"Tuan, terima kasih sudah memborong dagangan kami. Semoga Tuan sehat dan sukses selalu." Doa Cita dan Titi untuk Arga, setelah menerima uang hasil penjualan mereka hari ini. "Amin!" Semua orang yang mendengar doa Cita, serempak, mengaminkannya. Pak Mandor dan para pekerja masih duduk bergosip ria tentang Rudi. Hingga salah satu dari mereka tidak kuat menahan rasa penasaran, dia pun bertanda pada Titi. "Emang Pak Rudi itu beneran Papanya kamu Nak?""Iya Pak. Wah. Pekerja pencampur semen di sini keren yah Pak,""Keren? Kenapa?" tanya Pak mandor. "Bajunya rapi kek bajunya Ayah. Soalnya, tiap kali Ayah pamit kerja sama Ibu, Ayah pake baju jelek. Celana pendek sama baju lusuh gitu. Apa itu baju seragam pencampur semen di sini, Pak?" Titi bertanya dengan polosnya. "Kalau gitu, gajinya gede dong. Kok, Ayah bilang, gaji cuma sedikit sekali, jadi gak bisa biayain aku sekolah. Makanya aku kerja ikut Kak Cita, biar dapet uang untuk bayar iuran sekolah," Ini namanya penipuan. Baiklah akan ak
"Ayo Sayang. Kita pergi dulu. Kamu butuh istirahat kan? Istirahat di ruangan Mas saja. Biar gak diganggu," Bujuk Calvin pada Aluna.Aluna mengangguk patuh. "Mas, rasanya gimana gitu, gak dapet jadwal operasi. Hamilnya masih lama." keluh Aluna. Calvin tersenyum. Istrinya ini memang wonder woman. Dalam keadaan hamil pun, dia masih sanggup berdiri berjam-jam, untuk mengoperasi orang.Beberapa hari yang lalu, Aluna mengalami kram, saat sedang melakukan operasi besar. Walau akhirnya, operasi itu berhasil, dia tetap harus rela untuk libur mengutak atik tubuh orang, karena akhirnya, sang suami yang juga adalah atasannya, tidak mengijinkan lagi dia melakukan operasi besar.Dia harus puas hanya dengan operasi kecil saja. Itu pun hanya beberapa kali saja dalam sebulan.Sepanjang jalan, ke ruangan Calvin, Aluna lebih banyak diam. Pikirannya tertuju kepada Surya. Siapa yang akan menjaga pria itu? "Jangan terlalu dipikirin Sayangku. Ibu hamil itu harus tetap happy.""Iya Mas. Stok manisan buah
"Wah. Masa sih Mbak? Ini beneran kan? Bukan penipuan?" Suara antusias dari seberang telepon, menjawab Bulan. "Bukan dong Bu. Penipuan itu, kalau kita memungut biaya dari Ibu. Tapi, kami tidak kok. Ibu datang saja ke Hotel Kusuma King, tanyakan reservasi atas nama Beautiful Woman. Nanti Ibu akan diarahkan ke private room yang sudah disediakan khusus untuk pemerhati kesehatan kulit wanita.""Kapan itu Mbak?" tanya Anita, istri Awan."Besok malam." Bulan bergerak cepat. Dengan bantuan Acha, mereka mendapatkan satu privat room di Restoran milik Hendrawan itu. 'La. Aku dah booking Restoran Kusuma King. Aku dapet private room. Makan sabu-sabu, kita girl. Kesukaan kamu kan?' Pesan Acha pada Malla.Malla melonjak gembira. Sabu-sabu di Restoran Kusuma King, adalah favorit Malla. Mau setiap hari juga, dia mau. 'Ajak Pak Awan juga.' Pesan Acha."Pasti dong. Elu tuh. Paling gampang dimanfaatin. Jadi donatur buat acara ngedet Gue sama Mas Awan. Haha.." Acha melanjutkan kegiatannya. Sekarang,
"Pencampur semen? Apa Bapak sedang bercanda? Bukankah, kinerja kerja saya, baik-baik saja selama ini? Apa alasan anda menurunkan jabatan saya?" Tanya Rudi, gusar. Arga menatap tajam wajah Rudi. Membuat pria itu salah tingkah. "Pak Rudi. Saya bukanlah tipe orang yang memberikan keputusan tanpa alasan yang kuat. Apakah saya harus mengatakan alasan saya menurunkan jabatan anda, atau, anda menyadari sendiri, apakah selama ini, anda sudah melakukan banyak kesalahan atau tidak." Tegas Arga.Kepala Rudi tertunduk. Bukan untuk menyadari kesalahannya, tapi, dia sedang mencari, di sebelah mana di kecolongan. Perasaan, dia sudah hati-hati melakukan semuanya. Apa Rudi tidak tau ada pepatah yang berkata, sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu pasti akan jatuh juga. Rudi bukanlah tupai. Apalagi yang pintar melompat. Dia hanya seorang laki-laki yang tidak memiliki ketahanan diri. Sisi kebaikannya tidak lagi bisa menguasai dirinya. Sisi baiknya telah dimakan habis oleh sisi jahatnya. H
