Anna melihat para karyawan di sekitar lobi sedang saling berbisik. Sudah bisa ditebak kalau mereka pasti menggunjing dirinya karena semua tuduhan dari Mila.Anna tidak bisa mengabaikan apa saja yang didengarnya, semua tertampung di otak meski tidak diminta.Kedua tangan Anna gemetar, bahkan kedua kakinya mendadak lemas memikirkan akibat setelah ini.“Kamu tega merebut pria milik orang lain! Apa karena kita ini sejak dulu hidup susah, makanya kamu jadi begini? Rakus dan tak punya hati!” amuk Mila seraya menunjuk pada Anna.“Cukup!” bentak Kai, “usir dia dari sini!” perintah Kai pada satpam.Kai sudah geram dan emosi karena ucapan Mila.“Lihat, kamu bahkan mengusirku! Kamu sudah diguna-guna oleh Anna, karena itu pria cerdas dan bermartabat sepertimu bisa menyukai wanita seperti Anna!” Mila berteriak semakin menjadi-jadi.Dua satpam sudah memegang kedua lengan Mila, siap membawa wanita itu pergi.“Lihat, Anna! Hal buruk yang kamu lakukan, akan kembali padamu! Ingat itu! Kamu memang jahat
Kai melihat Anna yang melamun siang itu. Bisa ditebak kalau Anna pasti memikirkan soal kejadian tadi.Kai bangun untuk menghibur Anna, tapi belum sempat dia melakukannya, Tian masuk ke ruang kerjanya dan segera menghampirinya.“Pak, Anda harus ke ruang rapat lagi,” kata Tian.Kening Kai berkerut halus.Tian agak mendekat pada Kai, lalu berbisik, “Para pemegang saham melakukan rapat dadakan lagi karena masalah tadi.”Kai mengepalkan telapak tangan, geram. Sepertinya para pemegang saham lebih suka mengurus hal pribadinya ketimbang bisnis.Kai menatap pada Anna. Dia lantas menghampiri istrinya itu lebih dulu sebelum pergi.“Aku ada rapat. Tetaplah di sini.”Anna menatap pada Kai yang berdiri di depan meja kerjanya. Dia mengangguk.Setelah berpamitan dengan Anna, Kai akhirnya pergi bersama Tian menuju ruang rapat.Kai benar-benar tak mengerti, kenapa para pemegang saham terus menerus mengganggunya dengan masalah ini.Bahkan meski dia tetap mempertahankan Anna, hal itu tidak akan menggang
Kai menatap tajam pada pemegang saham yang baru saja mengatakan kalau Anna lebih pantas menjadi cleaning service.Bahkan meski Anna hanya lulusan SMA, tapi Anna cerdas dan berkompeten. Jika tidak, Anna tidak akan bisa memilah berkas, bahkan menunjukkan beberapa kesalahan yang luput dari Kai.Kaivan sudah melihat Kai yang sangat emosi. Dia merasa harus mengakhiri ketegangan di ruangan itu.“Kai menjadikan Anna sebagai asisten tentu dengan banyak pertimbangan dan sudah merundingkannya dengan saya.”Semua orang tercengang, begitu juga dengan Kai karena sebelumnya dia tidak pernah memberitahu ayahnya soal posisi Anna.Hanya saja Kaivan tahu setelah mendatangi kantor Kai.“Dan, Anna bukan orang sembarangan. Dia adalah menantu di keluarga kami, istri Kai.”Semua orang semakin terkejut bukan kepalang. Bahkan mereka sampai saling pandang seperti saling tanya soal pengakuan Kaivan.“Menantu?” Salah satu pemegang saham akhirnya membuka suara.Kaivan menoleh pada Kai yang tersenyum miring, sudah
