Dengan hati yang berdebar-debar, Sarah melangkah dengan mantap menuju tangga yang membawanya ke lantai dua rumah mereka. Cahaya lembut dari lampu gantung yang menghiasi lorong lantai dua memancar, memberikan atmosfer yang tenang dan misterius. Saat ia mencapai pintu kamar Prilly, ia menggenggam gagang pintu dengan tangan gemetar penuh emosi.
Sarah mengetuk pintu dengan kuat, dan setelah beberapa detik, pintu ia buka secara perlahan.Di balik pintu itu, Sarah langsung bisa melihat Prilly— istri muda suaminya, yang tampaknya sedang sibuk dengan sesuatu."Nyonya Sarah ...?" Prilly yang tampak kaget dengan kehadiran Sarah di kamarnya, seketika saja ia langsung melepaskan fokusnya, dan kini berdiri tegap menghadap Sarah. "Ada apa, Nyonya Sarah?"Sarah masuk ke dalam kamar dengan langkah yang tegas, dan bersamaan dengan itu pintu pun tertutup di belakangnya. Dengan suara yang tegas pula ia pun mulai berbicara, "Bukankah kamu merasa jika saat ini ada sesuatu yang harus kita berdua bicarakan?"Prilly tampak gemetar ketakutan, tetapi ekspresi penasaran tergambar di matanya. "Membicarakan tentang apa, Nyonya?"Prilly takut untuk menjawab langsung, walaupun sesungguhnya saat itu ia sudah tahu maksud dari perkataan Sarah kepadanya."Semua yang harus kita bahas saat ini tidak lain adalah tentang, Tuan Omar. Apakah kamu pura-pura bodoh, atau memang kamu benar-benar bodoh?"Prilly menatap Sarah dengan pandangan yang penuh pertanyaan, dan Sarah pun melanjutkan, "Mungkin saat ini kamu berpura-pura bodoh, atau berpura-pura tidak paham. Tapi, aku akan berbicara langsung kepada intinya saja. Aku ingin kamu berpikiran lurus tanpa berpikir untuk memperpanjang waktu hubunganmu dengan Tuan Omar!"Suasana di dalam kamar itu seketika saja penuh dengan ketegangan. Peringatan keras yang Sarah berikan— tentu saja hal itu langsung membuat Prilly tak bisa berkutik lagi. Ia ketakutan, tangannya tak berhenti gemetar, dan bahkan tanpa sadar, keringat dingin tak berhenti keluar membasahi sisi-sisi wajahnya.Dalam cahaya yang lembut di kamar Prilly, suasana menjadi semakin tegang saat Sarah memberikan peringatan yang keras. Prilly merasa jantungnya berdegup kencang, dan matanya penuh dengan ketakutan.Prilly menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang hampir saja mengalir.Di samping rasa takutnya yang begitu mendalam, Prilly merasa penting untuk menjelaskan sesuatu kepada Sarah. Dengan suara gemetar, dia mulai berbicara, "Nyonya, saya mengerti dengan semua itu. Saya tidak pernah berpikir jika suatu hari nanti saya harus memperpanjang hubungan yang rumit ini dengan Tuan Omar."Sarah memandang Prilly dengan perhatian penuh, memberinya kesempatan untuk menjelaskan lebih lanjut.Prilly melanjutkan, "Hubungan ini hanya terjalin karena sebuah perjanjian. Tuan Omar telah menyelamatkan Ibuku dari jeratan maut dan lilitan hutang yang sangat besar. Dan sesuai dengan perjanjian kami berdua, sudah menjadi hal wajib bagiku untuk memberikan keturunan kepadanya. Dia sangat menginginkan seorang anak; jadi karena itulah ...."Wajah Prilly mencerminkan campuran antara keputusasaan dan ketulusan. Ia tahu bahwa keadaan rumah tangga ini rumit, dan perasaannya tidak bisa diabaikan.Prilly ingin Sarah bisa memahami bahwa ada alasan kuat di balik segala tindakan yang ia lakukan, meskipun itu adalah situasi yang sulit dan penuh dengan tekanan.Saat Prilly menyebut tentang anak, Sarah merasa tersinggung. Tatapan tajam dark Sarah langsung memancar, dan ada getaran kemarahan di dalam suaranya ketika dia menjawab, "Prilly, aku bisa mengerti jika ini adalah situasi yang rumit. Tetapi, aku benar-benar berharap kamu