Calvin memasang wajah serius, saat tau kemana arah pembicaraan Baskoro. "Oh. Jadi, anda datang di saat jam kerja saya yang sedang padat, untuk membahas urusan pribadi yang sebenarnya anda sendiri sudah tau, apa jawabannya Tuan?"Baskoro menatap tajam Calvin, saat pria itu melemparkan pertanyaan kepadanya. "Anda tersinggung dengan pertanyaan saya, Pak Calvin?" tanyanya dengan suara parau. Calvin tersenyum. Tipe pria seperti Baskoro ini, jika punya riwayat hipertensi dan menerima sedikit saja bantahan atas apa yang dia inginkan, sudah dipastikan, hipertensinya akan kambuh. "Kakek saya, atau siapapun di muka bumi ini, tidak punya hak atau otoritas untuk mengatur saya, dalam hal memilih pasangan hidup. Hal itu adalah mutlak urusan Allah dan saya, Tuan. Saya sangat tidak suka, jika ada yang protes dengan pilihan hati saya. Saya tidak menerima cucu anda atau siapapun selain Istri saya, jawabannya sudah pasti. Saya hanya mencintai Istri saya. Jadi, jika anda datang untuk membahas masalah
Wanita dengan gamis coklat susu itu, terlihat gelisah, saat dia menaiki bus jurusan Bandung. Sebenarnya dia mau pergi ke Surabaya, tapi salah masuk bus. Jadinya, dia hanya bisa diam dalam gelisah. Matanya liar menatap setiap penumpang yang naik. Takut, jika ada orang yang mengenalinya. Saat bus mulai bergerak, barulah hatinya merasa lega. Dia selamat. Talita, memperbaiki letak duduk, dan menaikan masker yang sedikit melorot. Rasa kantuk mulai menyerangnya. Sebab semalaman dia tidak tidur.Baginya semua tempat terasa tidak aman. Itu karena dia telah salah dalam bertindak. Tidak ada pilihan lain, selain melarikan diri.Kesalahan yang dia buat sudah sangat keterlaluan. Dalam hati Talita selalu bertanya, apakah Hilda selamat atau dia mati? Talita menyesali dirinya yang tidak bisa mengontrol emosinya. Tapi, bukankah Hilda yang mulai duluan. Apa dia bilang? Dia akan menikah dengan Surya? Apa Surya meninggalkan dirinya karena Hilda?Talita membela dirinya sendiri. Ah. Apa yang dia lakuka
Tubuh Renata, diangkat oleh para pelayan. Mereka meletakkannya di atas tikar, di lantai, kamarnya, sesuai dengan permintaan Nyai Soraya. Ada baskom sedang dengan kembang yang banyak. Di sisinya ada dupa dengan asap tipis mengepul. Aroma bunga melati dibakar, tercium menusuk hidung. Nyai Soraya, mengambil centong kecil dari kuningan. Melafalkan sesuatu. Lalu meniup di ubun-ubun Renata. Wajah Renata berubah merah lalu menghitam. Tubuhnya gemetar hebat. Pakaiannya basah karena keringat yang keluar. Namun dia tetap tidak bisa bergerak. Nyai Soraya menyiram air kembang ke seluruh tubuh Renata. Dari kepala turun ke kakinya. Setelah air kembang itu disiram ke tubuhnya, Renata terlihat lebih tenang. Warna wajahnya pun, sudah tidak menghitam. Kulit putih mulusnya, hanya menyisakan sedikit warna kemerah-merahan. Setelah air di gentong habis. Renata membuka matanya. Iris kecoklatan itu, nampak mengerjap dengan cepat. Dengan raut bingung, Renata memandang sekelilingnya. Lalu tubuhnya yang
Siapa yang dapat melawan apa yang sudah ditakdirkan Tuhan? Tidak ada. Selain berpasrah diri dan mengikuti semua yang ditentukan-Nya. Surya dan Melisa kembali ke kampung, setelah menjenguk Virgo. Meski kesannya seperti terlambat, tapi kesadaran diri yang mulai ditunjukkan Virgo, membuat Surya bersyukur. Semoga saja, apa yang dia katakan tadi, akan terjadi. Dia ingin menjadi peternak ikan? Ah. Membayangkannya saja, membuat Surya tersenyum senang. Jika dengan melewati semua hal menjengkelkan tentang Virgo, bisa membuat dia sadar dan berubah, maka, dengan tulus, akan Surya lakukan.Dia berharap, Melisa pun akan mengalami hal demikian. Hingga sikap egois, manja dan mau menang sendiri itu, bisa hilang dari hidupnya.Surya juga menyadari satu hal. Dia adalah anak kampung yang kebetulan bisa berhasil di kota, sekarang takdir mambawa dia kembali ke tempat asalnya. Sebenarnya perubahan sikapnya, karena pengaruh dari Talita yang sangat kuat. Walaupun sebenarnya, tidak seharusnya, pengaruh da
