"Arumi kamu yang sabar ya, perkataan Dewa tidak usah kamu masukin hati," Clarisa berusaha menghibur Arumi. Dia sangat sedih dan ikut sedih saat melihat sikap Dewa yang sangat keterlauan lebih mementingkan Laura di bandingkan istrinya sendiri. Arumi menarik nafas dalam-dalam dia tidak suka orang lain melihat dirinya lemah, sampai berusaha keras terlihat tegar. "Clarisa! terima kasih karena kamu sudah menghibur ku, tapi seperti aku sedikit pusing dan ingin cepat pulang," keluh Arumi seraya memijat kening. Clarisa yang sangat cemas, kini ia menawarkan diri untuk mengantar Arumi. Awalnya Arumi menolak tapi karena ingin tahu lebih jauh tentang masa lalu Dewa dan Laura membuatnya menerima tawaran wanita itu lalu memberi perintah pada supirnya pribadi Dewa agar tidak menunggunya. Sebagai seorang karyawan pak Hendra hanya bisa mematuhi perintah istri tuanya, Arumi dan Clarisa pun segera bergegas pergi dari pesta mengingat Dewa yang pergi begitu saja tanpa bicara apa pun. Suasana di
Suara lengguhan terlontar dari bibir merah Arumi, saat ia merasakan sentuhan hangat dari seorang pria, yang terlihat samar di kedua manik mata bening coklatnya.Kedua jemari lentik sang gadis yang baru genap berusia dua puluh satu tahunan itu, spontan menahan dada bidang menjeda aktifitas sang pria yang tidak bisa dia hindari lagi.“Hentikan!” Arumi memohon dengan suara serak parau dan netra berkabut saat kesadaran dirinya perlahan mulai menghilang berharap sang pria mengabulkan permintaannya.Namun nihil bukannya berhenti, pria itu malah semakin menuntaskan hasrat yang menyelimuti dirinya saat ini.Buliran air mata membasahi wajah Arumi. Saat merasakan hal yang sangat berharga dalam dirinya telah hilang di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Beberapa kali Arumi berusaha meronta, namun tenaganya tak sebanding dengan sang pria. Hingga membuat pandangannya yang jelas perlahan menjadi buram dan..Suara desahan dan erangan memenuhi kamar hotel dalam suasana pencahayaan temaram saat kedua
Tatapan Nanar Arumi tertuju pada Daniel, saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan menusuk hati. Mustahil juga ia menjawab jujur atas apa yang telah terjadi semalam tadi. “Sa-sakit mas, tolong lepaskan aku,” pinta Arumi memekik kesakitan dalam tangisnya. Daniel melepaskan cengkraman tangan sampai Arumi terjatuh dan tersungkur ke bawah lantai. Tapi gadis cantik itu berusaha untuk bangun dan menjelaskan kembali. “Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa menjelaskan jika aku..” Belum sempat Arumi menuntaskan perkataan dan memohon di bawah kaki calon suami yang sangat ia cintai. Namun alih-alih Daniel mau mendengar dia seolah tidak ingin menggubris. Yang ada dia sangat jijik saat melihat tanda-tanda merah serta penampilan Arumi yang terlihat sangat berantakan. Daniel menatap dan memasang wajah sedih penuh kecewa pada pak Harun, jika dirinya tidak bisa melanjutkan lagi rencana pernikahannya dengan Arumi dengan alasan Arumi yang tidak suci lagi. “Om, Tante kalian lihat se