"Tapi yah Ina, Gue denger dari Tika, kalo Bos Arga itu udah punya gebetan. Itu anak yang punya perusahaan batu bara itu lho. Yang kemaren meeting sama Bos Anaya." Celetuk Utari. Kinan melengos. Dia tau siapa yang di maksud Utari. Kemarin, perusahaan mendapatkan tamu kehormatan. Semua orang dibuat sibuk, karena kedatangan mereka. Anaya, CEO ArOne Group, digandeng oleh gadis cantik, berwajah imut, polos, dan begitu manis di balik hijab merah muda. Dilihat dari dekat maupun dari jauh, orang bisa menilai, bahwa gadis ini adalah gadis yang cerdas. Dia sangat sopan dan punya tutur kata yang lembut, tertata, dan berisi. Tipe Anaya banget ini. Gadis muslim yang taat, dengan segudang prestasi, namun tetap rendah hati.Sedangkan pada Kinan, Bos mereka itu, bahkan tidak pernah melirik padanya. Jika kebetulan berpapasan, Anaya hanya mengangguk kecil dengan senyum tipis, sambil terus berjalan. Kinan merasa, dia sudah harus mulai memanfaatkan pengaruh papanya. Selama ini sih, dia sudah mengguna
"Aaa... Mas, tolong Mas!" teriak Malla kesakitan. Mendengar Malla berteriak, memanggil suaminya, Anita makin bringas. Wanita itu semakin mengencangkan lilitan tangannya pada rambut Malla. Ditekannya kepala Malla yang sudah menempel sempurna dengan lantai.Entah sudah berapa banyak, rambut di kepala Malla yang rontok. Dan entah sudah berapa banyak rintihan gadis itu menahan rasa sakit. Belum lagi pengaruh obat perangsang yang kuat ditubuhnya. Demikian juga dengan Awan. Laki-laki itu terkesiap dengan keadaan yang terjadi. Anita? Mengapa dia ada disini?Kedatangannya sangat tepat saat dirinya sedang mencumbui wanita lain. Ada yang tidak beres ini. Tapi, sekuat apapun dia berpikir, dia tidak mampu menganalisa apapun. Ditambah lagi, dengan tubuhnya yang butuh pelampiasan sekarang. Tunggu dulu. Bagaimana bisa, obat yang seharusnya diminum oleh Acha, berbalik menjadi dia dan Malla yang meminumnya? Awan sangat terkejut, karena Anita yang lemah lembut, berubah bak seekor harimau kelaparan
Malla meringsek mendekati Awan. "Mas. Aku gak kuat lagi. Ini harus gimana?" Tanya Malla dengan wajah yang memerah. Sekujur tubuhnya pun sudah basah oleh keringat. Dia kembali terangsang, saat mencium parfum Awan. "Mas gak tau. Tungguin aja. Ini gak banyak kok. Satu jam juga hilang. Tapi, kamu harus kuat nahan rasa sakit. Kita gak mungkin ngelakuinnya di sini. Bisa habis kita kalo ketahuan sama pihak restoran." Ujar Awan. "Kamu tunggu disini. Mas mau nyusul Anita dulu." Sambungnya. Malla mendengus kesal. "Ngapain sih, nyusul si buluk gendut itu. Bikin repot aja. Kamu kan juga gak baik-baik aja, Mas." Kesal Malla. "Udah. Kamu disini aja. Mas mau ke depan.Anita masih tersedu-sedu di samping motornya, saat Awan berhasil menyusul. Laki-laki itu berusaha meraih tangan istrinya. "Sayang, kamu denger dulu penjelasan Mas yah? Jangan gegabah mengambil keputusan. Kamu tau kan, Mas sayang banget sama kamu."Mendengar suara Awan, Anita berdiri dengan cepat. Panggilan di ponselnya terputus.
