“Dasar jahat!kenapa kamu pergi?” Dira masuk ke dalam dan langsung memukul lengan Ayuda, dengan air mata yang membasahi pipi dia terus memukul, sedangkan Ayuda hanya bisa berjalan mundur ke belakang. Jiwa hampir menarik Dira agar tak melakukan itu ke istrinya, tapi lebih dulu Dira memeluk Ayuda. Keduanya saling berpelukan erat lalu menangis bersama. Semua orang yang melihat jelas ikut merasakan keharuan, bahkan Sienna sampai melongo melihatnya. “Sial, apa kamu tidak pulang karena sudah rukun kembali dengan Ayuda?” Raga memberikan barang bawaannya ke pelukan Jiwa. Ia masuk ke dalam dan memindai isi penthouse milik Ayuda. Pria itu pikir sang kakak akan frustrasi karena Ayuda dingin saat rapat design kemarin, ternyata salah. Jiwa nampak segar bahkan semringah. “Maaf, bukan maksudku begitu, tapi aku harus memastikan anakku aman,”bisik Ayuda. Ia mengurai pelukan karena Aldi sudah berdiri tak jauh darinya. Sekretarisnya itu diam, memasang muka dingin karena ingin Ayuda tahu kalau diriny
Melihat perubahan ekspresi Dira, Ayuda merasa ada yang salah, hingga dia memilih berhenti dan tak ingin mencecar saudara kembarnya itu dengan pertanyaan lagi. Ayuda mendekat ke Jiwa, memberikan Nala ke sang suami agar Raga dan Aldi bisa melihat putri mereka. Meski belum genap seminggu, tapi Jiwa sudah sangat luwes menimang sang putri. Dia membuat Raga dan Aldi saling pandang melihat aura kebapakannya yang terpancar. "Dia cantik 'kan?" Tanya Jiwa ke Aldi dan Raga. "Dia putriku yang paling berharga," lirihnya. Sungguh, Ayuda merasa sangat bahagia. Hatinya merasa hangat melihat sosok pria yang sangat dicintainya itu menyebut Nala sebagai putri yang paling berharga. Semua orang yang ada di sana bahagia, meski sedikit sesak saat Affandi disinggung, tapi Dira tetap senang karena bisa bertemu dengan Ayuda dalam kondisi baik-baik saja. Dirangkulnya sang saudara kembar lantas menyandarkan kepala ke lengan. "Syukurlah kamu sehat.""Kapan kamu akan menikah dengan Aldi? aku harus menyiapkan
“Dari mana? kenapa ponselmu tidak bisa dihubungi?”Hari berdiri di depan Affandi yang sibuk menatap berkas di meja kerja. Pria itu tak tahu kalau dirinya diam-diam baru saja menemui Ayuda. Hari masih menyembunyikan kebenaran bahwa dia sudah bisa menemukan keberadaan putri atasannya itu.Bukan tanpa alasan, Hari hanya takut jika diperintah melakukan hal yang macam-macam. Sebenarnya baru seminggu ini dia bisa melacak di mana Ayuda tinggal. Semenjak Ayuda pergi, Affandi sama sekali tidak pernah membahas rencana ataupun hal yang ingin diperbuat ke sang putri, untuk itu Hari memutuskan hati-hati, karena di awal Affandi ingin menyingkirkan bayi yang ada di kandungan Ayuda. Hari merasa niatan atasannya sampai sekarang masih sama, sehingga dirinya memilih menyimpan hal ini dulu.“Ponsel saya kehabisan daya,”dusta Hari.“Apa kamu butuh ponsel baru?”“Tidak, Pak! saya hanya butuh mengisi batrenya. Maaf membuat Anda tidak nyaman.” Hari menundukkan kepala, beruntung Affandi sama sekali tak mencur
“Mas Al!”Dira yang mengantar Aldi sampai halaman terdengar memanggil lagi nama pria itu, terang saja Aldi yang hendak pulang kaget dan menoleh. Tatapan pria itu didominasi dengan rasa heran, dan berubah cemas saat menyadari mata Dira merambang. Gadis itu berjalan cepat mendekat lalu memeluk pinggangnya.“Sudah aku bilang ‘kan, menangis saja kalau mau menangis, terlihat lemah bukan hal buruk, Ra,”bisik Aldi.“Aku nggak nangis, cuma pengen meluk.”“Belum muhrim.”“Ya udah cepetan halalin aku,”gerutu Dira.“Ya udah besok kita ke KUA.”Dira menjauhkan badan, bibirnya cemberut karena tahu hal itu tidak mungkin dilakukan dalam tempo cepat. Namun, di balik itu ada sesuatu yang tidak dia tahu. Diam-diam Aldi berniat menemui Affandi, meminta pria itu untuk menandatangani surat pernyataan, jika memang tidak bisa menjadi wali nikah Dira maka dengan kesadaran menyerahkan ke wali hakim.“Kenapa? apa kamu tidak percaya?” goda Aldi. “Tenang saja! kita pasti akan menikah sebelum Nala bisa tengkurap.
