Keesokan harinya, cahaya matahari menyinari gordeng. Arumi sudah berdiri tepat di depan pantulan cermin besar dia memastikan penampilan saat ini yang sudah rapih dan bersiap akan pergi menghadiri meeting penting Projet baru perusahan Adrian. "Semoga hari ini berjalan dengan lancar dan aku tidak gugup mempresentasikannya," Tegas Arumi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkanya pelan. Suara seseorang datang mengetuk pintu terdengar nyaring. Membuat Arumi segera bergegas. Tok...tok...."Arumi! Apa kamu sudah siap kita berangkat sekarang?" Panggil Adrian yang masih setia berdiri di depan pintu. "Iya mas Adrian, tunggu sebentar lagi," Sahut Arumi meraih tas selempang dan beberapa map yang berisi sample desain beberapa bangunan hotel yang akan di rekomendasikan oleh Adrian pada para rekannya. Setelah kurang dari dua puluh menit, Arumi akhirnya membuka pintu apartemennya yang tak jauh dari kamar Adrian. "Maaf karena sudah menunggu lama mas," sesal Arumi merasa tidak enak hati, dan
Dewa tidak ingin berdebat dengan ibunya, dia lebih memutuskan untuk pergi tanpa banyak bicara untuk menghadiri meeting project barunya. "Mas Dewa! Tunggu," Panggil Laura berusaha mengejar. Tapi Dewa sudah terlanjur masuk dan menyuruh asistennya untuk melajukan mobilnya. Nyonya Retha berusaha menenangkan Laura, agar dia tidak cemas. "Laura! Sudah beri Dewa waktu, Tante yakin jika dia akan melakukan apa pun yang Tante katakan," Ucap Wanita paruh baya itu dengan penuh keyakinan. Laura terdiam, dia mencerna semua perkataan ibu dari lelaki yang sangat dia cintai. Yang menurutnya ada benarnya juga. Karena tidak perlu khawatir jika ibunya sudah memberi dukungan hubungan mereka berdua. "Tante, terima kasih. Karena sudah percaya dan merestui aku dengan mas Dewa," Ungkap Laura lembut seraya memasang wajah memelas. Membuat nyonya Retha tak tega. "Sudah, kamu jangan banyak pikiran Laura semaunya serahkan saja pada tante, yang jelas kamu akan menjadi istri Dewa," Nyonya Retha meng
"Apa anda lupa? nona Erika sama persis dengan istri tuan yang hilang." Seru salah satu staf. "Benarkah? Aku lupa lagi. Perasaan dulu istri tuan penampilan sederhana sangat berbeda dengan nona Erika ini," sambung staf lainnya. "Ck, kamu ini makanya masa sudah pikun saja wajahnya sangat mirip hanya penampilan mereka saja yang sangat beda ibarat bumi dan langit." Semua para ketua yang ada di ruang meeting itu saling berbisik, ketika melihat reaksi pimpinan mereka yang baru bertemu dengan seorang desainer yang di rekomendasikan oleh Adrian. Setiap kali mengingat masa lalu mereka, terlebih malam itu membuat darah Arumi kembali mendidih, apa lagi ucapan para pria suruhan yang hampir saja menghilangkan nyawanya. "Cepat! Habisi dia ini perintah tuan Dewa," Suara salah satu lelaki yang hampir mencelakai malam itu, masih terngiang jelas di telinga Arumi. Membuat luka lama seolah telah terbuka kembali. Dengan sekuat tenaga Arumi menepis tangan Dewa, ia tidak ingin seperti dulu yang ha
Arumi berjalan mundur, dia berusaha menjaga jarak dari Dewangga. Yang terus saja berjalan mendekati dirinya. "Tuan, aku mohon. Berhenti jangan mendekat!" Peringat Arumi, menatap nyalang pada Dewa. Wajah cantiknya terlihat sangat pucat dan ketakutan saat lelaki yang ada di depannya seolah mengabaikan perkataannya. Melihat sosok wanita yang ada di depannya terlihat panik, membuat Dewa menyeringai penuh arti. "Heh! Kenapa kau takut pada ku? Berarti benar kamu Arumi." Sindir Dewa. Lalu ia meraih dan mencengkram erat lengan Arumi dan mengajaknya pulang bersama ke rumah keluarga Wijaya. Arumi menggelengkan kepala, dia tidak habis pikir ternyata Dewangga sama sekali tidak berubah masih sama seperti dulu. Suka semena-mena dan memberi perintah seenaknya saja. "Lepaskan aku, tuan Dewa yang terhormat. Anda ini seorang CEO perusahaan besar tidak bisakah menjaga sikap. Aku adalah calon istri rekan mu," Bentak Arumi seraya menepis tangan Dewa dan terpaksa harus berbohong. Dewa tersenyum getir,