Mata Arga terbelalak, saat membaca pesan Cita. Tubuhnya yang sudah menuntut hak untuk istirahat, tidak dihiraukannya. Arga bukan bermaksud untuk ikut campur urusan rumah tangga orang lain. Namun, hati kecilnya berkata, jika penyebab utama Rudi melakukan kekerasan rumah tangga, karena Arga yang menurunkan jabatannya.Pria tampan itu melompat turun dari ranjangnya. Mengganti piyama, dengan celana cino dan hoodie. Menyambar kunci mobil, lalu memacunya ke arah rumah sakit. Arga berhenti di depan salah satu Rumah Sakit Daerah, lalu mengirimkan pesan kepada Cita."Nona Cita, saya ke rumah sakit sekarang. Bdw, rumah sakit mana yah?" Chat Arga untuk Cita."Saya share lock Tuan." Balas Cita.Arga melajukan mobilnya kembali. Tujuannya, adalah salah satu klinik di dekat Panti Asuhan Cinta Bunda.Pantas saja, ada Cita bersama Titi. Arga tiba di klinik itu saat waktu menunjukan 21.30. Tidak susah mencari ruangan tempat perawatan Ayu, istrinya Rudi. Karena ruang rawat hanya ada empat. Titi ada d
"Saya sudah ngomong sama Bunda, Papi, Kak Luna sama minta ijin Kak Acha. Mereka semua udah setuju, Cit. Kapan kamu siap saya lamar?" tanya Arga dengan sungguh-sungguh. Gadis yang ditanya hanya tertunduk dalam, tanpa mampu menatap wajah pria yang diseganinya ini. "Saya tanya Bunda Nilam dulu yah, Tuan. Jika Bunda mengijinkan, insya Allah saya siap," ucap Citra dengan yakin. Arga menarik nafas lega. Taman depan panti asuhan tempat Citra dan kawan-kawannya dibesarkan oleh Nilam, telah menjadi saksi bisu, dua hati yang sedang dipenuhi kebahagiaan. Satu bulan yang lalu, Arga sudah minta ijin Acha, untuk melangkahinya. Dan Acha tidak leberatan sama sekali. "Nikah aja duluan Dek. Mau nunggu Kakak? Gak mungkin. Bayang-bayang jodoh juga belom ada. Kasihan kamunya. Entar Citra diembat orang lain, kamu yang rugi," Arga tersenyum, saat mengingat kembali percakapannya dengan Acha. "Kakak mau apa buat syarat melangkahi Kakak?" "Emang dilangkahi harus pake pemberian syarat yah?
Aluna terkejut melihat kondisi Melisa. Terakhir kali bertemu, tubuh Melisa tidak sekurus sekarang. Dia nampak pucat dengan berat badan yang turun drastis. Wajahnya tidak terpoles make up sama sekali. Rambut hitam panjangnya, hanya tergelung asal. Walaupun keadaannya yang seperti tidak terurus, kecantikan Melisa tetap saja menonjol. Ponsel dipegang oleh Erhan, karena istrinya itu, sudah tidak punya tenaga, meski hanya untuk memegang ponsel. "Baiklah. Ok. Kamu tenang dulu yah, Mel. Tenang dulu," Melisa mengangkat wajahnya menatap layar ponsel, saat mendengar perkataan Aluna. Dengan perlahan, dia bisa mengendalikan diri. "Mbak minta maaf yah. Maafin Mbak yang egois. Maaf," Aluna menjeda perkataannya. Wanita itu menundukkan wajahnya. Dia menunggu bagaimana reaksi Melisa. Melisa nampak terkejut. Suara isakannya pun langsung berhenti seketika, saat mendengar pernyataan Aluna. "Kamu mungkin gak pernah ngalamin apa yang Mbak alami. Tapi, memang sesakit itu kalo gak pernah
