Tuan Omar terkejut, matanya melebar, ketika Prilly mengajukan penawaran yang tak terduga.
Saat Prilly mengutarakan rencana yang tak lazim itu, suasana berubah menjadi seakan waktu berhenti sejenak.Meskipun terkesan sebagai langkah yang nekat, gairah untuk memahami lebih dalam terus menggelora di dalam diri Tuan Omar. Dengan tegas, dia menginstruksikan semua orang untuk meninggalkan ruangan, menciptakan kedamaian dan kesendirian di antara warna-warni lampu yang memenuhi klub tersebut."Tuan Omar, saya tahu ini terdengar gila, tapi saya tidak punya pilihan lain. Ibuku berada dalam bahaya besar, dan satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan memiliki uang yang sangat besar."Prilly berusaha tetap tegar menjelaskan kepada Tuan Omar.Dan pada saat itu, Tuan Omar tentu merasa bingung walaupun sudah dijelaskan mengenai alasan dibalik tercetusnya ide gila itu."Tapi Prilly, mengapa harus seperti ini? Mengapa Anda mengajukan tawaran yang begitu ekstrim? Dan apakah kamu sudah mempertimbangkan lebih dulu bagaimana hasil yang akan kamu dapatkan nantinya dari tindakan ini?" tanya Tuan Omar."Saya tahu ini mungkin terlihat sia-sia, tapi saya mencintai ibu saya dan saya akan melakukan apa saja untuk menyelamatkannya. Orang-orang yang mengejarnya, mereka bukanlah orang yang bisa dihadapi dengan berbicara. Saya membutuhkan jumlah uang yang tak masuk akal untuk membayar hutang dan memberi mereka apa yang mereka inginkan," jelas Prilly dengan mata mulai berkaca-kaca.Tuan Omar menghela napas berat. "Tapi apa hubungannya dengan menawarkan rahim Anda? Ini adalah keputusan yang sangat besar, Prilly!""Saya sudah mencoba segala cara, tapi tidak ada yang berhasil. Saya tahu bahwa inilah satu-satunya cara yang mungkin berhasil. Jika saya bisa memberikan anak kepada Anda, saya harap Anda bisa membantu ibu saya keluar dari situasi ini. Tolong, Tuan Omar, saya tahu ini gila, tapi saya merasa seperti tidak punya pilihan lagi." Prilly menjelaskan dengan berlinang air mata penuh rasa putus asa.***Selama beberapa saat, hening menguasai ruangan ketika Tuan Omar merenungkan tawaran yang Prilly telah sampaikan. Pikirannya terombang-ambing di antara kesempatan yang terbuka dan keterikatan yang sudah ada.Meskipun tawaran Prilly memiliki potensi besar, kenyataannya membuatnya ragu untuk segera memberikan respons.Tawaran yang Prilly ajukan sungguh menggoda, dengan potensi untuk memberikan keturunan melalui rahimnya. Namun, dalam keadaan yang rumit ini, Tuan Omar sudah memiliki seorang istri yang telah lama bersamanya. Konsep menambah istri baru, bahkan jika hanya untuk tujuan yang unik ini, menjadi sebuah pertimbangan yang sangat pelik.Dalam kebingungan ini, Tuan Omar merasa terjebak di antara tawaran Prilly yang tak biasa dan komitmen yang telah ada dalam hidupnya. Setiap pilihan memiliki konsekuensi besar, dan ia sadar bahwa keputusan ini akan membentuk jalannya di masa depan.***Setiap detik terasa memanjang saat Prilly menunggu dengan ketegangan, mengharapkan suara kata-kata yang akan menentukan jalannya masa depan.Namun, saat detik-detik berlalu tanpa suara, Prilly merasakan kekecewaan merangkul hatinya. Entah bagaimana, dia merasakan getaran dari dalam dirinya yang mengatakan bahwa Tuan Omar mungkin tidak akan mengiyakan tawarannya. Dalam keheningan yang penuh arti, Prilly merasakan isyarat bahwa jawaban tidak akan menjadi yang dia inginkan.Tak tahan dengan ketidakpastian yang semakin menjalar, Prilly akhirnya mengalah. Dia menghela nafas dalam-dalam, mencoba untuk menerima kenyataan yang tak terduga ini."Sudahlah," gumamnya dengan penuh kekecewaan. "Lagipula sejak awal, hal ini memang gila. Aku yang tidak waras, karena masih saja melakukan hal memalukan ini."Dalam