Sofia berteriak memanggil suaminya. Akan tetapi, Eril seperti tidak mendengar teriakannya. Bahkan Sofia berlari kecil dengan harapan Eril melihatnya dan menurunkan Lily dari atas motor maticnya. Lily pun menoleh ke arah Sofia. Wanita itu tersenyum sinis kemudian menempelkan wajahnya kembali pada bahu Eril.
"Astagfirullah!" Sofia menghentikan langkahnya dan mengusap dadanya yang seperti terbakar karena adegan yang tiba-tiba itu."Ke mana mereka?" Sofia menerka-nerka.Sofia pun memilih untuk masuk ke dalam angkot guna pulang ke rumah kontrakan mereka. Sofia langsung mengambil ponselnya yang ada di tas selempang kecilnya."Aku melihat kamu membonceng Lily, Mas," Sofia mengirimkan pesan demikian pada nomor ponsel Eril.Setelah mengirimkan pesan, wanita itu segera memasukan ponselnya kembali ke dalam tas. Ia berusaha menghilangkan segala pikiran buruk mengenai Eril dan Lily. Sofia yakin Eril tidak akan mengkhianati pernikahan mereka.Sofia tidak menyadari jika angkot yang membawanya kini sudah hampir melewati gang kontrakannya. Gegas wanita itu turun dari angkot dan membayar dengan beberapa lembar uang dua ribuan.Sofia bergegas masuk ke dalam kontrakan. Ia mencoba menetralisir rasa sesak dan cemburu di dadanya. Tegukan air yang segar dari gelas tak kunjung jua membuat hatinya dingin. Sofia masih resah dan curiga mengenai suaminya dan Lily.20 menit berlalu, pintu tampak dibuka oleh seseorang. Sofia menajamkan penglihatannya kala melihat Eril ada di depan matanya. Sejak kapan suaminya masuk ke dalam kontrakan mereka?"Mas bisa jelaskan mengapa Mas membonceng Lily," Eril langsung duduk di sisi istrinya yang tengah duduk di sofa yang sudah usang."Jelaskan, Mas!' Sofia melihat ke sembarang arah."Jadi, tadi Lily minta tebengan karena ban mobil dia kempes. Lily kan tetangga ibu, jadi Mas bantu," Eril mulai menjelaskan."Minta tebengan? Kamu dari mana ketemu dia, Mas?" Sofia mengernyit heran."Ah, itu Mas bertemu dia di jalan. Mas lihat dia lagi benerin mobilnya sendirian," bohong Eril.Padahal faktanya, Lily saat ini bekerja di satu perusahaan yang sama dengan Eril. Bahkan Eril yang menjadi perantara wanita itu masuk ke perusahaannya. Sekedar diketahui, saat ini Eril menjabat sebagai HR Manager di sebuah perusahaan fasmasi berskala nasional. Eril memang bisa memegang jabatan itu atas promosi karena performa kinerjanya yang baik. Akan tetapi, Sofia sendiri masih mengetahui jika sang suami hanya bekerja sebagai Admin HRD. Lily sendiri bisa masuk ke perusahaannya atas desakan dari Bu Laksmi yang meminta Eril memasukan Lily ke tempat kerjanya. Bu Laksmi memang menyukai Lily. Di samping ia adalah anak dari kepala desa, Lily pun adalah lulusan S1 dari universitas ternama."Lalu, mengapa dia harus peluk-peluk kamu kaya gitu, Mas? Kalian bukan muhrim!" Sofia tanpa sadar meninggikan suaranya."Dia takut jatuh. Kan kamu tahu Lily tidak biasa naik motor," jawab Eril sekenanya."Aku tahu? Maaf, Mas! Aku bukan keluarga Lily, jadi aku tidak tahu apapun tentangnya!" Sofia menyipitkan matanya.Sebenarnya sedikit atau banyak Sofia begitu tahu Lily. Keluarga Lily adalah tetangga dari Bu Laksmi. Sofia juga tahu jika Lily adalah mantan kekasih Eril dari ibu mertuanya. Namun Sofia tidak tahu pasti mengapa mereka berpisah."Dengar, Yang! Aku engga