Akad nikah sebentar lagi akan dilaksanakan. Semua keluarga berkumpul di halaman depan rumah Bu Laksmi yang telah di dekor dengan sangat mewah. Sebetulnya Mega ingin menikah di gedung besar, tapi karena alasan Bu Laksmi ingin semua tetangga menyaksikan pernikahan Mega, akhirnya Mega berbesar hati untuk mengadakan resepsi pernikahan di halaman rumah ibunya yang sangat luas. Calon suami Mega pun tidak mempermasalahkan karena nantinya mereka akan melaksanakan resepsi kedua di kediaman calon suami Mega di Yogyakarta.
"Kamu kenapa engga pake seragam?" Tante dari Eril mendekat pada Sofia yang tampak berbeda dari outfit keluarga lainnya."Dia lagi hamil. Jadi, baju yang kita jaitin engga muat!" Jawab Bu Laksmi cepat yang mendengar pertanyaan dari adiknya."Oh," Tante dari Eril itu hanya membulatkan bibirnya, lalu bergegas pergi untuk mengambil kendi yang telah diisi uang untuk acara saweran nanti.Sofia menundukan wajahnya. Ia memilin jarinya sendiri. Berada di tengah keramaian, tapi dirinya terasa sangat asing. Sofia menoleh kepada sang suami. Eril tampak sedang sibuk menyambut penghulu yang baru saja datang. Maklum saja, sang suami yang akan menjadi wali hari ini. Ini karena ayah mereka telah lama meninggal dunia. Sofia menggigit bibirnya. Merasa bingung harus berbuat apa."Dari pada kamu diem, mending kamu jagain tuh meja tamu!" Kakak ipar Eril yang bernama Delia menyikut tangan Sofia. Rupanya Delia memperhatikan dengan seksama sikap dan kegugupan Sofia dari tadi."Baik, Kak," Sofia langsung mengangguk setuju. Dari pada ia berdiam diri tidak jelas seperti itu, lebih baik duduk saja menunggu souvenir di meja tamu.Akad nikah dilaksanakan dengan penuh khidmat. Keluarga Eril tampak sangat berbahagia dengan pernikahan Mega selaku putri bungsu di keluarga mereka. Kebanggaan mereka kian berlipat ganda tatkala Mega menikah dengan seorang pilot yang bernama Dafa. Jelas ini sebuah prestasi bagi Bu Laksmi. Ia yang kini menyandang status janda karena ditinggal meninggal oleh suaminya begitu berbangga hati karena telah membesarkan semua anaknya hingga memiliki pekerjaan yang layak dan mentereng.Sekedar diketahui, Eril adalah anak ke tiga dari empat bersaudara. Kakak pertamanya bernama Dicky. Ia bekerja sebagai seorang PNS di kantor pemerintahan daerah. Dicky menikahi wanita yang juga berprofesi sama dengannya. Anak kedua Bu Laksmi bernama Rizal. Ia bekerja sebagai seorang dokter gigi di rumah sakit swasta. Rizal menikah dengan Delia yang bekerja sebagai seorang pramugari di maskapai nasional. Anak ketiga Bu Laksmi adalah Eril yang saat ini Sofia ketahui suaminya masih bekerja sebagai Admin HRD. Si bungsu yaitu Mega bekerja sebagai bidan dan menikahi pria yang bernama Dafa. Dafa bekerja sebagai seorang pilot di maskapai nasional seperti Delia. Bu Laksmi semakin jumawa tatkala ia mendengar pujian dari tetangga-tetangganya yang mengatakan jika ia sudah berhasil membuat semua anaknya sukses.****Malam harinya semua berkumpul di ruang keluarga. Bu Laksmi merasa senang karena kini Mega sudah diperistri oleh seorang pilot yang memiliki strata sosial yang tinggi masyarakat. Mega mengenal Dafa tentu saja perantara dari sang kakak ipar yang bernama Delia, yang bekerja sebagai pramugari."Lebih baik kalian istirahat. Pasti kalian lelah kan?" Bu Laksmi berkata dengan lembut pada Mega dan suaminya."Iya, Bu. Kami izin ke kamar ya?" Mega dan Dafa pun berdiri dan masuk ke kamar Mega semasa lajang dulu."Tadi orang tuanya si Sofia datang, Ma?" Tanya Delia, pada mertuanya. Ia memang sangat akrab dengan Bu Laksmi. Bu Laksmi sendiri sangat menerima keberadaan Delia sebagai menantunya, karena wanitu itu bekerja sebagai seorang pramugari."Iya. Mereka bawa beras tiga karung sebagai hadiah. Biasa