tidak akan berpikir untuk merebut Tuan Omar dariku."Sarah berdiri tegak, matanya dan mata Prilly saling bertemu, dan saat itulah Sarah kembali melanjutkan, "Jangan pernah kamu lupakan fakta yang menjelaskan jika aku ini adalah istri pertamanya. Aku telah mengabdikan diri dengan setia kepada Tuan Omar selama bertahun-tahun lamanya, dan oleh karena itulah, statusku jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan dirimu yang masih baru dalam hubungan ini.""Meskipun aku belum bisa memberikan keturunan kepada Tuan Omar, tetapi tetap saja ... hal itu tidak menjadi alasan yang tepat bagi kamu untuk bisa menyamai diriku. Toh, saat ini kamu belum bisa memberikan keturunan itu juga kepada Tuan Omar. Jadi, aku ingin kamu tahu diri dan jangan pernah bermimpi untuk merebut Tuan Omar dariku!"Sarah ingin Prilly memahami bahwa meskipun situasinya rumit, hubungan mereka berdua tidak dapat disamakan.Sorot mata Sarah yang tajam mencerminkan tekadnya untuk mempertahankan posisinya dalam hati Tuan Omar.Dalam suasana yang tegang ini, Sarah berusaha menyampaikan pesan yang jelas kepada Prilly bahwa ia tidak akan membiarkan siapapun merusak hubungannya dengan Tuan Omar, meskipun kehadiran Prilly telah menambah kompleksitas dalam pernikahan mereka.Beberapa saat setelah itu, Sarah pun langsung saja melangkah kakinya untuk keluar dari kamar itu— meninggalkan Prilly di dalamnya seorang diri.Pintu kamar yang tertutup perlahan menggema dalam keheningan. Prilly duduk di pinggiran tempat tidur dengan perasaan bercampur aduk. Tubuhnya yang gemetar selama pertemuan tadi kini merasa lemas, seperti seluruh energinya telah terkuras.Air mata mulai mengalir tanpa bisa ia tahan lagi. Prilly merasa begitu terluka oleh situasi yang rumit ini. Hatinya remuk karena mendapati dirinya terjebak dalam permainan emosi di antara Tuan Omar dan Sarah.Perlahan-lahan Prilly meraih selembar tisu dari meja riasnya dan mengelap air matanya yang berlinang. Pikirannya berkecamuk, mencoba mencari jalan keluar dari labirin emosi yang membelitnya. Prilly merasa seperti boneka dalam tangan dua orang yang berbeda, dan ini sangat menyakitkan.Berpikir tentang kehadirannya di antara keluarga Tuan Omar dan Sarah membuat Prilly merasa begitu terasing. Dia merasa seperti tamu yang tidak diinginkan di dalam rumah tangga mereka yang rumit. Prilly merenung tentang bagaimana hubungan yang rumit ini dapat membawanya ke dalam situasi yang memilukan ini.Perasaan kebingungan dan ketidakpastian masih menghantuinya, mengingatkannya pada kenyataan bahwa perjalanan ini akan penuh dengan rintangan dan tantangan yang sulit diatasi.Ketika ia dihadapkan dengan kenyataan yang pahit itu, saat itulah kerinduan akan kehadiran sang Ibu sangat ia rindukan."Kenapa disaat-saat seperti ini aku justru tidak bisa bersama dengan Ibu ...."Isak tangisnya mulai terdengar berusara, dan deraian air matanya pun juga mulai deras mengalir di wajahnya. "Aku benar-benar membutuhkan Ibu disaat-saat seperti ini. Tapi, kenapa Ibu tidak ada di sisiku saat ini? Aku benar-benar merindukan Ibu."Kerinduan terhadap orang yang sangat ia sayangi pun kini telah menjadi salah satu alasan tangisan kesedihan Prilly.Dengan berusaha keras untuk meredam suara tangisannya, Prilly terus mengeluarkan semua rasa sakit yang telah ia pendam selama ini. Segala sesuatunya keluar. Dan seakan-akan waktu telah berhenti saat itu, Prilly benar-benar tak ingin memikirkan hal lain selain menangis sampai puas.Dalam kamar yang sepi dan dipenuhi dengan aura kesedihan, Prilly duduk sendiri, masih terhanyut dalam perasaan kebingungannya. Ia merasa kesepian dan merindukan kehadiran