keputusasaan yang hampir membelenggu, Prilly merasa semakin terjepit saat waktu berlalu tanpa jawaban dari Tuan Omar.Rasa kehilangan dan keputusasaan mulai memenuhi hatinya, dan dia mempersiapkan diri untuk mengucapkan kata-kata yang sulit.Namun, sebelum dia bisa melafalkannya, telepon genggamnya mendadak bergetar lagi. Kali ini, panggilan video dari nomor ibunya muncul di layar.Hati Prilly berdegup kencang, campuran antara kecemasan dan harapan. Dia merasa takut untuk menjawab, khawatir melihat apa yang mungkin telah terjadi pada ibunya.Meski demikian, rasa tanggung jawab dan kecintaannya pada ibunya mendorongnya untuk tidak bisa mengabaikan panggilan itu. Dengan tangan yang gemetar dan napas yang terengah-engah, Prilly akhirnya mengusap jari-jarinya pada layar untuk menjawab panggilan video itu.Wajah ibunya muncul di layar, dan dalam sekejap, air mata sudah mengalir deras dari mata Prilly. Kecemasan yang telah dia rasakan mendalam tumpah menjadi rasa sakit yang mendalam ketika dia melihat ekspresi ibunya.Tangis tak terbendung meledak dari bibirnya, dan tanpa sadar, tangan Prilly kehilangan pegangan pada telepon genggamnya, membiarkannya jatuh ke lantai.Namun, sebelum handphone itu hampir mengenai lantai, tangan Tuan Omar dengan cepat dan tepat menangkapnya. Wajahnya penuh dengan rasa simpati dan kepedulian."Ada apa? Semua baik?" tanya Tuan Omar.Tuan Omar merasa khawatir saat melihat Prilly yang terlihat shock dan tak mampu menjawab pertanyaannya.Tuan Omar dengan penuh rasa ingin tahu, tanpa ragu segera menatap layar handphone yang tiba-tiba jatuh dari genggaman Prilly.Dalam sekejap, mata Tuan Omar terbelalak saat melihat pemandangan mengerikan macam apa yang terpampang di layar handphone itu."Apa-apaan ini?!" Tuan Omar ikut merasa shock saat melihat apa yang ada di handphone itu.Pemandangan mengerikan yang sudah pasti akan sangat melukai hati seorang anak— ibu Prilly terikat di kursi kayu dengan banyak luka di wajahnya, dan bahkan kondisinya pada saat itupun terlihat sangat mengkhawatirkan karena kedua matanya tak lagi terbuka.Besar kemungkinan ibu Prilly telah kehilangan kesadarannya pada saat itu.Tuan Omar merasa terkejut ketika melihat kondisi ibu Prilly melalui sambungan video.Namun, kejutannya semakin mendalam saat salah seorang preman dengan tegas mengancam, "Segera bawa uangnya kemari. Kalau ingin ibumu tetap hidup, jangan buat masalah dan selesaikan semua hutang serta bunga yang ada. Ingat, jangan sekali-kali lapor polisi. Nyawa ibumu ada di tanganmu!"Tuan Omar merasa terjepit dalam situasi yang memilukan itu.Dengan mata berkaca-kaca, Prilly mendengar ancaman preman tersebut dengan jelas, dan perasaan putus asa merayap dalam dirinya.Tanpa ragu, ia menjatuhkan diri di bawah kaki Tuan Omar, suaranya penuh dengan kerendahan hati."Tuan, saya mohon dengan segala kerendahan hati, tolonglah bantu ibu saya. Saya tidak meminta secara gratis. Saya bersedia membayar berapapun harganya. Saya mohon, Tuan ...."Ketidakberdayaan Prilly terpancar dalam setiap kata yang diucapkannya, seolah-olah ia telah mencapai titik terendah dalam hidupnya dan harapannya kini hanya bergantung pada belas kasihan Tuan Omar.Dalam keputusasaannya, Prilly mencoba meyakinkan Tuan Omar bahwa ia rela melakukan apapun demi keselamatan ibunya, hanya jika Tuan Omar bersedia memberikan bantuan.Kini, segala sesuatu yang terjadi bergantung kepada keputusan apa yang akan diberikan Tuan Omar!Setelah Prilly merayu dengan penuh harap dan bahkan bersujud di depan Tuan Omar, akhirnya sang tuan memberikan respon yang dinantikan.Dengan suara tegas, Tuan Omar mengungkapkan kesediaannya untuk membantu Prilly. Namun, tawaran ini tidak datang tanpa syarat. Dengan tenang, Tuan Omar