Jadi, kapan kalian akan berencana untuk berbulan madu?" Tanya Sofia menjurus tajam pada dua pasangan yang ada di depannya. Hingga membuat Aretha yang ketika itu masih mengisi mulutnya dengan makanan, hampir saja tersedak. Ia terbatuk pelan sekali dan mengambil minum. Elvan mulai memikirkan kemungkinan selanjutnya yang akan terjadi, dan Alfin yang lebih dulu memberikan respon suaranya lebih cepat daripada siapa pun. "Mereka harus pergi berbulan madu?" Tanya Alfin dengan penuh keterkejutan. Sofia menatapnya dengan yakin. "Tentu saja! Kenapa tidak?" Tanya Sofia balik dan itu cukup membuat Alfin tidak berani membalas. Ia hanya melirik Elvan dan Aretha dengan ngeri, lalu berpikir dengan pasti bahwa jika nenek sudah berkehendak dan membidik sesuatu, siapa pun itu pasti harus menunduk padanya! "Kami akan memikirkannya," jawaban Elvan yang hanya mengambil jalan aman dan tidak menunjukkan kepastian apa pun dalam ucapannya membuat Sofia tidak merasa pu
Sebuah pernikahan yang megah dan besar sedang berlangsung di salah satu hotel ternama di daerah Jakarta pusat. Pernikahan yang menyusung tema broken white dan sejuta bunga ini, berhasil menyita perhatian hampir seluruh tamu yang hadir pada hari itu."Apa kau gugup?" tanya Sofia dengan penuh rasa ingin tahu. Aretha menjawabnya singkat, "Em.. sedikit." Seru Aretha sambil tersenyum dengan kaku. Demi apa pun, dia bukan sedikit gugup tetapi amat sangat gugup sekarang!! Akan tetapi karena dia tidak ingin menunjukkannya, Aretha terpaksa berbohong. Saat ini, Aretha sangat berharap bahwa kegugupannya ini tidak terlihat dengan jelas di wajahnya. "Ow, Nenek benar-benar tidak menyangka bahwa hari ini akan tiba begitu cepat. Kau akan menikah dengan Elvan, dan sebentar lagi kau akan menjadi bagian dari keluarga kami. Tidak hanya akan menjadi istri sah yang dicintai oleh Elvan, tetapi kau juga akan menjadi cucuku yang tersayang. Aku benar-benar merasa amat beruntung karena masi
Semua berawal dari ketidaksengajaan Aretha, mendengar pembicaraan Elvan yang sedang mencari seorang istri yang bisa dikontraknya selama dua tahun.Pada saat itu Elvan memang tidak sedang melakukan pengumuman.Hanya saja Aretha tidak sengaja menguping pembicaraannya dengan Rangga, temannya sekaligus bos di tempat Aretha bekerja.Mereka sedang mendiskusikan masalah Elvan yang terus dipaksa untuk menikah oleh keluarganya, padahal dia sedang tidak ingin melakukannya.Walaupun tidak jelas apa alasannya, yang pasti saat ini Elvan sedang benar-benar membutuhkan solusi untuk mengatasi masalahnya itua, dan karena saat itu mereka tengah berbincang-bincang berdua di tengah-tengah bar milik Rangga yang tentunya pada saat itu Aretha sedang bekerja di sana.Maka sangat besar kemungkinannya untuk Aretha bisa secara tidak sengaja mendengar percakapan mereka, saat dia tengah membereskan salah satu meja yang ada di dekat mereka.Awalnya Aretha sama sekali tidak berniat untuk mendengar percakapan mereka
