"Jangan Ma!" Lea protes tiba-tiba. Zara mengerutkan dahi sejenak, bingung mengapa Lea melarangnya, mengirimkan seseorang ke istana untuk membunuh Katherine.Dia sudah tak mampu lagi, membendung amarahnya. Katherine telah membuat Lea menderita kemarin. Rasa dendam di dalam hatinya, semakin menumpuk-numpuk sekarang. Wanita jalang itu harus segera mati!Rahang Zara mengeras lagi. Dengan napas memburu, dia pun berseru," Kenapa tidak boleh? Apa kau sudah gila?! Katherine telah membuat kau kesakitan, mama tidak akan diam! Mama akan membuat Katherine merasakan apa yang kau alami kemarin!" Terdengarlah helaan napas berat di ujung sana. Kening Lea berkerut, sedang berpikir keras sekarang. Diamnya Lea, membuat Zara semakin meradang. Dia pejamkan matanya sesaat lalu mendengus dingin. "Kau mendengar mama 'kan?"Lea agak sedikit jengkel. Bola matanya berputar ke atas sejenak. "Iya, iya, dari tadi aku mendengar."Zara mendengus kembali."Bukannya aku melarang Mama, tapi Katherine yang sekarang
"Ayo cepat keluar kau hah?!" pekik Zara lagi dengan seringai tajam terukir di bibir. Keringat di dahi Grace mengucur sangat deras. Dia sangat ketakutan. Berusaha memutar otak agar dapat lolos dari wanita berhati iblis itu. Dia melirik ke kanan dan ke kiri. Pupilnya seketika bereaksi, melihat lemari khusus sapu berjarak lima meter darinya sekarang. Tanpa berlama-lama ia berlari cepat lalu masuk ke dalam lemari. Tak lupa juga ia mengambil vas kecil berbahan plastik yang terjatuh disenggolnya tadi."Fiuh ...." Untuk sekarang Grace dapat bernapas lega karena sudah berhasil bersembunyi. Kendati demikian, dia tetap harus bersikap waspada. Karena Zara masih di sekitar. Sementara sosok yang dihindari, tiba-tiba melompat ke ruang tengah. "Dapat kau ...." Zara mengernyit. Melihat keadaan ruangan dalam keadaan kosong, tak ada satu pun makhluk hidup yang terlihat. Zara semakin bingung. Matanya berpendar di ruangan, memindai dan mengamati apakah ada barang yang jatuh atau tidak. Nihil, tak a
Secepat kilat Katherine mengayunkan kaki, menghampiri Frederick dan wanita yang wajahnya sama sekali tak terlihat. Dadanya bergemuruh kuat. Dilanda cemburu buta. Keduanya tampak berbincang-bincang, sepertinya topik obrolan begitu serius. Sampai-sampai Frederick tidak menoleh ke arahnya sekarang. Padahal keadaan di sekitar tampak sepi, hanya ada satu atau dua orang saja yang lalu lalang. 'Siapa sih?' Katherine sangat kesal. Mencoba menerka-nerka siapa sosok tersebut. Karena sangat asing di mata, terlebih topeng yang dikenakan, membuat Katherine kesulitan mengenali wanita itu. Dengan langkah yang cepat Katherine berhasil berdekatan dengan Frederick sekarang. Mengatasi rasa canggung dia keluarkan dehaman kuat agar kedua manusia itu menyadari kedatangannya. "Hm, permisi maaf menganggu," kata Katherine sambil melempar senyum tipis. "Katherine." Frederick spontan menoleh lalu langsung berdiri tepat di samping Katherine. Sementara wajah wanita itu berubah masam. Dia tidak membungkuk at
Tajam sekali mulut Liana. Meskipun begitu Katherine tersenyum tipis karena telah membuat wanita ini menunjukkan taringnya. Katherine hendak membalas. Namun, Frederick terlebih dahulu berkata,"Apa urusanmu Nona Liana? Mengapa kau ikut campur dengan permasalahan percintaanku?" Atmosfer di sekitar mendadak dingin. Frederick mengeluarkan aura mematikan. Mampu membuat Liana membeku di tempat. Sementara Katherine sangat terkejut. Mendengar penuturan Frederick barusan. Dia gerakkan kepalanya sedikit ke samping. Melihat Frederick memandang lurus ke arah Liana sejak tadi. Ada rasa senang merambat relung hatinya sekarang. Merasa dibela oleh sang suami. Walaupun dia tahu semua ini hanyalah sandiwara saja. Liana mati kutu. Genggaman tangannya perlahan mengendur. Matanya bergerak ke sana kemari, tak mampu membalas tatapan Frederick yang terasa mengintimidasi dan sangat menakutkan. Kesunyian menerpa ketiga manusia tersebut. Sampai pada akhirnya Frederick mengeluarkan suara. "Inilah yang me
