Share

Bab 25

Tanah merah bertabur bunga, dan sinar mentari senja yang menyirami seluruh tanah pemakaman, angin semilir yang mulai dingin, dan isak tangis yang tak kunjung selesai.

Aku duduk bersimpuh di samping nisan, bertuliskan nama anakku. Dia sudah pergi. Jauh. Sejauh harapanku untuknya. Wajahnya yang tampan, masih membayang di pelupuk mataku.

Sinar mata yang redup, saat terakhir kali aku bicara dengannya di ruang tamu tadi pagi, masih segar di ingatanku. Aku tidak peka dengan kesendiriannya. Aku tidak pernah menemani sepinya.

Aku hanya peduli dengan egoku. Aku hanya berfokus pada masalahku. Tanpa tau, anakku membutuhkan aku.

Di hadapanku, Melisa duduk sambil meremas-remas bunga yang bertaburan di atas makam. Matanya bengkak. Tatapan matanya kosong. Aku menggenggam tangannya.

"Ayo pulang Sayang. Bentar lagi maghrib,"

TPU sudah kosong. Tinggal kami berdua saja. Entah siapa yang akan mengobati siapa. Kami sama-sama terluka.

Melisa duduk di balik kemudi. "Biar aku yang nyetir. Jaraknya lumay
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status