Semalaman penuh Aretha telah memikirkan berbagai macam cara agar Nenek Elvan bisa mengakuinya dan menyukainya, tetapi berapa banyak dan berapa kali pun dia memikirkan berbagai cara, dia tidak tahu dengan pasti pilihan mana yang tepat untuk dia pergunakan.Alasannya, Aretha tidak tahu bagaimana sifat dan watak dari Nenek Elvan.Dia tidak bisa sembarangan bersikap, karena ini adalah pertama kalinya mereka akan bertemu.Seperti kata orang, kesan pertama harus berkesan karena itu akan melekat untuk waktu yang lama.Jadi, Aretha tidak ingin membuat kesan buruk apa pun untuk pertemuan pertama mereka kali ini.Aretha sempat menyesal karena tidak sempat bertanya lebih dulu pada Elvan, soal Neneknya itu.Aretha bisa saja menghubungi Dirga untuk bertanya, tetapi dia terlalu enggan untuk melakukannya.Apalagi karena ini sudah sangat malam. Rasanya tidak akan sopan jika dia harus menghubungi orang yang tidak di kenalnya dekat, di malam yang selarut ini.Waktu telah menunjuk pukul 12 malam, tetapi
Aretha tidak tahu bagaimana kehidupannya nanti setelah ia menikah dengan Elvan. Walaupun dulu ia sempat berpikir baru akan menikah setelah ia menginjak usia 30, dan setelah ia telah memiliki penghasilan yang cukup, ia akan memiliki dua orang anak yang sangat lucu dan menggemaskan. Sampai saat itu, Aretha tidak pernah sekalipun berpikir bahwa pernikahannya itu akan berawal dan berakhir seperti ini. Demi melunasi semua hutangnya yang bodoh. Dan demi memberikan perekonomian yang lebih baik untuk dirinya sendiri, Aretha rela menjual dirinya sendiri hanya untuk sebuah kebahagian yang bersifat semu dan mendesak. Walau tak bisa dipungkiri, kebahagian ini juga bersifat berkepanjangan. Karena dengan hanya mewujudkannya saja, Aretha jadi tidak perlu pusing lagi memikirkan bagaimana caranya ia bisa melunasi semua hutangnya itu di sisa hidupnya. Ia kini berlenggang dengan cantik tanpa adanya beban. Apapun itu, ini adalah pilihannya. Setidaknya walaupun ia bukan sedang
Untuk itu, tidak perduli jika Bibi Ani adalah wanita yang pelit bicara, tidak mau bicara., atau bagaimana pun itu. Selama ia bisa membuat semua makanan yang begitu enak ini lagi untuknya, Aretha tidak akan pernah mempermasalahkan apapun tentang wanita hebat itu kedepannya! la sudah cukup puas dengan masakannya. Dan itu lebih dari cukup. Berbeda dengan Elvan. Elvan yang telah terbiasa dengan semua masakan Bibi Ani, merasa bahwa ucapan Aretha terlalu dilebih-lebihkan. Sehingga ketika ia mendengar ucapannya yang membuatnya geli itu, ia menghentikan makannya, lalu bertopang dagu. Di tatapnya Aretha dengan ekspresi yang tidak bersahabat. Aretha menatapnya balik, "Apa aku terlalu berisik?" Tanyanya polos. "Menurutmu?" Balas Elvan dengan malas. Aretha kemudian berdeham. Tanpa Elvan menjawab pun Aretha tahu pria itu merasa terganggu dengan kehadirannya. Jadi Aretha memutuskan untuk melanjutkan saja makannya lagi dengan lebih tenang. Elvan pun kembali melanjutkan makannya jug
"Apa? Dua belas juta.. tu-tujuh ratus?" Aretha terbelalak tak pecaya, ketika seorang kasir menyebutkan sebuah jumlah yang sangat fantastik untuk ia bayar demi sebuah makan siang yang tidak terduga. Ia melirik kasir itu dengan ragu. "Apa kau yakin sudah menghitungnya dengan benar?" Tanya Aretha penuh harap, kasir itu salah menghitung jumlah bon tagihan miliknya. "Sudah Nyonya, totalnya 12.785.000 rupiah. Anda bisa mengeceknya kembali sebelum membayar." Kasir ramah itu menyerahkan sebuah struk pada Aretha.Aretha hanya bisa menatapnya tidak berdaya. Bagaimana ia bisa mengeceknya, jika ia saja tidak mengerti satu pun nama-nama makanan yang tertera di dalam struk itu? Ada sekitar delapan orang yang memesan makanan, dan ia tidak tahu apa saja yang mereka pesan. Jadi darimana ia bisa tahu makanan mana saja yang benar disajikan di atas meja? Ia bahkan tidak tahu harga dari masing-masing menu!! Bukankah ini adalah restoran berbintang dengan segala macam menu
