Beranda / CEO / Istri Manis Tuan Jicko / 63 — Perasaan itu....

Share

63 — Perasaan itu....

Penulis: JOSEPHWANG_11
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-24 16:13:01

“Kamu takut hutan?" Jicko bertanya. Sesekali dia menyeletuk. Sebab jika dilirik berkali-kali, Ameera ini orangnya banyak diam.

Sedangkan mereka sudah di dalam hutan. Sore menjelang. Di pinggir danau dengan air yang sangat jernih bak kaca. Ameera duduk melamun dekat dengan sumber perapian, sedangkan suaminya memasang tenda yang menyatu dengan kendaraan off-road.

Untuk perlengkapan memasak, semuanya tersedia. Mobil baru ini memiliki segalanya buat perlengkapan kemah. Termasuk tenda dan semua yang dibutuhkan untuk kemping di hutan itu.

Tenda yang terpasang juga amat luas. Setara luas kamar mereka di rumah. Tenda putih itu sempurna sudah berdiri. Meski sekali-kali berkibar dihembus angin kencang. Sementara itu, air hangat yang sedang dipanaskan di kompor induksi listrik mulai beruap.

“Aku enggak kepikiran hantu. Mana ada aku takut.” Ameera mendelik. Jicko mendekatinya.

“Terus kenapa diam?”

“Aku enggak tahu mau bilang apa deh. Soalnya ya, aku kehilangan kata-kata buat diucapkan.”

Ji
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Manis Tuan Jicko   64 — Perut Ameera Kram

    Hujan telah reda. Tiga jam berikutnya. “Itu planet Mars.” Jicko memberitahu. Tangannya menunjuk ke langit. Mereka sedang meneropong luar angkasa di atas atap mobil. Menggunakan lensa teropong jelajah luar angkasa paling canggih. Ada dua kursi di atas atas off-road itu. Sementara sembari mengamati luar angkasa, tangan mereka saling berpegangan. Ameera memasukkan tangannya ke dalam saku coat sang suami. Benar sekali, malam ini amat dingin pasca hujan. “Kalau yang itu?” tanya Ameera. Dia menunjuk bintang paling bersinar terang di sisi timur langit. Jicko mengarahkan teleskopnya ke arah yang sang istri maksud. “Itu .., bintang timur mungkin.” Jicko kemudian melirik istrinya. Pasal soal perbintangan, planet dan luar angkasa, Jicko kurang paham sama sekali. Tetapi dia paling suka mengamati malam. Cukup indah untuk disaksikan. “Pake ini. Nanti kamu kedinginan." Jicko mengikatkan syal di leher sang istri. Ada bercak merah di sana. Dia malah tertawa. Itu hasil ciptaannya. “Makasih, Mas.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-27
  • Istri Manis Tuan Jicko   65 — Petuah Harus Didengar

    “Langsung bawa ke kamar!" Maria memerintah. “Keluhannya apa?” Dokter menyahut.“Nanti dijelaskan, Dok. Istriku sedang menahan sakit dari tadi.” Jicko mengabaikan pertanyaan sang dokter. Dia dan Ameera baru saja sampai di rumah Maria. Begitu tiba di depan pintu, mereka sudah disambut oleh Maria, dokter perempuan dan asistennya. Juga bibi pelayan dan beberapa yang bertugas di sana. Jicko menggendong Ameera menuju ke kamarnya di rumah utama keluarga. Dokter dan Maria mengekori langkahnya. Jicko suami yang sangat berhati-hati. Dia begitu memperhatikan keadaan sang istri. “Silakan diperiksa, Dok. Perutnya mendadak kram sama agak nyeri sedikit, terus keras dari biasanya. Sama dia mulai mual tadi pagi.” Jicko menjelaskan. Ameera sudah dibaringkan di atas kasur. Dokter segera ambil tindakan begitu mendapatkan laporan dari suami pasien. Suster yang dibawa ikut membantu. Mereka mengecek kesehatan tegangan darah Ameera dahulu. Kemudian barulah melakukan pemeriksaan lain, terutama detak jant