menjelaskan bahwa dia adalah seorang pengusaha cerdas yang selalu mencari keuntungan dalam setiap situasi. Karena itu, dia tidak akan memberikan bantuan begitu saja, terutama karena jumlah uang yang diminta oleh Prilly tidak sedikit."Dalam dunia bisnis, tidak ada yang diberikan secara cuma-cuma," ujar Tuan Omar dengan pandangan tajam."Sebagai pengusaha yang berpengalaman, saya telah belajar bahwa setiap tindakan harus menghasilkan keuntungan. Jadi, sebelum saya membantu ibumu, kita perlu meluruskan perjanjian yang menguntungkan bagi kita berdua."Tatapan Prilly memperlihatkan kebingungan dan ketidakpastian.Tuan Omar melanjutkan, "Saya ingin kamu memahami bahwa ini adalah bisnis. Sebelum saya menyelama
Takdir telah memainkan perannya dengan begitu kuat sehingga segala sesuatu yang pernah ia harapkan dan impikan tampaknya telah berubah tak terelakkan.Meski hatinya meronta dan perasaannya berkecamuk, Prilly terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus mematuhi janji yang telah ia buat kepada Tuan Omar.***Kabar tentang pernikahan Tuan Omar dan Prilly meluas dengan cepat seperti api yang menjalar di seluruh penjuru kota.Seperti isu yang sulit ditahan, cerita ini menjadi perbincangan hangat di setiap sudut, mengundang perhatian dan kontroversi sekaligus. Tidak dapat dihindari, berbagai sudut pandang muncul di tengah masyarakat yang mendengar kabar tersebut.Semua orang memiliki pendapat masing-masing tentang pernikahan ini. Ada beberapa pihak yang mengucapkan selamat dengan tulus untuk pernikahan itu. Namun, di sisi lain, ada juga yang merasa skeptis dan mencurigai motif di balik pernikahan itu.Beberapa pihak, termasuk pihak asing yang tidak terkait langsung, memandang Prilly dengan
Suasana yang terasa sangat mencekam, seketika saja membuat Prilly langsung menciut tanpa berani mengucapkan sepatah kata apapun di tengah-tengah amukan dari Sarah kepada Tuan Omar yang telah membawa Prilly ke istana tempat tinggal mereka."Sarah, tenangkan dirimu. Akan aku jelaskan semua, tetapi, tidak sekarang dan tidak juga di tempat ini!"Tuan Omar menegaskan kepada Sarah, tetapi, saat itu Sarah sudah benar-benar tidak tahan lagi untuk menunggu sampai waktu yang Tuan Omar tetapkan untuk memberikan penjelasan kepada dirinya.Sarah ingin mendapatkan jawaban dengan segera, dan tentu saja Sarah pun juga menginginkan tindakan yang jelas dari Tuan Omar untuk menentukan tempat yang tepat untuk istri sah pertamanya— yaitu, Sarah, dan istri mudanya, Prilly."Kita akan bicara di ruang kerjaku. Dan, Prilly, kamu pergilah ke kamar dan persiapkan dirimu untuk acara malam ini." Tuan Omar sudah memberikan perintah kepada Prilly, dan selanjutnya, Tuan Omar pun langsung saja menggiring Sarah ke rua
Dengan hati yang berdebar-debar, Sarah melangkah dengan mantap menuju tangga yang membawanya ke lantai dua rumah mereka. Cahaya lembut dari lampu gantung yang menghiasi lorong lantai dua memancar, memberikan atmosfer yang tenang dan misterius. Saat ia mencapai pintu kamar Prilly, ia menggenggam gagang pintu dengan tangan gemetar penuh emosi.Sarah mengetuk pintu dengan kuat, dan setelah beberapa detik, pintu ia buka secara perlahan.Di balik pintu itu, Sarah langsung bisa melihat Prilly— istri muda suaminya, yang tampaknya sedang sibuk dengan sesuatu."Nyonya Sarah ...?" Prilly yang tampak kaget dengan kehadiran Sarah di kamarnya, seketika saja ia langsung melepaskan fokusnya, dan kini berdiri tegap menghadap Sarah. "Ada apa, Nyonya Sarah?"Sarah masuk ke dalam kamar dengan langkah yang tegas, dan bersamaan dengan itu pintu pun tertutup di belakangnya. Dengan suara yang tegas pula ia pun mulai berbicara, "Bukankah kamu merasa jika saat ini ada sesuatu yang harus kita berdua bicarakan?