Ibunya, yang selalu memberikannya dukungan dan kekuatan dalam situasi yang rumit ini.Air mata Prilly masih mengalir, menggambarkan betapa rapuhnya hatinya dalam menghadapi semua tekanan ini.Namun, tiba-tiba, suara pintu yang terbuka memecah keheningan kamar. Prilly memandang ke arah pintu, dan di ambang pintu yang baru saja terbuka, dia melihat Tuan Omar berdiri. Wajahnya yang serius dan misterius menambah ketegangan dalam ruangan tersebut.Prilly menelan ludah, mencoba menyingkirkan air mata dan mengendalikan perasaannya.Prilly merasa getaran ketegangan di dalam dirinya ketika Tuan Omar muncul di ambang pintu kamar. Dalam sekejap, ia menyadari bahwa ini adalah momen yang harus dihadapi dengan ketenangan dan keberanian. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat duduknya.Dalam hitungan detik, Prilly memaksakan senyuman
Waktu berlalu begitu cepat, dan tanpa Prilly sadari, malam yang ditunggu-tunggu telah tiba. Cahaya lampu gantung yang hangat menerangi lorong menuju lantai bawah, di mana suasana pesta mulai memanas. Prilly merasa berdebar-debar saat mendengar suara riuh yang berasal dari bawah, yang menandakan bahwa para tamu telah datang.Prilly berdiri di depan cermin di kamarnya, mengatur gaun yang diberikan Tuan Omar. Gaun itu mengalir begitu elegan dan sesuai dengan acara pesta malam ini. Rambutnya diikat dengan rapi, dan makeup-nya sangat halus, menyoroti kecantikan alaminya.Saat Prilly menyelesaikan penampilannya, Miss Lim, pelayan senior di rumah Tuan Omar, datang dengan lembut mengetuk pintu kamarnya. "Nona Prilly, tamu-tamu sudah mulai berkumpul di bawah. Tuan Omar sangat menantikan kedatangan Nona," kata Miss Lim dengan senyum ramah.Prilly mengangguk, meskipun jantungnya berdegup lebih cepat.Prilly mengikuti Miss Lim turun ke lantai bawah, di mana suasana pesta begitu hidup. Tamu-tamu y
Prilly merasa hatinya berdebar-debar saat ia memandangi luar jendela klub malam. Cahaya neon menyilaukan, memancar ke gelapnya malam. Ini adalah malam yang sangat istimewa. Klub malam tempatnya bekerja sedang mempersiapkan kedatangan seorang tamu penting, Tuan Omar Malik. Sebagai salah satu orang terkaya dan terpandang; ketenarannya sudah menjalar ke seluruh penjuru kota.Dengan gaun malam yang elegan, Prilly mengatur rambutnya dengan hati-hati dan mengecek penampilannya sekali lagi. Ia ingin memberikan kesan yang baik pada tamu penting ini. Sebagai seorang pelayan di klub, ia memiliki tanggung jawab untuk memastikan semua berjalan lancar.Tiba-tiba, pintu masuk klub terbuka, dan Tuan Omar Malik masuk dengan langkah elegan. Prilly merasakan tatapan dari semua orang di klub yang tertuju pada Tuan Omar. Dalam sekejap, atmosfir di klub berubah. Prilly merasa tangannya sedikit gemetar ketika ia berjalan menuju meja Tuan Omar untuk mengambil pesanannya."Selamat malam, Tuan Omar. Apakah ad
Dalam kecemasan yang merayap, Prilly merasa terjepit oleh situasi yang tak bisa ia kendalikan. Ia merasa sangat khawatir dengan apa yang menimpa ibunya, namun kenyataannya, Prilly merasa tak berdaya untuk memberikan banyak bantuan.Tidak hanya masalah keuangan yang membuat Prilly merasa terbatas, tapi juga waktu yang makin menyusut. Padatnya jadwal pekerjaannya tak memberinya ruang untuk merespons dengan cepat. Kewajiban pekerjaannya merenggut waktu berharga yang mungkin bisa digunakan untuk mencari solusi bagi ibunya.Saat Prilly berusaha mencari jawaban di tengah kekacauan ini, teman seperjuangannya datang, menghadirkan beban baru."Hey!? Apa yang kamu lakukan di sini, Prilly?! Apa kamu sedang bermalas-malasan?!"Tidak ada istirahat bagi Prilly, bahkan ketika ia membutuhkan waktu untuk merenung dan merencanakan langkahnya."Maaf. Tadi aku hanya menjawab telpon dari Ibuku. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk bermalas-malasan," jelas Prilly yang tak ingin membuat teman seperjuangan
