Prilly merasa hatinya berdebar-debar saat ia memandangi luar jendela klub malam. Cahaya neon menyilaukan, memancar ke gelapnya malam. Ini adalah malam yang sangat istimewa. Klub malam tempatnya bekerja sedang mempersiapkan kedatangan seorang tamu penting, Tuan Omar Malik. Sebagai salah satu orang terkaya dan terpandang; ketenarannya sudah menjalar ke seluruh penjuru kota.
Dengan gaun malam yang elegan, Prilly mengatur rambutnya dengan hati-hati dan mengecek penampilannya sekali lagi. Ia ingin memberikan kesan yang baik pada tamu penting ini. Sebagai seorang pelayan di klub, ia memiliki tanggung jawab untuk memastikan semua berjalan lancar.Tiba-tiba, pintu masuk klub terbuka, dan Tuan Omar Malik masuk dengan langkah elegan. Prilly merasakan tatapan dari semua orang di klub yang tertuju pada Tuan Omar. Dalam sekejap, atmosfir di klub berubah. Prilly merasa tangannya sedikit gemetar ketika ia berjalan menuju meja Tuan Omar untuk mengambil pesanannya."Selamat malam, Tuan Omar. Apakah ada sesuatu yang Tuan Omar inginkan?" Dengan hati yang gugup, Prilly sudah mencoba untuk bertanya dengan sopan kepada tamu penting itu."Tolong bawakan segelas anggur merah," jawab Tuan Omar. Dia tak mengatakan hal lain kecuali lima kata itu.Prilly berusaha menjaga ketenangannya saat ia pergi untuk mengambil apa yang diinginkan oleh Tuan Omar. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya seperti apa sosok Tuan Omar sebenarnya. Ia telah mendengar banyak cerita tentang kemewahannya, tetapi sekarang ia berhadapan langsung dengannya.Setelah mendapatkan segelas anggur merah, Prilly dengan hati-hati membawanya kembali ke meja Tuan Omar. Prilly menempatkan gelas di depannya dengan senyuman sopan."Terima kasih."Tuan Omar tampak ramah, mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang Prilly berikan."Tidak usah sungkan, Tuan. Apakah ada lagi yang bisa saya bantu?" Prilly bertanya sekali lagi untuk memastikan jika tamu penting itu tidak merasa kekurangan apapun."Tidak, terima kasih. Saya hanya ingin menikmati suasana malam ini," jawab Tuan Omar dengan raut wajah yang tampak tak bersemangat.Tuan Omar Malik duduk di sudut ruangan, matanya terlihat kosong dan pikirannya jauh. Malam yang seharusnya penuh gemerlap dan kebahagiaan ini, kini tampak redup di matanya. Prilly, yang berdiri di belakang bar, melihat ekspresi sedih yang terpancar dari wajah Tuan Omar. Hatinya tergerak oleh pemandangan itu, meskipun ia tidak tahu apa yang telah terjadi.Prilly memandang Tuan Omar dengan rasa penasaran yang dalam. Namun, ia juga merasa dilema. Ia merasa terpanggil untuk mencari tahu lebih banyak tentang apa yang membuat Tuan Omar tampak begitu sedih, tetapi pada saat yang sama, ia sadar akan batasan status mereka. Tuan Omar adalah seorang tamu penting yang harus ia layani dengan baik, dan memasuki area pribadinya bisa dianggap sebagai pelanggaran etiket.Sambil membersihkan gelas, Prilly mengutuk dirinya sendiri karena merasa begitu terpikat oleh situasi ini. Ia merasa seperti ada tali tak terlihat yang menariknya ke arah Tuan Omar. Namun, ia tahu bahwa memasuki perbincangan dengan Tuan Omar tanpa alasan yang jelas bisa menjadi risiko besar baginya.Prilly melanjutkan pekerjaannya, tetapi matanya masih terus mengintip Tuan Omar dari kejauhan. Ia memperhatikan betapa dalamnya ekspresi kesedihan di wajah Tuan Omar. Ia ingin tahu apakah ada sesuatu yang bisa ia lakukan untuk membantu, tetapi ia tidak ingin melanggar batasan yang ada."Arghh, sudahlah! Lebih baik aku jangan melakukan apapun. Lebih baik diam saja!"Prilly menekan kepada dirinya sendiri agar jangan melakukan apapun, karena apapun yang terjadi, satu-satunya pilihan terbaik yang ia miliki hanyalah diam dan jangan melakukan apapun yang tidak berkaitan dengan tugas yang ada.