Rachel terkejut karena Anna berani memotong ucapannya. Dia menatap Anna yang memiliki sorot mata berbeda dari sebelumnya.“Kamu tak pernah mendengar penjelasanku, bahkan kamu bertanya tapi menjawabnya sendiri tanpa memikirkan pendapat orang lain,” ucap Anna setelah akhirnya bisa menyela ucapan Rachel.Rachel masih menatap dengan rasa tak percaya. Ada rasa kesal yang kini bercokol di dadanya.Rachel berpikir akan bisa mempengaruhi Anna, meski Anna adalah istri Kai, Rachel ingin Anna merasa tak layak lalu perlahan melepas Kai. Namun, sepertinya sekarang usahanya gagal.“Aku tidak bermaksud menyakitimu atau apa pun itu. Aku ingin menjelaskan, tapi karena kamu begitu menggebu mengungkap rasa sukamu pada Kai, membuatku memilih diam,” ucap Anna lagi.“Kamu sedang mempermainkan perasaanku!” tuduh Rachel.“Tidak ada yang mempermainkan jika kamu sejak awal bertanya dan memberiku kesempatan menjelaskan.” Anna masih mencoba melawan meski tubuhnya mulai gemetar.“Kamu punya kesempatan untuk menjel
Rachel begitu geram dan emosi. Dia duduk di dalam mobil yang berhenti di bahu jalan. Tangannya mencengkram kuat pada stir mobil.“Kenapa sikapnya berubah drastis?” Rachel benar-benar tidak menyangka bisa kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan Anna. “Aku harus memberinya pelajaran,” gumam Rachel.Rachel mengeluarkan ponsel, lalu mencoba menghubungi Mila.“Kalian mau banyak uang, kan? Kalau begitu lakukan apa yang aku perintahkan.”Rachel tak lagi menjaga image-nya. Dia sudah terbakar amarah dan berusaha mencari cara bagaimana menjatuhkan Anna.**Anna kembali ke ruang kerja Kai. Dia melihat Kai yang langsung berdiri dan berjalan menghampirinya.“Kamu baik-baik saja? Apa Rachel mengatakan sesuatu yang menyinggungmu?” tanya Kai dengan cepat.Terakhir kali Anna salah paham dengannya setelah Anna pergi dengan Rachel, kali ini Kai tidak akan membiarkan kesalahpahaman terjadi.Anna melebarkan senyum, lalu membalas, “Aku bisa mengatasinya. Kali ini aku tidak membiarkannya terus bicara. Y
Kai terpaku memandang pada Anna. Istrinya itu memakai gaun sederhana tapi begitu elegan.“Lihat, sudah kubilang kalau aku akan mendandaninya dengan cantik, kan?” Queen memuji kemampuannya. “Kamu terpesona sampai lupa caranya berkedip. Awas, jangan lupa bernapas.”Anna langsung menahan senyum. Dia harus mengakui kalau Queen sangat pandang merias. Anna sampai tak menyangka jika akan berubah seperti bukan dirinya.Kai tersadar dari lamunan. Dia memandang pada Queen yang sedang mengejeknya.“Lumayan, begini pun kamu sangat lama mendandaninya,” ucap Kai tak mau mengakui mahakarya sang adik. Dia gengsi karena sebelumnya terus protes.“Kamu bilang apa? Dia secantik ini, kamu hanya bilang lumayan! Tidak menghargai sekali!” gerutu Queen kesal.Anna menahan senyum melihat perdebatan Queen dan Kai. Dia lantas memandang suaminya.“Sudah, tidak usah banyak protes. Kita harus segera ke hotel,” ajak Kai.Kai mengulurkan tangan pada Anna untuk membantu istrinya itu berjalan.Queen masih menggerutu, k