ada hubungan apa-apa sama Lily!" Eril melunak. Ia menggenggam tangan Sofia lembut."Engga ada hubungan apa-apa tapi kamu tahu kontak WA dia, Mas!" Sofia masih belum puas dengan jawaban suaminya."Kamu sering bertukar kabar kan sama dia? Ngaku aja!" sambungnya."Memangnya kalau sudah jadi mantan, aku tidak boleh memiliki kontaknya?" Rahang Eril mengeras. Ia tersulut emosi oleh ucapan Sofia."Tidak ada yang namanya mantan masih berhubungan baik, Mas. Jika masih berhubungan baik, itu artinya kalian sama-sama masih belum move on. Kamu juga tadi enjoy banget Mas saat Lily meluk kamu! Udah lupa kalau kamu punya istri, Mas?" Tuduh Sofia lagi yang membuat Eril semakin emosi."Terserah apa katamu! Percuma aku jelasin sama kamu! Kamu engga akan ngerti-ngerti!" Eril berdiri dari duduknya dan membuka pintu serta membantingnya dengan keras. Pria itu memilih pergi dari kontrakan mereka."Mas!" Sofia berteriak dan mengejar.Akan tetapi, Eril sudah naik ke atas motornya dan pergi meninggalkan Sofia."Padahal aku hanya ingin kamu lebih keras meyakinkanku jika hubungan kamu dan Lily benar-benar sudah selesai," ratap Sofia dengan sedih melihat motor yang dikendarai suaminya semakin mengecil dan tak terlihat oleh pelupuk matanya.*****Seminggu sudah terlewati. Eril belum kunjung pulang ke kontrakan mereka. Seminggu ini pula Sofia hidup dari uang yang diberikan kedua orang tuanya tempo hari. Bisa sekali Sofia hanya tiduran di kontrakan. Akan tetapi, Sofia harus mendapatkan kejelasan tentang kondisi rumah tangga mereka. Sofia memutuskan untuk menyusul Eril ke rumah Bu Laksmi. Walaupun Sofia sebenarnya malas, namun demi keutuhan rumah tangganya, Sofia harus melakukannya.Dengan menaiki ojek pangkalan, Sofia kini sudah di depan rumah ibu mertuanya. Ia langkahkan kakinya ke pintu utama. Sofia melihat pemandangan yang sangat menyakitkan. Di sana ada Mas Eril, ibu, Mega, Mbak Intan, dan juga Lily tengah bersenda gurau seraya menonton drama Korea yang di tayangkan di stasiun Tv Swasta."Mas Eril mirip Kim Soo Hyun lho. Lihat deh mirip!" Seru Lily seraya mengusap bahu kekar pria yang Sofia sangat nantikan kepulangannya. Rasanya hati Sofia seperti di remas sesuatu. Sakit dan perih!"Kalau kak Eril Kim Soo Hyun, kak Lily berarti Kim Ji Won nya dong?" Seru Mega membuat semua di ruangan itu tertawa bersama. Panas sudah pasti. Akan tetapi, kecewa lebih mendominasi. Selama pernikahan dengan suaminya, mereka tak pernah memperlakukan Sofia sehangat itu."Bagus ya, Mas! Aku mengkhawatirkan keadaanmu, tapi kamu enak-enakan di sini dengan mantan kamu itu!" Teriak Sofia yang tiba-tiba masuk. Sofia kini sudah di ambang batas kesabaran. Matanya memanas. Air mata itu menitik membasahi pipi Sofia tanpa permisi."Sofia!" Mas Eril langsung berdiri dari duduknya, wajahnya terlihat panik seperti maling yang tertangkap basah saat melihat istrinya masuk dengan tiba-tiba."Datang-datang bukannya salam, malah nyelonong kaya ayam. Datang ke rumah mertua tuh ya pake sopan santunnya. Ketuk pintunya, ucapin salam! Boro-boro bawa buah tangan, malah yang ada kaya orang engga di sekolahin. Jadi wanita berkelas dong, Sofia! Kaya Lily nih!" Suara menggelegar ibu Laksmi tambah membuat luka di hati Sofia menganga. Wanita itu hanya tersenyum sinis menatap Eril."Wanita berkelas