Mawar berjingkrak kaget, melihat Arga yang sudah berdiri di belakangnya. Wanita itu benar-benar tidak sopan. Dia bahkan melengos dengan kesal, di hadapan Arga. "Saya tanya. Apa maksud anda dengan bilang, tidak boleh ada yang jualan di sini? Anda orang yang jualan, harus bayar? Bayar sama siapa? Sama anda?" pertanyaan beruntun Arga, sukses membuat Mawar gelagapan. Dengan berat hati, dia membungkuk. Meski begitu wajahnya sangat terlihat kesal. Mungkinkah dia menahan kesal, pada Arga? Bos pemilik perusahaan? Benar-benar tidak tau malu. "Bukan maksud saya seperti itu Pak. Hanya saja, gadis ini sudah terlalu sering berjualan di sini. Bukankah itu mengganggu jam kerja karyawan?" Ucap Mawar dengan pelan. "Jadi, anda merasa terganggu? Bukannya ini sudah jam istirahat yah? Lagi pula, pemilik perusahaan ini adalah saya. Bukan anda. Yang membuat peraturan di sini adalah saya. Bukan anda. Sebaiknya anda ingat ini baik-baik Nona. Jangan melarang siapapun yang ingin berjualan di sini. Menggangg
Melisa memeluk Talita, yang tak kunjung berdiri dari lantai. "Sudah Ma. Sudah. Gak baik Mama duduk di lantai begitu," Ucap Melisa. Erhan membantu Melisa, memegang tangan Talita. Berdua, mereka mengangkat Talita dari lantai, lalu mendudukkannya di sofa. "Tante tenang aja. Aku berjanji, Melisa akan bahagia seumur hidupnya. Aku gak akan sia-siakan anak Tante,""Aku juga janji, Ma. Gak akan jadi gadis egois lagi. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik buat suamiku,"Saat yang ditunggu pun tiba. Hari kebahagiaan yang dinanti oleh setiap insan, yang saling mencintai. Yaitu, mengikat tali kasih, dalam hubungan yang suci. Melisa dan Erhan ditakdirkan bertemu, dan saling mencintai. Berjanji akan selalu setia sampai akhir dan terikat dengan janji di hadapan Sang Khalik.Warna silver dan putih menjadi pilihan Sari untuk warna tema pernikahan Melisa dan Erhan. Gaun silver broukat, yang bawahannya mengembang, lengkap dengan jilbab warna senada.Payet mutiara di bagian pinggang, sedikit di l
Hoodie putih bergambar bebek, kaca mata hitam, dan tas samping berwarna hitam. Bulan memilih tempat duduk di samping, yang dindingnya full kaca.Selain gampang melihat pergerakan orang di luar, Bulan memastikan, orang yang mengajaknya bertemu, pasti akan berdandan sebisa mungkin untuk menyamarkan identitas aslinya. Cafe itu menyediakan tempat outdoor dan indoor. Di luar sudah full dengan muda-mudi yang sedang makan siang. Sedangkan di dalam cafe, ada beberapa pasangan yang juga sedang bersantai.Gadis itu sudah memesan coffe late dan sepotong brownies keju. Makan dan minum yang manis-manis dulu, sebelum dia berubah menjadi gadis pemaksa.Lima belas menit menunggu, Bulan mulai bosan. Dia tidak bisa meninggalkan Acha terlalu lama. Tak masalah jika wanita bernama Malla itu, tidak mau datang. Toh, yang punya kepentingan di sini adalah dia. Bulan hanya sengaja memancing di air yang keruh. Bukan hanya sekedar memancing. Tapi Bulan ingin, umpan di mata kailnya harus di sambar oleh ikan. Da
Surya POVAnakku sudah menikah. Sesuai dengan apa yang aku doakan dalam sujud tahajud ku. Aku ingin Melisa mendapatkan jodoh, pria yang benar-benar mencintai dan menghargai dia. Allah mewujudkannya, dengan mengirim Erhan di tengah-tengah kehidupan kami. Dua hari sebelum pernikahan, hatiku berdenyut nyeri. Anakku hampir saja dilecehkan oleh mantan calon menantu ku. Saat melihat Melisa terbaring di rumah sakit dengan lebam dan luka sayatan, hatiku tersayat. Perih, pedih. Mendengar suara erangannya menahan sakit, aku merasa seperti, aku yang disayat-sayat. Pria pelaku kebejatan ini, entah bagaimana kelanjutan hidupnya. Aku tidak tau. Erhan bilang aku hanya perlu tenang, untuk acara pernikahan yang tinggal menghitung jam. Semua dia yang akan tangani."Bagaimana dengan hukuman untuk laki-laki itu?" tanyaku pada Erhan."Papa tenang saja. Semuanya sudah aku atur. Ridwan sudah ada di tempat dia mendapatkan hukumannya. Dan itu berlaku seumur hidup." jawab Erhan dengan raut wajah bengis.Mel
