Setelah Prilly merayu dengan penuh harap dan bahkan bersujud di depan Tuan Omar, akhirnya sang tuan memberikan respon yang dinantikan.
Dengan suara tegas, Tuan Omar mengungkapkan kesediaannya untuk membantu Prilly. Namun, tawaran ini tidak datang tanpa syarat. Dengan tenang, Tuan Omar menjelaskan bahwa dia adalah seorang pengusaha cerdas yang selalu mencari keuntungan dalam setiap situasi. Karena itu, dia tidak akan memberikan bantuan begitu saja, terutama karena jumlah uang yang diminta oleh Prilly tidak sedikit."Dalam dunia bisnis, tidak ada yang diberikan secara cuma-cuma," ujar Tuan Omar dengan pandangan tajam."Sebagai pengusaha yang berpengalaman, saya telah belajar bahwa setiap tindakan harus menghasilkan keuntungan. Jadi, sebelum saya membantu ibumu, kita perlu meluruskan perjanjian yang menguntungkan bagi kita berdua."Tatapan Prilly memperlihatkan kebingungan dan ketidakpastian.Tuan Omar melanjutkan, "Saya ingin kamu memahami bahwa ini adalah bisnis. Sebelum saya menyelamatkan ibumu, kamu harus menandatangani surat perjanjian ini. Di dalamnya, tertera semua syarat dan ketentuan yang akan kita patuhi. Saya tidak ingin dikecewakan oleh janji-janji kosong."Dengan hati berat, Prilly merenung sejenak. Dia tahu bahwa ini adalah pilihan sulit yang harus diambil. Dia merasa dilema antara menyelamatkan ibunya dan menjalani perjanjian yang mungkin akan mengubah hidupnya.Dalam keheningan, Prilly akhirnya menganggukkan kepala dengan tekad. "Baiklah, saya mengerti. Saya akan menandatangani perjanjian itu. Demi ibu, saya rela melakukan ini ...."Tuan Omar mengangguk puas. "Kamu telah membuat keputusan bijak, Prilly."***Setelah perjanjian dijalin, Tuan Omar dengan cepat melibatkan anak buahnya untuk melaksanakan rencana penyelamatan. Dengan ketepatan dan keterampilan yang dimiliki oleh tim Tuan Omar, upaya penyelamatan berlangsung sukses tanpa hambatan berarti.Prilly merasa hatinya berdebar-debar sepanjang menunggu kabar dari para anak buah Tuan Omar.Tidak butuh waktu lama bagi Prilly untuk mendapatkan kabar baik. Ibu Prilly akhirnya bisa dipertemukan kembali dengan putrinya setelah berada di tangan para penolong. Meskipun sang ibu tampak lemah dan membutuhkan perawatan medis, rasa lega dan bahagia mengisi hati Prilly saat akhirnya mereka bersatu kembali.Di sisi ranjang rumah sakit, Prilly memegang tangan ibunya dengan lembut. "Syukurlah ibu baik-baik saja. Aku benar-benar takut ...."Prilly menangis dan terus memandangi wajah ibunya, sedangkan tepat di luar ruang rawat itu, Tuan Omar masih menunggu dengan sabar. Ia masih ingin menyampaikan sesuatu kepada Prilly, dan untuk itu Prilly pun kembali menghadap kepada Tuan Omar.Prilly dengan tulus mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Tuan Omar."Terima kasih banyak, Tuan. Saya benar-benar berhutang nyawa kepada Tuan Omar. Sekali lagi, terima kasih banyak."Tuan Omar tersenyum. "Tidak perlu sungkan, Prilly. Dan jangan kamu berpikir jika kamu memiliki hutang kepada saya, karena apapun yang telah saya lakukan dan berikan untuk kamu, semua itu sudah kamu bayarkan dengan janji yang telah kita sepakati bersama sebelumnya.""Kamu tidak lupa dengan janji yang telah kamu buat bukan, Prilly?"Prilly menelan ludah, mencoba untuk mengingat kembali janji apa yang pernah dia buat kepada Tuan Omar. Pikirannya terasa bergejolak saat dia merenung tentang apa yang bisa jadi janji itu."Saya ... saya ingat," jawabnya perlahan, mencoba untuk tetap tenang.Tuan Omar tersenyum dengan kepuasan. "Bagus. Kamu ingat bahwa kau berjanji akan melakukan apapun yang saya minta jika saya berhasil membantu ibumu?"Prilly mengangguk, wajahnya pucat. Dia merasa seperti terjebak dalam permainan yang tak bisa dia menangkan."Bagus. Saya senang mengetahui jika kamu adalah seseorang