Anna memandang Kai yang terus diam sejak kembali dari rapat tadi. Bahkan Kai tidak banyak bicara seharian ini, sampai membuat Anna bingung karena saat ditanya, Kai berkata tak apa-apa, tapi sikapnya berbeda.“Kai, apa benar jika tidak ada masalah?” tanya Anna memberanikan diri saat mereka baru saja pulang.Kai memandang Anna, sama seperti tadi, Kai hanya mengangguk.Anna merasa semakin aneh, sikap Kai benar-benar tak seperti biasanya.Anna melihat Kai yang baru saja melepas sepatu. Dia akhirnya mendekat lalu melingkarkan kedua tangan di perut Kai dari belakang.“Aku tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan. Dari tadi kamu diam dan sikapmu agak berbeda. Apa rapat tadi membahas aku? Membahas soal yang Ibu lakukan tadi?” tanya Anna mencoba menebak.Anna sendiri sudah curiga ke sana, dulu saja Kai harus menghadapi masalah karena posisi Anna di sana, apalagi sekarang saat Mila membuat keributan di perusahaan.Anna yakin kalau rapat tadi karena membahas dirinya.Kai memandang kedua lengan Ann
Saat malam hari. Queen tiba-tiba datang ke rumah sampai membuat Anna dan Kai terkejut.“Ini sudah malam, buat apa kamu ke sini?” tanya Kai.“Aku nggak akan ke sini kalau bukan Mami yang minta. Kepedean kamu kalau mikir aku ke sini karena kemauanku,” balas Queen sewot karena sang kakak seperti tak menerima kehadirannya.Kai mengusap tengkuk seraya mengalihkan pandangan dari Queen. Tentu dia tak menerima kedatangan Queen karena masih ingin bermesraan dengan Anna, tapi sang adik malah datang.Anna hanya menahan senyum melihat interaksi Queen dan Kai yang memang menggemaskan.“Mami bilang, undangan sudah disebar, pakaian kalian juga sudah disiapkan, jadi kalian tinggal menyiapkan diri,” ujar Queen lalu menyodorkan paper bag yang dibawa pada Anna. “Ini buat kamu, Mami bilang kamu harus jaga kesehatan, jangan sampai sakit saat acara nanti.”Anna mengambil paper bag dari Queen, lalu berterima kasih.Mereka duduk bersama, tapi Kai izin pergi ke kamar karena mau mandi.Queen memperhatikan sang
Anna akhirnya menceritakan soal Rachel yang menjadi temannya dan mengungkap perasaan Rachel pada Kai karena sang adik ipar yang terus mendesak. Dia juga merasa lebih lega setelah bicara dengan Queen.“Rasanya aneh.” Queen sudah bisa menyimpulkan.“Apa yang aneh?” tanya Anna keheranan.Queen memandang Anna yang menunggu jawaban darinya, lalu berkata, “Rachel bukan type wanita yang suka bergaul dengan orang yang memiliki status tak sebanding dengannya. Jika dia tiba-tiba memintamu jadi temannya, ini sangat aneh bagiku.”Anna diam. Dia juga sebenarnya merasakan keanehan itu.“Menurutku, dia menjadi temanmu karena ingin mendekati Kai saja, apalagi aku tahu betul kalau Rachel seperti terobsesi dengan Kai,” ujar Queen lagi.Anna diam mendengar hal itu.“Dia memang bilang kalau menyukai Kai, juga berkata agar aku tak menyakitinya. Bukankah itu artinya seperti agar aku tak menyukai Kai? Nyatanya dia marah saat tahu kalau aku menikah dengan kakakmu,” ucap Anna mencoba mencari kesimpulan dari m
“Aku sudah mengajukan cuti untuk besok sampai hari pesta pernikahan kita.” Kai bicara sambil mengalungkan dasi di leher.Anna mendekat pada Kai, lalu meraih dasi suaminya itu.“Boleh aku coba ikat dasinya?” tanya Anna.Kai menatap Anna yang berdiri di hadapannya. Dia tersenyum kecil, lalu mengangguk.“Tapi aku tidak tahu caranya,” ucap Anna lalu terkekeh pelan.Kai tersenyum melihat tingkah Anna. Dia meraih kedua tangan Anna yang sudah memegang dua sisi dasi, kemudian membantu menggerakkan tangan Anna agar bisa mengikat dasi.Anna mencoba belajar, saat dirasa sudah bisa, dia pun merapikan dasi itu sendiri.“Begini?” tanya Anna setelah selesai mengikat.“Iya.” Kai tetap menerima meski ikatan dasi itu kurang rapi.Senyum Anna mengembang, dia senang bisa membantu Kai.“Boleh aku yang ikat tiap pagi?” tanya Anna.“Tentu.” Kai mengiyakan.Kai memandang Anna yang sangat senang, tapi juga mendadak suram saat ingat kalau Anna harus pindah divisi.“Apa kamu benar-benar tak masalah kalau dipind
