prilly, dan bahkan lebih mengejutkannya dengan pengumuman bahwa mereka akan segera menikah, Prilly benar-benar kaget.

Semua pikirannya menjadi campur aduk, mencoba untuk memahami apa yang sedang terjadi. Bagaimana bisa segalanya berubah begitu cepat? Prilly merasa seperti dia sedang terjebak dalam alur waktu yang berbeda.

Kata-kata Tuan Omar tentang memulai kehidupan baru dan merindukan calon pewarisnya yang akan lahir dari Prilly, seperti petir yang menyambar di tengah keheningan. Semua itu begitu mendalam dan tiba-tiba, mengguncang dasar pikiran dan perasaannya.

Prilly tidak tahu apa yang harus dia rasakan. Dia merasa terlalu ditekan oleh situasi yang tiba-tiba dan begitu beratnya tanggung jawab yang diletakkan di atas pundaknya.

Perasaan syok semakin dalam ketika Prilly menyadari bahwa Tuan Omar telah merencanakan semuanya tanpa memberitahunya lebih dulu.

Mereka baru saja berbicara beberapa jam yang lalu, dan sekarang Prilly harus menghadapi perubahan besar dalam hidupnya. Tidak ada kesempatan untuk merenung, mempertimbangkan, atau bahkan mengekspresikan pendapatnya.

"Saya tahu tentang janji itu, tapi ... tetap saja, semua ini terasa sangat tiba-tiba, Tuan." Prilly tak bisa berbohong. Dia benar-benar tak menyangka jika hidupnya akan berubah dengan sangat cepat.

"Buatlah hatimu mengerti, dan terima saja semua yang akan segera terjadi. Karena tidak akan membutuhkan waktu yang lama sampai semuanya akan berubah. Siapkan dirimu." Tuan Omar memberikan peringatan untuk segera bersiap dengan apa yang akan segera terjadi.

Prilly terdiam tanpa bisa bicara lagi. Dia benar-benar tak bisa membayangkan jika hari ini akan tiba dalam hidupnya.

Selama ini, pernikahan tentu saja telah menjadi sesuatu yang sangat didambakan oleh Prilly, tetapi dia tak pernah menyangka jika ia akan menikah dengan tiba-tiba dan yang lebih mengejutkannya lagi, Prilly harus menerima kenyataan bahwa ia harus menikah dengan laki-laki yang sejak awal bukanlah seseorang yang ia inginkan.

Pernikahan dengan Tuan Omar adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan— jangankan pernikahan, bisa berbicara berdua dengannya saja tak pernah terbayangkan oleh Prilly selama ini.

Takdir memang luar biasa, memberikan kejutan yang tak terduga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status