***Sementara Tuan Omar masih tenggelam dalam lautan kesedihan yang dalam, Prilly tetap terjebak dalam kepompong penasaran tentang alasan di balik ekspresi wajahnya. Walaupun ia berusaha untuk menjaga jarak yang pantas dengan Tuan Omar, rasa ingin tahunya terus menggerogoti.Namun, keheningan yang menyelimuti mereka tiba-tiba terputus oleh suara dering tiba-tiba dari handphone Prilly. Suara dering yang tiba-tiba itu seakan memecah seluruh suasana yang tegang dan hening di ruangan klub itu. Prilly melirik cepat ke arah handphonenya yang terletak di atas meja, dan ia segera menyadari bahwa ia harus mengatasi situasi itu."Maaf ..." Prilly mengucapkan kata-kata tersebut dengan terburu-buru, sebelum ia dengan cepat bergerak untuk mengambil handphonenya.Prilly melangkah keluar dari klub itu. Ia memutuskan untuk memberi ruang bagi kesendirian yang terdalam bagi Tuan Omar.Ketika Prilly keluar dari ruangan itu, suasana canggung yang tercipta antara semua orang semakin terasa. Tuan Omar yang masih bingung dengan situasi yang mendadak berubah, berusaha mengatasi rasa keterkejutannya dan mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Wajahnya mencerminkan campuran antara kebingungan dan rasa penasaran.Prilly menutup pintu belakangnya dan mengambil napas dalam-dalam, berusaha untuk meredakan kecanggungan yang masih menyelimuti dirinya. Ia melihat layar handphonenya dan melihat panggilan masuk dari ibunya. Tanpa ragu, ia menjawab panggilan tersebut.Wajahnya tampak penuh kebingungan dan sedikit rasa kesal. Prilly merasa sangat ingin segera meluapkan rasa malu yang menghantuinya setelah kejadian memalukan tadi. Ia merasa telah memberikan peringatan berkali-kali agar ibunya tidak menghubunginya selama jam kerjanya, namun pesannya sepertinya belum sampai dengan jelas."Bu! Aku 'kan sudah berulang kali memperingatkan agar tidak menghubungiku selama jam kerja. Tapi kenapa ibu masih saja melakukannya?!" Dengan suara agak tinggi, Prilly bertanya.Prilly merasakan getaran frustrasi memuncak begitu ia mengungkapkan kekesalannya kepada sang ibu melalui telepon.Namun, tanpa diduga, suasana hening terus berlanjut di sisi lain garis. Rasa keheranan pun menggelitik Prilly, seolah-olah ia telah terjebak dalam keheningan yang tak biasa."Ibu? Ada apa? Kenapa diam begitu?!" desaknya dengan nada campuran antara kekhawatiran dan kebingungan.Hatinya semakin berat ketika keheningan masih terus menggantung di udara.Dalam momen ketika hening tak tertahankan, sambungan telepon tiba-tiba dihidupkan oleh suara asing yang gelap dan mengancam, memotong udara seperti belati tajam.Suara itu, yang sama sekali bukan milik ibu Prilly, menyampaikan ancaman mengerikan kepada Prilly; melontarkan kata-kata yang menusuk ke dalam hatinya."Kau mendengarkan, Prilly? Lunasilah hutang ibumu dalam tempo singkat, atau akibatnya akan fatal. Kupastikan ibumu akan mati jika kau gagal."Prilly merasakan kejut tak terkira dan panik melanda dirinya. Wajahnya memucat, dan matanya penuh dengan kebingungan dan keputusasaan. Hidupnya yang sudah penuh dengan kekhawatiran tiba-tiba terjun ke dalam gelombang baru ketidakpastian dan ketakutan yang jauh lebih dalam.Dalam kondisi buruk ini, apa yang harus ia lakukan? Bagaimana mungkin ia bisa mencarikan uang yang jumlahnya tak sedikit dalam waktu yang singkat?!Dalam kecemasan yang merayap, Prilly merasa terjepit oleh situasi yang tak bisa ia kendalikan. Ia merasa sangat khawatir dengan apa yang menimpa ibunya, namun kenyataannya, Prilly merasa tak berdaya untuk memberikan banyak bantuan.Tidak hanya masalah keuangan yang membuat Prilly merasa terbatas, tapi juga waktu yang makin menyusut. Padatnya jadwal pekerjaannya tak memberinya ruang untuk merespons dengan cepat. Kewajiban pekerjaannya merenggut waktu berharga yang mungkin bisa digunakan untuk mencari solusi bagi ibunya.Saat Prilly berusaha mencari jawaban di tengah kekacauan ini, teman seperjuangannya datang, menghadirkan beban baru."Hey!? Apa yang kamu lakukan di sini, Prilly?! Apa kamu sedang bermalas-malasan?!"Tidak ada istirahat bagi Prilly, bahkan ketika ia membutuhkan waktu untuk merenung dan merencanakan langkahnya."Maaf. Tadi aku hanya menjawab telpon dari Ibuku. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk bermalas-malasan," jelas Prilly yang tak ingin membuat teman seperjuangan