"Cukup tuan Adrian! lancang sekali anda berteriak pada tuan Dewa. Tolong jaga sikap pada beliau dan ingat di mana anda berada sekarang?!" tegur Doni yang tak terima saat ada orang yang bersikap tidak sopan. Adrian tersenyum sinis saat Doni membela bosnya. Tentu saja dia malah semakin marah. Bahkan dia memutarkan perkataannya jika Dewa lah yang telah menganggu tunangannya. Sorot mata elang Dewa membidik ke arah Arumi yang berada di samping Adrian, ingin sekali melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah Adrian, namun sebagai seorang pimpinan dia harus berusaha menahan ego dan menjaga reputasinya. Hingga membuat lelaki tampan itu pun lebih memilih untuk mengalah, dan memutuskan untuk menyelidiki apa yang membuat sikap Arumi berubah. "Sepertinya kalian berdua sengaja ingin bermain bersandiwara dengan ku, baiklah aku akan meladeni-nya," Racau Dewa dalam hati sembari mengepalkan kedua tangannya menahan amarah yang bergejolak dalam dada. Adrian yang melihat Arumi ketakutan membuat dia
Suara lengguhan terlontar dari bibir merah Arumi, saat ia merasakan sentuhan hangat dari seorang pria, yang terlihat samar di kedua manik mata bening coklatnya.Kedua jemari lentik sang gadis yang baru genap berusia dua puluh satu tahunan itu, spontan menahan dada bidang menjeda aktifitas sang pria yang tidak bisa dia hindari lagi.“Hentikan!” Arumi memohon dengan suara serak parau dan netra berkabut saat kesadaran dirinya perlahan mulai menghilang berharap sang pria mengabulkan permintaannya.Namun nihil bukannya berhenti, pria itu malah semakin menuntaskan hasrat yang menyelimuti dirinya saat ini.Buliran air mata membasahi wajah Arumi. Saat merasakan hal yang sangat berharga dalam dirinya telah hilang di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Beberapa kali Arumi berusaha meronta, namun tenaganya tak sebanding dengan sang pria. Hingga membuat pandangannya yang jelas perlahan menjadi buram dan..Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel dalam suasana pencahayaan temaram saat kedua
Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi. “Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat se
Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini. Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah s
"Cukup tuan Adrian! lancang sekali anda berteriak pada tuan Dewa. Tolong jaga sikap pada beliau dan ingat di mana anda berada sekarang?!" tegur Doni yang tak terima saat ada orang yang bersikap tidak sopan. Adrian tersenyum sinis saat Doni membela bosnya. Tentu saja dia malah semakin marah. Bahkan dia memutarkan perkataannya jika Dewa lah yang telah menganggu tunangannya. Sorot mata elang Dewa membidik ke arah Arumi yang berada di samping Adrian, ingin sekali melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah Adrian, namun sebagai seorang pimpinan dia harus berusaha menahan ego dan menjaga reputasinya. Hingga membuat lelaki tampan itu pun lebih memilih untuk mengalah, dan memutuskan untuk menyelidiki apa yang membuat sikap Arumi berubah. "Sepertinya kalian berdua sengaja ingin bermain bersandiwara dengan ku, baiklah aku akan meladeni-nya," Racau Dewa dalam hati sembari mengepalkan kedua tangannya menahan amarah yang bergejolak dalam dada. Adrian yang melihat Arumi ketakutan membuat dia