Eve menatap pada Kai, lalu beralih pada Anna yang cemas karena perubahan ekspresi wajahnya.“Tidak, tidak ada apa-apa. Mami hanya seperti baru mengingat sesuatu, tapi agak lupa,” jawab Eve, “nanti kalau ingat, mami kasih tahu.”Eve kembali tersenyum lalu mengusap lengan Anna lembut.Kai mengangguk, lalu dia mengajak Anna duduk di tempat yang sudah disediakan.Tak berselang lama acara pun dimulai. Anna kembali tegang, tapi Kai menggenggam telapak tangan Anna agar tidak terlalu cemas.“Ini hanya pesta, jangan terlalu tegang, hm ….” Kai memulas senyum agar Anna merasa tenang.Anna mengangguk-angguk pelan.Acara demi acara dimulai. Akhirnya sampai di waktu acara sambutan untuk Kai dan Anna.“Ayo!” ajak Kai seraya mengajak berdiri Anna. Dia terus menggenggam telapak tangan istrinya itu.Anna mencoba yakin. Jika dia takut dan terus gugup, maka dia benar-benar akan mempermalukan keluarga Kai. Anna menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan. Dia berjalan bersama Kai menuju altar untuk
Kai begitu geram membaca berita tentang Anna yang disebut sebagai anak haram. Bahkan di sana ditulis dengan headline ‘Menantu keluarga Bramanty seorang yatim yang lahir di luar nikah.’“Siapa yang menyebarnya?” tanya Kai sangat emosional.Anna sudah lemas karena sangat syok. Dia sudah menebak kejadian seperti ini akan terjadi.Queen langsung menopang tubuh Anna agar tidak limbung, sedangkan Kai berusaha mengecek siapa yang mengirim link itu, tapi nihil karena nomor yang mengirimkan link itu sudah tidak aktif.Kai langsung menghubungi Tian untuk membantunya mencari informasi siapa pemilik nomor itu.Eve dan yang lain juga cemas. Eve benar-benar tak menyangka ada yang sengaja ingin menghancurkan pesta pernikahan putranya.Sedangkan Stefanie, dia menatap pada Anna begitu dalam. Wajah Anna tak asing baginya, Anna seperti dirinya saat muda.Stefanie lantas memandang pada kalung yang melingkar di leher Anna, lalu dia menyentuh kalungnya.Berita yang disebar secara bersamaan itu membuat acar
Anna memegangi dada. Dia merasa begitu sesak mendengar semua tuduhan dari Mila. Dia memang tidak tahu, siapa dan bagaimana ibunya, tapi bukan berarti Mila bisa mengumbar fitnah seperti itu di hari pernikahannya.Anna merasa malu pada keluarga Kai. Dia sudah membuat berantakan acara yang sangat diharapkan oleh orang tua Kai.Anna berkecil hati, dia takut kalau keluarga Kai merasa terhina lalu berubah sikap padanya karena sudah membuat malu mereka.“Anna, kamu baik-baik saja?” tanya Queen saat merasakan tubuh Anna gemetaran.Anna menggeleng pelan.Queen memilih mengajak Anna pergi meninggalkan ballroom hotel selagi Kai mengurus Mila yang tadi diseret keluar oleh security.Queen mengajak Anna ke salah satu kamar yang ada di hotel itu untuk menenangkan.“Semua akan baik-baik saja, kamu jangan cemas,” ucap Queen saat mereka sudah ada di kamar.Anna menatap sendu. Dia benar-benar tak pernah menyangka kalau Mila akan senekat ini.Anna duduk di tepian ranjang dengan kedua tangan yang gemetar.