"..." Sofia terdiam sejenak untuk berpikir. "Aku ingin tahu, apa yang akan dilakukan cucuku nantinya, jika dia tahu istrinya mengunakan uangnya dengan sesuka hati dan melebih batas. Ya, walaupun sejujurnya hari ini aku belum menguras banyak pengeluaran di kartunya itu. Tapi aku yakin, itu cukup untuk menggelitiknya," ungkap Sofia santai dan tenang. Tanpa merasa bersalah karena telah membuat cucunya rugi beberapa juta, dan Daniar hanya bisa menggelengkan kepala menanggapi kelakuan majikannya ini. Sofia kembali melanjutkan ceritanya. "Sebenarnya aku bisa saja lebih banyak menguras uangnya, tapi Aretha bersikeras tidak ingin menghambur-hamburkan uang untuk dirinya sendiri. Sehingga hari ini, kami hanya bersenang-senang untuk keperluan pribadiku saja. Dia bahkan tidak menggunakan se-sen pun uang untuk dirinya sendiri. Padahal aku sudah memaksanya. Ini membuatku takjub sekaligus merasa tidak enak. Jadi, aku hanya berbelanja untuk beberapa transaksi saja," tutur Sofi
Jadi, kapan kalian akan berencana untuk berbulan madu?" Tanya Sofia menjurus tajam pada dua pasangan yang ada di depannya. Hingga membuat Aretha yang ketika itu masih mengisi mulutnya dengan makanan, hampir saja tersedak. Ia terbatuk pelan sekali dan mengambil minum. Elvan mulai memikirkan kemungkinan selanjutnya yang akan terjadi, dan Alfin yang lebih dulu memberikan respon suaranya lebih cepat daripada siapa pun. "Mereka harus pergi berbulan madu?" Tanya Alfin dengan penuh keterkejutan. Sofia menatapnya dengan yakin. "Tentu saja! Kenapa tidak?" Tanya Sofia balik dan itu cukup membuat Alfin tidak berani membalas. Ia hanya melirik Elvan dan Aretha dengan ngeri, lalu berpikir dengan pasti bahwa jika nenek sudah berkehendak dan membidik sesuatu, siapa pun itu pasti harus menunduk padanya! "Kami akan memikirkannya," jawaban Elvan yang hanya mengambil jalan aman dan tidak menunjukkan kepastian apa pun dalam ucapannya membuat Sofia tidak merasa pu
"Aku yang seharusnya bertanya padamu! Siapa kau? Dan apa tujuanmu kemari? Aku sedang bicara dengannya dan kau sangat mengganggu!" Seru Willy sambil kemudian berbalik menatap Aretha. "Kau kenal dengannya?" Tanya Willy sambil menunjuk sengit pada Elvan, dan menuntut jawabannya dari Aretha. Aretha yang tiba-tiba menerima pertanyaan, bingung sendiri harus menjawab apa. Jika ia menjawab tidak mengenalnya tentu akan sangat kentara sekali bahwa ia berbohong karena Aretha sudah sempat menyebut nama Elvan barusan ketika ia muncul. Tapi jika ia mengatakan bahwa ia mengenalnya, Aretha harus memperkenalkannya sebagai siapa? Suaminyakah? Itu jelas tidak mungkin! Itu sama saja menghancurkan seluruh cerita penuh fiktifnya pada Willy dan pria itu akan semakin marah padanya, lantas apa yang harus di katakannya? Di saat Aretha masih berkutat dengan kebingungannya untuk menjawab, Elvan sudah mewakilinya lebih dulu dengan bertindak lebih cepat dalam memahami situasi dan mera