Arumi berjalan mundur, dia berusaha menjaga jarak dari Dewangga. Yang terus saja berjalan mendekati dirinya. "Tuan, aku mohon. Berhenti jangan mendekat!" Peringat Arumi, menatap nyalang pada Dewa. Wajah cantiknya terlihat sangat pucat dan ketakutan saat lelaki yang ada di depannya seolah mengabaikan perkataannya. Melihat sosok wanita yang ada di depannya terlihat panik, membuat Dewa menyeringai penuh arti. "Heh! Kenapa kau takut pada ku? Berarti benar kamu Arumi." Sindir Dewa. Lalu ia meraih dan mencengkram erat lengan Arumi dan mengajaknya pulang bersama ke rumah keluarga Wijaya. Arumi menggelengkan kepala, dia tidak habis pikir ternyata Dewangga sama sekali tidak berubah masih sama seperti dulu. Suka semena-mena dan memberi perintah seenaknya saja. "Lepaskan aku, tuan Dewa yang terhormat. Anda ini seorang CEO perusahaan besar tidak bisakah menjaga sikap. Aku adalah calon istri rekan mu," Bentak Arumi seraya menepis tangan Dewa dan terpaksa harus berbohong. Dewa tersenyum getir,
"Apa anda lupa? nona Erika sama persis dengan istri tuan yang hilang." Seru salah satu staf. "Benarkah? Aku lupa lagi. Perasaan dulu istri tuan penampilan sederhana sangat berbeda dengan nona Erika ini," sambung staf lainnya. "Ck, kamu ini makanya masa sudah pikun saja wajahnya sangat mirip hanya penampilan mereka saja yang sangat beda ibarat bumi dan langit." Semua para ketua yang ada di ruang meeting itu saling berbisik, ketika melihat reaksi pimpinan mereka yang baru bertemu dengan seorang desainer yang di rekomendasikan oleh Adrian. Setiap kali mengingat masa lalu mereka, terlebih malam itu membuat darah Arumi kembali mendidih, apa lagi ucapan para pria suruhan yang hampir saja menghilangkan nyawanya. "Cepat! Habisi dia ini perintah tuan Dewa," Suara salah satu lelaki yang hampir mencelakai malam itu, masih terngiang jelas di telinga Arumi. Membuat luka lama seolah telah terbuka kembali. Dengan sekuat tenaga Arumi menepis tangan Dewa, ia tidak ingin seperti dulu yang ha
Dewa tidak ingin berdebat dengan ibunya, dia lebih memutuskan untuk pergi tanpa banyak bicara untuk menghadiri meeting project barunya. "Mas Dewa! Tunggu," Panggil Laura berusaha mengejar. Tapi Dewa sudah terlanjur masuk dan menyuruh asistennya untuk melajukan mobilnya. Nyonya Retha berusaha menenangkan Laura, agar dia tidak cemas. "Laura! Sudah beri Dewa waktu, Tante yakin jika dia akan melakukan apa pun yang Tante katakan," Ucap Wanita paruh baya itu dengan penuh keyakinan. Laura terdiam, dia mencerna semua perkataan ibu dari lelaki yang sangat dia cintai. Yang menurutnya ada benarnya juga. Karena tidak perlu khawatir jika ibunya sudah memberi dukungan hubungan mereka berdua. "Tante, terima kasih. Karena sudah percaya dan merestui aku dengan mas Dewa," Ungkap Laura lembut seraya memasang wajah memelas. Membuat nyonya Retha tak tega. "Sudah, kamu jangan banyak pikiran Laura semaunya serahkan saja pada tante, yang jelas kamu akan menjadi istri Dewa," Nyonya Retha meng
Keesokan harinya, cahaya matahari menyinari gordeng. Arumi sudah berdiri tepat di depan pantulan cermin besar dia memastikan penampilan saat ini yang sudah rapih dan bersiap akan pergi menghadiri meeting penting Projet baru perusahan Adrian. "Semoga hari ini berjalan dengan lancar dan aku tidak gugup mempresentasikannya," Tegas Arumi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkanya pelan. Suara seseorang datang mengetuk pintu terdengar nyaring. Membuat Arumi segera bergegas. Tok...tok...."Arumi! Apa kamu sudah siap kita berangkat sekarang?" Panggil Adrian yang masih setia berdiri di depan pintu. "Iya mas Adrian, tunggu sebentar lagi," Sahut Arumi meraih tas selempang dan beberapa map yang berisi sample desain beberapa bangunan hotel yang akan di rekomendasikan oleh Adrian pada para rekannya. Setelah kurang dari dua puluh menit, Arumi akhirnya membuka pintu apartemennya yang tak jauh dari kamar Adrian. "Maaf karena sudah menunggu lama mas," sesal Arumi merasa tidak enak hati, dan