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-02
  • Istri Manis Tuan Jicko   66 — Bocah Kecil yang Hilang

    Waktu libur masih ada. Jicko sedang berada di rumah Maria. Ibunya meminta dia dan istrinya tinggal di sini. Maria akan menjaga Ameera selama perempuan itu hamil. Pagi ini Maria telah bersiap-siap akan pergi. Dia melangkah terburu-buru menemui anaknya yang duduk membaca majalah di ruang tengah. Masih mengenakan baju santai, sweater Cardigan rajut dan baju kaos putih polos. “Anterin Mama sama Ameera ke Supermarket!” kata Maria sembari memasang anting-anting. Dahi Jicko mengerut sambil menatap muka sang ibu. “Hah! Tumben! Biasanya Mama enggak pernah pergi ke sana.” “Mama mau belanja keperluan nutrisi Ameera. Mau beli susu, penambah gizi ibu hamil dan lainnya.” “Biasanya bibi yang beli?” Jicko menyangkal. Namun dia harus ingat, Maria yang diajaknya berdebat pagi ini. Dia counter Jicko. “Jangan banyak cincong. Cepetan ganti baju. Siap-siap. Mama tunggu di luar sekarang!” Maria memerintah tegas. Jicko tidak segera menjawab atau membantah lagi. Tatapan matanya memicing tidak senang. H

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-04
  • Istri Manis Tuan Jicko   67 — Apakah Anak itu Anakku?

    Jicko terdiam sejak meninggalkan mall. Dia tidak banyak bicara. Tidak membahas apapun lagi. Ameera menyadari satu hal. Suaminya sudah berubah. Padahal sebelum meninggalkan mall, dia baik-baik saja. Dalam mobil yang dikendarainya, hanya ada Ameera dan Jicko. Sang Mama diantar pulang oleh sopir pribadinya. “Mas kenapa? Ada yang terjadi?" Ameera menyentuh bahu suaminya. Jicko cepat menggeleng. “Enggak ada, Ra.” “Beneran?" “Ya. Enggak ada yang terjadi.” “Oh, oke deh. Aku kira kenapa. Soalnya Mas diem aja dari tadi.” Ameera menatap ke depan lagi. Tidak melirik suaminya kembali. Sementara itu, Jicko sedang kepikiran soal ibunya anak kecil tadi. Dia adalah perempuan itu. Perempuan di masa lalu Jicko. Orang yang pernah bercinta dengannya. Dia adalah Aryana. Perempuan itu sudah punya anak.Satu hal yang membuat Jicko kepikiran. Lama tidak berjumpa, dua belas tahun lamanya, kini ketika mereka bertemu, dia sudah memiliki anak. Apakah mungkin itu anak ....Jicko mendengus! Kepalanya menggel

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Istri Manis Tuan Jicko   68 — Si Cantik Untuk Si Tampan

    Jicko berjalan pelan mendekati ranjang tidur. Dia baru saja pulang ke rumah. Begitu masuk kamar, lampu di sana sudah dimatikan. Dan Ameera telah terlelap tidur dengan selimut membungkus badan. Jicko menghela napas sengal. Dia langsung ambil posisi, masuk ke dalam selimut. Berbaring di samping istrinya. Sesekali dia memerhatikan wajah Ameera yang tidur damai. Namun jelas, wajah Jicko saat itu terlihat tegang. “Aku minta maaf!" kata Jicko pelan sambil tangannya meraba perut sang istri. “Aku minta maaf kalau besok-besok kamu bakal tahu kenyataan pahit lainnya. Aku enggak bermaksud begitu, bikin kamu terluka. Tetapi kadang-kadang memang badai bencana itu datang di saat laut sedang tenang.” “Eh, Mas!” Ameera terbangun dari tidurnya. Jicko cepat-cepat menjauhi tangannya dari pipi sang istri. “Maaf, Ra. Kamu jadi kebangunan." “Aku yang harus minta maaf. Aku ketiduran. Padahal dari tadi nungguin Mas pulang. Mau dibuatin teh?” Ameera menyibak selimut, cepat tanggap ingin melompat dari kas