tidak akan dekat dengan suami orang, Bu," aku tersenyum kecut."Apa maumu, Sofia? Kami hanya menonton drama Korea, itu pun ada keluargaku. Apa kamu gak cape terus mencurigaiku?" Mas Eril tampak geram melihat Sofia. Sofia pikir suaminya akan menyesal dengan pertengkaran mereka tempo hari. Tapi ia salah besar, Eril malah semakin menjadi."Hanya menonton drama Korea tapi sampai lupa pulang selama berhari-hari? Tega kamu, Mas! Kamu biarin istri kamu yang sedang hamil besar sendirian di kontrakan," Sofia menggelengkan kepala, merasa tak mengerti dengan isi pikiran pria yang bergelar kepala rumah tangga itu."Mbak gak usah baper! Kita gak ngapa-ngapain kok. Kamu harusnya intropeksi kenapa suami kamu itu kabur, Mbak! Kamu terlalu over protektif dan cemburuan!" Mega bersuara membela kakaknya."Maaf bikin suasana jadi panas. Tapi aku engga ada hubungan apa-apa sama Mas Eril. Tadi ibu menyuruhku memberikan oleh-oleh dari Bali pada Ibu Laksmi, tapi saat aku lihat mereka nonton drakor, aku jadi ikutan. Aku engga ada maksud apa-apa. Mohon maaf ya, Mbak!" Lily kini bersuara yang membuat Sofia menatapnya dalam diam."Aku bukan pelakor kok, Mbak. Tenang aja! Aku cuma sama Mas Eril hanya teman," tambah Lily."Apa katanya? Buka pelakor? Lalu, mengapa saat aku melihat dia di bonceng suamiku, Lily tampak agresif dan dia hanya diam saat tahu aku mengejar motor mas Eril," batin Sofia."Noh dengerin apa kata Lily. Makanya jangan dikit-dikit curigaan! Bisa bisa makan ati terus suami kamu kalau dicurigain tiap waktu!" Semprot Bu Laksmi dengan dahi yang berkerut."Kalau gitu aku permisi ya semua. Aku engga enak sama kalian. Semoga Mbak Sofia percaya sama kata-kata aku ya?" Pamit Lily kemudian ia pergi dari kediaman Bu Laksmi."Kamu harus minta maaf sama Lily!!" Ucap Eril menatap Sofia dengan aura yang diliputi kemarahan.Rahman dan Sri berkemas memasukan padi yang telah digiling dan buah-buahan ala kadarnya yang mampu mereka bawa untuk pergi ke kota. Ya, orang tua dari Sofia itu akan berangkat ke ibu kota guna menjenguk ayah Rahman yang kini tengah terbaring sakit. "Pisangnya sudah di masukan, Bu?" Rahman bertanya seraya mengelap keringat yang memenuhi dahinya."Sudah, Pak," Sri menjawab seraya mengunci pintu rumahnya. Wanita yang memiliki satu anak itu kemudian menyimpan kunci rumah di dalam sepatu boot milik suaminya, jaga-jaga jika Sofia datang lagi ke rumah mereka. Mereka pun naik angkutan umum ke terminal. Sri menoleh ke arah suaminya yang sedari tadi hanya diam. Pikiran Rahman berkecamuk. Ia takut sang ayah mengusir kedatangannya seperti beberapa tahun silam."Ayo, Pak!" Suara Sri membuyarkan lamunan Rahman. Mereka langsung turun dari angkot dan memberikan ongkos kepada sang supir."Tangan Bapak dingin," Sri menggenggam tangan suaminya kala kenet sudah memasukan barang mereka ke bagasi bus. Ki