"Kenapa kamu bengong Arumi? jangan bilang kamu masih mencintai Dewa?" Pertanyaan Adrian membuat Arumi terhenyak kaget, lalu menoleh dan menjawab jika dia sama sekali sudah tidak ingin tahu tentang Dewa dan Laura. Mendengar hal itu Adrian pun menghela nafas lega, karena dia benar-benar takut jika Arumi masih memiliki perasaan pada Dewa. "Kalau begitu sekarang sudah tidak ada masalah lagi kan?" tanya Adrian menatap dalam ke arah Arumi. Arumi tersenyum dan menganggukkan kepala sebagai kode iya. Tanpa membuang waktu lagi, Adrian pun mengajak Arumi untuk kembali ke meja VIP yang sudah dia booking dari tadi. Arumi tidak bisa menolak sesuai janji dia mau menemani makan. Sementara di sisi lain, Oma Rima terlihat begitu antusias saat melihat Dewa yang sudah perlahan membaik. Sebagai seorang nenek yang sudah merawat dan memahami Dewa ia memberanikan untuk bertanya karena penasaran. "Dewa! kenapa kamu seperti ini? sebenarnya apa yang terjadi?" Oma Rima menatap Dewa. Dewa yang
Kedua alis Adrian terangkat, saat melihat Arumi yang malah mematung seperti sedang melihat sesuatu lalu dia sengaja bertanya karena penasaran. "Arumi! Ayo masuk, kenapa bengong?" Ajak Adrian sudah tak sabar, ketika melihat sebuah resto baru yang bernuansa romantis untuk para pasangan. Seketika Arumi terbuyar, saat Adrian memanggilnya. Tak ingin sampai kehilangan jejak mantan kekasih sekaligus adik iparnya itu. Kini dia meminta agar Adrian menunggunya sebentar. "Mas! Mas masuk ke dalam duluan, nanti aku nyusul oke," Arumi berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa. Adrian menyergitkan dahi, dia sangat penasaran kenapa Arumi pergi terlihat seperti sedang mengejar seseorang. "Arumi tunggu," Panggil Adrian ikut menyusul. Namun sayangnya Arumi sudah jauh dan tidak terlihat lagi membuat Adrian sangat cemas. Adrian terlihat kesal, entah siapa yang di kejar Arumi membuat hatinya tak senang. "Siapa yang di cari Arumi? Jangan bilang itu Dewa? Tidak! Aku tidak akan memberikan kesemp
Arumi terlihat sangat cemas saat ia mengetahui jika besok putranya akan ada di kota ini, rasa takut kehilangan dalam hatinya mulai menyeruak membuatnya gelisah dan tak tenang. Adrian yang baru selesai memperbaiki mobilnya, kini dia menghampiri Arumi dan memberitahukan jika sekarang mereka sudah bisa pergi lagi setelah tadi dia tidak jadi makan di kafe pertama. "Arumi! Mobilnya sudah aku perbaiki tadi ada kabel yang putus, sekarang ayo kita cari tempat makan di sekitaran sini," ajak Adrian yang terpaksa berbohong. "Syukurlah, kalau sudah bagus lagi. Tapi tidak pergi juga tidak apa-apa masih ada mie instan di dalam," Arumi menolak secara halus, mengingat dirinya yang tidak ingin membuat repot. Adrian tidak ingin melewatkan moment saat berdua, dia tidak ingin hanya karena tadi ada Dewa. Hal baiknya dengan Arumi sampai gagal. "Arumi! Jangan membuat aku merasa bersalah. Please ayo pergi, sekalian kamu melepas rindu di kota kelahiran," bujuk Adrian menatap dalam wanita yang sudah
"Maafkan kami nyonya besar, tuan sudah kami ingatkan hanya saja beliau..." Belum selesai Doni menjelaskan Nyonya Margaretha seolah tidak ingin mendengar, hingga membuat wanita paruh baya itu pun mengusir. "Aku tidak ingin ada lain kali Dewa seperti ini lagi, sekarang cepat pergi, suruh pelayan menyiapkan sup pereda mabuk," Tunjuk Nyonya Retha seraya mengarahkan jari telunjuk ke arah pintu. Doni tidak berani lagi menjawab atau membantah lagi, dengan penuh hormat lelaki berjas hitam itu pun segera undur diri melaksanakan perintah. "Arumi! tunggu kenapa kamu pergi?" Dewangga terus meracau dalam kondisinya yang mabuk berat. Nyonya Retha menggelengkan kepala dia menatap tajam ke arah putra sulungnya, membuatnya tak habis pikir karena sudah beberapa tahun lamanya masih mengingat sosok menantu yang tidak dia sukai. "Astaga Dewa! kamu masih memikirkan Arumi? wanita itu pasti sudah lari dengan pria lain, lebih baik kamu menikah dan memulai hidup baru dengan Laura," Omel Nyonya Re