Kedua bola mata Dewa berapi-api saat mendengar permintaan Arumi yang begitu berani padanya. "Ingin mengakhiri kontrak pernikahan yang telah kita sepakati? Arumi jangan pernah bermimpi!" Dewa menegaskan jika dirinya yang lebih berhak menentukan kapan mereka pernikahan kontrak mereka akan berakhir. Dewa yang kembali tersulut emosi karena mengingat Ardian yang tadi sudah sengaja terang-terangan mengantar Arumi ke rumah membuat ia kehilangan emosi lagi. "Jangan bilang ingin segera mengakhiri kontrak pernikahanan dengan ku, kamu sudah tidak sabar ingin segera menjalin hubungan dengan Kaka senior mu itu kan?" Geram Dewa yang semakin marah. Arumi menelan saliva, sungguh rasanya dia sudah tak tahan lagi saat berada dekat dan Dewa hingga memberanikan diri untuk memberontak. "Cukup tuan! jangan menuduh ku sembarang, jangan libatkan permintaan ku dengan tuan Adrian, dia tidak ada sangkut pautnya dengan masalah kita?" sanggah Arumi. Yang berusaha pergi menghindari Dewa. Namun Arumi yang b
Ketika Oma Rima tengah menegur Dewa, Arumi yang perlahan mulai siuman wanita cantik yang masih terbaring lemas dengan seragam pasiennya sejenak ia termenung. Memikirkan kondisi kandungannya yang semakin hari terasa semakin tidak nyaman saat berada di antara Dewa dan Laura. "Calon baby mommy, kamu tumbuh kembang yang baik ya nak. Jika Dady mu sibuk dengan urusannya lebih baik kita pergi saja, mommy hanya ingin melahirkan mu dengan tenang," Lirih Arumi dalam hati seraya mengelus lembut perutnya yang sudah mulai terlihat, dan sengaja mengajak komunikasi dengan calon baby-nya Ketika Arumi tengah larut dalam pikirannya, tiba-tiba aja pintu terbuka Oma Rima masuk dan menghampiri ingin memastikan jika keadaan cucu mantu dan calon cicitnya baik-baik saja. "Oma!" Pekik Arumi segera menyeka air matanya. Melihat Arumi yang seperti sedih dan menyembunyikan sesuatu darinya membuat Oma Rima semakin yakin, jika Dewa dan Laura yah sudah membuatnya sedih. "Arumi! Oma baru pulang dari rumah
Dewa menjawab enteng permintaan Arumi, asalkan dia mau kembali ke rumah dan bersikap seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka di depan Oma Rima. "Bagaimana kamu puaskan dengan tawaran ini?" Dewa melontarkan satu pertanyaan membuat Arumi tersadar dalam lamunannya. "Tentu, tapi rasanya jika belum melihat cara tuan menyelesaikan masalah mas Daniel aku belum terlalu percaya," Arumi mengutarakan pendapatnya. Dewa mendengus kesal, dia terlihat marah dan tidak suka saat mendengar Arumi memanggil mantan kekasihnya itu dengan panggilan yang masih sangat intim. "Mas kamu bilang? pria yang sudah mencampakkan mu masih kamu sanjung ya," Sindir Dewa yang semakin kesal. Kening Arumi berkerut dia tidak mengerti topik pembicaraan Dewa sama sekali tidak sesuai dengan kesepakatan mereka. "Maaf tuan, kenapa anda berbicara seperti itu?" Arumi terheran. "Kamu itu aneh Arumi, berhenti memanggil Daniel mas karena jika Oma tahu dia akan sangat marah sedangkan kamu memanggil k