orang kampung," Bu Laksmi cengengesan."Bajunya engga banget ya, Yang?" Suami Delia yang bernama Rizal pun tertawa mengingat penampilan orang tua dari Sofia.Eril yang mendengar sang mertua dijelekan sedemikian rupa hanya terdiam. Baginya tidak ada masalah toh Eril sendiri pun tidak dekat dengan mertuanya. Pria itu hanya akan menyapa sekadarnya saja jika mereka bertemu.Seusai mandi dan melaksanakan kewajiban, Sofia langsung berkumpul bersama suaminya dan keluarganya di ruang keluarga. Orang-orang yang cengengesan menertawakan kedua orang tua Sofia pun seketika diam dan memutar bola mata dengan sinis melihat Sofia duduk di antara mereka."Oh iya Ril, tadi Lily datang dan bawakan alat penghangat mandi untuk Mega," Bu Laksmi memecahkan kesunyian di antara mereka."Ibu mengundang Lily?" Sofia bertanya dengan lemah lembut. Pasalnya Sofia tahu jika Lily adalah mantan kekasih dari suaminya."Bukan ibu lah yang ngundang, tuh suami kamu yang undang mantan cantiknya," Bu Laksmi semakin berbicara berani."Aku cuma ngundang doang kok, Yang. Itu juga via WA," Eril mengkonfirmasi yang malah semakin membuat hati Sofia terluka.Sofia hanya menundukan wajahnya. Bahkan ia tidak tahu jika sang suami masih memiliki kontak dari Lily. Apakah Eril masih sering bersua kabar dengan Lily? Memikirkannya membuat kepala Sofia bertambah pusing.Sofia yang saat ini tidak memegang uang sepeser pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya mengenai surat mas kawin pada Bu Laksmi. Memang kedatangan utamanya bertujuan untuk itu kan? Di samping melihat adik iparnya menikah. Sofia rasa ini waktu yang tepat, apalagi satu per satu orang sudah kembali ke kamar. Kini hanya ada dirinya, Bu Laksmi dan Eril."Bu?" Sofia memanggil Bu Laksmi yang sedang membuka hadiah dari tamu undangan."Hmm?" Bu Laksmi berdehem dengan ketus. Tak ia alihkan wajahnya dari hadiah-hadiah mahal pemberian teman-teman Mega."Maaf, Bu. Sofia mau bertanya perihal surat mas kawin yang Mas Eril berikan. Apa suratnya masih ada di ibu? Kalau iya, Sofia izin ambil, Bu," Sofia berkata dengan hati-hati.Bu Laksmi pun langsung menoleh dengan wajah garang."Mau apa kamu bertanya surat mas kawin?" Tatapannya seolah hendak mencabik Sofia."Mau kamu jual, Yang?" Eril bertanya tapi dengan wajah santai. Sofia memang tidak memberitahu Eril sebelumnya karena ia dan sang suami cukup sibuk berada di rumah Bu Laksmi."Iya, Mas. Mau aku simpan buat uang USG dan melahirkan," jawab Sofia jujur."Kurang ajar sekali dia, Ril! Istri kamu mau jual emas pemberian dari kamu!" Bu Laksmi berdiri dan berkacak pinggang dengan arogan."Emang ada yang salah, Bu?" Jawaban Eril kini membuat hati Sofia senang karena suaminya berpihak padanya."Kamu masih nanya?" Bu Laksmi memelototkan matanya."Mas kawin itu sakral, Ril. Pamali kalau dijual," semprot Bu Laksmi pada putranya."Kalau terpaksa engga apa-apa kan Bu dijual?" Sofia menimpali."Lancang kamu ya! Memangnya duit dari suami kamu engga cukup? Gini nih Ril, kalau kamu nikahin wanita kampung! Apa duit dari anak saya habis buat keluarga kamu yang miskin itu?" Entah mengapa emosi bu Laksmi semakin berapi-api. Padahal mas kawin itu sudah menjadi milik Sofia dan tentunya bebas mau ia apakan.Sofia menghembuskan nafasnya gusar. Ia sudah tahu pasti Bu Laksmi akan menolak memberikan surat mas kawin itu padanya. Sofia berusaha menutup telinga ketika Bu Laksmi mengomelinya dengan hardikan dan sumpah serapah yang memekikan telinga. Sakit hati? Tentu saja. Namun Sofia sudah biasa dengan makian mertuanya itu. Hingga ia hanya bisa memendam amarah dan sakit hatinya di dalam hati saja."Dokter bilang janin Sofia kini posisinya sungsang dan plasentanya ada di bawah. Jadi, kata dokter Sofia harus rajin USG. Sekarang Sofia gak punya uang lagi buat USG. Tolong ibu kasih suratnya ya, Bu! Toh Sofia meminta hak Sofia kan, Bu?" Sofia menyahut, ia tak tahan lagi jika harus diam saja. "Gini nih kalau punya istri engga berpenghasilan. Apa-apa minta ke suami," Laksmi mencak-mencak, amarahnya berkobar karena Sofia berani menjawab omelannya. "Sudahlah, Bu. Berikan saja suratnya! Memang itu sudah hak Sofia kan, Bu?" Bela Eril terhadap istrinya, ia sangat pusing dengan ibu dan Istrinya yang tidak