Rachel terkejut karena Anna berani memotong ucapannya. Dia menatap Anna yang memiliki sorot mata berbeda dari sebelumnya.“Kamu tak pernah mendengar penjelasanku, bahkan kamu bertanya tapi menjawabnya sendiri tanpa memikirkan pendapat orang lain,” ucap Anna setelah akhirnya bisa menyela ucapan Rachel.Rachel masih menatap dengan rasa tak percaya. Ada rasa kesal yang kini bercokol di dadanya.Rachel berpikir akan bisa mempengaruhi Anna, meski Anna adalah istri Kai, Rachel ingin Anna merasa tak layak lalu perlahan melepas Kai. Namun, sepertinya sekarang usahanya gagal.“Aku tidak bermaksud menyakitimu atau apa pun itu. Aku ingin menjelaskan, tapi karena kamu begitu menggebu mengungkap rasa sukamu pada Kai, membuatku memilih diam,” ucap Anna lagi.“Kamu sedang mempermainkan perasaanku!” tuduh Rachel.“Tidak ada yang mempermainkan jika kamu sejak awal bertanya dan memberiku kesempatan menjelaskan.” Anna masih mencoba melawan meski tubuhnya mulai gemetar.“Kamu punya kesempatan untuk menjel
“Maafkan sikap Keano. Dia itu memang kalau bicara kadang suka asal dan tidak melihat situasi. Bahkan mencari tahu saja tidak, asal bicara saja,” ucap Fransisca sambil mengajak duduk Anna di ruang keluarga.“Aku tadi mau menjelaskan, tapi dia terus bicara, jadi akhirnya makin salah paham,” balas Anna.Fransisca menghela napas kasar. “Ya, begitulah Keano. Aku juga pusing memikirkan anak itu.”Anna hanya tersenyum. “Bibi, aku sudah menemui Alex tapi dia susah sekali dibujuk. Bahkan dia sepertinya takut kalau aku benar-benar membawa Mama. Apa Bibi punya solusi? Mungkin bagaimana caranya aku bisa masuk ke rumah kakekku dan menemui Mama?” tanya Anna mencari tahu.Fransisca diam berpikir.“Sulit masuk rumah itu tanpa izin kakekmu, bahkan yang sudah di dalam pun akan sulit keluar jika tak mendapat izin,” imbuh Fransisca.Anna lemas, bagaimana caranya agar bisa menemui sang mama.“Sama seperti dulu, mamamu benar-benar bisa bebas setelah setuju menikah dengan Reino. Jika saat itu mamamu masih
Anna dan Kai kembali ke rumah Fransisca untuk memikirkan bagaimana cara agar bisa menemui Stefanie karena menurut Fransisca, sekarang Stefanie ada di rumah Abraham.“Kamu sudah mencoba menghubungi Papa Reino?” tanya Kai saat dia dan Anna duduk di ruang tamu paviliun.“Sudah, tapi tidak aktif,” jawab Anna lalu mengembuskan napas frustasi.Kai diam berpikir, apa seberpengaruh itu keluarga Abraham, bahkan Reino pun sampai menonaktifkan telepon.“Aku malah cemas, apa Papa Reino juga ikut disekap?” Anna bertanya-tanya dengan tatapan sendu.Kai menggeleng pelan. “Aku juga tidak tahu, tapi aku berharap kita segera mendapat jalan keluar.”Anna mengangguk-angguk.“Aku mau menemui Bibi dulu dan membahas masalah ini, siapa tahu Bibi punya solusi.”Anna izin keluar paviliun. Dia berjalan masuk rumah Fransisca untuk menemui wanita itu.“Siapa kamu?”Anna menghentikan langkah. Dia membalikkan badan saat mendengar suara menegur. Dia melihat pria muda yang memakai setelan jas kini sedang menatapnya.
