"Ibu Nia, dipanggil sama Nyonya besar," kata seorang asisten rumah tangga yang diperintahkan Bunga untuk memanggil Nia."Ibu Bunga di mana?""Di kamar."Nia pun mengangguk mengerti, dalam hati bertanya-tanya perihal apa yang ingin dibicarakan oleh Bunga sehingga memintanya menemui perempuan itu.Akhirnya, Nia pun memutuskan untuk menemui Bunga, setelah merasa lebih baik.Tangannya bergerak mengetuk daun pintu. Setelah mendengar suara Bunga yang mempersilahkan, barulah Nia masuk."Ibu manggil saya?" Nia masih berdiri di depan daun pintu yang sudah ditutupnya walaupun sudah melihat Bunga yang sedang duduk santai pada ranjangnya."Ke mari!"Nia pun berjalan mendekati Bunga, kedua tangannya saling meremas. Merasa tegang saat melihat raut wajah Bunga yang tampak begitu serius. Bunga pun menunjuk singel sofa yang berada di dekat ranjangnya."Duduk dulu, ada yang ingin saya bicarakan."Sampai di sini pun Nia hanya menurut saja, duduk dengan menunggu hal yang akan ditanyakan oleh Bunga. Namun
"--Mami!" seru Dila saat melihat orang yang dicarinya.Dila berada di atas kursi roda dengan Dion yang mendorongnya.Nia pun terkejut mendengar panggilan Dila barusan, padahal kebiasaan Dila berteriak memanggilnya adalah hal yang sudah biasa.Bunga pun menyadarinya, sehingga bertanya-tanya ada apa dengan Nia."Ya, sebentar ya. Mami, mau ngomong sama Oma," Nia pun tersenyum tulus pada Dila.Dila pun menganggap, selama ini Nia mengajar arti kesopanan. Sehingga Dila pun mulai mempraktekkannya."Bu Bunga, Tuan Dion sebenarnya aku--""Mami, Dila mau makan. Laper!" Risa pun menggerak-gerakkan tangan Nia. Terlihat jelas bahwa dirinya yang kini mulai terbiasa melakukan berbagai hal bersama Nia, ingin sekali perhatian perempuan itu, bahkan kalau bisa, bermanja-manja pada Nia.Nia pun beralih menatap Dila."Dila laper, Mami," Dila yang merasa begitu lapar tidak dapat menunggu lagi."Kamu temani Dila makan. Kita akan bicarakan lagi nanti," titah Dion lalu menghadap pada putrinya untuk berpamita
"MAMI!" seru Dila.Dila yang terbangun dari tidurnya, kemudian mencari Nia saat mengetahui dirinya hanya sendirian berada di kamar.Lagi-lagi Nia pun harus mengurungkan niatnya untuk berbicara pada Dion."Cepat!" Dion pun menyadarkan Nia.Dengan segera Nia pun berjalan menghampiri Dila dan kembali membawanya ke dalam kamar. "Dila, bobo lagi ya." "Ya, Mami!" Dila pun menurut, kemudian memeluk leher Nia.Sesaat kemudian terdengar napas Dila yang beraturan, tandanya Dila sudah terlelap kembali.Dion pun memasuki kamar Dila, seharian ini tidak bertemu membuatnya merasa begitu rindu.Setelah mencium kening Dila, Dion pun berniat keluar."Tuan, aku benar-benar ingin bicara," Nia tidak patah semangat.Sekalipun terus saja ditolak, tetapi terus berusaha untuk didengarkan.Dirinya benar-benar sudah yakin untuk mengatakan kehamilannya, bahkan siapa Ayah dari janinnya.Biarlah nantinya menjadi urusan nanti, saat ini kejujuran adalah hal utama.Banyak sudah usaha yang dilakukan oleh Nia, sehingg
Nia pun terbangun dari lelap saat cahaya mentari menyentuh wajahnya. Seketika itu, Nia terkejut mendapati diri di atas ranjang.Dengan gerakan cepat, Nia pun turun dari atas ranjang, kemudian menatap Dion yang masih terlelap di sana.Tunggu! Artinya, dirinya tidur bersama Dion? Nia seketika merasa takut.Tetapi, bukankah dirinya kemarin tidur di bawah.Nia tidak menyadari bahwa geraka-gerakan kecilnya dapat dirasakan Dion, sehingga pria itu tiba-tiba membuka matanya."Maaf tuan, saya tidak tahu kenapa bisa tidur di atas ranjang Anda." Nia pun menutup mulutnya cepat-cepat, sambil melihat reaksi Dion.Tetapi, tak ada yang terjadi.Dion tidak marah sama sekali, membuat Nia bingung."Mami!" Pintu kamar terbuka, tampak Dila yang sudah memakai seragam sekolah.Nia pun menghampiri putri sambungan tersebut, kemudian bertanya siapa yang sudah memakaikan seragam sekolah."Dila, sudah pakai seragam?" Nia sedikit berjongkok agar mengimbangi Dila, "Siapa yang memakaikannya?""Oma," jawab Dila deng