Tuan Omar terkejut, matanya melebar, ketika Prilly mengajukan penawaran yang tak terduga.Saat Prilly mengutarakan rencana yang tak lazim itu, suasana berubah menjadi seakan waktu berhenti sejenak.Meskipun terkesan sebagai langkah yang nekat, gairah untuk memahami lebih dalam terus menggelora di dalam diri Tuan Omar. Dengan tegas, dia menginstruksikan semua orang untuk meninggalkan ruangan, menciptakan kedamaian dan kesendirian di antara warna-warni lampu yang memenuhi klub tersebut."Tuan Omar, saya tahu ini terdengar gila, tapi saya tidak punya pilihan lain. Ibuku berada dalam bahaya besar, dan satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan memiliki uang yang sangat besar."Prilly berusaha tetap tegar menjelaskan kepada Tuan Omar. Dan pada saat itu, Tuan Omar tentu merasa bingung walaupun sudah dijelaskan mengenai alasan dibalik tercetusnya ide gila itu."Tapi Prilly, mengapa harus seperti ini? Mengapa Anda mengajukan tawaran yang begitu ekstrim? Dan apakah kamu sudah memp
Setelah Prilly merayu dengan penuh harap dan bahkan bersujud di depan Tuan Omar, akhirnya sang tuan memberikan respon yang dinantikan.Dengan suara tegas, Tuan Omar mengungkapkan kesediaannya untuk membantu Prilly. Namun, tawaran ini tidak datang tanpa syarat. Dengan tenang, Tuan Omar menjelaskan bahwa dia adalah seorang pengusaha cerdas yang selalu mencari keuntungan dalam setiap situasi. Karena itu, dia tidak akan memberikan bantuan begitu saja, terutama karena jumlah uang yang diminta oleh Prilly tidak sedikit."Dalam dunia bisnis, tidak ada yang diberikan secara cuma-cuma," ujar Tuan Omar dengan pandangan tajam."Sebagai pengusaha yang berpengalaman, saya telah belajar bahwa setiap tindakan harus menghasilkan keuntungan. Jadi, sebelum saya membantu ibumu, kita perlu meluruskan perjanjian yang menguntungkan bagi kita berdua."Tatapan Prilly memperlihatkan kebingungan dan ketidakpastian.Tuan Omar melanjutkan, "Saya ingin kamu memahami bahwa ini adalah bisnis. Sebelum saya menyelama
Takdir telah memainkan perannya dengan begitu kuat sehingga segala sesuatu yang pernah ia harapkan dan impikan tampaknya telah berubah tak terelakkan.Meski hatinya meronta dan perasaannya berkecamuk, Prilly terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus mematuhi janji yang telah ia buat kepada Tuan Omar.***Kabar tentang pernikahan Tuan Omar dan Prilly meluas dengan cepat seperti api yang menjalar di seluruh penjuru kota.Seperti isu yang sulit ditahan, cerita ini menjadi perbincangan hangat di setiap sudut, mengundang perhatian dan kontroversi sekaligus. Tidak dapat dihindari, berbagai sudut pandang muncul di tengah masyarakat yang mendengar kabar tersebut.Semua orang memiliki pendapat masing-masing tentang pernikahan ini. Ada beberapa pihak yang mengucapkan selamat dengan tulus untuk pernikahan itu. Namun, di sisi lain, ada juga yang merasa skeptis dan mencurigai motif di balik pernikahan itu.Beberapa pihak, termasuk pihak asing yang tidak terkait langsung, memandang Prilly dengan