Sepuluh hari sudah terlewati, Sofia masih menjalani hari dengan kesendirian. Setelah perdebatan dengan Eril dan keluarganya, Sofia memilih pergi dan enggan meminta maaf pada Lily. Sofia merasa dia tidak salah. Meskipun dia orang tak punya, namun Sofia masih memiliki harga diri. Sofia tidak ingin terus mengalah demi suaminya itu. Sofia sudah cukup lelah dengan sikap asli Eril. Ia pun tak mau mendatangi Eril ke rumahnya. Sofia cukup tahu malu. Sofia merasa bosan. Wanita yang tengah berbadan dua itu bergegas membersihkan ruangan, termasuk kolong tempat tidur yang telah lama tak ia bersihkan. Meskipun Sofia tahu tempat itu selalu bersih, namun Sofia memilih membersihkannya saja hari ini untuk menghilangkan jenuh. Sofia mengambil sapu. di sapunya kolong tempat tidur itu. Beberapa kertas keluar dari kolong ranjang. Sofia merapikan kertas yang sudah disobek itu, ia lalu menyambungkan potongan kertas itu dengan potongan kertas lain. Sekali lagi, hatinya merasa hancur saat melihat kertas yang
Dua minggu cuti pernikahan yang Dafa ambil telah habis. Pengantin baru itu membereskan koper yang akan ia bawa untuk dinas kembali. Suami dari Mega itu merapikan pakaian terbaiknya yang telah disiapkan oleh sang istri. "Mas, aku masih kangen kamu lho!" Mega memeluk Dafa dari belakang dengan erat. "Aku juga, Sayang. Tapi aku harus kerja lagi. Kan biar beliin kamu sebongkah berlian," candanya dengan tawa tergelak. Pria berbadan tegap itu membalikan tubuhnya dan memeluk istrinya yang berprofesi sebagai bidan itu. "Mas, katanya kita mau pindah rumah? Kamu udah janji kan!" Rajuk Mega dengan nada manja. "Sudah aku beli. Tinggal renovasi kanopi aja sesuai yang kamu minta, Sayang. Nanti bakal ada pihak developer perumahan yang ke sini," Dafa menjawil hidung minimalis Mega. "Bener, Mas? Kamu gak bohong kan?" Tatapan mata Mega berbinar. Ia lalu mencium pipi suaminya dengan agresif. Ingin sekali Dafa menjatuhkan Mega ke tempat tidur untuk mengulang percintaan mereka tadi malam,
Eril menatap ponselnya. Bu Laksmi menelfonnya berulang kali. Kali ini Eril ingin menghabiskan waktu dengan Sofia. Hubungannya dan sang istri memang hanya sekedarnya saja belakangan ini. Apalagi pertengkaran kemarin membuat Eril takut jika Sofia benar-benar akan pulang ke rumah kedua orang tuanya. Terpaksa kali ini Eril mengacuhkan panggilan masuk dan puluhan chat dari Bu Laksmi yang meminta Eril datang ke rumahnya. Eril kemudian memilih mode silent agar ponselnya tidak bersuara."Tumben engga kamu angkat telfon ibu, Mas?" Tanya Sofia yang sedang menyapu ruang tengah."Engga. Aku pengen ngabisin waktu sama istri aku," Eril tersenyum manis."Tumben sekali," batin Sofia. Biasanya suaminya itu tidak akan mengacuhkan panggilan dari ibunya.Eril yang sedang duduk di sofa berdiri dan kemudian memeluk Sofia dari belakang."Hari ini kita jalan-jalan yuk? Udah lama engga jalan-jalan," ucapnya dengan suara lembut."Jalan-jalan? Ke mana, Mas?" Tanya Sofia dengan wajah berbinar. Selama menikah, me
Sofia dan Eril keluar dari toko pakaian dengan menenteng beberapa tas belanjaan. Sofia membeli beberapa potong pakaian hamil. Eril pun membeli beberapa potong kemeja untuk ia gunakan ke kantor. "Makasih ya, Mas?" Ucap Sofia dengan penuh rasa syukur. "Sama-sama," Eril tersenyum cerah melihat Sofia yang terlihat gembira hari ini. Sepasang suami istri itu pun kemudian memutuskan untuk pulang ke rumah setelah berjalan-jalan hari ini. "Yang, kita ke ATM bentar ya?" Eril bersuara ketika mereka di atas motor. "Kamu mau ambil uang?" Sofia berbicara sedikit lebih kencang karena suara bising dari kendaraan lain. "Iya, sekalian mau ngasih uang jatah bulanan juga buat kamu," jawab Eril. "Ya sudah, kebetulan uang aku juga udah habis, Mas." Eril menghentikan motornya di sebuah ATM yang ada di dekat super market besar. Pria itu dengan cepat masuk ke dalam bilik ATM dan mengambil uang seperlunya. Sedangkan Sofia ia lebih memilih untuk menunggu di luar. Ia pun terlihat menenteng belanjaan yan