yang bisa dipercaya. Dan karena hal itu, saya sudah mempersiapkan semua dengan cepat," ucap Tuan Omar.Tuan Omar mengambil box besar yang sejak tadi menemani dirinya duduk menunggu di luar ruang perawatan ibu Prilly— kemudian, Tuan Omar menyerahkan box itu kepada Prilly."Bukalah. Semoga saja kamu suka dengan pilihan saya," ujar Tuan Omar.Tampak bingung, Prilly pun membuka box besar yang Tuan Omar berikan kepada dirinya.Terkejut saat mengetahui isi dari box itu, Prilly hanya bisa menatap Tuan Omar dengan sorot mata penuh rasa penasaran tentang niat dibalik gaun pengantin di dalam box itu."Gaun ini ... maksud Tuan ...?" tanya Prilly dengan suara yang bergetar."Ayolah, Prilly. Kenapa kamu terlihat sangat terkejut seperti itu? Bukankah memang hal ini yang kita berdua sepakati bersama? Kamu akan memberikan saya pewaris, dan untuk itu, kita harus menikah. Jadi karena itulah saya sudah mempersiapkan gaun ini untuk kamu," ungkap Tuan Omar.Saat Tuan Omar dengan tenang menyampaikan bahwa dia telah menyiapkan sebuah gaun pengantin untuk Prilly, dan bahkan lebih mengejutkannya dengan pengumuman bahwa mereka akan segera menikah, Prilly benar-benar kaget.Semua pikirannya menjadi campur aduk, mencoba untuk memahami apa yang sedang terjadi. Bagaimana bisa segalanya berubah begitu cepat? Prilly merasa seperti dia sedang terjebak dalam alur waktu yang berbeda.Kata-kata Tuan Omar tentang memulai kehidupan baru dan merindukan calon pewarisnya yang akan lahir dari Prilly, seperti petir yang menyambar di tengah keheningan. Semua itu begitu mendalam dan tiba-tiba, mengguncang dasar pikiran dan perasaannya.Prilly tidak tahu apa yang harus dia rasakan. Dia merasa terlalu ditekan oleh situasi yang tiba-tiba dan begitu beratnya tanggung jawab yang diletakkan di atas pundaknya.Perasaan syok semakin dalam ketika Prilly menyadari bahwa Tuan Omar telah merencanakan semuanya tanpa memberitahunya lebih dulu.Mereka baru saja berbicara beberapa jam yang lalu, dan sekarang Prilly harus menghadapi perubahan besar dalam hidupnya. Tidak ada kesempatan untuk merenung, mempertimbangkan, atau bahkan mengekspresikan pendapatnya."Saya tahu tentang janji itu, tapi ... tetap saja, semua ini terasa sangat tiba-tiba, Tuan." Prilly tak bisa berbohong. Dia benar-benar tak menyangka jika hidupnya akan berubah dengan sangat cepat."Buatlah hatimu mengerti, dan terima saja semua yang akan segera terjadi. Karena tidak akan membutuhkan waktu yang lama sampai semuanya akan berubah. Siapkan dirimu." Tuan Omar memberikan peringatan untuk segera bersiap dengan apa yang akan segera terjadi.Prilly terdiam tanpa bisa bicara lagi. Dia benar-benar tak bisa membayangkan jika hari ini akan tiba dalam hidupnya.Selama ini, pernikahan tentu saja telah menjadi sesuatu yang sangat didambakan oleh Prilly, tetapi dia tak pernah menyangka jika ia akan menikah dengan tiba-tiba dan yang lebih mengejutkannya lagi, Prilly harus menerima kenyataan bahwa ia harus menikah dengan laki-laki yang sejak awal bukanlah seseorang yang ia inginkan.Pernikahan dengan Tuan Omar adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan— jangankan pernikahan, bisa berbicara berdua dengannya saja tak pernah terbayangkan oleh Prilly selama ini.Takdir memang luar biasa, memberikan kejutan yang tak terduga.Takdir telah memainkan perannya dengan begitu kuat sehingga segala sesuatu yang pernah ia harapkan dan impikan tampaknya telah berubah tak terelakkan.Meski hatinya meronta dan perasaannya berkecamuk, Prilly terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus mematuhi janji yang telah ia buat kepada Tuan Omar.***Kabar tentang pernikahan Tuan Omar dan Prilly meluas dengan cepat seperti api yang menjalar di seluruh penjuru kota.Seperti isu yang sulit ditahan, cerita ini menjadi perbincangan hangat di setiap sudut, mengundang perhatian dan kontroversi sekaligus. Tidak dapat dihindari, berbagai sudut pandang muncul di tengah masyarakat yang mendengar kabar tersebut.Semua orang memiliki pendapat masing-masing tentang pernikahan ini. Ada beberapa pihak yang mengucapkan selamat dengan tulus untuk pernikahan itu. Namun, di sisi lain, ada juga yang merasa skeptis dan mencurigai motif di balik pernikahan itu.Beberapa pihak, termasuk pihak asing yang tidak terkait langsung, memandang Prilly dengan