Tuan Omar terkejut, matanya melebar, ketika Prilly mengajukan penawaran yang tak terduga.Saat Prilly mengutarakan rencana yang tak lazim itu, suasana berubah menjadi seakan waktu berhenti sejenak.Meskipun terkesan sebagai langkah yang nekat, gairah untuk memahami lebih dalam terus menggelora di dalam diri Tuan Omar. Dengan tegas, dia menginstruksikan semua orang untuk meninggalkan ruangan, menciptakan kedamaian dan kesendirian di antara warna-warni lampu yang memenuhi klub tersebut."Tuan Omar, saya tahu ini terdengar gila, tapi saya tidak punya pilihan lain. Ibuku berada dalam bahaya besar, dan satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan memiliki uang yang sangat besar."Prilly berusaha tetap tegar menjelaskan kepada Tuan Omar. Dan pada saat itu, Tuan Omar tentu merasa bingung walaupun sudah dijelaskan mengenai alasan dibalik tercetusnya ide gila itu."Tapi Prilly, mengapa harus seperti ini? Mengapa Anda mengajukan tawaran yang begitu ekstrim? Dan apakah kamu sudah memp
Setelah Prilly merayu dengan penuh harap dan bahkan bersujud di depan Tuan Omar, akhirnya sang tuan memberikan respon yang dinantikan.Dengan suara tegas, Tuan Omar mengungkapkan kesediaannya untuk membantu Prilly. Namun, tawaran ini tidak datang tanpa syarat. Dengan tenang, Tuan Omar menjelaskan bahwa dia adalah seorang pengusaha cerdas yang selalu mencari keuntungan dalam setiap situasi. Karena itu, dia tidak akan memberikan bantuan begitu saja, terutama karena jumlah uang yang diminta oleh Prilly tidak sedikit."Dalam dunia bisnis, tidak ada yang diberikan secara cuma-cuma," ujar Tuan Omar dengan pandangan tajam."Sebagai pengusaha yang berpengalaman, saya telah belajar bahwa setiap tindakan harus menghasilkan keuntungan. Jadi, sebelum saya membantu ibumu, kita perlu meluruskan perjanjian yang menguntungkan bagi kita berdua."Tatapan Prilly memperlihatkan kebingungan dan ketidakpastian.Tuan Omar melanjutkan, "Saya ingin kamu memahami bahwa ini adalah bisnis. Sebelum saya menyelama
Takdir telah memainkan perannya dengan begitu kuat sehingga segala sesuatu yang pernah ia harapkan dan impikan tampaknya telah berubah tak terelakkan.Meski hatinya meronta dan perasaannya berkecamuk, Prilly terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus mematuhi janji yang telah ia buat kepada Tuan Omar.***Kabar tentang pernikahan Tuan Omar dan Prilly meluas dengan cepat seperti api yang menjalar di seluruh penjuru kota.Seperti isu yang sulit ditahan, cerita ini menjadi perbincangan hangat di setiap sudut, mengundang perhatian dan kontroversi sekaligus. Tidak dapat dihindari, berbagai sudut pandang muncul di tengah masyarakat yang mendengar kabar tersebut.Semua orang memiliki pendapat masing-masing tentang pernikahan ini. Ada beberapa pihak yang mengucapkan selamat dengan tulus untuk pernikahan itu. Namun, di sisi lain, ada juga yang merasa skeptis dan mencurigai motif di balik pernikahan itu.Beberapa pihak, termasuk pihak asing yang tidak terkait langsung, memandang Prilly dengan