Anna menatap bingung pada Stefanie. Apalagi dia masih dalam kondisi syok, sehingga membuatnya hanya menatap pada teman mertuanya itu.Eve yang mendengar hal itu langsung berdiri seraya menatap pada Stefanie yang terus memandang pada Anna.“Fan, kita keluar dulu saja. Anna sepertinya masih syok dan butuh istirahat,” ucap Eve seraya memegang lengan Stefanie.Stefanie menatap pada Eve, sekilas memandang pada Anna yang memang sangat bingung, lalu akhirnya setuju untuk keluar.Stefanie juga butuh menenangkan hatinya sebelum dirinya mendengar fakta yang mungkin bisa membuat seluruh aliran darahnya mendesir hebat.“Queen, kamu tetap di sini temani Anna,” kata Eve seraya memandang pada sang adik.“Iya, Mi.” Queen mengangguk.Eve mengajak Stefanie keluar dari kamar.“Kenapa kamu tiba-tiba tanya soal ayah Anna?” tanya Eve penasaran.Eve melihat tatapan Stefanie yang berbeda pada Anna, sehingga dia merasa perlu mengetahui, apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh sahabatnya itu.Stefanie menaha
Kai langsung menghampiri Anna yang duduk di tepian ranjang. Dia memeluk istrinya itu untuk menenangkan.“Aku keluar dulu, kalian istirahatlah,” kata Queen.Queen tidak mau mengganggu Anna dan Kai, lagi pula Anna akan lebih baik saat bersama Kai.Queen keluar dari kamar. Dia melihat kedua orang tuanya dan Stefanie baru saja masuk lift. Dia memilih menyusul sang mami lalu pergi dengan mereka untuk turun ke lantai bawah.Di kamar, Kai masih memeluk Anna untuk menenangkan. Dia bisa merasakan tubuh Anna yang gemetar.“Semua sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu kamu cemaskan,” ucap Kai mencoba menghibur Anna.Namun, tiba-tiba saja tangis Anna pecah. Sejak tadi Anna mencoba menahan diri agar tak menangis. Dia tidak mau menambah beban pikiran orang karena dirinya.Sekuat apa pun dia bertahan, nyatanya tetap runtuh saat bersama pria yang selalu peduli padanya.“Maaf, aku sudah membuat malu keluargamu,” ucap Anna di sela isak tangisnya.Kai terkesiap mendengar Anna menangis. Dia semakin me
“Maafkan sikap Keano. Dia itu memang kalau bicara kadang suka asal dan tidak melihat situasi. Bahkan mencari tahu saja tidak, asal bicara saja,” ucap Fransisca sambil mengajak duduk Anna di ruang keluarga.“Aku tadi mau menjelaskan, tapi dia terus bicara, jadi akhirnya makin salah paham,” balas Anna.Fransisca menghela napas kasar. “Ya, begitulah Keano. Aku juga pusing memikirkan anak itu.”Anna hanya tersenyum. “Bibi, aku sudah menemui Alex tapi dia susah sekali dibujuk. Bahkan dia sepertinya takut kalau aku benar-benar membawa Mama. Apa Bibi punya solusi? Mungkin bagaimana caranya aku bisa masuk ke rumah kakekku dan menemui Mama?” tanya Anna mencari tahu.Fransisca diam berpikir.“Sulit masuk rumah itu tanpa izin kakekmu, bahkan yang sudah di dalam pun akan sulit keluar jika tak mendapat izin,” imbuh Fransisca.Anna lemas, bagaimana caranya agar bisa menemui sang mama.“Sama seperti dulu, mamamu benar-benar bisa bebas setelah setuju menikah dengan Reino. Jika saat itu mamamu masih
Anna dan Kai kembali ke rumah Fransisca untuk memikirkan bagaimana cara agar bisa menemui Stefanie karena menurut Fransisca, sekarang Stefanie ada di rumah Abraham.“Kamu sudah mencoba menghubungi Papa Reino?” tanya Kai saat dia dan Anna duduk di ruang tamu paviliun.“Sudah, tapi tidak aktif,” jawab Anna lalu mengembuskan napas frustasi.Kai diam berpikir, apa seberpengaruh itu keluarga Abraham, bahkan Reino pun sampai menonaktifkan telepon.“Aku malah cemas, apa Papa Reino juga ikut disekap?” Anna bertanya-tanya dengan tatapan sendu.Kai menggeleng pelan. “Aku juga tidak tahu, tapi aku berharap kita segera mendapat jalan keluar.”Anna mengangguk-angguk.“Aku mau menemui Bibi dulu dan membahas masalah ini, siapa tahu Bibi punya solusi.”Anna izin keluar paviliun. Dia berjalan masuk rumah Fransisca untuk menemui wanita itu.“Siapa kamu?”Anna menghentikan langkah. Dia membalikkan badan saat mendengar suara menegur. Dia melihat pria muda yang memakai setelan jas kini sedang menatapnya.
