"Tidak, tolong!" pekik Grace, menahan sakit. Xavier mendekat dengan sangat cepat manakala Grace meraung kesakitan sambil menutup mata dan memegang kepalanya sedari tadi.Xavier diserang kepanikan mendadak. Dia belum menyadari jika bagian belakang Grace berdarah. "Hei kau sadarlah!" Xavier menahan tubuh Grace dan menepuk pelan pipi Grace. "Xavier cepat tahan bagian belakang kepalanya, lihatlah ada darah!" Wanita yang selalu dipanggil Xavier dengan sebutan 'nona' ikutan panik. Pupil mata Xavier spontan melebar. Secepat kilat memegang kepala Grace. Detik selanjutnya gadis muda itu pingsan di tempat.Xavier dan wanita itu kian panik. Xavier guncang-guncang tubuh Grace sejenak. Namun, tak ada tanda-tanda adanya pergerakkan. "Xavier sebaiknya kita bawa dia ke kota sekarang!" teriak wanita bermata abu-abu itu seketika. Xavier tak langsung mengiyakan. Ekspresi wajahnya berubah dan kini tak enak dipandang. "Tapi Nona banyak orang jahat di sana, sebaiknya kita dia ke rumah saja sekarang
Setelah mengajukan pertanyaan, Katherine buru-buru menundukkan kepala. Tak berani memandang ke depan. Semenjak melakukan hubungan badan selayaknya suami istri. Cinta di hati Katherine kian bertambah. Perhatian dan kehangatan yang diberikan Frederick bagaikan angin segar bagi kehidupannya. Salahkah Katherine berharap di kehidupan kali ini mendapatkan cinta dari Frederick? Dari pria yang dulunya pernah diterpa kemalangan sama sepertinya. Suasana mendadak hening. Katherine dengan sabar menanti jawaban. Berharap tanggapan Frederick membuat hatinya tidak gelisah lagi. Riak muka Frederick pun menjadi datar sekarang. Mata elang itu menatap Katherine dengan seksama. Tatapannya terlihat aneh seakan-akan tengah berperang dengan batinnya saat ini. "Kau tidak lupa dengan perjanjian kita di awal 'kan?" Frederick mulai menanggapi. Sejak tadi pandangannya tak lepas dari wajah Katherine. Katherine tersenyum getir. Tanggapan yang dilontarkan Frederick menandakan kontrak nikah akan tetap terus b
"Apa?" Celine melebarkan mata sampai-sampai membuat Frederick menoleh ke arahnya sekarang. Secepat kilat ia mengubah ekspresi wajah sambil sesekali melirik Frederick tengah menghampirinya perlahan. "Baiklah, terima kasih atas laporannya, kembalilah bekerja," kata Celine kemudian. Orang kepercayaan Celine itu pun berkata,"Baik Ratu." Sebelum melenggang pergi membungkuk dengan hormat kepada Celine dan Frederick. "Ada apa Ma?" Dalam jarak yang cukup dekat Frederick langsung bertanya. Dia tampak penasaran. Celine membuang napas pelan sejenak. Lalu memerintah asisten istana yang masih berada di ruangan untuk keluar. Asisten wanita itu mengangguk kemudian berlalu pergi. "Bukan apa-apa, hanya permasalahan di kota," balas Celine.Frederick tak menanggapi malah menatap Celine dengan tatapan menyelidik. Lelaki itu meninggalkan jahe yang sudah teriris di talenan dan saat ini menunggu air di panci agar hangat. Hal itu membuat Celine mulai cemas. Berharap Frederick tidak mengetahui kebohonga
Keadaan udara di sekitar mendadak dingin. Frederick tak segera menjawab. Memandangi Logan tanpa mengedipkan kelopak matanya sama sekali. Logan buru-buru menundukkan kepala. Baru saja menyadari kesalahannya karena telah membuat Frederick marah. Keringat dingin mulai mengalir di telapak tangannya sekarang."Maafkan aku Pangeran, aku tidak bermaksud membuat hati Anda terluka. Namun, tidak ada salahnya menerima kenyataan bila Victoria sudah tiada." Meski takut, Logan memberanikan diri membuka suara kembali. Dia tidak mau melihat sang tuan terlalu lama terjebak di masa lalu. Tak ada tanggapan. Frederick terdiam dengan sorot mata tajam, setajam elang, yang siap memangsa sang lawan."Aku tahu Anda masih mencintai Nona Victoria, tapi tidak salah mencoba membuka hati pada Putri Katherine." Lagi Logan berbicara. Biarlah, dia tak peduli lagi bagaimana reaksi Frederick. Sebagai tangan kanan, tak ada salahnya memberi nasihat sedikit. "Diamlah Logan! Masalah percintaanku biar aku urus sendiri.