Dalam kamar yang sepi dan dipenuhi dengan aura kesedihan, Prilly duduk sendiri, masih terhanyut dalam perasaan kebingungannya. Ia merasa kesepian dan merindukan kehadiran Ibunya, yang selalu memberikannya dukungan dan kekuatan dalam situasi yang rumit ini.Air mata Prilly masih mengalir, menggambarkan betapa rapuhnya hatinya dalam menghadapi semua tekanan ini.Namun, tiba-tiba, suara pintu yang terbuka memecah keheningan kamar. Prilly memandang ke arah pintu, dan di ambang pintu yang baru saja terbuka, dia melihat Tuan Omar berdiri. Wajahnya yang serius dan misterius menambah ketegangan dalam ruangan tersebut.Prilly menelan ludah, mencoba menyingkirkan air mata dan mengendalikan perasaannya.Prilly merasa getaran ketegangan di dalam dirinya ketika Tuan Omar muncul di ambang pintu kamar. Dalam sekejap, ia menyadari bahwa ini adalah momen yang harus dihadapi dengan ketenangan dan keberanian. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat duduknya.Dalam hitungan detik, Prilly memaksakan senyuman
Waktu berlalu begitu cepat, dan tanpa Prilly sadari, malam yang ditunggu-tunggu telah tiba. Cahaya lampu gantung yang hangat menerangi lorong menuju lantai bawah, di mana suasana pesta mulai memanas. Prilly merasa berdebar-debar saat mendengar suara riuh yang berasal dari bawah, yang menandakan bahwa para tamu telah datang.Prilly berdiri di depan cermin di kamarnya, mengatur gaun yang diberikan Tuan Omar. Gaun itu mengalir begitu elegan dan sesuai dengan acara pesta malam ini. Rambutnya diikat dengan rapi, dan makeup-nya sangat halus, menyoroti kecantikan alaminya.Saat Prilly menyelesaikan penampilannya, Miss Lim, pelayan senior di rumah Tuan Omar, datang dengan lembut mengetuk pintu kamarnya. "Nona Prilly, tamu-tamu sudah mulai berkumpul di bawah. Tuan Omar sangat menantikan kedatangan Nona," kata Miss Lim dengan senyum ramah.Prilly mengangguk, meskipun jantungnya berdegup lebih cepat.Prilly mengikuti Miss Lim turun ke lantai bawah, di mana suasana pesta begitu hidup. Tamu-tamu y
Prilly merasa hatinya berdebar-debar saat ia memandangi luar jendela klub malam. Cahaya neon menyilaukan, memancar ke gelapnya malam. Ini adalah malam yang sangat istimewa. Klub malam tempatnya bekerja sedang mempersiapkan kedatangan seorang tamu penting, Tuan Omar Malik. Sebagai salah satu orang terkaya dan terpandang; ketenarannya sudah menjalar ke seluruh penjuru kota.Dengan gaun malam yang elegan, Prilly mengatur rambutnya dengan hati-hati dan mengecek penampilannya sekali lagi. Ia ingin memberikan kesan yang baik pada tamu penting ini. Sebagai seorang pelayan di klub, ia memiliki tanggung jawab untuk memastikan semua berjalan lancar.Tiba-tiba, pintu masuk klub terbuka, dan Tuan Omar Malik masuk dengan langkah elegan. Prilly merasakan tatapan dari semua orang di klub yang tertuju pada Tuan Omar. Dalam sekejap, atmosfir di klub berubah. Prilly merasa tangannya sedikit gemetar ketika ia berjalan menuju meja Tuan Omar untuk mengambil pesanannya."Selamat malam, Tuan Omar. Apakah ad
Dalam kecemasan yang merayap, Prilly merasa terjepit oleh situasi yang tak bisa ia kendalikan. Ia merasa sangat khawatir dengan apa yang menimpa ibunya, namun kenyataannya, Prilly merasa tak berdaya untuk memberikan banyak bantuan.Tidak hanya masalah keuangan yang membuat Prilly merasa terbatas, tapi juga waktu yang makin menyusut. Padatnya jadwal pekerjaannya tak memberinya ruang untuk merespons dengan cepat. Kewajiban pekerjaannya merenggut waktu berharga yang mungkin bisa digunakan untuk mencari solusi bagi ibunya.Saat Prilly berusaha mencari jawaban di tengah kekacauan ini, teman seperjuangannya datang, menghadirkan beban baru."Hey!? Apa yang kamu lakukan di sini, Prilly?! Apa kamu sedang bermalas-malasan?!"Tidak ada istirahat bagi Prilly, bahkan ketika ia membutuhkan waktu untuk merenung dan merencanakan langkahnya."Maaf. Tadi aku hanya menjawab telpon dari Ibuku. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk bermalas-malasan," jelas Prilly yang tak ingin membuat teman seperjuangan