Part 42"Ayah, Mbak Ai sering cucikan bajuku lho, kalau aku sedang sakit," kata Aira. Kali ini suasana kembali normal. Aini sudah tidak merasa malu lagi. "Oh ya? Wah, Ayah harus bayar Mbak Aini dong ya?" kata Iyan bercanda. "Iya, harus bayar Mbak Aini banyak," sahut Aira sambil tertawa. "Mbak Aini minta berapa?" tanya Iyan. Aini tersipu malu kembali. "Aku mau bicara penting, tapi aku bingung mau panggil ayahnya Aira siapa," kata Aini. Aira menatap Iyan dan memainkan kedua alisnya, tanda meminta pendapat. "Panggil Mas, gak papa," kata Iyan. Aini yang canggung menggaruk kepalanya. "Baiklah, Mas," katanya ragu. Aira tertawa lagi. "Mbak Aini panggil Mas sama Ayah, Ayah masih muda berarti. Ayah enggak jadi tua," celotehnya riang. "Aira bahagia di sini ya? Kok sekarang tawanya lebar gitu," goda Iyan. "Iya, aku sudah bahagia karena sekarang sudah banyak teman," ucap Aira girang. "Temannya siapa saja?""Banyak, Ayah. Tapi yang paling baik ya Mbak Aini. Tapi Mbak Aini sudah besar
Part 43Aini ingin menceritakan sosok Han, tetapi takut . menjadi sebuah fitnah. Ia urung mengatakan itu pada Iyan. Dan berfikir lebih baik Aira yang memberitahu ayahnya. "Ayah pulang, ya?" kata Iyan sambil memeluk Aira. "Kapan Ayah datang lagi?" tanyanya. Keceriaan yang sempat hadir, kini sirna setelah Iyan hendak pulang. "Aira mau liburan ya?" tanya Iyan. "Iya.""Telepon Ayah, ya? Ayah akan datang kalau Aira libur," kata Iyan lagi. "Ayah akan bawa Aira pulang. Tapi pulang sementara ya? Habis liburan balik ke sini lagi."Aira mengangguk lemah. "Titip dia," kata Iyan pada Aini. Aini mengangguk dan memegang pundak Aira. Memberi kekuatan lagi pada gadis kecil itu untuk tetap tabah. Aini ada di pondok itu seolah sudah ditakdirkan untuk selalu ada buat Aira. Nusri dan Hanif memeluk mereka secara bergantian. Mengucapkan salam perpisahan untuk cucu kesayangan yang tengah menuntut ilmu. Iyan masih menoleh ke belakang memandang Aira yang menangis. Dari jarak beberapa meter, seorang le
Part 44Iyan pulang ke rumah dengan hati yang masih tertinggal sebagian pada Aira. Sepanjang jalan masih diam. Memikirkan sepuluh hari lagi Aira akan pulang. 'Aku tidak akan kembali ke sana dulu saja. Aku akan di sini menanti Aira libur. Aku ingin menghabiskan waktu bersama dia," kata Iyan. Otaknya mencoba menghitung berapa uang yang dimiliki saat ini. Masihkah cukup untuk bekal hidup bersama orang tuanya menunggu Aira pulang. Ia sudah memberikan uang tiga juta pada Aini untuk keperluan Aira juga mengganti uangnya yang dipakai Aira sebelumnya. 'Sepertinya aku masih punya uang lima juta lagi. Jadi, tidam perlu buru-buru kesana.'"Mas Iyan mau langsung pulang atau di rumah dulu?" Dimana bertanya membuat Iyan tersadar juga sekaligus bingung dengan pertanyaan sopir Maharani. "Maksudnya bagaimana ya, Pak?""Eh iya, maksudnya Mas Iyan ikut saya lagi atau mau di rumah dulu?" tanya Diman. "Oh, itu. Aku mau di rumah dulu. Aira mau libur sepuluh hari lagi. Aku tidak mau bolak-balik, Pak. Ja
Part 45POV Maharani. Gelisah menanti kabar dari Pak Diman. Aku menelponnya untuk memastikan kabar mereka telah sampai. "Iya Alhamdulillah sudah sampai. Mas Iyan sedang ke kuburan istrinya. Habis ini katanya mau ke pondok anaknya," kata Pak Diman. "Naik apa katanya, Pak?" tanyaku penasaran. "Naik motor. Rencananya habis Mas Iyan balik ke sini lagi, aku mau pamit pulang," kata Pak Diman. "Jangan pulang dulu gak papa, Pak. Dianter saja Mas Iyan nya sampai pondok. Nanti Pak Diman aku kasih tambahan uang saku. Kasihan kalau naik motor soalnya memerlukan waktu dua jam." Aku tidak tega kalau Mas Iyan sampai lelah dan nanti jadi sakit. Betapa beratnya hidup dengan satu ginjal saja. Ah, dia pria yang sangat baik. Alangkah bahagianya istrinya dulu, memiliki seorang suami yang sangat mencintai dia bahkan sampai ia meninggal pun sepertinya Mas Iyan belum mau mencari pengganti. Mas Iyan, aku akan berusaha merebut hatimu. Tak mengapa jika harus berbagi hati dengan Aira. Aku tahu, kamu orang