Meski suara Frederick terdengar samar Katherine dapat mendengarnya dengan jelas saat ini. Secepat kilat dia mengikuti arah pandangan Frederick. Dari kejauhan melihat seorang wanita membelakangi mereka. Rambut wanita tersebut sangatlah panjang, mirip sepertinya. Wanita itu berdiri di tengah keramaian. Katherine menerka-nerka. Apa benar wanita di depan sana yang wajahnya sama sekali tak dapat dia lihat sekarang adalah Victoria, kekasih alias tunangan Frederick dulu. Memikirkan hal itu degup jantungnya bertambah dua kali lipat sekarang. Ada perasaan aneh menjalar dalam hatinya. Senang, sedih atau apa lah itu. Katherine tak dapat menjabarkan dengan benar. Dalam jarak beberapa meter wanita itu mulai berjalan ke depan. Katherine berpura-pura tidak tahu. Dengan cepat dia pun berkata,"Kau bilang apa tadi?"Frederick menoleh lalu menyambar cepat tangan Katherine. Dia melempar senyum kaku. "Bukan apa-apa, ayo kita ke depan sana."Katherine tersenyum kecut lantas mengangguk samar. Mengikuti la
"Hei, apa kau tidak punya mata hah?!" Suara seorang pria bertubuh gemuk itu terdengar nyaring hingga kumpulan manusia di sekitar memusatkan perhatian ke arah Frederick dan Katherine seketika.Pasangan suami istri itu tampak terkejut saat tak sengaja menabrak seorang pria. Frederick berdecak kesal sambil melirik ke depan sana, di mana wanita itu tak terlihat lagi. Dia ingin berlari namun pria di hadapannya sekarang menghalangi jalannya."Sialan, lihatlah pakaianku kotor!" Lagi dia berteriak. Belum menyadari bila pria dan wanita yang dibentak adalah pangeran dan putri. Karena Frederick dan Katherine memakai penutup kepala. "Aku minta maaf, bisakah minggir sebentar," ujar Katherine. Lalu tersenyum sumringah berharap pria gemuk itu memaafkan mereka. Pria itu malah melototkan mata dengan sangat tajam. "Enak saja, memangnya ini jalan milikmu!" bentaknya sambil berkacak pinggang, bersiap untuk menantang Frederick dan Katherine. Frederick lantas mendengus lalu membuka cepat topi. Berhasil,
Mendengar perkataan Katherine. Pupil mata Victoria langsung melebar. Dengan cepat mengalihkan pandangan ke arah Frederick. Kini raut wajahnya mendadak muram. "Fred, siapa dia? Aku tidak salah mendengar kan barusan?" Frederick membuang napas kasar sejenak kemudia berkata,"Benar, kau tidak salah mendengar, dia memang istriku."Victoria sangat terkejut. Mendapati sang kekasih telah memiliki istri. "Apa? Tidak mungkin ...." Mata kelabu itu mulai berkabut sekarang. Sangking tidak percayanya dia. Victoria terlihat memundurkan langkah kaki, sembari melirik Katherine dan Frederick secara bergantian sekarang. Namun, Frederick dengan gesit meraih tangan Victoria. Membuat air mata Victoria akhirnya meluruh pula. Frederick tampak panik. "Tapi hanya istri kontrak saja, orang tuaku tidak tahu kalau dia istri kontrak, aku menikahinya karena terpaksa juga," papar Frederick kemudian sambil menggenggam erat tangan kanan Victoria. Victoria hendak melepaskan tangan Frederick. Tetapi Frederick menah
Celine berteriak dengan sangat lantang membuat seluruh manusia yang berada di istana memusatkan perhatian ke arah mereka. Bahkan asisten istana yang biasanya mengabaikan keributan di sekitar menghentikan kegiatan. Tatkala melihat Frederick, Katherine dan salah seorang wanita yang sangat mereka kenali dimarahi Celine. Ketiga orang tersebut tampak terkejut melihat reaksi Celine. "Kenapa aku tidak boleh membawa Victoria kemari, Ma? Apa salahnya?" ujar Frederick. Kali ini wajah lelaki itu terlihat mulai dingin.Celine tersenyum sinis. "Kau masih bertanya?! Dia wanita rendahan yang sudah lama meninggalkan kau!" serunya lalu mengalihkan pandangan ke arah Celine seketika. "Berani-beraninya kau datang kemari! Masih punya muka kau, pergi kau dari istana ini sekarang juga!"Victoria tersentak. Perlahan, air mata pun membasahi pipinya. Melihat hal itu Frederick mulai emosi. "Mama hentikan!" pekik Frederick. "Apa kau tidak terima?! Lihatlah wanita manja ini berpura-pura menangis, dia sengaja