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04
  • Istri Manis Tuan Jicko   69 — Bertemu dengan Aryana

    Satu setengah jam, penerbangan menuju ke Singapura. Pukul enam sore. Saat itu Jicko dan Ameera ikut dalam penerbangan singkat kelas business executive. Begitu sampai, taksi bandara yang parkir di depan pintu kedatangan internasional (international arrive) sudah tersedia. Mereka menaiki itu, minta diantarkan ke gedung hotel plaza. Tempat pertemuan yang akan mereka hadiri. “Kita enggak lama di sini. Jam sepuluh malam kita pulang.” Jicko melirik arloji di tangannya. Dia memberitahu. Ameera mengulum bibirnya. Kepala mengangguk. Lima belas menit, sampailah mereka di lobi hotel plaza. Beberapa petugas di sana menyambut ramah, menunjuk jalan ke mana mereka harus lewat untuk sampai di tempat acara. “Mr. Jicko, thanks for coming.” Pria tua menyapa. Dia menyalami tangan Jicko. Diikuti dengan senyum sopan. Pria itu anak dari mantan perdana menteri Singapura. Mukanya oriental Chinese. Mata sipit. (Tuan Jicko, terima kasih sudah datang.)“Of course.” Jicko mengangguk, “This is my wife. Her na

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05
  • Istri Manis Tuan Jicko   70 — Plantation

    Jam setengah satu malam. Jicko dan Ameera baru saja pulang dari Singapura. Dijemput menggunakan helikopter pribadi. Pesawat ulang-alik sederhana itu mendarat di helipad puncak menara gedung hotel, pinggiran pantai kota Jakarta. Sopir pribadi Maria menjemput mereka di lobi gedung. Sesampainya di rumah, Jicko menggantungkan coat tebal hitamnya di tree hanger. Sedangkan Ameera, dia duduk di pinggir ranjang. Sejak tadi dia memerhatikan suaminya. Dia kenapa lagi? Kenapa Jicko mendadak jadi menghindari Ameera—baik itu dalam percakapan atau tatapan mata. Ada sesuatu yang dipikirkan si pria jangkung itu. “Kamu enggak mandi dulu?” Jicko bertanya. Dia melepaskan semua pakaian yang melekat di badan. Ameera menggeleng, “Enggak. Aku cuma bersihin makeup aja.” “Oke kalau gitu. Aku mandi dulu.” Jicko mengikat handuk di pinggang. Sesaat kemudian, dia melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi. Ameera menatap jengah. Dalam hati bertanya-tanya. Apa yang sedang Jicko pikirkan. Aneh sekali. Tidak bi

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-06
  • Istri Manis Tuan Jicko   71 — Bertemu Orang yang Sama

    Ada begitu banyak mainan lama Jicko, sewaktu kecil. Rupanya barang-barang itu tidak mau dibuangnya atau didonasikan ke rumah panti asuhan. Dia cukup pelit. Namun ketika bibi bercerita, di sela-sela mereka membereskan ruangan besar yang menumpuk barang tidak terpakai itu, Ameera jadi tahu satu hal. Bukan Jicko tidak mau membuang semuanya. Tetapi dia hanya tidak mau. Kata bibi, dia punya alasan khusus. “Den Jicko itu orangnya waktu kecil banyak diem, Mbak. Dia itu lebih suka menghabiskan waktunya di rumah, main sendiri di kamarnya. Makanya semua barang-barang enggak mau dikasih ke orang lain.” Bibi menjelaskan kembali. Ameera sesekali melirik bibi pelayan. Tangan mereka cekatan memasukkan semuanya ke dalam box besar. “Eh, Mbak. Jangan angkat yang itu. Mbak Ameera kan lagi hamil, enggak boleh angkat yang berat-berat. Nanti Den Jicko marah kalau tahu ini. Biar bibi aja.” Perempuan berusia uzur itu meraih box dari tangan Ameera. Perempuan muda mengangguk. Dia takkan membantah. Giliran