Satu jam sudah Arumi berjalan tanpa arah tujuan di tengah hujan badai dan kilatan petir mengiringi, alam pun seolah ikut menangisi kesedihannya saat ini. Wanita cantik itu benar-benar sangat bingung ke mana harus dia pergi atau hanya sekedar berkeluh kesah, setelah sang kekasih dan ayah yang selalu ia sayangi tidak percaya dan tidak peduli atas penjelasannya. “Semuanya sudah hancur, aku benci dengan semua ini,” teriak Arumi menatap langit dengan wajah yang mendongak, seluruh tubuhnya basah kuyup. Melihat dari atas ke bawah trotoar jalan sana cukup tinggi membuat Arumi gelap pikiran dan mata. Mengakhiri hidup saat ini adalah jalan tepat menurutnya, kehilangan kesucian, kekasih yang tak percaya dan ayah yang tak peduli lagi membuat ia sudah tak punya alasan lagi untuk menata masa depan. “Mah, maafin Arumi,” Arumi memejam kedua mata seraya melentangkan kedua tangannya, selangkah demi selangkah ia berdiri di atas besi penyangga jalan. Terdengar suara seruan beberapa orang di bawah s
Batas kesabaran Arumi sudah habis, saat ia di tuduh dan di pandang rendah oleh pria di depannya. Sampai melepas infus yang menempel di tangan lalu beranjak dari atas brankar dan berjalan dengan langkah terhuyung. Dewa terkejut, apa lagi saat Arumi hampir terjatuh karena masih merasa pusing dan lemas karena demam terkena hujan kemarin. Beruntung Dewangga spontan meraih dan menahan pinggang ramping Arumi, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu dan saling memandang, sampai merasakan nafas hangat satu sama lain tubuh mereka menempel tak menyisakan ruang. Suasana di ruangan itu hening dan sangat canggung. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, beberapa kali ia menelan Saliva saat melihat dekat dan lebih jelas lagi wajah pria yang telah mengambil hal berharga dalam dirinya. Mengingat tuduhan dan kata-kata menyakitkan tadi, membuat Arumi segera melepaskan lengan Dewa dan segera menjaga jarak. “Jangan menyentuh ku!” Bentak Arumi. Dewa menyeringai sembari menggelengkan
Arumi masih duduk termenung, dia terlihat bingung kemana lagi dia harus pergi. Melihat ada telepon di meja samping membuat ia meraih dan mencobanya untuk menelpon ke rumah. Berharap sang ayah hanya marah dan emosi sesaat saja. Namun setelah sambungan telepon terhubung tidak ada jawaban, membuat air mata Arumi kembali menetes. "Sepertinya ayah benar-benar marah pada ku," lirihnya. Setelah beberapa menit Dewa berpikir, dengan berat hati lelaki tampan itu akhirnya mengambil keputusan dan menatap wajah wanita yang sudah merawat dan mendidiknya sampai saat ini. "Nenek, aku setuju dengan mu, aku akan menikahinya." Ungkap Dewa dengan kedua tangan yang terkepal. Senyuman bahagia terpancar di wajah nyonya Rima, saat mendengar jawaban cucu kesayangannya. "Keputusan yang tepat Dewa, selain untuk meredam skandal mu. Nenek juga tidak ingin jika sampai kedua pamanmu menatap posisi mu. Sekarang bicarakan dengannya baik-baik, sisanya biar nenek yang mengatur pernikahan kalian," imbuhnya.