Sang pemilik kedai mengenalinya duluan dan menyapa. "Aretha! Kau datang hari ini?" Tanya sang pemilik kedai yang bernama Alex, nama yang sesuai dengan nama kedainya. Kedai Om Alex. "Sudah lama sekali aku jarang melihatmu. Walaupun kau sudah sejak dulu jarang datang. Tapi kapan ya terakhir kalinya kamu datang kemari?" Tanya Alex lagi dengan suaranya yang berat dan bass. Membuat Aretha tersenyum terlebih dulu untuk membalasnya, sambil melihat sekeliling mencari Willy, Aretha menatap Om Alex di ujungnya. "Mungkin sekitar 4 bulan yang lalu, dan kalau aku boleh tahu apa paman melihat Willy?" Tanya Aretha menanyakan keberadaan Willy. Namun tanpa perlu dijawab, pria yang sedang ia tunggunya muncul. "Kau tidak perlu mencariku lagi karena aku sudah berada di sini. Sekarang ayo kita bicara di luar," seru Willy to the point tanpa memberi jeda untuk Aretha menjawabnya, dan pria itu sudah menghilang di balik pintu keluar tanpa bisa dicegah. Aretha mengejarnya den
Aretha melirik kegiatan Elvan sekilas dan kemudian merasa cukup terkagum-kagum, karena jarang sekali ia bisa melihat seseorang begitu telaten dalam melakukan sebuah pekerjaan tanpa jeda. Setelah bekerja dari pagi hingga malam dan ia harusnya pulang untuk beristirahat sambil menikmati makan malamnya, Elvan justru masih tetap harus sibuk dengan segala rutinitas pekerjaannya yang dia kontrol dari ponselnya yang canggih dan multi tasking. Orang kaya dan sibuk memang berbeda level. Walaupun orang miskin seperti Aretha juga pernah sesibuk dirinya sampai-sampai hanya punya waktu untuk menyantap makanannya, satu kali dalam satu hari untuk terus bekerja dalam mencari uang sebanyak-banyaknya agar bisa melunasi hutangnya dengan cepat. Aretha tak bisa memungkiri bahwa ia sesungguhnya benar-benar kagum dengan etos kerja Elvan yang tak mengenal lelah, walaupun ini sudah merupakan waktu untuknya menikmati hidup. Bukankah Elvan memiliki sangat banyak uang untuk ia menikm
Martha mengepalkan tangannya kuat-kuat. Lalu, ketika Elvan berhasil menarik Aretha menjauh dari wanita berparasit itu, Aretha dengan santainya langsung melayangkan sebuah pertanyaan untuk Elvan. "Apa dia itu pernah menjadi model majalah dewasa?" Tanya Aretha dengan tiba-tiba membuat Elvan menatapnya. "Bagaimana kau bisa tahu? Bukankah tadi katamu kau tidak mengenalnya?" Tanya Elvan balik dengan acuh. "Aku memang tidak mengenalnya, tapi tampaknya aku pernah melihatnya. Jadi, apa dia benar pernah menjadi model majalah dewasa?" Tanya Aretha sekali lagi dengan penasaran. Elvan memindahkan tatapannya dari Aretha, membuat Aretha kembali memaksa. "Hei! Kau belum menjawab pertanyaanku! Jadi yang aku katakan itu benar atau tidak? Soalnya aku seperti pernah melihat wajahnya entah di majalah dewasa mana yang aku lihat di rumah temanku! Em, apa itu dia?" Tanya Aretha sekali lagi. Elvan mengangkat sebelah alisnya. "Kau bermain ke tempat temanmu yang memi