Suasana yang terasa sangat mencekam, seketika saja membuat Prilly langsung menciut tanpa berani mengucapkan sepatah kata apapun di tengah-tengah amukan dari Sarah kepada Tuan Omar yang telah membawa Prilly ke istana tempat tinggal mereka."Sarah, tenangkan dirimu. Akan aku jelaskan semua, tetapi, tidak sekarang dan tidak juga di tempat ini!"Tuan Omar menegaskan kepada Sarah, tetapi, saat itu Sarah sudah benar-benar tidak tahan lagi untuk menunggu sampai waktu yang Tuan Omar tetapkan untuk memberikan penjelasan kepada dirinya.Sarah ingin mendapatkan jawaban dengan segera, dan tentu saja Sarah pun juga menginginkan tindakan yang jelas dari Tuan Omar untuk menentukan tempat yang tepat untuk istri sah pertamanya— yaitu, Sarah, dan istri mudanya, Prilly."Kita akan bicara di ruang kerjaku. Dan, Prilly, kamu pergilah ke kamar dan persiapkan dirimu untuk acara malam ini." Tuan Omar sudah memberikan perintah kepada Prilly, dan selanjutnya, Tuan Omar pun langsung saja menggiring Sarah ke rua
Dengan hati yang berdebar-debar, Sarah melangkah dengan mantap menuju tangga yang membawanya ke lantai dua rumah mereka. Cahaya lembut dari lampu gantung yang menghiasi lorong lantai dua memancar, memberikan atmosfer yang tenang dan misterius. Saat ia mencapai pintu kamar Prilly, ia menggenggam gagang pintu dengan tangan gemetar penuh emosi.Sarah mengetuk pintu dengan kuat, dan setelah beberapa detik, pintu ia buka secara perlahan.Di balik pintu itu, Sarah langsung bisa melihat Prilly— istri muda suaminya, yang tampaknya sedang sibuk dengan sesuatu."Nyonya Sarah ...?" Prilly yang tampak kaget dengan kehadiran Sarah di kamarnya, seketika saja ia langsung melepaskan fokusnya, dan kini berdiri tegap menghadap Sarah. "Ada apa, Nyonya Sarah?"Sarah masuk ke dalam kamar dengan langkah yang tegas, dan bersamaan dengan itu pintu pun tertutup di belakangnya. Dengan suara yang tegas pula ia pun mulai berbicara, "Bukankah kamu merasa jika saat ini ada sesuatu yang harus kita berdua bicarakan?
Dalam kamar yang sepi dan dipenuhi dengan aura kesedihan, Prilly duduk sendiri, masih terhanyut dalam perasaan kebingungannya. Ia merasa kesepian dan merindukan kehadiran Ibunya, yang selalu memberikannya dukungan dan kekuatan dalam situasi yang rumit ini.Air mata Prilly masih mengalir, menggambarkan betapa rapuhnya hatinya dalam menghadapi semua tekanan ini.Namun, tiba-tiba, suara pintu yang terbuka memecah keheningan kamar. Prilly memandang ke arah pintu, dan di ambang pintu yang baru saja terbuka, dia melihat Tuan Omar berdiri. Wajahnya yang serius dan misterius menambah ketegangan dalam ruangan tersebut.Prilly menelan ludah, mencoba menyingkirkan air mata dan mengendalikan perasaannya.Prilly merasa getaran ketegangan di dalam dirinya ketika Tuan Omar muncul di ambang pintu kamar. Dalam sekejap, ia menyadari bahwa ini adalah momen yang harus dihadapi dengan ketenangan dan keberanian. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat duduknya.Dalam hitungan detik, Prilly memaksakan senyuman