Suasana yang terasa sangat mencekam, seketika saja membuat Prilly langsung menciut tanpa berani mengucapkan sepatah kata apapun di tengah-tengah amukan dari Sarah kepada Tuan Omar yang telah membawa Prilly ke istana tempat tinggal mereka."Sarah, tenangkan dirimu. Akan aku jelaskan semua, tetapi, tidak sekarang dan tidak juga di tempat ini!"Tuan Omar menegaskan kepada Sarah, tetapi, saat itu Sarah sudah benar-benar tidak tahan lagi untuk menunggu sampai waktu yang Tuan Omar tetapkan untuk memberikan penjelasan kepada dirinya.Sarah ingin mendapatkan jawaban dengan segera, dan tentu saja Sarah pun juga menginginkan tindakan yang jelas dari Tuan Omar untuk menentukan tempat yang tepat untuk istri sah pertamanya— yaitu, Sarah, dan istri mudanya, Prilly."Kita akan bicara di ruang kerjaku. Dan, Prilly, kamu pergilah ke kamar dan persiapkan dirimu untuk acara malam ini." Tuan Omar sudah memberikan perintah kepada Prilly, dan selanjutnya, Tuan Omar pun langsung saja menggiring Sarah ke rua
Waktu berlalu begitu cepat, dan tanpa Prilly sadari, malam yang ditunggu-tunggu telah tiba. Cahaya lampu gantung yang hangat menerangi lorong menuju lantai bawah, di mana suasana pesta mulai memanas. Prilly merasa berdebar-debar saat mendengar suara riuh yang berasal dari bawah, yang menandakan bahwa para tamu telah datang.Prilly berdiri di depan cermin di kamarnya, mengatur gaun yang diberikan Tuan Omar. Gaun itu mengalir begitu elegan dan sesuai dengan acara pesta malam ini. Rambutnya diikat dengan rapi, dan makeup-nya sangat halus, menyoroti kecantikan alaminya.Saat Prilly menyelesaikan penampilannya, Miss Lim, pelayan senior di rumah Tuan Omar, datang dengan lembut mengetuk pintu kamarnya. "Nona Prilly, tamu-tamu sudah mulai berkumpul di bawah. Tuan Omar sangat menantikan kedatangan Nona," kata Miss Lim dengan senyum ramah.Prilly mengangguk, meskipun jantungnya berdegup lebih cepat.Prilly mengikuti Miss Lim turun ke lantai bawah, di mana suasana pesta begitu hidup. Tamu-tamu y
Dalam kamar yang sepi dan dipenuhi dengan aura kesedihan, Prilly duduk sendiri, masih terhanyut dalam perasaan kebingungannya. Ia merasa kesepian dan merindukan kehadiran Ibunya, yang selalu memberikannya dukungan dan kekuatan dalam situasi yang rumit ini.Air mata Prilly masih mengalir, menggambarkan betapa rapuhnya hatinya dalam menghadapi semua tekanan ini.Namun, tiba-tiba, suara pintu yang terbuka memecah keheningan kamar. Prilly memandang ke arah pintu, dan di ambang pintu yang baru saja terbuka, dia melihat Tuan Omar berdiri. Wajahnya yang serius dan misterius menambah ketegangan dalam ruangan tersebut.Prilly menelan ludah, mencoba menyingkirkan air mata dan mengendalikan perasaannya.Prilly merasa getaran ketegangan di dalam dirinya ketika Tuan Omar muncul di ambang pintu kamar. Dalam sekejap, ia menyadari bahwa ini adalah momen yang harus dihadapi dengan ketenangan dan keberanian. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat duduknya.Dalam hitungan detik, Prilly memaksakan senyuman
Dengan hati yang berdebar-debar, Sarah melangkah dengan mantap menuju tangga yang membawanya ke lantai dua rumah mereka. Cahaya lembut dari lampu gantung yang menghiasi lorong lantai dua memancar, memberikan atmosfer yang tenang dan misterius. Saat ia mencapai pintu kamar Prilly, ia menggenggam gagang pintu dengan tangan gemetar penuh emosi.Sarah mengetuk pintu dengan kuat, dan setelah beberapa detik, pintu ia buka secara perlahan.Di balik pintu itu, Sarah langsung bisa melihat Prilly— istri muda suaminya, yang tampaknya sedang sibuk dengan sesuatu."Nyonya Sarah ...?" Prilly yang tampak kaget dengan kehadiran Sarah di kamarnya, seketika saja ia langsung melepaskan fokusnya, dan kini berdiri tegap menghadap Sarah. "Ada apa, Nyonya Sarah?"Sarah masuk ke dalam kamar dengan langkah yang tegas, dan bersamaan dengan itu pintu pun tertutup di belakangnya. Dengan suara yang tegas pula ia pun mulai berbicara, "Bukankah kamu merasa jika saat ini ada sesuatu yang harus kita berdua bicarakan?