Setelah seminggu kemudian berlalu dengan cepat, Elvan dan Aretha kini sedang berada di sebuah pesta ulang tahun Steven yang ke-30 dengan mengenakan pakaian yang sudah mereka persiapkan sebelumnya dengan sempurna. Karena sebelumnya Steven mengundang Elvan dan Aretha ke acara ulang tahunnya.Penampilan Elvan dan Aretha menyita hampir sebagian tamu yang hadir di pesta itu, dan membuat mereka tak henti-hentinya menatap ke arah mereka dengan penuh antusiasme yang tinggi dan juga terkesima. Tak hanya dikarenakan mereka tahu dengan baik siapa pria yang tengah melewati mereka dengan begitu luwesnya, tapi mereka juga cukup terpukau dengan penampilan mereka yang begitu mencolok dan keserasian yang pasangan itu tunjukkan. Hingga Aretha akhirnya mengerti satu hal. Pantas saja Elvan menyiapkan gaun yang begitu mewah untuknya sebelum acara ini. Ternyata pesta perayaan ulang tahun sekaligus keberhasilan dan kepulangannya Steven ke tanah kelahiran, juga dilakukan dengan sanga
Untuk beberapa waktu ke depan setelah Aretha mulai diberikan beberapa pekerjaan tambahan oleh Dirga atas instruksi Elvan, Aretha tak henti-hentinya menatap setumpuk dokumen yang ada di depan matanya itu dengan skala yang menghitung. Aretha memang pernah mengeluh soal kurangnya ata bahkan tidak adanya pekerjaan apa pun yang harus ia kerjakan, tapi semejak ia mengeluh soal pekerjaannya yang terlalu remeh, Dirga terus saja menambahkan pekerjaan tambahan untuknya sejak hari itu sampai saat ini. Sehingga dengan ekspresi yang tidak kuasa, Aretha menatap Dirga dengan penuh rasa ingin di berikan simpati. "Apa ini tidak terlalu berlebihan?" Tanya Aretha dengan sepenuh hati dan sangat tidak paham dengan maksud dari pekerjaan yang terus di tambahkan, padahal ia bukan bekerja pada mereka untuk menjadi seorang pekerja kantoran. Tapi m
Elvan sudah biasa bersikap dingin pada wanita, tapi ia tidak terbiasa diperlakukan dingin oleh wanita. Itu sebabnya, melihat perlakuan Aretha yang begitu acuh padanya membuat Harry merasa cukup kesal. Elvan masih ingat bagaimana sikap Aretha, ketika dia meminta waktu dua hari kebebasan padanya untuk urusan pribadi. "Aku sudah menuruti keinginanmu untuk ikut ke kantor. Kalau begitu, apa aku boleh meminta sesuatu?" Tanya Aretha mencoba menyampaikan sesuatu, tepat ketika ia dan Elvan berada dalam perjalanan pulang ke rumah di hari pertamanya masuk ke kantor. Elvan yang saat itu sedang sangat lelah, memejamkan mata dan tidak memberikan respon, tapi Aretha tetap melanjutkan permintaannya. "Apa aku boleh meminta hari libur di sela-sela waktuku dalam satu minggu?" Tanya Aretha mencoba bernegosiasi. Entah apa tujuannya. Elvan yang saat itu sedang tidak ingin berpikir terlalu banyak karena lelah, hanya membuka sedikit matanya untuk melirik Aretha. Aretha pun
"Jadi ini kantinnya?" Tanya Aretha hampir tidak percaya.Dirga mengangguk dan mengiyakan."Benar Nyonya, ini adalah kantin kami yang diperuntukkan khusus untuk seluruh pegawai dan pemimpin yang ada." Terang Dirga berucap dengan sopan.Aretha menatap ruangan besar itu dengan kikuk dan tidak terlalu mempedulikan panggilan Dirga yang suka berubah-ubah.Sebentar-bentar 'Nyonya', sebentar-bentar 'Nona'. Apapun itu selama sebutan itu adalah sebutan untuk seorang wanita, Aretha tidak akan mempermasalahkannya.Ia tahu Dirga akan berbicara dan memanggil Aretha s