Share

Bab 06

Suasana yang terasa sangat mencekam, seketika saja membuat Prilly langsung menciut tanpa berani mengucapkan sepatah kata apapun di tengah-tengah amukan dari Sarah kepada Tuan Omar yang telah membawa Prilly ke istana tempat tinggal mereka.

"Sarah, tenangkan dirimu. Akan aku jelaskan semua, tetapi, tidak sekarang dan tidak juga di tempat ini!"

Tuan Omar menegaskan kepada Sarah, tetapi, saat itu Sarah sudah benar-benar tidak tahan lagi untuk menunggu sampai waktu yang Tuan Omar tetapkan untuk memberikan penjelasan kepada dirinya.

Sarah ingin mendapatkan jawaban dengan segera, dan tentu saja Sarah pun juga menginginkan tindakan yang jelas dari Tuan Omar untuk menentukan tempat yang tepat untuk istri sah pertamanya— yaitu, Sarah, dan istri mudanya, Prilly.

"Kita akan bicara di ruang kerjaku. Dan, Prilly, kamu pergilah ke kamar dan persiapkan dirimu untuk acara malam ini." Tuan Omar sudah memberikan perintah kepada Prilly, dan selanjutnya, Tuan Omar pun langsung saja menggiring Sarah ke ruang kerjanya untuk memberikan semua penjelasan yang Sarah inginkan.

Dan saat itu, Prilly ditinggal sendirian di istana yang besar. Saat itu, Prilly tidak tahu harus pergi ke mana; karena dari sekian banyaknya kamar yang ada di rumah itu, Prilly tidak bisa mengetahui yang manakah kamar yang dimaksud oleh Tuan Omar.

Rasa kebingungan melanda Prilly. Sesaat ia merasa gemetar ketakutan ketika berada di rumah yang besar itu— seakan-akan, Prilly bisa saja tersesat di dalam sana. Rumah itu terlalu besar.

Di tengah-tengah rasa cemas yang Prilly rasakan, tiba-tiba suara asing datang kepadanya untuk menunjukkan ke mana arah yang benar untuk bisa diambil oleh Prilly.

Mengaku jika dirinya adalah pelayan senior di kediaman Tuan Omar— dari cara bicara serta setiap gerakan kecil yang ditunjukkannya, jelas terlihat jika dia adalah seorang pelayan yang terlatih.

"Selamat datang, Nyonya Prilly. Mari, akan saya tunjukkan di mana kamar Nyonya."

Dengan cara bicaranya yang khas, seketika saja hal itu membuat Prilly langsung merasa segan kepadanya. Dan tanpa dipaksa, Prilly pun hanya bisa mengikuti ke mana pelayan senior itu membawa dirinya.

Menaiki anak tangga untuk sampai ke lantai dua istana itu— dan kemudian dilanjutkan dengan menyusuri lorong-lorong yang di mana hampir seluruh dindingnya dihiasi dengan lukisan-lukisan dari para seniman ternama.

Kelasnya benar-benar jauh berbeda!

Sepanjang perjalanan itu, tak bisa Prilly berhenti mengagumi setiap sudut hiasan yang ada di istana itu. Bahkan, saat sampai di kamar yang telah disiapkan untuk dirinya, Prilly pun tidak luput dari rasa kaget.

"Mulai sekarang, ini adalah kamar pribadi Nyonya. Semua yang ada di sini adalah milik Nyonya pribadi. Jika mungkin ada sesuatu yang kurang, silahkan beritahu kepada saya. Mulai sekarang, saya akan bertugas untuk melayani Nyonya."

Pelayan senior itu memperlakukan Prilly dengan sangat hormat.

Kehormatan yang selama ini tidak pernah Prilly dapatkan di dunia yang selama ini ia tinggali, tetapi kini, di dunia baru yang ia masuki karena keterpaksaan— di dunia itulah Prilly justru mendapatkan kehormatan yang tak pernah bisa ia dapatkan sebelumnya.

"Nyonya tidak perlu melakukan hal-hal kecil, seperti membersihkan tempat tidur dan juga ruang pribadi Nyonya, karena semua itu akan dilakukan oleh para pelayan. Jadi, Nyonya tidak perlu repot-repot. Dan jika Nyonya memerlukan sesuatu, jangan ragu untuk memanggil saya— Miss Lim."