Keesokan harinya di kediaman Wijaya. Semua para pelayan tengah sibuk dengan pekerjaannya yang sibuk menyambut kedatangan ibunya Dewa yang saat ini masih dalam perjalanan di bandara. Arumi yang baru sampai di rumah, dia di temani Dewa menuju ke arah kamar mereka yang ada di lantai atas. Lelaki tampan itu pun tak lupa mengingatkan jika nanti sang ibu akan datang. Arumi terlihat sangat gugup, dia lumayan penasaran dengan sosok ibu mertuanya. Berharap orangnya baik seperti Oma Rima. Namun Dewa yang tak ingin nanti Arumi kaget dia menceritakan tentang sosok ibunya yang tidak mudah dekat dengan orang asing, membuat ia meminta pada Arumi agar memiliki sikap toleransi. Barus saja Arumi ingin bertanya lebih jauh tentang sosok ibu Dewa, tiba-tiba saja seorang pelayan datang menghampiri dan memberitakan Jika ibunya ibunya Dewa datang lebih awal dari prediksi. Dewa berdehem, lalu menyuruh Arumi untuk bersiap menemui ibunya. Wanita cantik itu terlihat ragu apa lagi saat mendengar jik
Beberapa jam kemudian, setelah Arumi keluar dari dalam kamarnya. Dewa yang masih di sana membuat Arumi sangat tercengang. "Tu-tuan Dewa kenapa anda masih di sini?" tanya Arumi dengan nada lembut. Dewa tergugu, wajah tampannya dalam sekejap berubah menjadi salah tingkah, namun dia berusaha untuk menyembunyikan perasaan aneh yang akhir-akhir ini selalu Dewa rasakan. "Tuan Dewa!" panggilan Arumi membuyarkan lamunan Dewa. Lelaki tampan itu spontan menyahut. "Arumi! kamu sudah siap? cepat kita temui ibu ku," ajak Dewa yang sudah menunggu dari tadi. Arumi tertegun, dia sedikit kaget karena ternyata lelaki yang bergelar suaminya itu sudah menunggunya dari tadi. Dengan perasaan yang sedikit gugup, Arumi mengangguk patuh, lalu dia meraih dan melingkarkan tangannya di lengan Dewa. Entah kenapa hatinya sangat gugup karena ini kali pertamanya ia akan menemui ibu mertuanya. Dengan langkah yang pelan, Arumi sejenak menghentikan langkahnya. Kedua alis tebal Dewa mengerut lalu memastik
Laura berusaha mengambil hati nyonya Margaretha, dengan membawakan buah tangan berupa barang-barang mewah berupa tas branded dan beberapa makanan mahal. "Tante, aku harap Tante suka dengan semua ini," Laura sengaja mencari muka di depan semua orang. Nyonya Retha terlihat begitu antusias, saat melihat barang-barang kesukaannya. "Ya ampun, Laura kamu itu memang tipikal menantu yang begitu memahami mertua, tidak seperti yang lain selain kampungan dia juga sangat tidak pandai cara menatap mertua," Sindir Nyonya Margaretha sembari mendelik ke arah Arumi. Arumi terdiam saat mendengar perkataan pedas ibu mertuanya, membuat ia sedikit tidak nyaman saat di bandingkan dengan Laura. Nyonya Rima yang begitu menunggu kelahiran bayi Arumi, membuat ia menegur putrinya dengan tegas. "Retha! sudah cukup, Arumi adalah cucu mantu yang sah jadi cukup bagi mu untuk membahas gadis lain di rumah ini," perintah Oma Rima dengan nada tinggi. Laura mengerucutkan bibirnya, dia menatap tidak suka pada Om
"Cukup Retha! kamu jangan terus membahas masa lalu Dewa, ibu menyambut kepulangan mu untuk mengenalkan mu pada Arumi, sekarang berhenti berpikir Dewa akan kembali pada Laura, karena itu tidak akan mungkin," tegas Oma Rima. "Baiklah, aku akan melihat sikap cucu mantu yang ibu banggakan. Tapi jika dia malah membuat Dewa tidak lebih baik. Maka jangan harap aku akan mengakuinya sebagai menantu ku," balas Margaretha dengan nada ketus. Arumi mulai tidak nyaman, saat melihat perdebatan antara ibu dan nenek Dewa, terlebih saat melihat sikap pria yang bergelar suaminya itu tampak dingin tanpa ada sedikit pembelaan untuk statusnya. Malah terlihat begitu menikmati perhatian Laura. Dengan berat hati, Arumi perlahan beranjak dari tempat duduknya. Lalu meminta ijin pada Oma Rima untuk beristirahat lebih dulu dan tak lupa dia pamit pada ibu mertuanya. Oma Rima sedih kecewa, saat melihat Arumi malah ingin pergi. "Arumi, makan mu belum banyak nak. Jadi kenapa harus terburu-buru?" "Tidak a