Anna diam mendengar ucapan Alex. Benar, mungkin dia masih bisa mengatasi Alex, tapi tidak yakin bisa mengatasi kakek mereka. Jika Stefanie saja tak bisa melawan kakeknya itu, apalagi Anna.Namun, meski begitu apa Anna harus mundur? Tidak, dia takkan mundur. Dia harus mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan, ibunya!“Kenapa diam? Kamu gemetar? Lebih baik urungkan niatmu itu dan pergilah, kembali ke suamimu. Bukankah kamu sudah punya suami kaya yang bisa memberimu segalanya, untuk apa lagi kamu masih berharap pada mamaku, apa harta yang suamimu beri masih kurang?”Anna mengepalkan erat telapak tangannya. Apa Alex sedang menghinanya? Menganggapnya hanya menginginkan harta sang mama. Menebak apa yang ada di pikiran sang adik, Anna tersenyum miring.“Apa? Kenapa kamu tersenyum seperti itu?” tanya Alex mendadak ngeri melihat senyum Anna yang berbeda.Anna menarik tangannya dari tepian meja, tatapannya begitu tajam pada Alex.“Sepertinya pikiranmu memang selalu buruk, Alex. Bagaimana kal
Anna keluar dari lift dan berjalan di koridor menuju ruangan Alex. Kedatangan Anna di sana menarik perhatian para staff yang ada di lantai itu.Anna berjalan dengan gaya anggun meski sebenarnya gugup. Dia tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian seperti ini.“Silakan, ini ruang kerja Pak Alex,” kata office boy yang mengantar.Anna mengangguk. Dia ingin meraih gagang pintu, tapi lebih dulu ada staff yang mencegah.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji dengan Pak Alex?” tanya staff itu yang ternyata sekretaris Alex.Anna ingin menjawab tapi office boy yang bersamanya sudah lebih dulu menjawab.“Pak Alex sudah mengizinkan Nona ini ke ruangannya, lebih baik jangan dipermasalahkan lagi,” kata office boy itu.Sekretaris itu memerhatikan penampilan Anna, lalu akhirnya mengizinkan Anna masuk.Anna akhirnya masuk ke ruangan Alex. Dia melihat adiknya itu berdiri di dekat jendela memunggungi pintu. Anna berjalan perlahan menghampiri Alex, hanya terdengar suara langkah kaki sepatunya menggema di
Anna dan Kai pergi ke perusahaan milik Reino. Mereka di mobil yang terparkir di seberang jalan perusahaan, mengamati aktivitas yang terjadi di luar perusahaan itu.“Kamu benar-benar mau menemui Alex?” tanya Kai memastikan. Dia menatap Anna yang duduk di kursi samping kemudi.Anna tak langsung menjawab. Dia masih mengamati tempat itu.“Mau tidak mau, aku harus menemuinya, Kai.” Anna akhirnya bicara, tatapannya sudah beralih ke suaminya itu. “Aku tidak mau harta mereka, aku hanya ingin hakku sebagai anak.”Kai selalu yakin kalau Anna tidak matrealistis. Kai mendukung keinginan Anna itu.“Aku akan menemanimu menemuinya,” kata Kai.Anna menggeleng. “Ini urusan keluarga, aku akan menghadapinya sendiri.”“Kamu yakin?” tanya Kai memastikan. Takut kalau terjadi sesuatu pada Anna jika tak berada dalam pengawasannya.Anna mengangguk mantap. “Aku bisa mengatasinya.”Kai ragu, tapi karena Anna memaksa pergi sendiri, akhirnya Kai mengizinkan tapi tetap mengawasi.Anna turun dari mobil. Dia berjala
