"Aku gak mau dong, Mas. Nanti apa kata orang kampung. Masa aku turun jabatan sejauh itu sih? Dari asisten manager, ke cleaning service? Apa kata orang-orang di kampung nanti?" sungut Mawar. Wanita itu berada satu mobil dengan Rudi. Mereka tidak tidur di mes, tapi pulang ke kampung. Rudi minta izin dari Arga dengan alasan, anaknya sedang sakit. Istrinya tidak sanggup sendiri di rumah. Harus ada yang membantu. "Kamu tenang aja Sayang. Si bos songong itu, akan pergi dari sini dua minggu lagi. Kamu tetap akan jadi asisten aku. Gak usah capek-capek kerja, kamu bisa dapet gaji,""Bener yah Mas," "Iya dong. Apa sih yang enggak buat kamu," Rayu Rudi. Tangannya yang besar dan hitam itu, mencubit gemas pipi Mawar. "Tapi kamu janji sama aku yah. Kamu tetap mau aku ajak nginep di tempat biasa kita nginep. Mau kan?" Mawar tidak menjawab pertanyaan Rudi. Dia malah memperlihatkan sms yang masuk di ponselnya."Gak bisa malam ini, Mas. Aku disuruh pulang sama suami letoy. Katanya, Mamanya mau ko
"Tuan, terima kasih sudah memborong dagangan kami. Semoga Tuan sehat dan sukses selalu." Doa Cita dan Titi untuk Arga, setelah menerima uang hasil penjualan mereka hari ini. "Amin!" Semua orang yang mendengar doa Cita, serempak, mengaminkannya. Pak Mandor dan para pekerja masih duduk bergosip ria tentang Rudi. Hingga salah satu dari mereka tidak kuat menahan rasa penasaran, dia pun bertanda pada Titi. "Emang Pak Rudi itu beneran Papanya kamu Nak?""Iya Pak. Wah. Pekerja pencampur semen di sini keren yah Pak,""Keren? Kenapa?" tanya Pak mandor. "Bajunya rapi kek bajunya Ayah. Soalnya, tiap kali Ayah pamit kerja sama Ibu, Ayah pake baju jelek. Celana pendek sama baju lusuh gitu. Apa itu baju seragam pencampur semen di sini, Pak?" Titi bertanya dengan polosnya. "Kalau gitu, gajinya gede dong. Kok, Ayah bilang, gaji cuma sedikit sekali, jadi gak bisa biayain aku sekolah. Makanya aku kerja ikut Kak Cita, biar dapet uang untuk bayar iuran sekolah," Ini namanya penipuan. Baiklah akan ak
"Ayo Sayang. Kita pergi dulu. Kamu butuh istirahat kan? Istirahat di ruangan Mas saja. Biar gak diganggu," Bujuk Calvin pada Aluna.Aluna mengangguk patuh. "Mas, rasanya gimana gitu, gak dapet jadwal operasi. Hamilnya masih lama." keluh Aluna. Calvin tersenyum. Istrinya ini memang wonder woman. Dalam keadaan hamil pun, dia masih sanggup berdiri berjam-jam, untuk mengoperasi orang.Beberapa hari yang lalu, Aluna mengalami kram, saat sedang melakukan operasi besar. Walau akhirnya, operasi itu berhasil, dia tetap harus rela untuk libur mengutak atik tubuh orang, karena akhirnya, sang suami yang juga adalah atasannya, tidak mengijinkan lagi dia melakukan operasi besar.Dia harus puas hanya dengan operasi kecil saja. Itu pun hanya beberapa kali saja dalam sebulan.Sepanjang jalan, ke ruangan Calvin, Aluna lebih banyak diam. Pikirannya tertuju kepada Surya. Siapa yang akan menjaga pria itu? "Jangan terlalu dipikirin Sayangku. Ibu hamil itu harus tetap happy.""Iya Mas. Stok manisan buah
"Wah. Masa sih Mbak? Ini beneran kan? Bukan penipuan?" Suara antusias dari seberang telepon, menjawab Bulan. "Bukan dong Bu. Penipuan itu, kalau kita memungut biaya dari Ibu. Tapi, kami tidak kok. Ibu datang saja ke Hotel Kusuma King, tanyakan reservasi atas nama Beautiful Woman. Nanti Ibu akan diarahkan ke private room yang sudah disediakan khusus untuk pemerhati kesehatan kulit wanita.""Kapan itu Mbak?" tanya Anita, istri Awan."Besok malam." Bulan bergerak cepat. Dengan bantuan Acha, mereka mendapatkan satu privat room di Restoran milik Hendrawan itu. 'La. Aku dah booking Restoran Kusuma King. Aku dapet private room. Makan sabu-sabu, kita girl. Kesukaan kamu kan?' Pesan Acha pada Malla.Malla melonjak gembira. Sabu-sabu di Restoran Kusuma King, adalah favorit Malla. Mau setiap hari juga, dia mau. 'Ajak Pak Awan juga.' Pesan Acha."Pasti dong. Elu tuh. Paling gampang dimanfaatin. Jadi donatur buat acara ngedet Gue sama Mas Awan. Haha.." Acha melanjutkan kegiatannya. Sekarang,