Waktu berlalu begitu cepat, dan tanpa Prilly sadari, malam yang ditunggu-tunggu telah tiba. Cahaya lampu gantung yang hangat menerangi lorong menuju lantai bawah, di mana suasana pesta mulai memanas. Prilly merasa berdebar-debar saat mendengar suara riuh yang berasal dari bawah, yang menandakan bahwa para tamu telah datang.Prilly berdiri di depan cermin di kamarnya, mengatur gaun yang diberikan Tuan Omar. Gaun itu mengalir begitu elegan dan sesuai dengan acara pesta malam ini. Rambutnya diikat dengan rapi, dan makeup-nya sangat halus, menyoroti kecantikan alaminya.Saat Prilly menyelesaikan penampilannya, Miss Lim, pelayan senior di rumah Tuan Omar, datang dengan lembut mengetuk pintu kamarnya. "Nona Prilly, tamu-tamu sudah mulai berkumpul di bawah. Tuan Omar sangat menantikan kedatangan Nona," kata Miss Lim dengan senyum ramah.Prilly mengangguk, meskipun jantungnya berdegup lebih cepat.Prilly mengikuti Miss Lim turun ke lantai bawah, di mana suasana pesta begitu hidup. Tamu-tamu y
Prilly merasa hatinya berdebar-debar saat ia memandangi luar jendela klub malam. Cahaya neon menyilaukan, memancar ke gelapnya malam. Ini adalah malam yang sangat istimewa. Klub malam tempatnya bekerja sedang mempersiapkan kedatangan seorang tamu penting, Tuan Omar Malik. Sebagai salah satu orang terkaya dan terpandang; ketenarannya sudah menjalar ke seluruh penjuru kota.Dengan gaun malam yang elegan, Prilly mengatur rambutnya dengan hati-hati dan mengecek penampilannya sekali lagi. Ia ingin memberikan kesan yang baik pada tamu penting ini. Sebagai seorang pelayan di klub, ia memiliki tanggung jawab untuk memastikan semua berjalan lancar.Tiba-tiba, pintu masuk klub terbuka, dan Tuan Omar Malik masuk dengan langkah elegan. Prilly merasakan tatapan dari semua orang di klub yang tertuju pada Tuan Omar. Dalam sekejap, atmosfir di klub berubah. Prilly merasa tangannya sedikit gemetar ketika ia berjalan menuju meja Tuan Omar untuk mengambil pesanannya."Selamat malam, Tuan Omar. Apakah ad
Dalam kecemasan yang merayap, Prilly merasa terjepit oleh situasi yang tak bisa ia kendalikan. Ia merasa sangat khawatir dengan apa yang menimpa ibunya, namun kenyataannya, Prilly merasa tak berdaya untuk memberikan banyak bantuan.Tidak hanya masalah keuangan yang membuat Prilly merasa terbatas, tapi juga waktu yang makin menyusut. Padatnya jadwal pekerjaannya tak memberinya ruang untuk merespons dengan cepat. Kewajiban pekerjaannya merenggut waktu berharga yang mungkin bisa digunakan untuk mencari solusi bagi ibunya.Saat Prilly berusaha mencari jawaban di tengah kekacauan ini, teman seperjuangannya datang, menghadirkan beban baru."Hey!? Apa yang kamu lakukan di sini, Prilly?! Apa kamu sedang bermalas-malasan?!"Tidak ada istirahat bagi Prilly, bahkan ketika ia membutuhkan waktu untuk merenung dan merencanakan langkahnya."Maaf. Tadi aku hanya menjawab telpon dari Ibuku. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk bermalas-malasan," jelas Prilly yang tak ingin membuat teman seperjuangan
Tuan Omar terkejut, matanya melebar, ketika Prilly mengajukan penawaran yang tak terduga.Saat Prilly mengutarakan rencana yang tak lazim itu, suasana berubah menjadi seakan waktu berhenti sejenak.Meskipun terkesan sebagai langkah yang nekat, gairah untuk memahami lebih dalam terus menggelora di dalam diri Tuan Omar. Dengan tegas, dia menginstruksikan semua orang untuk meninggalkan ruangan, menciptakan kedamaian dan kesendirian di antara warna-warni lampu yang memenuhi klub tersebut."Tuan Omar, saya tahu ini terdengar gila, tapi saya tidak punya pilihan lain. Ibuku berada dalam bahaya besar, dan satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan memiliki uang yang sangat besar."Prilly berusaha tetap tegar menjelaskan kepada Tuan Omar. Dan pada saat itu, Tuan Omar tentu merasa bingung walaupun sudah dijelaskan mengenai alasan dibalik tercetusnya ide gila itu."Tapi Prilly, mengapa harus seperti ini? Mengapa Anda mengajukan tawaran yang begitu ekstrim? Dan apakah kamu sudah memp