Saat siang hari. Pelayan Fransisca memanggil Anna dan Kai untuk bergabung di ruang makan.Anna dan Kai mengikuti langkah pelayan itu sampai mereka tiba di ruang makan. Fransisca sudah menunggu mereka dan tersenyum melihat kedatangan Anna dan Kai.“Ayo, duduklah. Kita makan siang dulu,” ajak Fransisca mempersilakan.Anna mengangguk. Dia duduk bersama Kai lalu pelayan mulai melayani mereka.“Aku tidak tahu makanan kesukaanmu, jadi aku harap kamu tidak kecewa dengan menu yang disajikan,” ucap Fransisca sebelum memulai makan siang.Anna menggeleng pelan. “Aku tidak pilih-pilih makanan, Bi.”“Baguslah.” Fransisca terlihat senang.Mereka makan siang bersama, tidak ada pembahasan apa pun saat di meja makan. Anna juga tidak berani membuka pertanyaan karena takut menyinggung.Setelah makan, Fransisca mengajak Anna dan Kai duduk di ruang keluarga.Anna masih menunggu sampai Fransisca memulai pembicaraan.“Aku bertemu mamamu sekali saja setelah dia dipindah ke sini. Setelahnya aku tidak tahu bag
Keesokan harinya. Anna dan Kai naik pesawat penerbangan pagi menuju kota tempat Stefanie tinggal. Anna duduk di dekat jendela sambil memandang ke luar pesawat yang masih menunggu lepas landas.Kai melihat Anna yang hanya diam. Dia meraih telapak tangan Anna, lalu meletakkannya di pangkuan.“Memikirkan apa?” tanya Kai saat Anna menoleh padanya.Anna menggeleng pelan. “Entahlah, banyak sekali yang memenuhi kepalaku sekarang. Rasanya seperti mau meledak.”Kai mengusap lembut rambut Anna. Menghadapi masalah keluarga memang lebih berat daripada masalah perusahaan, tentu Kai memahami posisi Anna saat ini.“Kita berusaha menemui mamamu, tapi apa pun hasilnya nanti, kuharap kamu jangan bersedih berkepanjangan,” kata Kai tidak ingin Anna terlalu kecewa.Anna mengangguk pelan. “Aku hanya mau memastikan Mama baik-baik saja, bisa melihatnya sekali saja untuk mengobati rindu, setelahnya aku pasrah walau aku masih berharap bisa bersama Mama lagi.”“Aku tahu,” balas Kai, “tapi semua di luar kehendak
Kai sangat mencemaskan kondisi Anna, apalagi wajah Anna memang sangat pucat.“Ayo ke rumah sakit,” ajak Kai sambil menggenggam telapak tangan Anna.Anna menatap Kai yang panik, dia mencoba tersenyum untuk menenangkan.“Tidak usah, lagian ini pusing biasa. IGD tidak menerima pasien yang hanya masuk angin,” seloroh Anna diakhiri tawa kecil meski wajahnya pucat.Kai menatap tak senang karena Anna menyepelekan kondisi kesehatan.“Masuk angin pun, kalau salah penanganan, bisa membahayakan, paham.” Kai kukuh ingin membawa Anna ke rumah sakit.Anna menatap dalam pada suaminya, dia mencoba memahami kecemasan yang sedang Kai rasakan.Anna tersenyum kecil. “Begini saja, kalau besok pagi kondisiku masih kurang baik, kita ke rumah sakit, ya.”Kai menatap ragu, tapi karena Anna tidak mau pergi sekarang, dia akhirnya mengalah,“Baiklah, kalau nanti malam kamu merasa sakit, kita harus pergi memeriksakannya,” ucap Kai mengalah.Anna mengangguk-anggukkan kepala.“Aku mau mandi dulu,” kata Anna siap be
Saat sore hari. Anna dan Kai pergi ke kantor polisi setelah mendapat informasi soal penetapan tersangka pada Justin.Anna sangat syok, dia tak menyangka Justin benar-benar terlibat kasus yang menjerat Rachel.Anna dan Kai sudah menunggu di ruang kunjungan, lalu beberapa saat kemudian Justin masuk ruang kunjungan dengan kedua tangan terborgol.Justin tersenyum pada Anna, lalu duduk berhadapan dengan Anna tapi tak bersikap ramah pada Kai.“Kamu benar-benar terlibat?” tanya Anna tak menyangka.Justin tersenyum tipis. “Aku sudah janji akan menjawab jujur, aku hanya berusaha jujur.”“Aku tidak terkejut,” ucap Kai.“Aku tidak meminta pendapatmu,” balas Justin ketus, “aku hanya berusaha menepati janjiku pada Anna.”Kai kesal. Dia menatap tajam pada Justin, apa Justin menyukai Anna?Anna benar-benar masih tak percaya, dia benar-benar tidak pernah membayangkan jika Justin benar-benar terlibat.“Bagaimana bisa?” tanya Anna meminta penjelasan.Justin mengalihkan pandangan dari Kai pada Anna. Dia