Jantung Arumi berdegup sangat kencang, saat menginjakkan kedua kakinya di gedung pesta pernikahan. Wanita cantik itu terlihat menelan saliva-nya beberapa kali. Saat melihat sosok pria mengenakan Tuxedo hitamnya duduk menunggu dirinya untuk melangsungkan janji suci yang akan mereka langsungkan. Nyonya Rima menyambut hangat kedatangan Arumi, dia memperlakukan gadis itu dengan sangat baik sebagai cucu mantunya. "Arumi kau sangat cantik sekali, kemarilah Dewa sudah menunggu mu," sanjung nyonya Rima mengulurkan tangan. Arumi yang sempat ragu dalam hati. Tanpa banyak berpikir lagi perlahan ia mendekat dan duduk tepat di samping Dewa. Seketika Dewa melirik, penampilan Arumi saat ini memang sangat cantik dan anggun sebagai mempelai pengantin wanita. Tapi karena Arumi bukan wanita yang dia cintai membuat ekspresi wajahnya datar dan dingin. Arumi menghela nafas berat, saat acara pernikahannya di mulai yang hanya di hadiri oleh saudara serta kerabat dekat Dewangga saja. Sumpah dan janji
"Tentu saja tuan Dewa, anda tidak perlu khawatir, karena aku juga sebenarnya tidak menginginkan pernikahan ini," Arumi tersenyum getir dengan bibir merahnya yang terlihat gemetar. Dewa menyunggingkan senyum smrik, setelah mendengar perkataan Arumi. Membuat ia bernafas lega, dia mengingatkan Arumi harus sadar diri dan tidak berpikir lebih tentang pernikahan mereka yang sampai kapan pun tidak akan pernah ada rasa cinta. Tanpa banyak bicara lagi Dewa beranjak dari atas tempat duduknya, lalu dia sengaja tidur di sofa karena tidak ingin tidur satu ranjang dengan Arumi. Arumi yang masih duduk termenung tak sengaja dia melihat akun media sosial mantan kekasihnya Daniel yang saat ini pamer kemesraan dengan adik tiri dengan gambar caption sebuah cicin couple. Hal itu membuat Arumi sedikit Heran, karena bagaimana bisa Daniel dan Rania bisa sedekat itu padahal mereka baru putus beberapa hari itu pun karena kesalahan satu malam bersama Dewa. Melihat Arumi yang masih duduk termenung, membu
"Arumi kamu yang sabar ya, perkataan Dewa tidak usah kamu masukin hati," Clarisa berusaha menghibur Arumi. Dia sangat sedih dan ikut sedih saat melihat sikap Dewa yang sangat keterlauan lebih mementingkan Laura di bandingkan istrinya sendiri. Arumi menarik nafas dalam-dalam dia tidak suka orang lain melihat dirinya lemah, sampai berusaha keras terlihat tegar. "Clarisa! terima kasih karena kamu sudah menghibur ku, tapi seperti aku sedikit pusing dan ingin cepat pulang," keluh Arumi seraya memijat kening. Clarisa yang sangat cemas, kini ia menawarkan diri untuk mengantar Arumi. Awalnya Arumi menolak tapi karena ingin tahu lebih jauh tentang masa lalu Dewa dan Laura membuatnya menerima tawaran wanita itu lalu memberi perintah pada supirnya pribadi Dewa agar tidak menunggunya. Sebagai seorang karyawan pak Hendra hanya bisa mematuhi perintah istri tuanya, Arumi dan Clarisa pun segera bergegas pergi dari pesta mengingat Dewa yang pergi begitu saja tanpa bicara apa pun. Suasana di
Disaat Arumi tengah larut dalam pemikirannya, Dewa yang masih banyak mendiskusikan beberapa project baru bersama rekannya, dia mengingatkan Arumi agar menunggunya sebentar. Arumi tertunduk patuh, bahkan Dewa juga tak lupa mengingatkan agar tidak meminum wine Mengingat kondisi wanita yang bergelar istrinya itu tengah hamil muda. Setelah mengingatkan, Dewa yang di ikuti asistennya kini mulai bergabung dengan beberapa rekannya termasuk Adrian yang juga ikut dalam project itu. Melihat beberapa menu makanan yang tersedia di meja dengan berbagai jenis menu membuat Arumi menelan saliva beberapa kali karena membuatnya tergoda. "Wah makanan di sini sepertinya sangat enak-enak aku jadi ingin mencicipinya," Gumam Arumi yang perlahan mencoba mencicipi beberapa cake mini buah-buahan. Laura yang melihat Arumi sendirian membuatnya segera menghampiri, lalu sengaja memulai topik pembicaraan untuk membuat Arumi sadar akan posisinya di hati Dewa. "Hmm, sepertinya ada orang kampung yang baru