Suasana yang terasa sangat mencekam, seketika saja membuat Prilly langsung menciut tanpa berani mengucapkan sepatah kata apapun di tengah-tengah amukan dari Sarah kepada Tuan Omar yang telah membawa Prilly ke istana tempat tinggal mereka."Sarah, tenangkan dirimu. Akan aku jelaskan semua, tetapi, tidak sekarang dan tidak juga di tempat ini!"Tuan Omar menegaskan kepada Sarah, tetapi, saat itu Sarah sudah benar-benar tidak tahan lagi untuk menunggu sampai waktu yang Tuan Omar tetapkan untuk memberikan penjelasan kepada dirinya.Sarah ingin mendapatkan jawaban dengan segera, dan tentu saja Sarah pun juga menginginkan tindakan yang jelas dari Tuan Omar untuk menentukan tempat yang tepat untuk istri sah pertamanya— yaitu, Sarah, dan istri mudanya, Prilly."Kita akan bicara di ruang kerjaku. Dan, Prilly, kamu pergilah ke kamar dan persiapkan dirimu untuk acara malam ini." Tuan Omar sudah memberikan perintah kepada Prilly, dan selanjutnya, Tuan Omar pun langsung saja menggiring Sarah ke rua
Dengan hati yang berdebar-debar, Sarah melangkah dengan mantap menuju tangga yang membawanya ke lantai dua rumah mereka. Cahaya lembut dari lampu gantung yang menghiasi lorong lantai dua memancar, memberikan atmosfer yang tenang dan misterius. Saat ia mencapai pintu kamar Prilly, ia menggenggam gagang pintu dengan tangan gemetar penuh emosi.Sarah mengetuk pintu dengan kuat, dan setelah beberapa detik, pintu ia buka secara perlahan.Di balik pintu itu, Sarah langsung bisa melihat Prilly— istri muda suaminya, yang tampaknya sedang sibuk dengan sesuatu."Nyonya Sarah ...?" Prilly yang tampak kaget dengan kehadiran Sarah di kamarnya, seketika saja ia langsung melepaskan fokusnya, dan kini berdiri tegap menghadap Sarah. "Ada apa, Nyonya Sarah?"Sarah masuk ke dalam kamar dengan langkah yang tegas, dan bersamaan dengan itu pintu pun tertutup di belakangnya. Dengan suara yang tegas pula ia pun mulai berbicara, "Bukankah kamu merasa jika saat ini ada sesuatu yang harus kita berdua bicarakan?
Dalam kamar yang sepi dan dipenuhi dengan aura kesedihan, Prilly duduk sendiri, masih terhanyut dalam perasaan kebingungannya. Ia merasa kesepian dan merindukan kehadiran Ibunya, yang selalu memberikannya dukungan dan kekuatan dalam situasi yang rumit ini.Air mata Prilly masih mengalir, menggambarkan betapa rapuhnya hatinya dalam menghadapi semua tekanan ini.Namun, tiba-tiba, suara pintu yang terbuka memecah keheningan kamar. Prilly memandang ke arah pintu, dan di ambang pintu yang baru saja terbuka, dia melihat Tuan Omar berdiri. Wajahnya yang serius dan misterius menambah ketegangan dalam ruangan tersebut.Prilly menelan ludah, mencoba menyingkirkan air mata dan mengendalikan perasaannya.Prilly merasa getaran ketegangan di dalam dirinya ketika Tuan Omar muncul di ambang pintu kamar. Dalam sekejap, ia menyadari bahwa ini adalah momen yang harus dihadapi dengan ketenangan dan keberanian. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat duduknya.Dalam hitungan detik, Prilly memaksakan senyuman
Waktu berlalu begitu cepat, dan tanpa Prilly sadari, malam yang ditunggu-tunggu telah tiba. Cahaya lampu gantung yang hangat menerangi lorong menuju lantai bawah, di mana suasana pesta mulai memanas. Prilly merasa berdebar-debar saat mendengar suara riuh yang berasal dari bawah, yang menandakan bahwa para tamu telah datang.Prilly berdiri di depan cermin di kamarnya, mengatur gaun yang diberikan Tuan Omar. Gaun itu mengalir begitu elegan dan sesuai dengan acara pesta malam ini. Rambutnya diikat dengan rapi, dan makeup-nya sangat halus, menyoroti kecantikan alaminya.Saat Prilly menyelesaikan penampilannya, Miss Lim, pelayan senior di rumah Tuan Omar, datang dengan lembut mengetuk pintu kamarnya. "Nona Prilly, tamu-tamu sudah mulai berkumpul di bawah. Tuan Omar sangat menantikan kedatangan Nona," kata Miss Lim dengan senyum ramah.Prilly mengangguk, meskipun jantungnya berdegup lebih cepat.Prilly mengikuti Miss Lim turun ke lantai bawah, di mana suasana pesta begitu hidup. Tamu-tamu y