Langkah kaki Elang menyusuri lorong lantai atas mengikuti jejak energi samar yang terasa oleh indera keenamnya. Mansion ini memang luar biasa luas, bahkan Elang belum pernah menjejakkan area timur di lantai atas ini.
Ia terus melewati beberapa pintu tanpa menoleh, mengikuti jejak energi samar itu. Dadanya sedikit berdebar lebih kencang dari biasanya dan bulu-bulu halus sekujur tubuh terasa menggelitik.
Ia tidak salah. Ia memang merasakan kehadiran dua manusia yang memiliki kemampuan spesial seperti dirinya. Namun ini bukan jenis yang sama. Ada sedikit energi panas terdeteksi olehnya.
Sebelah sudut bibir Elang melengkung kecil. Ia merasakan sensasi energi pada tubuhnya yang jauh berbeda dari sebelumnya. Ia merasa tubuhnya jauh lebih ringan dan seolah lebih terisi serta lebih peka terhadap energi di luar dirinya sendiri.
Elang menghentikan langkahnya sejenak. Keningnya berkerut.
‘Energi ini… mirip dengan energi yang dilemparkan ke Al
Terlihat perubahan raut wajah yang begitu jelas pada kedua pria paruh baya itu. Kali ini mereka gagal menutupi keterkejutan mereka.Ferd menggeretakkan giginya lalu berkata. “Kami sama sekali tidak harus menjawab Anda, Tuan Muda. Keluarlah dari ruangan ini, atau…”“Atau apa?” sela Elang. “Kalian berani mengancam saya? Apa kalian bahkan sanggup melakukannya?”“Jangan Anda pikir kami tidak akan bersikap kasar terhadap Anda, Tuan Muda,” kali ini Darek menyahut.“Menarik,” Elang menarik sudut bibirnya.“Seluruh orang dalam kekuasaan dan yang bekerja di bawah keluarga Gauthier tidak ada satu pun yang berani menatap langsung pada anggota keluarga Gauthier, apalagi mengancam. Mereka hanya akan berakhir dengan kematian. Bukankah itu yang diterapkan ayah saya? Apa yang menjadikan kalian pengecualian?”“Tuan Muda…”“Kecuali kalian berbeda,&rd
Elang terdiam beberapa saat, tampak berpikir. Ia kemudian mengangkat kepalanya kembali dengan tatapan yang tetap menikam pada Darek dan Ferd. “Dengarkan. Jangan lagi menumpangi ayah saya dengan alasan yang mengada-ada untuk kepentingan kalian sendiri. Saya izinkan kalian berada di sisi ayah saya, bukan untuk menyesatkannya, tapi untuk menjaganya.” Elang menarik napas. “Jika saya temukan kalian menyesatkan ayah saya lagi,” mata Elang menyorotkan tatapan maut. “Saya akan mencari kalian dan melumpuhkan kalian berdua. Paham?” Darek dan Ferd mengangguk serempak tanpa dikomando. Wajah pucat pias mereka menunjukkan kepayahan dan ketidakberdayaan mereka dalam cengkeraman energi dari Elang. Elang perlahan mengendurkan energinya lalu melepas mereka berdua. Ferd dan Darek segera menghirup udara dalam-dalam dan mendesah penuh kelegaan. Tubuh mereka lemas, tapi mereka berusaha tetap berdiri. “Apa wanita itu memiliki ciri khusus yang bisa dikenali oleh semua elemen?” Elang bertanya lagi pada D
Tangan Diedrich berhenti membolak-balikkan dokumen. Kepalanya terangkat menatap Elang dengan raut wajah dingin.“Sekali kau menjejakkan kaki keluar dari sini, kau akan terhapus dari daftar pewarisku, Nak. Apa kau sanggup menerima itu?” tanyanya tanpa ekspresi.“Silahkan, Dad,” senyum Elang tanpa bermaksud menantang ayahnya.Tepat setelah Elang berkata, Ridwan masuk ke dalam ruangan itu dan bergegas mendekati Elang.“Ridwan! Cepat berikan obat itu. Apa kau tak tau Einhard kumat lagi?!” bentak Diedrich keras. Amarahnya merambat naik dengan cepat akibat pernyataan Elang sebelumnya.Ridwan menelan ludah dengan susah payah. “I-itu… Sa-saya rasa Tuan Muda tidak membutuhkan obat lagi, Tuan…”“Apa maksudmu?!” Gelegar suara Diedrich membuat jantung Ridwan serasa akan melompat keluar.Elang menyela keduanya. “Tidak ada kaitan dengan penyakit ataupun dengan Ridwan, D
“Ka-kau… Einhard…” Diedrich tercekat oleh kalimatnya sendiri. Matanya menatap lekat putra satu-satunya yang bergerak dengan sangat gesit dalam menangkis lalu memukul serta menendang balik tiga pengawalnya.Elang memang bergerak cepat menghadapi ketiga penjaga bertubuh besar itu tanpa melepas energi untuk mengunci dua pengawal lainnya.Ridwan berada di dekat Elang membelakanginya, dengan kedua tangan ikut mengepalkan tinju dengan kikuk.“Sial… seumur-umur saya tidak pernah memakai kekerasan dalam memecahkan masalah,” gerutu Ridwan sambil terus bergerak mengikuti gerak Elang. “Saya selalu pake otak saya, Gan.”“Merunduk!” seru Elang yang direspon cepat oleh Ridwan dengan membungkukkan dirinya.Kedua mata Ridwan membesar saat melihat kaki kiri Elang berputar menyapu beberapa senti tepat di atas kepalanya. Dadanya berdegup kencang.Itu hanya selisih beberapa senti saja!