"Please Laura, jangan bersikap seperti anak kecil aku sudah mengantar mu pulang, sekarang turun dan masuklah ke dalam," titah Dewa, dengan perasaan yang entah kenapa seperti gelisah. Laura mengerucutkan bibir, saat melihat sikap Dewa yang sangat berubah tidak seperti biasanya. Selalu manja dan posesif padanya. Hingga membuatnya tak terima. "Mas! kamu ini kenapa? aku ini pacar mu orang yang menyelamatkan mu, aku hanya ingin meminta mu untuk mengantarku sebentar saja tapi kamu sangat keterlaluan tidak mau," Protes Laura, sengaja berpura-pura menangis. Dewa berdecak kesal, dengan terpaksa dia mengabulkan permintaan Laura agar segera bis kembali. Melihat Dewa yang sudah berubah pikiran Laura terlihat begitu antusias dan segera mengajak pria yang sangat dia cintai masuk ke dalam apartemennya. Keduanya berjalan bersama menuju kamar Laura yang berada di lantai atas, Rani yang sudah di perintahkan oleh Laura agar merekam kebersamaan mereka berdua lalu mengirimkannya pada Arumi. "Ck
Arumi berjalan mundur, dia berusaha menjaga jarak dari Dewangga. Yang terus saja berjalan mendekati dirinya. "Tuan, aku mohon. Berhenti jangan mendekat!" Peringat Arumi, menatap nyalang pada Dewa. Wajah cantiknya terlihat sangat pucat dan ketakutan saat lelaki yang ada di depannya seolah mengabaikan perkataannya. Melihat sosok wanita yang ada di depannya terlihat panik, membuat Dewa menyeringai penuh arti. "Heh! Kenapa kau takut pada ku? Berarti benar kamu Arumi." Sindir Dewa. Lalu ia meraih dan mencengkram erat lengan Arumi dan mengajaknya pulang bersama ke rumah keluarga Wijaya. Arumi menggelengkan kepala, dia tidak habis pikir ternyata Dewangga sama sekali tidak berubah masih sama seperti dulu. Suka semena-mena dan memberi perintah seenaknya saja. "Lepaskan aku, tuan Dewa yang terhormat. Anda ini seorang CEO perusahaan besar tidak bisakah menjaga sikap. Aku adalah calon istri rekan mu," Bentak Arumi seraya menepis tangan Dewa dan terpaksa harus berbohong. Dewa tersenyum getir,
"Apa anda lupa? nona Erika sama persis dengan istri tuan yang hilang." Seru salah satu staf. "Benarkah? Aku lupa lagi. Perasaan dulu istri tuan penampilan sederhana sangat berbeda dengan nona Erika ini," sambung staf lainnya. "Ck, kamu ini makanya masa sudah pikun saja wajahnya sangat mirip hanya penampilan mereka saja yang sangat beda ibarat bumi dan langit." Semua para ketua yang ada di ruang meeting itu saling berbisik, ketika melihat reaksi pimpinan mereka yang baru bertemu dengan seorang desainer yang di rekomendasikan oleh Adrian. Setiap kali mengingat masa lalu mereka, terlebih malam itu membuat darah Arumi kembali mendidih, apa lagi ucapan para pria suruhan yang hampir saja menghilangkan nyawanya. "Cepat! Habisi dia ini perintah tuan Dewa," Suara salah satu lelaki yang hampir mencelakai malam itu, masih terngiang jelas di telinga Arumi. Membuat luka lama seolah telah terbuka kembali. Dengan sekuat tenaga Arumi menepis tangan Dewa, ia tidak ingin seperti dulu yang ha