Suasana yang terasa sangat mencekam, seketika saja membuat Prilly langsung menciut tanpa berani mengucapkan sepatah kata apapun di tengah-tengah amukan dari Sarah kepada Tuan Omar yang telah membawa Prilly ke istana tempat tinggal mereka."Sarah, tenangkan dirimu. Akan aku jelaskan semua, tetapi, tidak sekarang dan tidak juga di tempat ini!"Tuan Omar menegaskan kepada Sarah, tetapi, saat itu Sarah sudah benar-benar tidak tahan lagi untuk menunggu sampai waktu yang Tuan Omar tetapkan untuk memberikan penjelasan kepada dirinya.Sarah ingin mendapatkan jawaban dengan segera, dan tentu saja Sarah pun juga menginginkan tindakan yang jelas dari Tuan Omar untuk menentukan tempat yang tepat untuk istri sah pertamanya— yaitu, Sarah, dan istri mudanya, Prilly."Kita akan bicara di ruang kerjaku. Dan, Prilly, kamu pergilah ke kamar dan persiapkan dirimu untuk acara malam ini." Tuan Omar sudah memberikan perintah kepada Prilly, dan selanjutnya, Tuan Omar pun langsung saja menggiring Sarah ke rua
Takdir telah memainkan perannya dengan begitu kuat sehingga segala sesuatu yang pernah ia harapkan dan impikan tampaknya telah berubah tak terelakkan.Meski hatinya meronta dan perasaannya berkecamuk, Prilly terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus mematuhi janji yang telah ia buat kepada Tuan Omar.***Kabar tentang pernikahan Tuan Omar dan Prilly meluas dengan cepat seperti api yang menjalar di seluruh penjuru kota.Seperti isu yang sulit ditahan, cerita ini menjadi perbincangan hangat di setiap sudut, mengundang perhatian dan kontroversi sekaligus. Tidak dapat dihindari, berbagai sudut pandang muncul di tengah masyarakat yang mendengar kabar tersebut.Semua orang memiliki pendapat masing-masing tentang pernikahan ini. Ada beberapa pihak yang mengucapkan selamat dengan tulus untuk pernikahan itu. Namun, di sisi lain, ada juga yang merasa skeptis dan mencurigai motif di balik pernikahan itu.Beberapa pihak, termasuk pihak asing yang tidak terkait langsung, memandang Prilly dengan
Setelah Prilly merayu dengan penuh harap dan bahkan bersujud di depan Tuan Omar, akhirnya sang tuan memberikan respon yang dinantikan.Dengan suara tegas, Tuan Omar mengungkapkan kesediaannya untuk membantu Prilly. Namun, tawaran ini tidak datang tanpa syarat. Dengan tenang, Tuan Omar menjelaskan bahwa dia adalah seorang pengusaha cerdas yang selalu mencari keuntungan dalam setiap situasi. Karena itu, dia tidak akan memberikan bantuan begitu saja, terutama karena jumlah uang yang diminta oleh Prilly tidak sedikit."Dalam dunia bisnis, tidak ada yang diberikan secara cuma-cuma," ujar Tuan Omar dengan pandangan tajam."Sebagai pengusaha yang berpengalaman, saya telah belajar bahwa setiap tindakan harus menghasilkan keuntungan. Jadi, sebelum saya membantu ibumu, kita perlu meluruskan perjanjian yang menguntungkan bagi kita berdua."Tatapan Prilly memperlihatkan kebingungan dan ketidakpastian.Tuan Omar melanjutkan, "Saya ingin kamu memahami bahwa ini adalah bisnis. Sebelum saya menyelama