Beberapa jam kemudian di sebuah gedung hotel bintang lima, beberapa tamu sudah berlalu lalang mulai memasuki gedung mewah dan besar itu dengan penampilan mereka yang terlihat modis, membuat Arumi yang baru pertama kali ikut mendampingi Dewangga tertegun sampai membuat langkah kakinya terhenti. Kedua alis tebal Dewa terangkat, saat melihat Arumi yang malah mematung sembari menatap kagum ke arah pintu utama hotel termewah di kota itu. "Arumi! kenapa malah bengong? ayo cepat masuk, ingat jaga sikap mu jangan membuat ku malu di dalam nanti, karena banyak tamu-tamu penting," tegur Dewa dengan mode wajah datar yang serius. Arumi tersadar dari lamunannya, lalu kembali fokus menyahut Dewa jika dia akan mematuhi perintahnya. Dewa yang sudah di tunggu oleh beberapa rekan bisnisnya kini dia kembali menyodorkan lengannya dan menatap Arumi, Arumi yang sudah mengerti tatapan sebagai kode. Setelah Arumi melingkarkan tangan di lengan Dewa, mereka berdua kembali melanjutkan langkahnya lagi
"Oma! Arumi aku pul..." Panggil Dewa sembari melonggarkan dasi dengan raut wajah tampannya yang terlihat sangat kelelahan bantuan dia terkejut saat melihat penampilan Arumi yang sangat cantik membuatnya hampir tak percaya. Jantung Arumi berdegup sangat kencang, ia terlihat sangat gugup bahkan sampai tak berani mengangkat wajahnya di depan Dewangga. Kedua bola mata Dewa membulat saat melihat Arumi yang terlihat sangat cantik dan berbeda tidak seperti biasanya. "A-Arumi ini benarkah ini kamu?" Celetuk Dewa yang masih mematung terkesima. Melihat ekspresi wajah Dewa yang menatap tanpa berkedip membuatnya Oma Rima tersenyum bahagia, karena dia yakin jika cucu kesayangannya terlihat sudah mulai memperhatikan dan menyukai Arumi. Hingga membuatnya spontan sengaja menggoda. "Lihatlah Dewa, istri mu sangat cantik malam ini, oma yakin dia Arumi akan menjadi pusat perhatian di pesta nanti," seloroh Oma Rima. Seketika suasana terasa hening dan canggung, wajah cantik Arumi seketika te
Laura terkejut setelah membaca pesan dari Adrian yang marah-marah, karena tidak mengatakan jika saat ini ternyata Arumi tengah hamil. "Astaga! aku lupa kemarin tidak mengatakan hal itu," Laura menggelengkan kepala, lalu dia menjelaskan dalam pesan itu jika dirinya juga baru tahu. Berharap Adrian tidak akan marah lagi padanya dan pria itu tetap masih dengan komitmennya masih akan tetap bekerja sama. Laura bahkan membujuk Adrian agar tenang, karena menurutnya kehamilan Arumi masih bisa dia atasi dengan cara mengugurkan kandungannya. Agar tidak ada alasan lagi antara Dewa dan Arumi untuk mempertahankan kontrak pernikahan mereka. Karena rasa cinta Adrian yang sudah sangat besar pada Arumi saat mereka masih duduk di kampus membuat lelaki itu pun terdiam, dan terpaksa mempercayai perkataan Laura. "Oke, aku akan melihat kemampuan mu untuk bisa memisahkan mereka nona Laura," kata Adrian dalam pesannya. Tanpa banyak berpikir lagi kini Laura menyanggupi janjinya untuk mengugurkan kan