Affandi bukanlah pria bodoh, dia sudah puluhan tahun menjadi atasan Hari, sehingga dengan mudah membaca gelagat aneh dari sekretarisnya itu. Diam-diam, Affandi memberi perintah ke anak buahnya yang lain untuk mengawasi Hari, dan terbukti pria yang sudah menemaninya bekerja selama ini berbohong. Affandi jelas kecewa, dia meminta anak buahnya memeriksa dan pada akhirnya tahu di mana keberadaan Ayuda.“Pak Hari tidak pergi menengok keponakan istrinya seperti yang disampaikan, dia menuju sebuah gedung apartemen dan terlihat menemui Nona Ayuda.”Mata Affandi fokus ke pria yang kini berlutut dalam kondisi babak belur dihajar oleh anak buahnya, pria itu tak lain adalah orang yang diam-diam diminta Hari mengawasi gedung RG group selama ini.“Kenapa kamu tidak memberitahu hal ini padaku lebih dulu, bukankah bosmu itu aku bukannya Hari?” tanya Affandi dengan ekspresi datar, dia tak sedikitpun merasa bersalah sudah membuat muka orang babak belur.Pria itu diam, dia tak mungkin menjatuhkan Hari d
“Dokter Thomas?”Ayuda syok, dia semakin tak habis pikir dengan jalan pikiran Affandi. Tidak cukupkah mengancam dan membuat dokter itu hendak berbohong kepadanya dulu?“Apa yang Papa lakukan ke dokter Thomas?”Ayuda memang tidak pernah berhubungan lagi dengan dokter itu sehingga tidak tahu apa yang terjadi. Ayuda takut, bagaimanapun juga dokter Thomas membantu proses bayi tabung karena desakannya, jadi jika sampai nyawa dokter itu terancam, jelas ini semua salahnya.“Aku tidak melakukan apa-apa ke dokter itu. Ayuda, apa kamu lebih percaya pria yang belum dua tahun kamu kenal dari pada Papa?” Affandi menyangkal dengan pertanyaan. Ia bahkan menunjukkan raut kekecewaan.Ramahadi sendiri tak gentar, dia merasa tak memiliki kesalahan sehingga tak takut dengan tatapan Affandi yang penuh kebencian.“Kamu jelas tahu, di dunia bisnis kejujuran adalah barang langka. Sesempurna apapun dirimu sebagai seorang pengusaha, kamu pasti pernah mengajak orang minum bersama dan menawarkan sejumlah uang un
Sore itu Jiwa pulang dari RG Group dengan senyuman di wajah, meski tubuhnya terasa linu, tapi membayangkan bertemu dengan Nala dan Ayuda membuat semua lelah tak lagi berarti baginya. Ia berjalan dengan langkah tegap menuju mobil. Namun, tak Jiwa sadari, sejak tadi seorang pria mengawasi lalu mengikutinya dari belakang. Menggunakan mobil dengan warna yang sama, pria itu berhenti tak jauh dari sebuah toko kue saat Jiwa berbelok untuk membelikan camilan Ayuda. Ia tahu, istrinya itu sering merasa kelaparan di malam hari. Ayuda selalu menolak makanan berat karena takut bentuk tubuhnya berubah, tapi hari ini Jiwa berencana memaksa sang istri untuk menikmati kue manis berkalori tinggi. Pria itu ingin Ayuda tahu, bentuk tubuh yang berubah tidak akan merubah cinta yang dia miliki. Jiwa masih tak curiga sama sekali, hingga saat tiba di gedung tempat tinggal Ayuda, dia merasa gerak-geriknya ada yang mengawasi. Jiwa melirik ke belakang saat menunggu pintu lift terbuka dan tetap berpura-pura t
Raga kesal bukan kepalang, semalam dia bahkan tidak bisa tidur memikirkan Sienna yang sedang mengandung anaknya, tapi ternyata gadis itu berbohong. Raga pun bergegas pergi dari penthouse Ayuda, dia berjalan sambil mendial nomor Sienna dengan rasa jengkel, dan saat panggilan itu terhubung Raga pun langsung bertanya -"Di mana kamu sekarang? Aku ingin bertemu.""Aku? Di rumah, bukankah kamu tahu sekarang aku menjadi anak baik," jawab Sienna dengan santai. Ia sedang tiduran di kasur sambil melihat-lihat gaun pengantin dari sebuah majalah fashion. "Aku akan sampai rumahmu dalam lima belas menit," kata Raga. "Ada apa?" Sienna menegakkan badan, dia kebingungan dan Raga tidak menjawab pertanyaannya. Gadis itu pun bergegas merapikan majalah dan bungkus snack yang berserakan di atas kasur. Seperti biasa jika papa dan mama Sienna sedang tidak ada di rumah, Raga pasti akan ke kamarnya, Sienna pikir pria itu pasti akan mengajaknya bercinta. “Aduh, mana bau citata lagi,” gerutu Sienna. Ia se