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-10

Bab terbaru

  • Istri Manis Tuan Jicko   90 — End pt. 3

    Tahun berlalu lagi. Usia Jeano makin bertambah. Tak terasa. Anak itu sudah tumbuh jadi pemuda agak dewasa. Dengan perawakan tinggi jangkung, macam bapaknya. Tingginya hampir dua meter, jika saja ditambah empat centi lagi. Ngomong-ngomong, Mama sudah bekerja di rumah sakit. Dia sudah jadi dokter, lho. Dokter bedah jantung paling masyhur di rumah sakit tempatnya bekerja. Sekali Jeano ke sana. Ehm ..., orang-orang sangat menghormati beliau. Bahkan Mama sudah dapat gelar profesor dari universitas kenamaan Inggris atas prestasi hebatnya. Kalau Papa ....? Ah, dia selalu sibuk akhir-akhir ini. Apalagi dalam dua pekan terakhir. Dia sibuk sekali. Papa jadi penyokong terbesar dalam penyelanggaraan Asian games yang diselenggarakan di kota kami. Perusahaan Linux automobiles, Linux Star-X dan Linux mobile-nya jadi sponsor utama. Logo roket, mobil dan telepon seluler milik perusahaan Papa paling menonjol dari semua sponsor resmi. Eh, tapi Jeano patut bangga. Masalahnya, bukan karena Papa saj

  • Istri Manis Tuan Jicko   89 — End pt. 2

    Lima tahun berlalu. Jeano sudah besar. Tingginya kira-kira 140 cm. Cukup tinggi untuk ukuran bocah enam tahun. Kecuali temannya yang bisa menyaingi tinggi anak itu. Si Sultan, anaknya Om Gabriel. Jeano mengayuh sepeda. Mempercepat laju sepeda, tergesa-gesa masuk ke dalam rumah. Hendak melaporkan sesuatu pada sang Papa. “Papa, Jeano berantem hari ini,” kata anak itu. Tanpa ada rasa bersalah. Seolah dia sedang menyombongkan diri bahwa dia jago berkelahi. Papa menoleh ke arahnya. Waktu itu Papa sedang ada di garasi mobil. “Berantem sama siapa?” tanya Papa. Dahinya mengerut. Agak penasaran. “Sama Beryl.” “Berantem kenapa?” tanya Papa lagi. Dia tidak khawatir pada anaknya. Sebab anak itu tidak kenapa-kenapa. Tidak ada memar. Yang dikhawatirkannya adalah si Beryl, teman sepermainannya di dalam komplek perumahan ini. “Dia bawa sepeda Jeano. Ya Jeano pukul dia. Jeano tinju perutnya. Dia nangis.” Anak itu memberitahu. Ketika mendengar penuturan itu, darah di dalam diri Jicko mendidih r

  • Istri Manis Tuan Jicko   88 — End

    Setahun berlalu. “Mama enggak ikut?” Jicko bertanya. Pagi itu anaknya dan menantu mau pergi keluar. Mengajak si kecil jalan-jalan. Umurnya sudah setahun. Sudah bisa diajak ke mana-mana. Dalam gendongan sang Papa. Sudah rapi. Wangi pula. “Enggak. Kalian aja. Mama enggak bisa pergi hari ini. Tante kamu mau ke sini hari ini. Kasihan dia, sudah jauh-jauh terbang dari Amerika sana tapi enggak ada yang nyambut.” “Yah. Padahal seru kalau Mama ikut.” Ameera menyahut. “Ini waktu kalian, sayang. Mama enggak mau ganggu.” “Mama beneran enggak bisa ikut?” tanya Jicko lagi. Memastikan. Mama cepat menggeleng. Mama benar-benar tidak bisa pergi. Mama harus menjamu Tante yang akan tiba siang ini.”“Ya sudah deh. Kalau gitu, Jicko berangkat ya, Ma. Kalau ada apa-apa, langsung telepon Jicko. Biar kami bisa pulang kalau Mama butuh bantuan.”“Hush. Ada bibi. Mana mungkin Mama kenapa-kenapa. Berangkat sana, nanti kesiangan.” Maria mengusir halus. Menantu dan anaknya langsung bergegas. Mobil sudah sia

