Penasaran? Cucu? Mendengar komentar Celine barusan, mata Katherine berkedip berulang kali.'Apa aku tidak salah mendengar sekarang?' batin Katherine seraya melirik ke samping kemudian melempar senyum kaku, hendak memastikan apa yang dikatakan Celine tadi benar atau tidak.Frederick membalas dengan sebuah senyuman penuh arti pula. Untuk beberapa detik keduanya saling berbicara, melalui sorot mata. Katherine tampak terkejut saat Frederick memberi kode. Mengatakan apa yang didengarnya tadi, semuanya benar."Aku bertanya padamu Katherine, kenapa kau diam?" Celine membuka suara kembali.Sangking terkejutnya dan masih dalam mode tak percaya, Katherine sampai lupa pertanyaan tadi ditujukan padanya. Secepat kilat menoleh ke depan. Namun, belum juga bibirnya bergerak, Frederick langsung menyela. "Masih dalam proses, Mama tenang saja, aku dan Katherine akan segera memberikan Mama dan Papa cucu, benar kan Katherine?" balas Frederick sambil menyenggol pelan lengan Katherine.Katherine mengelu
Katherine semakin terkejut saat mengikuti arah mata Celine. Matanya memicing, melihat Frederick ternyata di luar gazebo. Lelaki bermata biru tersebut berjalan bersama James mendekati mereka sekarang. Entah sejak kapan kedua pria itu berada di sekitar. Sesampainya di dalam, Frederick segera duduk di samping Katherine. James pun melakukan hal yang sama, duduk di sebelah Celine. "Aku tahu, Ma. Mama tenang saja. Bukankah sudah kukatakan tadi, masih dalam proses, benar tidak Katherine?" Frederick tiba-tiba menoleh ke samping, menatap dalam mata Katherine sambil meraih tangan sang istri lalu mengenggamnya erat-erat. Katherine kembali membeku. Lidahnya mendadak kelu. Sebuah tatapan aneh sekali lagi dia dapatkan. Tidak mungkin Frederick melupakan perjanjian kontrak menikah mereka bukan. Di mana tak ada cinta dan tak ada sentuhan-sentuhan di antar kedua belah pihak di atas ranjang. Ya, walaupun sebenarnya ia dan Frederick sudah saling bersentuhan. Namun, dalam tahap wajar. Itu pun akiba
Katherine sangat terkejut. Mata kelabu itu mengerjap singkat. Bagaimana dia tidak terkejut. Tangannya ditarik barusan lalu tubuhnya dipeluk dengan sangat erat dan bibirnya dibungkam dengan kecupan lembut sekarang.Frederick tengah melumat pelan bibir ranumnya dengan lembut dan pelan. Lelaki itu memejamkan mata, sedang menikmati, apa yang tengah dilakukannya sekarang.Katherine masih mematung. Merasa semua ini hanyalah mimpi semata. Namun, alam bawah sadarnya tiba-tiba memberi signal. Memperingati bahwa situasi saat ni salah. Dalam kesadaran penuh Katherine dorong kuat dada bidang Frederick, hingga ada sedikit jarak di antara keduanya. "Fred, apa yang kau lakukan?" tanya Katherine pelan dengan napas ngos-ngosan. Frederick enggan menyahut. Sepasang mata abu-abu itu memandangi Katherine sangat dalam. Katherine membeku kembali. Sebuah tatapan yang membuat hati dan tubuhnya berdesir aneh. Dalam hitungan detik lelaki itu sambar tangan kanannya kemudian menggendong tubuhnya dengan cepat.