Anna diam mendengar ucapan Alex. Benar, mungkin dia masih bisa mengatasi Alex, tapi tidak yakin bisa mengatasi kakek mereka. Jika Stefanie saja tak bisa melawan kakeknya itu, apalagi Anna.Namun, meski begitu apa Anna harus mundur? Tidak, dia takkan mundur. Dia harus mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan, ibunya!“Kenapa diam? Kamu gemetar? Lebih baik urungkan niatmu itu dan pergilah, kembali ke suamimu. Bukankah kamu sudah punya suami kaya yang bisa memberimu segalanya, untuk apa lagi kamu masih berharap pada mamaku, apa harta yang suamimu beri masih kurang?”Anna mengepalkan erat telapak tangannya. Apa Alex sedang menghinanya? Menganggapnya hanya menginginkan harta sang mama. Menebak apa yang ada di pikiran sang adik, Anna tersenyum miring.“Apa? Kenapa kamu tersenyum seperti itu?” tanya Alex mendadak ngeri melihat senyum Anna yang berbeda.Anna menarik tangannya dari tepian meja, tatapannya begitu tajam pada Alex.“Sepertinya pikiranmu memang selalu buruk, Alex. Bagaimana kal
Anna keluar dari lift dan berjalan di koridor menuju ruangan Alex. Kedatangan Anna di sana menarik perhatian para staff yang ada di lantai itu.Anna berjalan dengan gaya anggun meski sebenarnya gugup. Dia tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian seperti ini.“Silakan, ini ruang kerja Pak Alex,” kata office boy yang mengantar.Anna mengangguk. Dia ingin meraih gagang pintu, tapi lebih dulu ada staff yang mencegah.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji dengan Pak Alex?” tanya staff itu yang ternyata sekretaris Alex.Anna ingin menjawab tapi office boy yang bersamanya sudah lebih dulu menjawab.“Pak Alex sudah mengizinkan Nona ini ke ruangannya, lebih baik jangan dipermasalahkan lagi,” kata office boy itu.Sekretaris itu memerhatikan penampilan Anna, lalu akhirnya mengizinkan Anna masuk.Anna akhirnya masuk ke ruangan Alex. Dia melihat adiknya itu berdiri di dekat jendela memunggungi pintu. Anna berjalan perlahan menghampiri Alex, hanya terdengar suara langkah kaki sepatunya menggema di
Anna dan Kai pergi ke perusahaan milik Reino. Mereka di mobil yang terparkir di seberang jalan perusahaan, mengamati aktivitas yang terjadi di luar perusahaan itu.“Kamu benar-benar mau menemui Alex?” tanya Kai memastikan. Dia menatap Anna yang duduk di kursi samping kemudi.Anna tak langsung menjawab. Dia masih mengamati tempat itu.“Mau tidak mau, aku harus menemuinya, Kai.” Anna akhirnya bicara, tatapannya sudah beralih ke suaminya itu. “Aku tidak mau harta mereka, aku hanya ingin hakku sebagai anak.”Kai selalu yakin kalau Anna tidak matrealistis. Kai mendukung keinginan Anna itu.“Aku akan menemanimu menemuinya,” kata Kai.Anna menggeleng. “Ini urusan keluarga, aku akan menghadapinya sendiri.”“Kamu yakin?” tanya Kai memastikan. Takut kalau terjadi sesuatu pada Anna jika tak berada dalam pengawasannya.Anna mengangguk mantap. “Aku bisa mengatasinya.”Kai ragu, tapi karena Anna memaksa pergi sendiri, akhirnya Kai mengizinkan tapi tetap mengawasi.Anna turun dari mobil. Dia berjala