"Keadaan Papa sudah semakin parah, Mas. Aku gak tau harus gimana lagi. Semua yang udah kita usahakan, seperti gak ada artinya. Ini udah berbulan-bulan lamanya. Kamu sama Mas Edward, udah ngeluarin uang yang banyak," sedu sedan Melisa, disertai dengan kalimat-kalimat putus asa. Bagaimana tidak, Surya sudah mendapatkan perawatan dari dokter yang terbaik di Jerman. Jangankan sembuh, membaik sedikit pun, tidak terlihat sama sekali. Yang ada, keadaan Surya semakin parah. Erangan kesakitannya, sudah berubah menjadi rintihan kecil yang memilukan. Bahkan sejak seminggu yang lalu, Surya sudah koma. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik untuk Tuan Surya. Tapi, sepertinya, tubuh beliau menolak semua obat yang masuk. Kesembuhan Tuan Surya, hanya bisa terjadi karena mujizat," Tubuh Melisa luruh ke lantai rumah sakit. Sambil membekap mulut dengan kedua tangannya, Melisa menangis dengan histeris. Harapannya, cintanya, kehidupannya, seperti akan mati dan lenyap. Surya adalah api semangat y
"Kalian gak apa-apa kan?" Tanya Acha, pada kedua anak yang duduk dengan gelisah di sampingnya. "Gak apa-apa Kak. Kami sudah biasa dikasarin Bapak. Kami cuma takut aja, kalo sampe ketemu lagi sama Bapak, kami bisa dihukum lebih berat, karena udah berani melawan." "Gak usah takut. Mulai hari ini, kalian tinggal di rumah Kakak. Gak akan ada orang yang berani nyakitin kalian lagi," jawab Acha pasti. Dengan cekatan Acha membuka tutup botol air mineral, lalu memberikannya kepada kedua anak itu. Dibukanya juga bungkus roti, lalu memberikan dengan senyum. Kedua anak itu terlihat sangat kelaparan. Buktinya, anak yg paling kecil, meneguk ludah melihat roti di tangan Acha. Mereka berdua makan roti itu, dengan lahap. Mengunyah beberapa kali saja, lalu menelan dengan cepat. Acha menatap kedua anak itu dengan perasaan iba. Kasihan mereka. "Nama saya Acha. Kalian siapa?" "Saya Marco Kak. Ini adik saya Mario," jawab anak yang paling besar, dengan mulut penuh makanan. "Bapak-bapa
Bapak-bapak itu kaget, demikian juga dengan Nugi. Pemuda itu memang sudah sangat sering mendengar cerita Rissa tentang betapa beraninya anak-anak Anaya. Namun, untuk melihatnya secara langsung sungguh sangat berbeda rasanya. "Woi ... Anjir Lo. Siapa sih?" Teriak si bapak, sambil meringis kesakitan memegang sikutnya yang terbentur tembok lorong. Wajah bengisnya menatap Acha dengan pandangan membunuh. Refleks kedua anak yang ditindas itu, berlari berlindung di balik tubuh Acha. "Jangan kasar sama anak kecil, Pak. Nanti anda bisa kualat lho," jawab Acha santai. Tangan kanannnya mendorong lembut tubuh gemetar dua anal kecil itu, untuk berlindung dengan baik di balik tubuhnya yang ramping. "Wuahaha ... Gua ini Bapak mereka. Bagaimana bisa Gua kualat? Malah mereka yang gak berbakti dengan bener yang bakalan kualat. Lagian, siapa sih Lo? Ikut campur aja urusan orang. Siniin gak anaknya?" Tariak pria itu sambil menunjuk-nunjuk wajah Acha. Kelakuan Acha yang santai menghadapinya, membuat
"Hah? Kembar?" teriakan Acha juga tidak kalah kencang. Mereka semua saling berpelukan erat. Entah apa yang sedang terjadi? Semua ini di luar prediksi mereka. Namun yang terpenting sekarang, Aluna dan bayinya selamat, dan kebahagiaan memenuhi seantero rumah sakit. Beberapa lama kemudian, Rissa dan Mira tiba di rumah sakit. Mereka turut bergabung dengan Anaya, merasakan sukacita yang luar biasa. "Cha. Kita bertiga mau borong donat kentang yang lagi viral itu. Tempatnya agak jauh dari sini. Kamu gak kemana-mana kan? Kita pake mobil yah?" ijin Mirna. "Borong donat? Buat apaan?" tanya Acha. "Buat traktir semua pegawai rumah sakit ini lah. Tanda sukacita," jawab Mirna dengan gayanya yang lucu. "Wiih. Pegawai di sini banyak Mirna. Ada ribuan malah. Tokonya punya gak stok sebanyak itu? Entar yang laen gak kebagian, trus ngambek, kan kasihan," "Cabangnya banyak Cha. Tak borong semua. Pasti cukuplah. Soal harga, tenang aja, ada gadis sultan rasa emak-emak, yang punya banyak
