Share

Bab 7

Hari-hari berlalu begitu cepat. Nia semakin dekat dengan Dila.

Segalanya dilakukan bersama. Mulai dari terbangun saat pagi, sampai akan tertidur lagi. Bahkan, Dila tidak mau tidur tanpa Nia.

"Mami!" Dila berseru dengan bahagia saat dirinya baru saja pulang sekolah.

Setelah lama tidak pernah ke sekolah, akhirnya hari ini dia kembali menduduki kursinya.

Dila sudah rindu akan suasana belajarnya--rindu pada teman-temannya. Begitupun sebaliknya. Semua guru sudah mengerti dengan keadaan Dila, sehingga tidak dipaksakan untuk pergi ke sekolah. Bahkan, pulang lebih awal daripada teman-temannya.

Adalagi yang lebih membahagiakan. Ini adalah pertama kalinya Dila memanggil Nia dengan sebutan Mami.

Dion yang berada dibelakang tubuh mungilnya saja terkejut mendengarnya.

"Dila sudah pulang sekolah, ya? Pasti lelah, ayo kita minum dulu." Nia pun mengambil mineral, sedangkan Dila menunggu di ruang tamu sambil duduk di sofa.

Meneguk mineral yang dibawakan oleh Dila, kemudian dengan antusias menunjukan bukunya. Bercerita banyak tentang hari pertamanya ini memasuki sekolah.

"Dila juga gambar." Dila menunjukan buku gambarnya. Ada tiga orang di sana, sedangkan anak kecil di tengah-tengah.

"Ini Mama. Ini Dila, terus ... ini Papi." Dila pun menjelaskan pada Nia maksud dari gambarnya tersebut.

"Wah, bagus sekali. Anak pintar, kalau begitu Sekarang waktunya ganti seragam. Kemudian makan, minum obat dan........" Nia pun tersenyum pada Dila.

"Tidur!" seru Dila, mengerti dengan maksud Maminya itu.

"Anak pintar!" Nia menarik kedua pipi Dila dengan gemas, namun penuh kasih sayang.

"Hehe," Dila pun tersenyum bahkan gigi ompong nya terlihat jelas.

Dion merasa terharu melihat kedekatan antara Dila dan Nia. Namun, dia masih saja mempertahankan wajah datarnya.

"Dila mau tidur sama Mami, sama Papi juga," kata Dila.

Seketika, Nia tercengang mendengar permintaan Dila. Anehnya, Dion malah tersenyum dan menyetujuinya tanpa banyak menimbang.

Nia semakin terkejut, tapi dirinya merasa seperti benar-benar memiliki keluarga yang bahagia.

Ketiganya tidur bersama, di atas ranjang milik Dila.

Hingga akhirnya Dila benar-benar terlelap, bahkan Nia pun ikut terlelap.

Mungkin, karena pelukan Dila begitu menghangatkan.

Beberapa saat kemudian, Nia pun terjaga. Dia tersadar ternyata ikut tertidur.

Dengan perlahan, Nia melepaskan tangan Dila yang melingkar di lehernya. Setelah berhasil, Nia pun turun dari ranjang.

Mata Nia juga menyadari bahwa tidak ada Dion di sana, mungkin sejak tadi sudah pergi.

Terlalu lelap hingga tidak menyadari sama sekali.

Banyak pekerjaan yang menunggu Nia, sehingga dengan cepat menuju dapur.

"Tuan Dion, belum makan siang 'kan?" Nia berbicara sendiri sebab semua tugas itu sudah diberikan kepadanya oleh Bunga.

Nia pun bergegas menuju dapur. Namun, tiba-tiba dia terkejut melihat seseorang yang cukup membuat jantungnya berdegup kencang.

Reza! Dari mana pria itu datang?

"Apa yang kau lakukan di rumah ini?" Reza tiba-tiba muncul di hadapan Nia.

Seketika hati Nia berdenyut nyeri. Perlahan, dia mencoba menatap mata Reza.

Di sisi lain, Reza terkejut melihat keberadaan Nia di rumah keluarganya. Seketika, pikiran buruk tentang Nia pun mulai muncul di kepalanya.

Berikut dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya.

"Jawab aku!" Reza tak dapat menahan amarahnya, menatap wajah Nia sungguh membuat amarahnya membuncah.

"Ak....Aku-"

"--Apa kau belum menggugurkan janin itu?" tanya Reza lagi.

Nia meremas perutnya sambil terus menatap tajam Reza, lelaki tidak bertanggung jawab itu tampaknya merasa terganggu dengan kehadirannya.

Kalau saja bisa menghindar, Nia pun lebih memilih untuk pergi. Tapi tidak bisa, karena ikatan perjanjian dengan Bunga membuatnya tidak bisa keluar dari keluarga tersebut.

Padahal, dirinya tidak sanggup menjalani hari-harinya jika terus melihat orang-orang yang sudah tega padanya.

Nia kini menyadari bahwa persahabatan mereka tidaklah tulus seperti apa yang Nia pikirkan selama ini.

"Bukankah aku sudah memberikanmu uang?" tanya Reza lagi, kesal karena yakin, sepertinya janin itu benar masih ada.

"Sayang, apa yang kamu lakukan di sini?" Raya belum melihat siapa wanita yang kini berdiri di depan suaminya, sehingga masih terlihat santai.

"Lihat dia!" Reza pun menunjuk Nia.

Raya mengikuti arah yang ditunjuk Reza dan terkejut, seakan ada bom waktu yang akan meledak seketika itu juga.

Keduanya begitu bingung. Mengapa ada Nia di rumah tersebut?

"Reza, jangan bilang kamu yang bawa dia ke sini. Atau kamu mau menikahinya?" tebak Raya penuh kemarahan.

"Cuihhhh!" Reza pun meludah, seakan merasakan jijik. "Aku tidak sudi untuk itu!" kata Reza menatap tajam Nia, "Kamu ngapain di rumah ini? Dasar tidak tahu malu!"

Nia tidak tahu harus mengatakan dirinya sebagai apa di sini. Apakah dia istri atau hanya sekedar pembantu untuk Dion?

Namun, diamnya Nia justry membuat amarah Reza semakin membuncah.

Pria itu mencengkram erat leher Nia, dan membawanya pada dinding.

Nia tidak bisa bergerak. Tangannya memegang tangan Reza dan ingin dilepaskan.

Apalagi, perlahan, Nia mulai merasa sulit untuk bernapas.

Sampai tiba-tiba, ada yang menepis tangan Reza, hingga terlepas dari leher Nia.

"Uhuk-uhuk...." Nia terbatuk-batuk setelahnya. 

"Apa yang kau lakukan?" tanya Dion dengan wajah dinginnya menatap Reza--membuat keponakannya itu terkejut dan ketakutan.

"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya ku lakukan, Om tidak lihat wanita asing yang memasuki rumah kita!" Reza pun kembali melayangkan tatapan tajam pada Nia.

"Dia istriku!" 

Pernyataan tegas itu meninggalkan keheningan di antara mereka berempat.

Comments (559)
goodnovel comment avatar
Agustina
ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Pazniy Atun
menarik cerita nya
goodnovel comment avatar
sisica Monita
ceritany bagus,,lanjut....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status