Sofia menatap hamparan sawah yang menguning. Rasanya sangat damai setiap kali ia berkunjung ke desa orang tuanya. Sofia saat ini memilih untuk pergi ke rumah kedua orang tuanya untuk mencari penghiburan dari hatinya yang tengah gundah. Wanita itu berjalan menuju kumpulan para petani yang sedang sibuk di pagi hari ini. Matanya menyipit mencari keberadaan orang tuanya di antara para petani yang sedang membersihkan tanggul. Senyuman merekah dari bibir Sofia tatkala ia menemukan orang tuanya yang sedang bahu membahu membersihkan tanggul dan jerami yang terinfeksi oleh hama."Ibu, Bapak?" Seru Sofia sembari berjalan dengan langkah-langkah kecil."Sofia?" Seru kedua orang tuanya sembari membetulkan caping atau topi petani yang berbentuk kerucut di kepala mereka."Kamu datang sama siapa, Fia?" Tanya ayahnya yang bernama Rahman sembari naik ke atas pematang sawah dengan diikuti oleh istrinya."Fia sendirian, Pak," jawab Sofia masih dengan senyuman yang terulas di wajahnya. Kedua orang tuanya
Sofia berteriak memanggil suaminya. Akan tetapi, Eril seperti tidak mendengar teriakannya. Bahkan Sofia berlari kecil dengan harapan Eril melihatnya dan menurunkan Lily dari atas motor maticnya. Lily pun menoleh ke arah Sofia. Wanita itu tersenyum sinis kemudian menempelkan wajahnya kembali pada bahu Eril. "Astagfirullah!" Sofia menghentikan langkahnya dan mengusap dadanya yang seperti terbakar karena adegan yang tiba-tiba itu."Ke mana mereka?" Sofia menerka-nerka. Sofia pun memilih untuk masuk ke dalam angkot guna pulang ke rumah kontrakan mereka. Sofia langsung mengambil ponselnya yang ada di tas selempang kecilnya."Aku melihat kamu membonceng Lily, Mas," Sofia mengirimkan pesan demikian pada nomor ponsel Eril.Setelah mengirimkan pesan, wanita itu segera memasukan ponselnya kembali ke dalam tas. Ia berusaha menghilangkan segala pikiran buruk mengenai Eril dan Lily. Sofia yakin Eril tidak akan mengkhianati pernikahan mereka.Sofia tidak menyadari jika angkot yang membawanya kini
Rahman dan Sri berkemas memasukan padi yang telah digiling dan buah-buahan ala kadarnya yang mampu mereka bawa untuk pergi ke kota. Ya, orang tua dari Sofia itu akan berangkat ke ibu kota guna menjenguk ayah Rahman yang kini tengah terbaring sakit. "Pisangnya sudah di masukan, Bu?" Rahman bertanya seraya mengelap keringat yang memenuhi dahinya."Sudah, Pak," Sri menjawab seraya mengunci pintu rumahnya. Wanita yang memiliki satu anak itu kemudian menyimpan kunci rumah di dalam sepatu boot milik suaminya, jaga-jaga jika Sofia datang lagi ke rumah mereka. Mereka pun naik angkutan umum ke terminal. Sri menoleh ke arah suaminya yang sedari tadi hanya diam. Pikiran Rahman berkecamuk. Ia takut sang ayah mengusir kedatangannya seperti beberapa tahun silam."Ayo, Pak!" Suara Sri membuyarkan lamunan Rahman. Mereka langsung turun dari angkot dan memberikan ongkos kepada sang supir."Tangan Bapak dingin," Sri menggenggam tangan suaminya kala kenet sudah memasukan barang mereka ke bagasi bus. Ki