Tuan Omar terkejut, matanya melebar, ketika Prilly mengajukan penawaran yang tak terduga.Saat Prilly mengutarakan rencana yang tak lazim itu, suasana berubah menjadi seakan waktu berhenti sejenak.Meskipun terkesan sebagai langkah yang nekat, gairah untuk memahami lebih dalam terus menggelora di dalam diri Tuan Omar. Dengan tegas, dia menginstruksikan semua orang untuk meninggalkan ruangan, menciptakan kedamaian dan kesendirian di antara warna-warni lampu yang memenuhi klub tersebut."Tuan Omar, saya tahu ini terdengar gila, tapi saya tidak punya pilihan lain. Ibuku berada dalam bahaya besar, dan satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan memiliki uang yang sangat besar."Prilly berusaha tetap tegar menjelaskan kepada Tuan Omar. Dan pada saat itu, Tuan Omar tentu merasa bingung walaupun sudah dijelaskan mengenai alasan dibalik tercetusnya ide gila itu."Tapi Prilly, mengapa harus seperti ini? Mengapa Anda mengajukan tawaran yang begitu ekstrim? Dan apakah kamu sudah memp
Dalam kecemasan yang merayap, Prilly merasa terjepit oleh situasi yang tak bisa ia kendalikan. Ia merasa sangat khawatir dengan apa yang menimpa ibunya, namun kenyataannya, Prilly merasa tak berdaya untuk memberikan banyak bantuan.Tidak hanya masalah keuangan yang membuat Prilly merasa terbatas, tapi juga waktu yang makin menyusut. Padatnya jadwal pekerjaannya tak memberinya ruang untuk merespons dengan cepat. Kewajiban pekerjaannya merenggut waktu berharga yang mungkin bisa digunakan untuk mencari solusi bagi ibunya.Saat Prilly berusaha mencari jawaban di tengah kekacauan ini, teman seperjuangannya datang, menghadirkan beban baru."Hey!? Apa yang kamu lakukan di sini, Prilly?! Apa kamu sedang bermalas-malasan?!"Tidak ada istirahat bagi Prilly, bahkan ketika ia membutuhkan waktu untuk merenung dan merencanakan langkahnya."Maaf. Tadi aku hanya menjawab telpon dari Ibuku. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk bermalas-malasan," jelas Prilly yang tak ingin membuat teman seperjuangan
Prilly merasa hatinya berdebar-debar saat ia memandangi luar jendela klub malam. Cahaya neon menyilaukan, memancar ke gelapnya malam. Ini adalah malam yang sangat istimewa. Klub malam tempatnya bekerja sedang mempersiapkan kedatangan seorang tamu penting, Tuan Omar Malik. Sebagai salah satu orang terkaya dan terpandang; ketenarannya sudah menjalar ke seluruh penjuru kota.Dengan gaun malam yang elegan, Prilly mengatur rambutnya dengan hati-hati dan mengecek penampilannya sekali lagi. Ia ingin memberikan kesan yang baik pada tamu penting ini. Sebagai seorang pelayan di klub, ia memiliki tanggung jawab untuk memastikan semua berjalan lancar.Tiba-tiba, pintu masuk klub terbuka, dan Tuan Omar Malik masuk dengan langkah elegan. Prilly merasakan tatapan dari semua orang di klub yang tertuju pada Tuan Omar. Dalam sekejap, atmosfir di klub berubah. Prilly merasa tangannya sedikit gemetar ketika ia berjalan menuju meja Tuan Omar untuk mengambil pesanannya."Selamat malam, Tuan Omar. Apakah ad