“Apa…?!” Aliya menatap lagi layar ponselnya dan membaca ulang postingan terakhir Saif itu. “Hambatan apa? Apa yang menghambatnya hingga tidak datang tadi? Dan bagaimana dia memiliki feeling yang sama soal aku lebih aman di rumah?” Bola mata Aliya berhenti bergerak. Kini kepalanya memutari sekeliling rumahnya. “Rumah ini…telah dibentengi? Oleh siapa? Dengan apa?” ‘Mungkin oleh Elang, namun entah bagaimana dia melakukannya. Tapi ini pasti Elang,’ batin Aliya. “Ah… Elang, kau belum juga bangun dari tidurmu kah?” Aliya berharap Elang menjawab kalimatnya. Entah itu melalui F*, telepon atau bahkan melalui dalam pikiran, seperti sebelumnya. Ia melirik jam di dinding. Saat ini waktu menunjukkan jam tiga sore. Namun hingga menunggu beberapa saat selanjutnya, tetap tidak ada apapun dari kalimat kegelisahan dirinya yang direspon oleh Elang. Elang benar-benar masih tidur. Demikian Aliya menutup harapan siang itu. * * * Pagi berikutnya Aliya bersiap pergi untuk mengajar kelas anak di pagi
Diani melongok ke ponsel Aliya. “Postingan Saif?”“Iya, tapi dia menulis di dindingku, Miss. Bukan status dia,” ujar Aliya. Ia lalu bersiap menulis balasan di kolom komentar, namun tiba-tiba kolom komentar telah terisi satu komentar.Aliya terbelalak.“Kenapa, Miss?” Diani bertanya sambil mengintip lagi layar ponsel Aliya. Cengiran lebar langsung bertengger di wajah Diani. “Akhirnya muncul juga…”Einhard: [Siapa yang mengijinkanmu menemuinya?]“Wuih.. bakal menarik nih,” Diani cengengesan.‘Elang… Dia sudah bangun…’ Dada Aliya berdebar. Ternyata Elang sudah tersadar dari tidurnya. Tapi mengapa ia tidak mengabari dirinya?Saif: [Oh. Salam, Mr Water. Apakah itu Anda?]Einhard: [Saya rasa saya tidak perlu memberitahu anda apapun]Saif: [Tentu saja anda perlu. Ini berkaitan dengan Nona pemilik akun ini]Einhard: [Maaf
Suasana food court itu terlihat benar-benar lengang. Ini siang hari, jam makan siang. Namun aneh, siang ini tidak seramai biasanya dan semestinya. Aliya mengedarkan pandangan dan menghela napas sedikit kesal. Ia tidak menemukan satu pria pun duduk di antara begitu banyak meja. Semua meja dalam area food court itu kosong. “Katanya kali ini aku ga akan nunggu. Tapi ternyata tetap aja aku harus nunggu dia lagi,” omelnya kesal. Suasana hatinya memang sedang tidak baik. Ia masih menyimpan kemarahan terhadap Elang dan sekarang mendapati Saif yang ternyata tidak menepati perkataannya sendiri. Langkah Aliya terhenti sesaat. Ia menyadari ada sesuatu yang aneh. Kedua matanya menyapu ke arah deretan tenant di depannya. Hampir semua pramusaji wanita yang terlihat olehnya, tengah melihat ke satu arah. Seolah menunggu sesuatu. Aliya melempar pandangan mengikuti kepala semua pramusaji itu terarah. Ia mengerutkan kening. Tidak ada apa-apa di sana. Hanya pintu menuju toilet di lantai ini. Apa
Aura yang terpancar dari sosok itu, tak kalah menyedot perhatian. Semua mata pramusaji wanita dalam area itu menempel pada sosok itu dengan penuh kekaguman.Sosok yang juga bak model itu, tampak berjalan dengan gusar dan rahang mengetat. Mantel panjangnya yang tak diikat itu mengayun seiring langkahnya yang kian mendekat ke tempat Aliya dan pria itu duduk.Aliya ternganga dengan kepala mendongak menatap pria itu yang kini telah berdiri di sampingnya.“E-Elang?? Bagaimana bisa ada di sini…” gagap Aliya penuh keterkejutan.“Liebling, ayo,” Elang meraih pergelangan tangan Aliya dan hendak menariknya ketika sebuah tangan menahan lengan Elang. Elang menatap tajam pada pemilik tangan itu.“Kenapa tidak anda tanya dulu, apakah nona ini mau pergi atau tidak?” ucap pria pemilik tangan yang menahan lengan Elang itu dengan tenang.Elang menghentak lengannya agar tangan pria itu terlepas darinya. Ia lalu berali