"Sayang. Mas tau kamu kuatir sama Acha. Ngenalin anak temen itu juga gak salah. Tapi, kalo Acha udah bilang gak mau dijodohin, berarti, emang dia gak suka. Hargai keputusan dia yah," Anaya menarik nafas panjang, sambil mengangguk dalam dekapan tangan Hendrawan. "Aku janji, Mas. Acha emang sekeras itu yah? Aku kuatir, saat liat Arga jatuh cinta sama Cita. Aku bisa liat dari sorot matanya saat menatap gadis itu. Kalo Arga udah jatuh cinta, lalu Acha kapan? Mas tau kan. Arga itu. gerakannya sat, set, gak mau lama-lama. Bentar lagi, pasti minta ijin buat melamar," Hendrawan cekikan, lalu mencium kening istrinya dengan sayang. Wanitanya ini, sangat teliti, saat memperhatikan anak-anaknya. "Gak apa-apa sayang. Acha pasti akan segera bertemu dengan pujaan hatinya. Tapi, mari kita doain, supaya, laki-laki itu punya mental yang kuat. Tau kan gimana anak kita yang satu itu?" Hendrawan melepaskan pelukannya, saat dering ponsel Anaya memekik dari atas nakas. "Angkat dulu Sayang," Ta
Panti asuhan Cinta Bunda sedang mengadakan syukuran. Tenda berjejer di pekarangan bangunan yang luas dan rapi. Setelah pembacaan doa dan pengajian, hampir sebagian besar warga yang diundang, terlihat sedang mencicipi hidangan, sambil bercengkrama dengan gembira. Mereka bersukacita merayakan kepulangan Rustam, suami dari pemilik panti yakni Bunda Nilam. Kabar yang sedikit mengejutkan dan membuat beberapa orang usil bertanya. "Emang, hilang ke mana si Kakek?" Namun, tidak ada satupun yang berprasangka buruk. Semuanya gembira dan bahagia. Karena Panti asuhan yang luar biasa ini, akan memiliki penopang yang luar biasa. Rustam dan Nilam juga bahagia. Di masa tua mereka, Allah memberikan ijin untuk bersatu kembali. Sungguh kisah cinta mereka adalah kisah cinta yang penuh kesedihan, perjuangan, pengorbanan darah dan air mata. Kesetiaan yang diberikan Nilam pada berlian dalam perhiasan cinta mereka. Wanita itu mampu bertahan, karena percaya pada kekuatan cinta yang mengikat dirinya d
Seolah tau diri, Mirna dan Bulan beranjak meninggalkan Gilang dan Acha, yang masih tetap bergeming, dengan kaku dan sunyi. Situasi macam apa ini? Mereka seperti sepasang kekasih yang terpisah lama, tanpa ada kejelasan hubungan di antara mereka. Tidak ada kata putus, atau berlanjut. Semuanya mengambang. Gerakan langkah Bulan dan Mirna, seketika menyadarkan Acha dengan situasinya sekarang. Dengan cepat dia menguasai dirinya. Jemari putih dan lentik itu, mengusap bulir beling yang masih betah berjatuhan, tanpa ada yang bisa melarang. Memang benar. Jika hati memerintah, maka seluruh anggota tubuh yang lain akan ikut perintah itu. "Maaf. Saya terbawa suasana. Selamat datang. Bagaimana kabar kamu?" suara serak Acha, terpaksa keluar dari mulutnya, karena situasi yang memaksa. Jika ingin mengikuti keinginannya, lebih baik, dia tidak bersuara sama sekali. Pun, jika dia diminta memilih, dia akan pergi dari hadapan pria ini, masuk ke dalam kamar, lalu menangis hingga puas. Lho? Seorang A