Miss Lim— dia adalah pelayan senior di keluarga Tuan Omar. Hampir seluruh garis keturunan keluarga Lim, bekerja untuk melayani keluarga Tuan Omar. Dan saat ini, sudah sampai ke garis keturunan ketiga, yaitu, Lim Hana, atau lebih akrab disapa Miss Lim.

Prilly benar-benar sangat tidak bisa untuk terbiasa dengan segala hal baru yang ia temui di tempat itu. Ia merasa jika dirinya telah terlempar ke dunia fiksi yang di mana hanya di sanalah ia bisa mendapatkan semua kemegahan itu.

Namun, di samping semua kemegahan yang ada, pikiran Prilly masih saja belum bisa lepas dari pemikiran tentang Sarah dan Tuan Omar.

'Mungkin saat ini mereka sedang bertengkar ....'

Prilly merasakan perasaan bersalah yang mendalam di hatinya. Rasanya benar-benar sangat menyiksa saat ia terus memikirkan tentang Sarah dan Tuan Omar.

***

Firasat buruk yang Prilly rasakan tidak pernah salah. Semuanya selalu saja benar.

Sesuai dengan dugaan Prilly, saat ini di ruang kerja Tuan Omar, terdengar jelas jika Sarah sedang berdebat dengan Tuan Omar atas penolakannya terhadap kehadiran Prilly di rumah mereka.

"Sudah aku larang, tetapi kamu masih saja keras kepala ingin menjadikan wanita itu sebagai istrimu. Apakah kamu benar-benar sudah tidak peduli lagi dengan perasaanku, Mas?"

Kemarahan Sarah memang sangat wajar. Memang bukan hal yang mudah untuk menerima jika suaminya kini harus dibagi dengan wanita lain.

"Hanya karena aku tidak bisa memberikan kamu anak ... tega kamu menduakan aku? Bukankah sudah dokter jelaskan sebelumnya? Bukannya aku tidak bisa memberikan kamu anak, Mas— hanya saja, saat ini masih belum bisa. Kita harus sabar!"

"Tapi, sepertinya kamu sangat tidak sabar sampai-sampai kamu membawa wanita asing ke rumah ini. Jadi, berapa banyak uang yang kamu habiskan untuk membeli wanita murahan itu?"

Kemarahan sudah menguasai Sarah, dan pada saat itulah, Sarah benar-benar tidak akan bisa mengendalikan dirinya lagi.

"Tidak terlalu mahal," ungkap Tuan Omar.

"Dia terdesak karena hutang yang Ibunya miliki. Ibunya bahkan diancam oleh beberapa orang, dan karena hal itulah dia meminta bantuan kepadaku. Aku hanya memberikan sedikit uang untuk membayar nyawa Ibunya."

Tuan Omar menjelaskan semua yang terjadi. Tidak ada hal yang ditutupi oleh Tuan Omar. Semua yang Tuan Omar katakan adalah kebenaran yang sesungguhnya terjadi.

"Hubungan ini tidak akan berlangsung lama. Hanya sampai dia bisa memberikan apa yang aku inginkan. Dan setelah itu, aku akan langsung membuangnya kembali ke tempat di mana dia seharusnya berada," ungkap Tuan Omar lagi.

"Lalu, bagaimana dengan anaknya?" tanya Sarah.

Tuan Omar tersenyum kecil. "Menurutmu apa lagi yang akan ku lakukan dengan anak itu? Membuangnya juga? Kau gila! Tentu saja aku tidak akan melakukan itu."

"Dia anakku, jadi dia milikku. Yang aku inginkan hanyalah anak— bukan Ibunya!" tegas Tuan Omar.

"Kamu yakin tidak akan berubah pikiran? Bagaimana jika wanita itu membuat kamu jadi menginginkan dia juga?" tanya Sarah.

"Kau gila! Kenapa berpikiran seperti itu? Apakah kau pikir aku akan jatuh pada godaan kecil seperti itu? Tidak akan! Akan ku jamin itu!" tekan Tuan Omar.

"Pertahananku tidak akan runtuh hanya karena godaan kecil dari wanita kelas bawah!"

Sarah terdiam sesaat mendengar apa yang barusan saja Tuan Omar tegaskan. Rasanya sulit untuk mempercayai hal itu, karena Sarah memiliki firasat tidak enak tentang hubungan yang beresiko itu.

"Akan ku pegang kata-katamu, Mas. Dan ingatlah; jika sampai kamu melanggar apa yang kamu katakan, maka aku akan memberikan pelajaran terburuk kepada wanita itu! Ingat itu!" tekan Sarah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status