Sepuluh hari sudah terlewati, Sofia masih menjalani hari dengan kesendirian. Setelah perdebatan dengan Eril dan keluarganya, Sofia memilih pergi dan enggan meminta maaf pada Lily. Sofia merasa dia tidak salah. Meskipun dia orang tak punya, namun Sofia masih memiliki harga diri. Sofia tidak ingin terus mengalah demi suaminya itu. Sofia sudah cukup lelah dengan sikap asli Eril. Ia pun tak mau mendatangi Eril ke rumahnya. Sofia cukup tahu malu. Sofia merasa bosan. Wanita yang tengah berbadan dua itu bergegas membersihkan ruangan, termasuk kolong tempat tidur yang telah lama tak ia bersihkan. Meskipun Sofia tahu tempat itu selalu bersih, namun Sofia memilih membersihkannya saja hari ini untuk menghilangkan jenuh. Sofia mengambil sapu. di sapunya kolong tempat tidur itu. Beberapa kertas keluar dari kolong ranjang. Sofia merapikan kertas yang sudah disobek itu, ia lalu menyambungkan potongan kertas itu dengan potongan kertas lain. Sekali lagi, hatinya merasa hancur saat melihat kertas yang
Dua minggu cuti pernikahan yang Dafa ambil telah habis. Pengantin baru itu membereskan koper yang akan ia bawa untuk dinas kembali. Suami dari Mega itu merapikan pakaian terbaiknya yang telah disiapkan oleh sang istri. "Mas, aku masih kangen kamu lho!" Mega memeluk Dafa dari belakang dengan erat. "Aku juga, Sayang. Tapi aku harus kerja lagi. Kan biar beliin kamu sebongkah berlian," candanya dengan tawa tergelak. Pria berbadan tegap itu membalikan tubuhnya dan memeluk istrinya yang berprofesi sebagai bidan itu. "Mas, katanya kita mau pindah rumah? Kamu udah janji kan!" Rajuk Mega dengan nada manja. "Sudah aku beli. Tinggal renovasi kanopi aja sesuai yang kamu minta, Sayang. Nanti bakal ada pihak developer perumahan yang ke sini," Dafa menjawil hidung minimalis Mega. "Bener, Mas? Kamu gak bohong kan?" Tatapan mata Mega berbinar. Ia lalu mencium pipi suaminya dengan agresif. Ingin sekali Dafa menjatuhkan Mega ke tempat tidur untuk mengulang percintaan mereka tadi malam,
Eril menatap ponselnya. Bu Laksmi menelfonnya berulang kali. Kali ini Eril ingin menghabiskan waktu dengan Sofia. Hubungannya dan sang istri memang hanya sekedarnya saja belakangan ini. Apalagi pertengkaran kemarin membuat Eril takut jika Sofia benar-benar akan pulang ke rumah kedua orang tuanya. Terpaksa kali ini Eril mengacuhkan panggilan masuk dan puluhan chat dari Bu Laksmi yang meminta Eril datang ke rumahnya. Eril kemudian memilih mode silent agar ponselnya tidak bersuara."Tumben engga kamu angkat telfon ibu, Mas?" Tanya Sofia yang sedang menyapu ruang tengah."Engga. Aku pengen ngabisin waktu sama istri aku," Eril tersenyum manis."Tumben sekali," batin Sofia. Biasanya suaminya itu tidak akan mengacuhkan panggilan dari ibunya.Eril yang sedang duduk di sofa berdiri dan kemudian memeluk Sofia dari belakang."Hari ini kita jalan-jalan yuk? Udah lama engga jalan-jalan," ucapnya dengan suara lembut."Jalan-jalan? Ke mana, Mas?" Tanya Sofia dengan wajah berbinar. Selama menikah, me
Sofia dan Eril keluar dari toko pakaian dengan menenteng beberapa tas belanjaan. Sofia membeli beberapa potong pakaian hamil. Eril pun membeli beberapa potong kemeja untuk ia gunakan ke kantor. "Makasih ya, Mas?" Ucap Sofia dengan penuh rasa syukur. "Sama-sama," Eril tersenyum cerah melihat Sofia yang terlihat gembira hari ini. Sepasang suami istri itu pun kemudian memutuskan untuk pulang ke rumah setelah berjalan-jalan hari ini. "Yang, kita ke ATM bentar ya?" Eril bersuara ketika mereka di atas motor. "Kamu mau ambil uang?" Sofia berbicara sedikit lebih kencang karena suara bising dari kendaraan lain. "Iya, sekalian mau ngasih uang jatah bulanan juga buat kamu," jawab Eril. "Ya sudah, kebetulan uang aku juga udah habis, Mas." Eril menghentikan motornya di sebuah ATM yang ada di dekat super market besar. Pria itu dengan cepat masuk ke dalam bilik ATM dan mengambil uang seperlunya. Sedangkan Sofia ia lebih memilih untuk menunggu di luar. Ia pun terlihat menenteng belanjaan yan