Eril berjalan cepat menuju lift. Eril memang seorang pegawai yang disiplin dan perfeksionis. Ia tidak ingin terlambat barang satu menit pun. Baginya ketepatan hadir di kantor adalah suatu kedisiplinan yang wajib dipatuhi setiap harinya. Di samping kedisiplinan, Eril pun adalah seorang karyawan yang kinerja dan loyalitasnya pada perusahaan tidak diragukan lagi. Cara bersosialisasinya pun sangat mumpuni hingga ia mempunyai banyak teman dan relasi. Hal itulah yang membuat Eril mendapatkan kenaikan pangkat dengan cepat."Er?" Sapa Lily saat ia masuk ke dalam lift yang sama dengan Eril."Lily," Sapa Eril seperlunya. Ia memencet angka lima kemudian menatap pintu lift yang tertutup. Kini hanya ada mereka berdua di dalam lift itu. Lily cukup heran dengan sikap Eril yang tiba-tiba dingin padanya."Ehm, gimana sama istri kamu?" Lily memecahkan keheningan di antara mereka."Sofia? Dia baik-baik saja," jawab Eril dengan pendek. Membuat Lily merasa jadi serba salah"Maksudku apa dia masih curiga d
Sofia menaruh semua hasil masakannya sore ini di atas meja makan. Wanita yang tengah hamil besar itu tak sabar menunggu kedatangan Eril yang pulang ke kontrakan. Ia duduk di kursi makan. Kakinya ia regangkan, sesekali Sofia meluruskan kakinya. Maklum kehamilannya sudah menginjak usia tujuh bulan. Ubtuk masak saja, Sofia sudah merasa sangat kelelahan. Walaupun Eril tak pernah membantunya menyelesaikan pekerjaan rumah, ia masih bersyukur setidaknya sikap Eril ada perubahan. Suaminya tak selalu membela ibunya dan kini memberikan tambahan uang belanja kepadanya. Sikapnya pun mulai perhatian pada Sofia. Sofia berharap Eril terus berubah menjadi lebih baik, memprioritaskan dirinya dan calon buah hati mereka. Tok. TokSuara pintu diketuk. Dengan sumringah Sofia berjalan menuju pintu. Ia tak sabar menanti kedatangan sang suami dan menyantap makan sore bersama. Namun senyuman Sofia seketika sirna takkala melihat bukan orang yang ia harapkan yang berdiri di hadapannya. "Ibu, Mega?" Lirihny
Sepulang Bu Laksmi dan Mega, Eril mendudukan dirinya di kursi. Ia memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut. Eril menoleh ke arah pintu kamar yang tertutup. Ia tiba-tiba kepikiran istrinya. Eril baru merasa jika tadi ia keterlaluan. Eril tidak tahu mengapa dirinya bisa se emosional tadi. Bu Laksmi memang selalu berhasil membuat darah Eril mendidih dan kemudian memarahi Sofia. Eril menghembuskan nafasnya. Ia mengetuk pintu dengan pelan, berharap sang istri akan membuka pintu. Namun nihil. Jangankan dibuka, sebuah jawaban pun tidak ada dari dalam sana. "Sofia, buka!" Eril berbicara pelan. Ia baru memikirkan Sofia yang saat ini tengah mengandung darah dagingnya. Eril takut anaknya yang ada di perut Sofia dalam keadaan tidak baik. "Sayang, aku tahu kamu marah. Maafkan aku! Tadi aku lost control!" Lanjutnya. Sofia yang masih menangis menyeka air matanya. Baju depannya sudah basah karena sedari tadi digunakan untuk menghapus air mata yang tak kunjung mengering. Sofia lebih memilih s