"Katherine mau ke mana?" Namun, belum juga beranjak. Katherine sedikit terkejut saat tangannya ditahan Frederick. Lelaki itu baru saja membuka mata, bergeming di posisi semula sambil memandangi wajah Katherine lekat-lekat. Katherine tak langsung membalas, malah mengalihkan pandangan ke depan. Di mana Karl dan anak buahnya tidak terlihat lagi. Frederick mengerutkan dahi saat tak ada tanggapan. Dia ikuti arah mata Katherine. Tak ada siapa pun yang terlihat. "Apa yang kau lihat?" tanya Frederick masih bergeming, berbaring di gazebo. Dengan mimik muka gelisah Katherine menoleh cepat. "Tadi aku melihat Karl bersama anak buahnya berdiri di ujung sana, sepertinya mereka mau keluar istana."Frederick bergegas duduk tegak lalu menoleh ke depan. Memindai keadaan sekitar. Tak ada batang hidung Karl yang terlihat. "Karl dan buahnya yang kau lihat tempo lalu?""Iya, ayo kita ikuti mereka, aku yakin mereka belum terlalu jauh." Belum juga mendengar tanggapan, Katherine bangkit berdiri. Akan teta
Di luar rumah, para asisten dan para tetangga sibuk mencari akal agar api bisa dipadamkan. Ada yang mengambil air dari rumah mereka masing-masing, ada pula yang menggunakan selang untuk menyiram mansion William. Namun, semuanya sia-sia karena api terlalu besar dan semakin berkobar-kobar sekarang. Berbeda dengan Zara tersenyum penuh kemenangan. Melihat api menyambar mansion Brown. 'Kau pikir aku bodoh, Katherine.' Zara tak peduli barang-barang berharganya. Di dalam pikirannya sekarang, yang terpenting salah satu hama telah berhasil dia lenyapkan. Dialah otak dari tragedi kebakaran. Setelah kejadian aneh yang terjadi di kamarnya minggu lalu. Zara berspekulasi bila ada orang yang mematai-matainya. Sejak saat itu ia pun diam-diam menyelidiki siapa yang menjadi kaki tangan Katherine. Dan benar tebakannya, Grace. Malam ini, sesuai dugaannya Grace ternyata masuk lagi ke dalam kamarnya. Zara pergi ke pesta tapi hanya untuk menampakkan muka. Dia kembali lagi ke rumah, sementara Lea masi
"Apa?!"Matanya baru saja terbuka. Bisikan pelan di telinga kanan tadi membuat Katherine mendadak terbangun dalam tidurnya. Masih berbaring di peraduan, Katherine memandangi Frederick dengan tatapan terkejut. "Kau pasti berbohong 'kan? Tidak mungkin rumah Papaku terbakar." Embusan pelan keluar dari hidung mancung Frederick. "Aku tidak berbohong, ayo kita ke sana sekarang," ujar Frederick.Bibir Katherine terkunci. Dia mendadak ling-lung, berharap perkataan Frederick tadi hanyalah candaan saja. Kini pikirannya langsung tertuju pada seseorang yaitu Grace. Wanita yang tidak bisa hadir di pesta topeng. "Ayo, pakailah baju Katherine." Perlahan, Frederick menyentuh kedua pundak Katherine guna menenangkan sang istri. Lalu menuntunnya turun dari ranjang. Tak ada respons, Katherine masih tenggelam pada pikirannya. Tetapi, ia patuh juga pada sang suami. Dalam keadaan tubuh polos dan hanya ditutupi selimut. Ia beranjak dari kasur. Jejak percintaan terlihat amat kentara. Belum sampai sejam m
"Di mana dia sekarang? Aku akan menemuinya dulu." Frederick pun langsung bertanya. Ada kepuasan yang terpancar dari bola matanya."Dia ada di ruang interogasi Pangeran."Frederick mengangguk kemudian menoleh ke samping. Di mana Katherine terdiam membisu, mendengarkan obrolannya dengan pengawal tadi."Fred, aku ikut ya?" kata Katherine, penuh harap menatap Frederick. Namun, Frederick malah menggeleng cepat. "Tidak, kau harus beristirahat, aku tidak mau kau kecapean."Jawaban yang diberikan Frederick membuat Katherine kecewa berat. Dia ingin menemui Karl juga. Ingin melihat lelaki itu tidak berdaya dan tidak dapat berkutik. "Tapi Fred ...."Perkataannya menggantung di udara tatkala mendapatkan tatapan dingin dari Frederick sekarang. "Jangan membantah Katherine, ingat Mama menginginkan cucu, kau tidak boleh keletihan harus cukup tidur dan tidak boleh stress." Masuk akal, balasan Frederick. Katherine tidak menyahut apalagi menganggukkan kepala. Dia masih kecewa. Kini tatapannya berubah