Dewa tidak ingin berdebat dengan ibunya, dia lebih memutuskan untuk pergi tanpa banyak bicara untuk menghadiri meeting project barunya. "Mas Dewa! Tunggu," Panggil Laura berusaha mengejar. Tapi Dewa sudah terlanjur masuk dan menyuruh asistennya untuk melajukan mobilnya. Nyonya Retha berusaha menenangkan Laura, agar dia tidak cemas. "Laura! Sudah beri Dewa waktu, Tante yakin jika dia akan melakukan apa pun yang Tante katakan," Ucap Wanita paruh baya itu dengan penuh keyakinan. Laura terdiam, dia mencerna semua perkataan ibu dari lelaki yang sangat dia cintai. Yang menurutnya ada benarnya juga. Karena tidak perlu khawatir jika ibunya sudah memberi dukungan hubungan mereka berdua. "Tante, terima kasih. Karena sudah percaya dan merestui aku dengan mas Dewa," Ungkap Laura lembut seraya memasang wajah memelas. Membuat nyonya Retha tak tega. "Sudah, kamu jangan banyak pikiran Laura semaunya serahkan saja pada tante, yang jelas kamu akan menjadi istri Dewa," Nyonya Retha meng
Keesokan harinya, cahaya matahari menyinari gordeng. Arumi sudah berdiri tepat di depan pantulan cermin besar dia memastikan penampilan saat ini yang sudah rapih dan bersiap akan pergi menghadiri meeting penting Projet baru perusahan Adrian. "Semoga hari ini berjalan dengan lancar dan aku tidak gugup mempresentasikannya," Tegas Arumi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkanya pelan. Suara seseorang datang mengetuk pintu terdengar nyaring. Membuat Arumi segera bergegas. Tok...tok...."Arumi! Apa kamu sudah siap kita berangkat sekarang?" Panggil Adrian yang masih setia berdiri di depan pintu. "Iya mas Adrian, tunggu sebentar lagi," Sahut Arumi meraih tas selempang dan beberapa map yang berisi sample desain beberapa bangunan hotel yang akan di rekomendasikan oleh Adrian pada para rekannya. Setelah kurang dari dua puluh menit, Arumi akhirnya membuka pintu apartemennya yang tak jauh dari kamar Adrian. "Maaf karena sudah menunggu lama mas," sesal Arumi merasa tidak enak hati, dan
"Kenapa kamu bengong Arumi? jangan bilang kamu masih mencintai Dewa?" Pertanyaan Adrian membuat Arumi terhenyak kaget, lalu menoleh dan menjawab jika dia sama sekali sudah tidak ingin tahu tentang Dewa dan Laura. Mendengar hal itu Adrian pun menghela nafas lega, karena dia benar-benar takut jika Arumi masih memiliki perasaan pada Dewa. "Kalau begitu sekarang sudah tidak ada masalah lagi kan?" tanya Adrian menatap dalam ke arah Arumi. Arumi tersenyum dan menganggukkan kepala sebagai kode iya. Tanpa membuang waktu lagi, Adrian pun mengajak Arumi untuk kembali ke meja VIP yang sudah dia booking dari tadi. Arumi tidak bisa menolak sesuai janji dia mau menemani makan. Sementara di sisi lain, Oma Rima terlihat begitu antusias saat melihat Dewa yang sudah perlahan membaik. Sebagai seorang nenek yang sudah merawat dan memahami Dewa ia memberanikan untuk bertanya karena penasaran. "Dewa! kenapa kamu seperti ini? sebenarnya apa yang terjadi?" Oma Rima menatap Dewa. Dewa yang
Kedua alis Adrian terangkat, saat melihat Arumi yang malah mematung seperti sedang melihat sesuatu lalu dia sengaja bertanya karena penasaran. "Arumi! Ayo masuk, kenapa bengong?" Ajak Adrian sudah tak sabar, ketika melihat sebuah resto baru yang bernuansa romantis untuk para pasangan. Seketika Arumi terbuyar, saat Adrian memanggilnya. Tak ingin sampai kehilangan jejak mantan kekasih sekaligus adik iparnya itu. Kini dia meminta agar Adrian menunggunya sebentar. "Mas! Mas masuk ke dalam duluan, nanti aku nyusul oke," Arumi berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa. Adrian menyergitkan dahi, dia sangat penasaran kenapa Arumi pergi terlihat seperti sedang mengejar seseorang. "Arumi tunggu," Panggil Adrian ikut menyusul. Namun sayangnya Arumi sudah jauh dan tidak terlihat lagi membuat Adrian sangat cemas. Adrian terlihat kesal, entah siapa yang di kejar Arumi membuat hatinya tak senang. "Siapa yang di cari Arumi? Jangan bilang itu Dewa? Tidak! Aku tidak akan memberikan kesemp