  • Istri Manis Tuan Jicko   87 — Papa Sibuk

    Hari Rabu tiba. Begitu masuk ke kantor, Jicko langsung diberondongi banyak dokumen. Tya dan Anda menghadap ke meja kerja bos besar mengingatkan kalau hari ini rapat penting akan diadakan. Ia berjanji begitu dua pekan lalu, sebelum ambil cuti. “Semuanya sudah siap, Pak. Mau ke sana langsung?” Tya memberitahu. Jicko melirik dokumen di depan mukanya sebentar, sebelum akhirnya menganggukkan kepala. Berdiri, mendorong kursi kerja ke belakang. “Semua jajaran direksi sudah tiba di ruang rapat?” tanya Jicko. Dua sekretarisnya mengikuti langkah orang itu. Mereka sudah berjalan menuju ke lift, turun ke satu lantai di bagian bawah ruangan kerja Jicko. “Sudah, Pak. Semua sudah datang. Tinggal menunggu Anda lagi.” Tya menjawab pertama. Pintu lift terbuka. Beberapa karyawan menyapa ramah di lorong menuju ruangan rapat. Beberapa lagi menuntun menuju ke tempat besar itu. “Silakan, Pak,” kata karyawan. Tangan membuka pintu untuk sang bos besar. Beberapa petinggi perusahaan berdiri begitu meli

  • Istri Manis Tuan Jicko   86 — Perlu Debat Kecil

    Pagi ini, cuaca mendung. Angin bertiup kencang. Baju yang dikenakan Ameera dan Jicko berkibar-kibar. Awan hitam menutupi langit di atas pemakaman Beverly hills county. Ameera duduk di depan pemakaman Gino yang sudah dicor beton. Sedangkan Jicko memayungi sang istri. Diletakkannya buket bunga di sana. Mereka hari ini berkunjung. Sesuai permintaan Ameera beberapa hari lalu pada Maria. Sehingga ketika dia mendapatkan waktu untuk berkunjung, anaknya akan diasuh oleh sang mertua. “Kak. Aku dateng hari ini. Aku berkunjung ke tempat kakak. Sekalian berkunjung ke pemakaman ayah dan ibu.” Ameera bergumam pelan. Memberitahu, maksudnya. Hujan rintik-rintik mulai luruh. Airnya tumpah di atas badan Jicko dan Ameera sebatas pinggang. Angin kian bertiup kencang. “Seminggu lalu aku sudah lahiran. Laki-laki. Anakku laki-laki. Dia sehat sekarang. Maaf kalau aku dateng enggak bawa dia ke sini. Karena dia belum bisa diajak bepergian. Tapi nanti kalau dia sudah sudah bisa jalan, aku bakal bawa dia k

  • Istri Manis Tuan Jicko   85 — Hari Lahiran

    Waktu melahirkan sudah tiba. Ameera dalam kondisi bersiapnya. Dokter yang membantu telah siaga. Malam ini pukul satu. Jam melahirkan yang sangat menyebalkan. Udara juga dingin, menusuk pori-pori. Jicko menemani istrinya di ruang bersalin. “Tarik napas dalam-dalam, hembuskan. Tarik lagi, hembus lagi. Lalu dorong. Dorong Bu, sekuat tenaga.” Dokter memberi aba-aba dan arahan. Ameera menuruti perintah sang dokter. Ditariknya napas dalam-dalam. Bahkan sampai penuh rasanya paru-paru. Peluh membanjiri badan. Rasanya tak menyenangkan sama sekali dalam kondisi ini. Rambut juga terasa lepek. Bak orang keramas ulah keringat yang bercucuran. “Tarik napas lagi, Bu. Lebih dalam. Lalu hembuskan. Yak ..., dorong kuat.” Dokter kembali mengintruksi. Ameera masih mengikuti apa perintah dokter melahirkan itu. Jicko memegang erat tangan istrinya. Tidak dilepaskan. Dia penyemangat di sana. Muka pria itu sesekali terlihat tegang. Ini sesuatu yang baru baginya. Menyaksikan perempuan melahirkan. Sekaligu