"Bunda." lirih suara Anatasya memanggil Anaya. Anaya yang sedang mengamati kiriman video CCTV di ponselnya, langsung menekan tombol, untuk memanggil perawat.Wanita cantik itu, menggenggam tangan anak gadisnya, dengan wajah sumringah."Bunda di sini Sayang. Bunda sayang Acha. Apa yang sakit Nak?""Bunda. Aku haus." lirih suara Anatasya.Dokter dan perawat tiba di ruangan. Memeriksa Anatasya, lalu, berkata dengan senang "Perkembangannya sangat baik. Tubuhnya merespon obat dengan cepat. Setelah ini, kasih makan dan minum teratur dan bergizi, supaya cepat pulih." "Terima kasih Dokter." ucap Anaya. Anaya memberikan Anatasya minum. "Bunda. Kapan aku bisa pulang?" tanya Anatasya."Eh. Baru juga sadar Sayang. Belom bisa pulang dong." Anaya tau, jika Anatasya sangat tidak suka bau obat- obatan dan bau rumah sakit. Dia paling tidak betah lama-lama di rumah sakit. "Bentar lagi, polisi mau ke sini Nak. Mau nanya tentang kejadian kebakaran itu. Ada yang videoin." kata Anaya, setelah selesai
Wawan terus saja tertawa, melihat Renata yang tidak berdaya. Efek dari obat perangsang yang dia berikan sangat kuat. Jika tidak di salurkan, bisa di pastikan, tubuh Renata akan mengalami kejang-kejang. Gadis cantik itu, tidak bisa menghindar lagi. Kewarasannya sudah hampir hilang. Dia memohon pada Wawan, untuk menyelamatkan dirinya. Tentu saja Wawan berjingkrak senang. Video penghinaan Renata dan Niken padanya, yang dia dapatkan dari mata-matanya, membuat Wawan berambisi untuk membuktikan kepada Renata, jika dia adalah pria yang kuat di atas ranjang. Meskipun pergaulan Renata seperti itu, tapi dia masih bersegel. Tidak sembarangan menjajakan tubuhnya kepada laki-laki. Namun, hari ini, dia harus menuai apa yang sudah dia tabur. Jika dia sangat menjaga harga dirinya sebagai seorang gadis, mengapa dia tega, merusak masa depan gadis-gadis lain, dengan menyerahkan mereka kepada manusia jahanam seperti Roy? Dan pada akhirnya, dia harus membayar dengan mahal. Kegadisannya sebentar lagi
Hendrawan dan Anaya, menyusul Niken, yang keluar dari ruangan itu dengan wajah yang ditekuk. Anaya menahan Niken dengan sapaan yang lembut. "Nyonya, terima kasih, sudah datang menjenguk anak kami. Meskipun tadi, anda salah kamar."Niken membalikan badannya. Melihat dua orang yang sangat dia benci, berdiri bersisian di hadapannya. Giginya gemeletuk menahan gusar. "Siapa yang mau menjenguk anak kamu? Gak sudi!"Anaya tersenyum. Lalu menatap suaminya. Memberikan isyarat, supaya dia bicara. Hendrawan menarik nafas dalam. Sebenarnya, dia sungguh muak berhadapan lagi dengan Niken. Apalagi harus bicara dengannya. Namun, apa daya, ini semua demi kebaikan anak-anaknya. "Begini Nyonya. Saya dan istri saya, ingin bicara hal yang penting dengan anda. Mengingat ini sangat penting, lebih baik kita bicara di tempat lain saja," ucap Hendrawan. Niken tertawa sinis. Semakin menjadi benci di hatinya terhadap Anaya. Gara-gara wanita ini, dia harus mendapatkan perlakuan ketus dari pria yang masih san
Beberapa waktu telah berlalu. Keadaan Tantri tidak berubah. Dia semakin kurus dan tidak berdaya. Aki Tungki bolak balik memberikan obat, namun, keadaan Tantri tidak mengalami perubahan justru semakin parah. Sedangkan Sunia, wanita itu merasa sedikit terganggu karena Tantri belum juga menyerahkan surat warisan dan memberitahukannya tentang letak harta-harta yang dia simpan selama ini.Selama dalam perawatan, Sintia tidak pernah absen datang menjenguk Tantri, meskipun dia tau, apa yang dia lakukan tidak ada gunanya, namun, dia tetap akan datang. Dia tidak mau memberi waktu kepada Tantri dan Sunia, untuk membicarakan tentang harta. Tanpa mereka ketahui, selama ini, Tantri menyimpan satu rahasia. Harta yang dia maksudkan dalam pembicaraannya beberapa waktu lalu dengan Sunia, adalah harta milik Nilam. Istri pertama Rustam. Mahar, perhiasan, dan beberapa properti atas nama Nilam sudah dia ambil alih, dengan membalik nama menjadi, miliknya. Yang mengetahui semua itu hanyalah Brian. Karen