Arumi terlihat sangat cemas saat ia mengetahui jika besok putranya akan ada di kota ini, rasa takut kehilangan dalam hatinya mulai menyeruak membuatnya gelisah dan tak tenang. Adrian yang baru selesai memperbaiki mobilnya, kini dia menghampiri Arumi dan memberitahukan jika sekarang mereka sudah bisa pergi lagi setelah tadi dia tidak jadi makan di kafe pertama. "Arumi! Mobilnya sudah aku perbaiki tadi ada kabel yang putus, sekarang ayo kita cari tempat makan di sekitaran sini," ajak Adrian yang terpaksa berbohong. "Syukurlah, kalau sudah bagus lagi. Tapi tidak pergi juga tidak apa-apa masih ada mie instan di dalam," Arumi menolak secara halus, mengingat dirinya yang tidak ingin membuat repot. Adrian tidak ingin melewatkan moment saat berdua, dia tidak ingin hanya karena tadi ada Dewa. Hal baiknya dengan Arumi sampai gagal. "Arumi! Jangan membuat aku merasa bersalah. Please ayo pergi, sekalian kamu melepas rindu di kota kelahiran," bujuk Adrian menatap dalam wanita yang sudah
"Maafkan kami nyonya besar, tuan sudah kami ingatkan hanya saja beliau..." Belum selesai Doni menjelaskan Nyonya Margaretha seolah tidak ingin mendengar, hingga membuat wanita paruh baya itu pun mengusir. "Aku tidak ingin ada lain kali Dewa seperti ini lagi, sekarang cepat pergi, suruh pelayan menyiapkan sup pereda mabuk," Tunjuk Nyonya Retha seraya mengarahkan jari telunjuk ke arah pintu. Doni tidak berani lagi menjawab atau membantah lagi, dengan penuh hormat lelaki berjas hitam itu pun segera undur diri melaksanakan perintah. "Arumi! tunggu kenapa kamu pergi?" Dewangga terus meracau dalam kondisinya yang mabuk berat. Nyonya Retha menggelengkan kepala dia menatap tajam ke arah putra sulungnya, membuatnya tak habis pikir karena sudah beberapa tahun lamanya masih mengingat sosok menantu yang tidak dia sukai. "Astaga Dewa! kamu masih memikirkan Arumi? wanita itu pasti sudah lari dengan pria lain, lebih baik kamu menikah dan memulai hidup baru dengan Laura," Omel Nyonya Re
Bibir Adrian terasa terkunci saat Arumi melontarkan pertanyaan padanya. Tapi dia tidak ingin jika sampai Dewa melihat keberadaannya saat ini. "Sudah ikut saja, ceritanya panjang nanti saja aku ceritakan," Adrian meraih dan memegang erat tangan Arumi dengan langkah yang tergesa menuju ke arah mobil. Dewangga yang tak sengaja melirik ke arah samping, lelaki tampan yang tengah mabuk itu terkejut saat melihat sosok wanita yang mirip sekali dengan istrinya. Hingga membuat dirinya beranjak dari tempat duduk dan berusaha untuk mengejarnya. "Arumi!" Panggil Dewangga, dengan pandangan buram dan kepala yang terasa pusing dan sakit karena pengaruh alkohol. Tommy dan Rian terkejut, mereka sedikit cemas saat melihat sahabatnya tiba-tiba saja berjalan ke arah pintu keluar sembari memanggil nama mantan istrinya. "Arumi! itu kamu kan? tolong jangan pergi," Teriak Dewangga sembari berjalan dengan langkah yang sempoyongan dan hampir terjatuh. Beruntung Tommy dan Rian segera menghampiri d