Sesampainya di sekolah, Dila begitu bahagia memperkenalkan Nia pada teman-temannya. Gadis kecil itu menceritakan banyak hal yang kini dilaluinya bersama dengan Mami Nia.Sama seperti saat-saat temannya yang bercerita tentang keseharian mereka bersama kedua orang tuanya.Wajah Dila begitu berseri-seri hingga keadaannya pun semakin membaik."Mami, pulang dulu. Nanti, Mami yang akan menjemput Dila lagi."Dila pun mengangguk cepat, takut kehilangan Nia membuat Dila menurut pada apa saja yang dikatakan oleh Nia."Hati-hati Mami!" seru Dila sebelum akhirnya memasuki kelas.Nia melambaikan tangan, kemudian berjalan ke arah mobil."Tuan, saya pulang naik ojol saja," ucap Nia yang tidak ingin merepotkan Dion. Lagi pula, sangat besar kemungkinan Dion tidak mau pulang bersamanya.Atau, mungkin ada pekerjaan penting?Bukankah merepotkan hanya untuk mengantarkan dirinya pulang?'Ingat Nia, kamu hanya seorang pembantu yang memainkan peran sebagai seorang Ibu untuk Dila, bukan seorang istri untuk Tu
"Dion!"Dion pun menghentikan langkah kakinya, menoleh pada Bunga yang sedang duduk di teras.Bunga melihat penampilan Dion. Baju santai dengan sepatu olahraga. Lalu, ada handuk kecil di tangannya."Kamu nggak ke kantor?" tanya Bunga."Nanti Ma, setelah menjemput Dila.""Setelah menjemput Dila?" Bunga pun mendadak bingung.Dion sering kali menjemput Dila, tetapi tetap saja pergi ke kantor juga. Kemudian nantinya langsung ke sekolah, setelah mengantarkan Dila ke rumah. Maka, Dion akan kembali ke kantor lagi.Tetapi, untuk pagi ini tampaknya ada yang berbeda. Bahkan, wajah Dion pun terlihat lebih bercahaya dari biasanya.Kini, Bunga merasa bersyukur. Kehadiran Nia bukan hanya membuat Dila yang murung menjadi penun tawa. Namun, Dion pun seakan mendapatkan kebahagiaan setelah selama ini hanya memikirkan tentang putrinya saja."Dion, pergi dulu ya, Ma."Bunga pun mengangguk diiringi senyum bahagia.Dion terus saja berlari kecil, mengelilingi kompleks perumahan yang sudah lama tidak pernah
Sesampainya di dalam kamar, Dion pun melepaskan tangan Nia. Pria itu menatap Nia yang sedang menggigit bibir bawahnya."Cepat siapkan pakaian untuk saya!" titah Dion.Nia pun mengangguk dengan cepat, kemudian melaksanakan perintah Dion dengan secepat mungkin.Setelah mendapatkan baju yang diminta oleh Dion, Nia pun meletakan pada ranjang.Kemudian bersiap-siap untuk pergi, tetapi pintu yang terkunci membuatnya tidak bisa keluar."Cepat gosok punggung saya!" Terdengar suara Dion dari arah kamar mandi, Nia hanya diam di depan daun pintu.Nia bingung Dion berbicara pada siapa. Rasanya, tidak mungkin padanya, kan?"Nia!" Dion pun memilih memanggil nama karena sadar Nia yang lelet tidak akan mengerti dengan maksudnya.Nia pun semakin kebingungan. Sesaat kemudian, Dion pun keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di pinggangnya.Mulut Nia terbuka lebar menatap perut kotak-kotak Dion. Segera, dia pun membalikkan tubuhnya."Tuan, maaf. Saya tidak sengaja melihatnya. Lagi pula, saya tida
Nia menggigil kedinginan. Dia terlalu lama berendam, hingga membuatnya masuk angin.Setelah membuatkan secangkir teh hangat, Nia pun duduk di kursi meja makan. Sesekali, dia menghirup aroma teh yang membuatnya lebih segar.Dion yang mencari keberadaan Nia akhirnya menemukan di dapur. Seketika itu juga, Dion pun tersenyum, kemudian menghampiri Nia."Buatkan aku secangkir kopi!" Kemunculan Dion yang tiba-tiba membuat Nia terkejut. Oleh karena itu, Nia segera menyemburkan teh dari mulutnya, tepat mengenai kemeja Dion.Nia pun menyadari kesalahan apa yang barusan dilakukannya.Dengan panik, Nia bangkit dari duduknya menghampiri Dion. Kemudian, membersihkan kemeja dengan tisu.Dion hanya terdiam tanpa ingin marah. Sekarang, dia menyimpulkan jika Nia bukan hanya sekedar wanita lugu, tetapi juga ceroboh."Tuan, maaf. Saya terkejut," kata Nia dengan panik sambil terus berusaha mengeringkan kemeja Dion."Kapan kau bisa menjadi wanita normal?" tanya Dion."Saya normal, Tuan?" Nia pun berkata