Part 46Cika terlihat bahagia. Setelah Maghrib, ia mengemasi barang dan memasukkannya ke dalam tas besar. Hari ini, setelah lebih dari setengah tahun tidak pulang, akhirnya Han mengabulkan permintaannya.“Mbak Ai,” panggil Cika pada Aini yang sedang membaca sebuah kitab karena ia sedang berhalangan, jadi tidak sholat ke mushola.“Apa?”“Aku boleh minta tolong?” tanya Cika.“Apa?”“Mbak, aku boleh pulang sama Ayah, tapi harus ngajak Aira ketemu Ayah sebagai syaratnya. Mbak, kumohon, izinkan Aira ikut aku keluar, sebentar saja, ya? Soalnya ada yang ingin Ayah tunjukkan juga pada Aira. Tolong ya, Mbak Aini. Aku harus bisa pulang soalnya. Mama sudah pergi dari rumah. Dan ini adalah kesempatanku untuk bisa mencari tahu tentang masa laluku, asal-usulku. Kalau aku tidak pulang sekarang, maka aku tidak punya lagi kesempatan untuk itu.” Cika duduk dan bersimpuh di hadapan Aini. “Aku tahu, Mbak Ai, ini adalah permintaan yang akan membuat Mbak Ai marah. Aku juga tahu kalau pihak pengurus sedang
Part 47Cika memeluk tas ranselnya. Hawa dingin karena Ac, juga hati yang mendadak sunyi, ditambah pula sikap dingin Han membuatnya menggigil. Cika mengangkat kaki ke atas jok mobil, lalu menarik sarungnya untuk menutupi kaki dan dia gunakan tas yang satunya untuk bantal.Cika yang lelah mulai terlelap. Bangun saat mendengar suara berisik. Membuka mata dan mendudukkan tubuh lalu terpana melihat pemandangan di hadapan. Han tengah melumat bibir seorang wanita yang tidak ia kenal sama sekali.Tanpa Cika tahu karena terlelap, Han menghampiri Sely yang sedang fitnes di sebuah tempat kebugaran tubuh. Dan Han sengaja menghampirinya karena jika setelah bertemu Aira, ia akan mengalami hasrat yang naik drastis. Sely selalu menjadi tujuan untuk itu.Ia berhenti di area parkir yang ada di depan tempat fitnes dan melihat Sely berjalan mendekat. Gadis yang sudah tidak gadis itu hanya memakai miniset ketat dipadukan dengan celana panjang yang tidak kalah ketatnya. Lehernya yang panjang dengan rambut
Part 48 Sely seperti kesetanan. Ia lupa pada Cika yang ada di luar. Begitu masuk rumah, gadis itu segera membuka celana yang dipakainya. “Kamu fitnes gak pakai celana?” tanya Han. “Iya. Aku selalu berjaga jika Om datang. Apalagi Om sudah bilang mau jemput aku, jadi aku sudah siap-siap. Om kenapa? Gak suka?” tanya Sely sambil berlenggok. “Tapi kelihatan kalau kamu gak pakai itu,” kata Han. “Biarin.” Sely langsung duduk di atas Han. Dan jika sudah seperti itu, maka Sely tidak malu untuk berteriak. Han berharap, kelak Aira bisa memanjakannya seperti sely. Cika merasa bosan. Bila menunggu selama dua jam, ia akan bosan. Tiba-tiba Cika melihat ponsel Han ketinggalan. Seperempat jam baru berlalu. Cika pikir bisa memeriksa ponsel tanpa ketahuan. Ia memanfaatkan momen itu dengan baik. Bernapas lega saat ponsel itu tidak terkunci. Ia bingung, apakah masa lalunya bisa diketahui hanya dari sebuah hp saja? Namun, Cika tidak putus asa. Chat pertama yang dibuka adalah milik Ines. Beberapa
Part 49Meski dibayangi oleh ketakutan, tetapi Cika merasa ingin tahu apa isi dari buku diary itu selanjutnya. Dengan tangan yang masih bergetar, ia kembali membuka lembar berikutnya.Aku biarkan kamu hidup, tetapi tidak untuk bahagia. Aku akan membuat kamu menyesal ada di dunia ini.Kali ini Cika yakin bahwa kalimat itu ditujukan padanya.“Ada sesuatu dengan masa laluku. Kemungkinannya ada dua. Aku adalah korban pemerkosaan dan mama membunuh ayahku. Ataukah ibuku yang dia bunuh. Ataukah ada rahasia lain?” katanya seorang diri. ia lalu menangis menelungkupkan wajah di atas lutut. Rumah sebesar itu akan ia tempati seorang diri sampai malam. Dulu sering seperti ini, tetapi kenapa sekarang Cika takut berada di rumah itu sendirian?Hendak menghubungi teman lamanya, Cika tidak mau terjerumus pada dunia yang menyesatkan seperti dulu kala. Melihat Sely yang menjijikan, mendadak Cika sadar harus membentengi diri agar tidak jatuh pada lembah dosa seperti wanita itu. terkadang, sebuah contoh per