Calvin menuntun Aluna keluar dari ruangan Arumi. Mereka baru saja memeriksa kandungan Aluna. Kandungannya sudah masuk trimester kedua. Kebahagiaan, terpancar nyata dari wajah mereka berdua.Aluna merasa beruntung, bisa menjadi wanita yang dipercaya Allah untuk menjaga titipan-Nya yang paling berharga. Setiap saat Aluna memanjatkan doa, anak dalam kandungannya, bertumbuh sehat, tidak kurang apapun hingga waktu lahir nanti. "Sayang. Liat perut kamu yang mulai gede, aku kok jadi gak sabaran pengen liat langsung anak kita. Kira-kira, dia mirip siapa yah?" kata Calvin. Tangannya sibuk membenarkan kancing jas putih milik Aluna. Ditatapnya wajah cantik Aluna, dengan tatapan penuh cinta. Sejak hamil, kecantikan Aluna bertambah berkali-kali lipat. Aura positifnya kuat sekali. Siapa saja yang dekat dengannya, selalu merasa bahagia dan ceria. "Bagi dua dong Mas. Maksud aku. Nanti miripnya dimix aja. Supaya mirip kita berdua. Hehe ... " Aluna terkekeh. Calvin ikut tertawa kecil melihat reaksi
"Aku gak mau dong, Mas. Nanti apa kata orang kampung. Masa aku turun jabatan sejauh itu sih? Dari asisten manager, ke cleaning service? Apa kata orang-orang di kampung nanti?" sungut Mawar. Wanita itu berada satu mobil dengan Rudi. Mereka tidak tidur di mes, tapi pulang ke kampung. Rudi minta izin dari Arga dengan alasan, anaknya sedang sakit. Istrinya tidak sanggup sendiri di rumah. Harus ada yang membantu. "Kamu tenang aja Sayang. Si bos songong itu, akan pergi dari sini dua minggu lagi. Kamu tetap akan jadi asisten aku. Gak usah capek-capek kerja, kamu bisa dapet gaji,""Bener yah Mas," "Iya dong. Apa sih yang enggak buat kamu," Rayu Rudi. Tangannya yang besar dan hitam itu, mencubit gemas pipi Mawar. "Tapi kamu janji sama aku yah. Kamu tetap mau aku ajak nginep di tempat biasa kita nginep. Mau kan?" Mawar tidak menjawab pertanyaan Rudi. Dia malah memperlihatkan sms yang masuk di ponselnya."Gak bisa malam ini, Mas. Aku disuruh pulang sama suami letoy. Katanya, Mamanya mau ko
"Tuan, terima kasih sudah memborong dagangan kami. Semoga Tuan sehat dan sukses selalu." Doa Cita dan Titi untuk Arga, setelah menerima uang hasil penjualan mereka hari ini. "Amin!" Semua orang yang mendengar doa Cita, serempak, mengaminkannya. Pak Mandor dan para pekerja masih duduk bergosip ria tentang Rudi. Hingga salah satu dari mereka tidak kuat menahan rasa penasaran, dia pun bertanda pada Titi. "Emang Pak Rudi itu beneran Papanya kamu Nak?""Iya Pak. Wah. Pekerja pencampur semen di sini keren yah Pak,""Keren? Kenapa?" tanya Pak mandor. "Bajunya rapi kek bajunya Ayah. Soalnya, tiap kali Ayah pamit kerja sama Ibu, Ayah pake baju jelek. Celana pendek sama baju lusuh gitu. Apa itu baju seragam pencampur semen di sini, Pak?" Titi bertanya dengan polosnya. "Kalau gitu, gajinya gede dong. Kok, Ayah bilang, gaji cuma sedikit sekali, jadi gak bisa biayain aku sekolah. Makanya aku kerja ikut Kak Cita, biar dapet uang untuk bayar iuran sekolah," Ini namanya penipuan. Baiklah akan ak
"Ayo Sayang. Kita pergi dulu. Kamu butuh istirahat kan? Istirahat di ruangan Mas saja. Biar gak diganggu," Bujuk Calvin pada Aluna.Aluna mengangguk patuh. "Mas, rasanya gimana gitu, gak dapet jadwal operasi. Hamilnya masih lama." keluh Aluna. Calvin tersenyum. Istrinya ini memang wonder woman. Dalam keadaan hamil pun, dia masih sanggup berdiri berjam-jam, untuk mengoperasi orang.Beberapa hari yang lalu, Aluna mengalami kram, saat sedang melakukan operasi besar. Walau akhirnya, operasi itu berhasil, dia tetap harus rela untuk libur mengutak atik tubuh orang, karena akhirnya, sang suami yang juga adalah atasannya, tidak mengijinkan lagi dia melakukan operasi besar.Dia harus puas hanya dengan operasi kecil saja. Itu pun hanya beberapa kali saja dalam sebulan.Sepanjang jalan, ke ruangan Calvin, Aluna lebih banyak diam. Pikirannya tertuju kepada Surya. Siapa yang akan menjaga pria itu? "Jangan terlalu dipikirin Sayangku. Ibu hamil itu harus tetap happy.""Iya Mas. Stok manisan buah