  • Istri Manis Tuan Jicko   84 — Cuti Melahirkan

    Hari-hari berlalu. Semuanya mulai terlupakan. Mulai direlakan. Ameera juga sudah keluar dari zona sedih. Hidup masih berlanjut. Masih ada hari esok. Jadi tidak baik berlarut-larut dalam kesedihan. Perlu diingat, dia masih punya keluarga yang harus diperhatikan. Ada suaminya. Ada Mama mertua. Ada calon anak yang harus diurus. Buat apa dia memendam semua itu? Tidak ada gunanya. Itu tidak akan membuat Gino bangkit dari kubur. Sebaliknya, lebih baik fokus pada hari ini dan kedepannya. Itu prinsip Ameera saat ini. Sekarang pukul sembilan. Jicko baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Memeriksa dokumen peluncuran produksi mobil listrik keluaran terbaru. Seharusnya hari ini rapat tinggi tingkat direksi. Namun Jicko meminta semua itu ditunda. Lagian, dia bosnya. Mau apa mereka kalau Jicko menolak atau membatalkan rapat penting. Dia sesuka hati bisa melakukan apapun pada perusahaannya. Jika tidak senang, bisa angkat kaki dari Linux Inc. Mudah bukan? Mengganti CEO, CFO bahkan sampai jajaran

  • Istri Manis Tuan Jicko   83 — Hadiah Terakhir Ibu

    Masih di hari yang sama. Waktu berpindah setengah jam berikutnya. Di kamar Jicko dan Ameera. “Ra, aku tahu kamu butuh waktu sendiri. Tapi mau bagaimanapun, aku sebagai suami, enggak bakal biarin kamu sendirian, Ra. Aku enggak bakal biarin itu terjadi.” Jicko berkata tegas. Ameera mengulum senyum. Dia mengiakan kata-kata suaminya. Ameera berdiri dari duduknya di pinggir ranjang tidur. Melangkah mendekati Jicko, lantas memeluknya. Jicko bersiap. Langsung dibelainya rambut sang istri. Pelukan itu hangat. Ameera sempat menangis lagi, dalam diam. Tetapi dia berhasil mereda segalanya. Jicko kemudian teringat ucapan ibunya satu jam lalu. “Tolong jangan ceritain kisah ini ke Ameera,” kata Maria waktu mereka berbincang di gazebo taman pemakaman. Jicko mengangguk. Dia akan menyimpan rahasia ini rapat-rapat. Jicko bertanya-tanya, kenapa Mama melakukan semua ini. Namun yang pasti, Mama hanya mengatakan bahwa ini semua demi Ameera. Dia tidak mau membuat anak itu sakit hati atas apa yang terja

  • Istri Manis Tuan Jicko   82 — Agnes Datang Lagi

    “Biarkan Ameera di sana sebentar. Kamu ikut Mama. Ada yang mau bilang sama kamu.” Maria berkata pada anaknya. Jicko menurut. Diikuti langkah kaki sang ibu. Meninggalkan Ameera yang masih terisak pilu di depan pusara sang kakak. Di samping tempat peristirahatan terakhir ibunya dan sang ayah. Mereka telah beristirahat dengan damai, menemui Tuhan di akhirat sana. Berkumpul di tempat yang sama. Maria membawa Jicko ke gubuk beton (gazebo pemakaman) di pekuburan Beverly Hills county. Di sana mereka hanya berdua, bicara empat mata. Face to face. Jaraknya puluhan meter dari liang lahat Gino. “Mama mau bilang apa?” Jicko bertanya begitu mereka sampai di gazebo marmer putih itu. “Rahasia yang puluhan tahun Mama sembunyikan dari kamu.” Maria menjawab santai. Tapi jelas bahwa Maria tidak terlihat tenang saat itu. Waktu itu mereka memakai baju serba hitam. Jicko dengan setelan jas dan kemeja hitam, sedangkan Ameera dan sang Mama memakai dress dengan payet mengilap. Khas orang-orang yang perg

DMCA.com Protection Status