Dewa semakin geram saat mendengar perkataan Adrian, yang menyulut emosinya di depan semua orang. Tapi dia berusaha tetap tenang agar tidak terpancing karena dia tidak mau jika sampai image-nya tercoreng. "Apa yang anda katakan benar tuan Adrian, tapi istri ku sedang hamil!" Dewa memberi penjelasan singkat dengan nada santai. Membuat Adrian terkejut dengan kening yang berkerut bibirnya bahkan seolah terkunci. Semua orang di sana berbisik, mereka yang baru saja bergabung di proyek itu baru tahu jika Dewa ternyata sudah menikah. "Wah, ternyata sekertaris cantik yang kemarin istrinya tuan Dewa tidak di sangka, beliau sudah menikah," bisik salah seorang wanita di sana. "Hsut! pelankan suara mu jangan sampai tuan Dewa mendengarnya, kalau tidak ini punya masa lah dengannya," sambung pria paruh baya mengingatkan. Melihat lawan bicara seolah kehabisan kata-kata membuat Dewa merasa puas, karena seolah telah memberi sebuah tamparan keras untuk Adrian. "Bagaimana sekarang anda sudah
Tubuh Arumi melemas bahkan wajahnya memucat, nafasnya seolah tercekat di tenggorokannya saat mendengar perkataan Dewa yang sangat menyesakkan hati, kedua bola matanya berkaca-kaca. Melihat ekspresi wajah Arumi yang terlihat pucat dan kecewa membuat Laura terlihat sangat puas. Bahkan dia semakin memprovokasi. "Bagaimana? sekarang kamu sudah tahu dan sudah harusnya sadarkan? jadi sebelum kamu di buang lebih baik mengambil inisiatif pergi sendiri," Sindir Laura seraya menatap remeh Arumi. Arumi tersenyum getir, dia berusaha menahan tangisnya. Lalu mengangkat wajah cantiknya dan menatap Laura. "Nona Laura kenapa begitu ketakutan saat tuan Dewa memiliki perjanjian dengan saya? bukankah jika cinta sejati tidak akan pernah berpaling jadi tenang saja aku tidak tertarik dengan tuan Dewa meskipun di antara kami sudah akan mempunyai seorang bayi," balas Arumi dengan tegas. Laura tersulut emosi saat mendengar perkataan Arumi, yang seolah tidak takut dengan gertakannya. "Kau! Berani bicara s
Beberapa jam kemudian, Laura telah sampai lebih dulu di tempat parkiran perusahan Dewa. Dia sengaja menunggu untuk memastikan kedatangan Arumi, yang sudah membuatnya sangat kesal. "Kemana dia kenapa belum kelihatan batang hidungnya juga," Laura sudah tak sabar, baru saja dia ingin mencoba mengirim chat pada Dewa untuk mengetahui keberadaan mereka. Tiba-tiba saja terlihat sebuah mobil Bentley mewah yang berwarna hitam terparkir tepat di depannya, membuat Laura pun mengurungkan niatnya untuk mengirim pesan, lalu memastikan lebih dulu apakah itu mobil pria yang sangat dia cintai. Dan benar saja, terlihat sang asisten yang baru turun dari mobil lalu segera membukakan pintu mobil untuk Arumi. "Nona muda silahkan," Ujar Rudi sembari membungkukkan badannya sebagai rasa hormatnya. Arumi pun segera menginjakkan kaki lalu segera keluar, dia tak lupa mengucapkan terima kasih pada Rudi, tapi Rudi pun mengingatkan pada istri bosnya agar tidak sungkan padanya. Dewa yang masih duduk d
"Iya benar Oma apa yang di katakan oleh mas Dewa, kami tadi hanya sedang berdiskusi saja," sanggah Arumi yang berusaha mengikuti perintah suami kontraknya itu. Nyonya Rima menghela nafas kasar sembari menggelengkan kepala. Tak ingin memperdebatkan pemikiran negatif yang melintas di kepalanya. Wanita berusia enam puluh tahunan lebih itu pun kini segera mengajak cucu dan cucu mantu kesayangan agar segera sarapan bersama. Dia terlihat sangat bersemangat setelah menyiapkan beberapa menu untuk wanita hami. Arumi tidak tega saat melihat oma Rima yang begitu mengharapkan kehadiran cicitnya, dia berusaha bersikap seolah tidak ada apa-apa terhadap Dewa, padahal jauh dari lubuk hatinya dia merasa tidak nyaman. Tanpa membuang waktu lagi, Dewa mengenggam tangan Arumi dan mengajaknya ke meja makan bersama. Jantung Arumi berdegup sangat kencang saat merasakan tangan besar lelaki yang bergelar suaminya itu yang terasa sangat hangat. Sekilas Arumi sempat terpikat oleh ketampanan Dewa, akan