Saat siang hari. Pelayan Fransisca memanggil Anna dan Kai untuk bergabung di ruang makan.Anna dan Kai mengikuti langkah pelayan itu sampai mereka tiba di ruang makan. Fransisca sudah menunggu mereka dan tersenyum melihat kedatangan Anna dan Kai.“Ayo, duduklah. Kita makan siang dulu,” ajak Fransisca mempersilakan.Anna mengangguk. Dia duduk bersama Kai lalu pelayan mulai melayani mereka.“Aku tidak tahu makanan kesukaanmu, jadi aku harap kamu tidak kecewa dengan menu yang disajikan,” ucap Fransisca sebelum memulai makan siang.Anna menggeleng pelan. “Aku tidak pilih-pilih makanan, Bi.”“Baguslah.” Fransisca terlihat senang.Mereka makan siang bersama, tidak ada pembahasan apa pun saat di meja makan. Anna juga tidak berani membuka pertanyaan karena takut menyinggung.Setelah makan, Fransisca mengajak Anna dan Kai duduk di ruang keluarga.Anna masih menunggu sampai Fransisca memulai pembicaraan.“Aku bertemu mamamu sekali saja setelah dia dipindah ke sini. Setelahnya aku tidak tahu bag
Keesokan harinya. Anna dan Kai naik pesawat penerbangan pagi menuju kota tempat Stefanie tinggal. Anna duduk di dekat jendela sambil memandang ke luar pesawat yang masih menunggu lepas landas.Kai melihat Anna yang hanya diam. Dia meraih telapak tangan Anna, lalu meletakkannya di pangkuan.“Memikirkan apa?” tanya Kai saat Anna menoleh padanya.Anna menggeleng pelan. “Entahlah, banyak sekali yang memenuhi kepalaku sekarang. Rasanya seperti mau meledak.”Kai mengusap lembut rambut Anna. Menghadapi masalah keluarga memang lebih berat daripada masalah perusahaan, tentu Kai memahami posisi Anna saat ini.“Kita berusaha menemui mamamu, tapi apa pun hasilnya nanti, kuharap kamu jangan bersedih berkepanjangan,” kata Kai tidak ingin Anna terlalu kecewa.Anna mengangguk pelan. “Aku hanya mau memastikan Mama baik-baik saja, bisa melihatnya sekali saja untuk mengobati rindu, setelahnya aku pasrah walau aku masih berharap bisa bersama Mama lagi.”“Aku tahu,” balas Kai, “tapi semua di luar kehendak
Kai sangat mencemaskan kondisi Anna, apalagi wajah Anna memang sangat pucat.“Ayo ke rumah sakit,” ajak Kai sambil menggenggam telapak tangan Anna.Anna menatap Kai yang panik, dia mencoba tersenyum untuk menenangkan.“Tidak usah, lagian ini pusing biasa. IGD tidak menerima pasien yang hanya masuk angin,” seloroh Anna diakhiri tawa kecil meski wajahnya pucat.Kai menatap tak senang karena Anna menyepelekan kondisi kesehatan.“Masuk angin pun, kalau salah penanganan, bisa membahayakan, paham.” Kai kukuh ingin membawa Anna ke rumah sakit.Anna menatap dalam pada suaminya, dia mencoba memahami kecemasan yang sedang Kai rasakan.Anna tersenyum kecil. “Begini saja, kalau besok pagi kondisiku masih kurang baik, kita ke rumah sakit, ya.”Kai menatap ragu, tapi karena Anna tidak mau pergi sekarang, dia akhirnya mengalah,“Baiklah, kalau nanti malam kamu merasa sakit, kita harus pergi memeriksakannya,” ucap Kai mengalah.Anna mengangguk-anggukkan kepala.“Aku mau mandi dulu,” kata Anna siap be
Saat sore hari. Anna dan Kai pergi ke kantor polisi setelah mendapat informasi soal penetapan tersangka pada Justin.Anna sangat syok, dia tak menyangka Justin benar-benar terlibat kasus yang menjerat Rachel.Anna dan Kai sudah menunggu di ruang kunjungan, lalu beberapa saat kemudian Justin masuk ruang kunjungan dengan kedua tangan terborgol.Justin tersenyum pada Anna, lalu duduk berhadapan dengan Anna tapi tak bersikap ramah pada Kai.“Kamu benar-benar terlibat?” tanya Anna tak menyangka.Justin tersenyum tipis. “Aku sudah janji akan menjawab jujur, aku hanya berusaha jujur.”“Aku tidak terkejut,” ucap Kai.“Aku tidak meminta pendapatmu,” balas Justin ketus, “aku hanya berusaha menepati janjiku pada Anna.”Kai kesal. Dia menatap tajam pada Justin, apa Justin menyukai Anna?Anna benar-benar masih tak percaya, dia benar-benar tidak pernah membayangkan jika Justin benar-benar terlibat.“Bagaimana bisa?” tanya Anna meminta penjelasan.Justin mengalihkan pandangan dari Kai pada Anna. Dia