"Jangan Ma!" Lea protes tiba-tiba. Zara mengerutkan dahi sejenak, bingung mengapa Lea melarangnya, mengirimkan seseorang ke istana untuk membunuh Katherine.Dia sudah tak mampu lagi, membendung amarahnya. Katherine telah membuat Lea menderita kemarin. Rasa dendam di dalam hatinya, semakin menumpuk-numpuk sekarang. Wanita jalang itu harus segera mati!Rahang Zara mengeras lagi. Dengan napas memburu, dia pun berseru," Kenapa tidak boleh? Apa kau sudah gila?! Katherine telah membuat kau kesakitan, mama tidak akan diam! Mama akan membuat Katherine merasakan apa yang kau alami kemarin!" Terdengarlah helaan napas berat di ujung sana. Kening Lea berkerut, sedang berpikir keras sekarang. Diamnya Lea, membuat Zara semakin meradang. Dia pejamkan matanya sesaat lalu mendengus dingin. "Kau mendengar mama 'kan?"Lea agak sedikit jengkel. Bola matanya berputar ke atas sejenak. "Iya, iya, dari tadi aku mendengar."Zara mendengus kembali."Bukannya aku melarang Mama, tapi Katherine yang sekarang
"Ayo cepat keluar kau hah?!" pekik Zara lagi dengan seringai tajam terukir di bibir. Keringat di dahi Grace mengucur sangat deras. Dia sangat ketakutan. Berusaha memutar otak agar dapat lolos dari wanita berhati iblis itu. Dia melirik ke kanan dan ke kiri. Pupilnya seketika bereaksi, melihat lemari khusus sapu berjarak lima meter darinya sekarang. Tanpa berlama-lama ia berlari cepat lalu masuk ke dalam lemari. Tak lupa juga ia mengambil vas kecil berbahan plastik yang terjatuh disenggolnya tadi."Fiuh ...." Untuk sekarang Grace dapat bernapas lega karena sudah berhasil bersembunyi. Kendati demikian, dia tetap harus bersikap waspada. Karena Zara masih di sekitar. Sementara sosok yang dihindari, tiba-tiba melompat ke ruang tengah. "Dapat kau ...." Zara mengernyit. Melihat keadaan ruangan dalam keadaan kosong, tak ada satu pun makhluk hidup yang terlihat. Zara semakin bingung. Matanya berpendar di ruangan, memindai dan mengamati apakah ada barang yang jatuh atau tidak. Nihil, tak a
Secepat kilat Katherine mengayunkan kaki, menghampiri Frederick dan wanita yang wajahnya sama sekali tak terlihat. Dadanya bergemuruh kuat. Dilanda cemburu buta. Keduanya tampak berbincang-bincang, sepertinya topik obrolan begitu serius. Sampai-sampai Frederick tidak menoleh ke arahnya sekarang. Padahal keadaan di sekitar tampak sepi, hanya ada satu atau dua orang saja yang lalu lalang. 'Siapa sih?' Katherine sangat kesal. Mencoba menerka-nerka siapa sosok tersebut. Karena sangat asing di mata, terlebih topeng yang dikenakan, membuat Katherine kesulitan mengenali wanita itu. Dengan langkah yang cepat Katherine berhasil berdekatan dengan Frederick sekarang. Mengatasi rasa canggung dia keluarkan dehaman kuat agar kedua manusia itu menyadari kedatangannya. "Hm, permisi maaf menganggu," kata Katherine sambil melempar senyum tipis. "Katherine." Frederick spontan menoleh lalu langsung berdiri tepat di samping Katherine. Sementara wajah wanita itu berubah masam. Dia tidak membungkuk at
Tajam sekali mulut Liana. Meskipun begitu Katherine tersenyum tipis karena telah membuat wanita ini menunjukkan taringnya. Katherine hendak membalas. Namun, Frederick terlebih dahulu berkata,"Apa urusanmu Nona Liana? Mengapa kau ikut campur dengan permasalahan percintaanku?" Atmosfer di sekitar mendadak dingin. Frederick mengeluarkan aura mematikan. Mampu membuat Liana membeku di tempat. Sementara Katherine sangat terkejut. Mendengar penuturan Frederick barusan. Dia gerakkan kepalanya sedikit ke samping. Melihat Frederick memandang lurus ke arah Liana sejak tadi. Ada rasa senang merambat relung hatinya sekarang. Merasa dibela oleh sang suami. Walaupun dia tahu semua ini hanyalah sandiwara saja. Liana mati kutu. Genggaman tangannya perlahan mengendur. Matanya bergerak ke sana kemari, tak mampu membalas tatapan Frederick yang terasa mengintimidasi dan sangat menakutkan. Kesunyian menerpa ketiga manusia tersebut. Sampai pada akhirnya Frederick mengeluarkan suara. "Inilah yang me
"Katherine mau ke mana?" Namun, belum juga beranjak. Katherine sedikit terkejut saat tangannya ditahan Frederick. Lelaki itu baru saja membuka mata, bergeming di posisi semula sambil memandangi wajah Katherine lekat-lekat. Katherine tak langsung membalas, malah mengalihkan pandangan ke depan. Di mana Karl dan anak buahnya tidak terlihat lagi. Frederick mengerutkan dahi saat tak ada tanggapan. Dia ikuti arah mata Katherine. Tak ada siapa pun yang terlihat. "Apa yang kau lihat?" tanya Frederick masih bergeming, berbaring di gazebo. Dengan mimik muka gelisah Katherine menoleh cepat. "Tadi aku melihat Karl bersama anak buahnya berdiri di ujung sana, sepertinya mereka mau keluar istana."Frederick bergegas duduk tegak lalu menoleh ke depan. Memindai keadaan sekitar. Tak ada batang hidung Karl yang terlihat. "Karl dan buahnya yang kau lihat tempo lalu?""Iya, ayo kita ikuti mereka, aku yakin mereka belum terlalu jauh." Belum juga mendengar tanggapan, Katherine bangkit berdiri. Akan teta