"Pencampur semen? Apa Bapak sedang bercanda? Bukankah, kinerja kerja saya, baik-baik saja selama ini? Apa alasan anda menurunkan jabatan saya?" Tanya Rudi, gusar. Arga menatap tajam wajah Rudi. Membuat pria itu salah tingkah. "Pak Rudi. Saya bukanlah tipe orang yang memberikan keputusan tanpa alasan yang kuat. Apakah saya harus mengatakan alasan saya menurunkan jabatan anda, atau, anda menyadari sendiri, apakah selama ini, anda sudah melakukan banyak kesalahan atau tidak." Tegas Arga.Kepala Rudi tertunduk. Bukan untuk menyadari kesalahannya, tapi, dia sedang mencari, di sebelah mana di kecolongan. Perasaan, dia sudah hati-hati melakukan semuanya. Apa Rudi tidak tau ada pepatah yang berkata, sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu pasti akan jatuh juga. Rudi bukanlah tupai. Apalagi yang pintar melompat. Dia hanya seorang laki-laki yang tidak memiliki ketahanan diri. Sisi kebaikannya tidak lagi bisa menguasai dirinya. Sisi baiknya telah dimakan habis oleh sisi jahatnya. H
"Tapi yah Ina, Gue denger dari Tika, kalo Bos Arga itu udah punya gebetan. Itu anak yang punya perusahaan batu bara itu lho. Yang kemaren meeting sama Bos Anaya." Celetuk Utari. Kinan melengos. Dia tau siapa yang di maksud Utari. Kemarin, perusahaan mendapatkan tamu kehormatan. Semua orang dibuat sibuk, karena kedatangan mereka. Anaya, CEO ArOne Group, digandeng oleh gadis cantik, berwajah imut, polos, dan begitu manis di balik hijab merah muda. Dilihat dari dekat maupun dari jauh, orang bisa menilai, bahwa gadis ini adalah gadis yang cerdas. Dia sangat sopan dan punya tutur kata yang lembut, tertata, dan berisi. Tipe Anaya banget ini. Gadis muslim yang taat, dengan segudang prestasi, namun tetap rendah hati.Sedangkan pada Kinan, Bos mereka itu, bahkan tidak pernah melirik padanya. Jika kebetulan berpapasan, Anaya hanya mengangguk kecil dengan senyum tipis, sambil terus berjalan. Kinan merasa, dia sudah harus mulai memanfaatkan pengaruh papanya. Selama ini sih, dia sudah mengguna
"Aaa... Mas, tolong Mas!" teriak Malla kesakitan. Mendengar Malla berteriak, memanggil suaminya, Anita makin bringas. Wanita itu semakin mengencangkan lilitan tangannya pada rambut Malla. Ditekannya kepala Malla yang sudah menempel sempurna dengan lantai.Entah sudah berapa banyak, rambut di kepala Malla yang rontok. Dan entah sudah berapa banyak rintihan gadis itu menahan rasa sakit. Belum lagi pengaruh obat perangsang yang kuat ditubuhnya. Demikian juga dengan Awan. Laki-laki itu terkesiap dengan keadaan yang terjadi. Anita? Mengapa dia ada disini?Kedatangannya sangat tepat saat dirinya sedang mencumbui wanita lain. Ada yang tidak beres ini. Tapi, sekuat apapun dia berpikir, dia tidak mampu menganalisa apapun. Ditambah lagi, dengan tubuhnya yang butuh pelampiasan sekarang. Tunggu dulu. Bagaimana bisa, obat yang seharusnya diminum oleh Acha, berbalik menjadi dia dan Malla yang meminumnya? Awan sangat terkejut, karena Anita yang lemah lembut, berubah bak seekor harimau kelaparan
Malla meringsek mendekati Awan. "Mas. Aku gak kuat lagi. Ini harus gimana?" Tanya Malla dengan wajah yang memerah. Sekujur tubuhnya pun sudah basah oleh keringat. Dia kembali terangsang, saat mencium parfum Awan. "Mas gak tau. Tungguin aja. Ini gak banyak kok. Satu jam juga hilang. Tapi, kamu harus kuat nahan rasa sakit. Kita gak mungkin ngelakuinnya di sini. Bisa habis kita kalo ketahuan sama pihak restoran." Ujar Awan. "Kamu tunggu disini. Mas mau nyusul Anita dulu." Sambungnya. Malla mendengus kesal. "Ngapain sih, nyusul si buluk gendut itu. Bikin repot aja. Kamu kan juga gak baik-baik aja, Mas." Kesal Malla. "Udah. Kamu disini aja. Mas mau ke depan.Anita masih tersedu-sedu di samping motornya, saat Awan berhasil menyusul. Laki-laki itu berusaha meraih tangan istrinya. "Sayang, kamu denger dulu penjelasan Mas yah? Jangan gegabah mengambil keputusan. Kamu tau kan, Mas sayang banget sama kamu."Mendengar suara Awan, Anita berdiri dengan cepat. Panggilan di ponselnya terputus.