***
Hari-hari berlalu begitu cepat bagi Kinan, namun sunyi yang melingkupinya tak pernah berkurang. Setiap langkahnya di rumah yang megah ini terasa seperti berjalan di atas bara. Pernikahan dengan Ludwig, pria yang selalu mengenakan topeng misterius itu, menjadi ujian yang tak pernah ia duga. Sunyi yang menyelimutinya seperti malam yang tak kunjung berakhir. Ini memang berat baginya, karena sejatinya pernikahan yang sakral itu tidak ada pemaksaan, namun Kinan harus menerima takdir ini, ia selalu yakin, Allah tidak akan memberi ujian yang mampu ia lewati. Saat ini ia hanya yakin, Allah pasti akan memberikannya cerita indah di waktu yang tepat.
"Ya Allah, tolonglah aku. Aku takut. Aku merasa sendiri. Pria yang menjadi suamiku saat ini, masih terasa asing bagiku. Ya Allah, jika memang dia adalah pria yang ENGKAU pilihkan untukku, maka lembutkan hatinya dan aku meminta pada-Mu agar hatinya pun terikat denganm-Mu, Allah,” ucap Kinan berdoa.
Setiap malam, ketakutan itu kembali menghantuinya. Terkadang ia berharap bisa melarikan diri dari situasi ini, namun setiap kali ia melihat ke luar, dunia terasa semakin menakutkan. Apalagi di keluarganya, selalu ada mimpi buruk, ia selalu dalam ketakutan, meski itu adalah rumah saat ia terlahir di dunia.
Namun, di tengah kegelapan yang menyelimutinya, ada satu hal yang tetap menjadi sumber kekuatan bagi Kinan: Allah dan Sholat. Tiap sujudnya, ia merasa dekat dengan-Nya, merasa dilindungi dalam genggaman-Nya yang hangat.
"Ya Allah, jagalah aku. Jadikanlah aku istri yang berbakti, yang dapat menerima ujian-Mu dengan sabar, sentuh hatinya, Ya Allah. Sesungguhnya penggenggam hati manusia hanyalah ENGKAU,” bisik Kinan dalam sujudnya.
Namun, meski Kinan berusaha untuk menjalankan agamanya dengan penuh keikhlasan, ada satu hal yang membuatnya bertanya-tanya: Ludwig. Selama tujuh hari ini, ia belum pernah melihat suaminya sholat. Pertanyaan-pertanyaan itu menghantuinya setiap malam, namun ketakutan yang terus menggelayutinya membuatnya tak berani untuk bertanya.
‘Mengapa Ludwig tidak pernah sholat? Apakah dia tidak beragama? Bukankah saat menikah denganku, identitasnya itu tertulis dia itu muslim?’ tanya Kinan dalam hatinya.
Setiap malam, Kinan merenung di atas tempat tidurnya yang dingin, hanya diiringi oleh suara desiran angin yang melintas di luar jendela. Tangisannya menjadi teman setianya, air mata yang mengalir begitu deras menangkap kesunyian yang terasa semakin pekat di dalam hatinya. Setelah Ludwig terpuaskan, pria itu selalu pergi dari kamarnya. Ludwig mendatanginya saat pria itu hanya menginginkannya.
"Ya Allah, aku hanya memohon padamu. Lindungilah aku. Berikanlah aku kekuatan untuk menghadapi ujian ini. Jadikanlah cahaya-Mu menerangi kegelapan yang melingkupiku,” bisik Kinan dengan berderai air matanya.
Setiap hari, Kinan merasa semakin terkoyak oleh ketakutan dan keputusasaannya. Namun, di dalam hatinya, masih ada bara keimanan yang terus menyala, menyemangatinya untuk bertahan, menyemangatinya untuk menanti cahaya dalam kegelapan yang menyelimutinya. Ia yakin, doa yang tak pernah putus adalah setitik air yang kelak akan memecahkan batu yang keras, begitupun dengan hati suaminya.
***
Jam empat dini hari, ketika kegelapan masih menyelimuti dunia luar, Kinan bangun dari tidurnya. Langkahnya ringan masuk ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, ia langsung memakai mukenanya dan menghamparkan sajadah, di mana ia menyempatkan diri untuk menunaikan sholat tahajud setiap malam. Dengan hati yang penuh ketulusan, ia berdoa pada Allah agar memberikan kekuatan dan perlindungan bagi dirinya dan suaminya.
"Ya Allah, berikanlah aku kekuatan untuk menjalani ujian ini. Jadikanlah aku istri yang setia dan sabar dan sentuhlah hatinya,” ucap Kinan berdoa dalam sujudnya.
Setelah selesai sholat, Kinan bergegas menuju dapur untuk memulai rutinitas hariannya. Meskipun hatinya kadang tersiksa oleh perlakuan dingin dan kejam Ludwig, ia tetap tegar menjalankan tugasnya sebagai seorang istri.
"Aku harus bertahan. Ini adalah peran yang Allah berikan kepadaku, dan aku harus melaksanakannya dengan baik. Dia suamiku, dan aku tetap harus melayaninya," gumam Kinan tersenyum.
Meskipun seringkali makanan yang ia masak dilemparkan begitu saja oleh Ludwig, Kinan tidak pernah menyerah. Bahkan, ia mencoba mencari tahu makanan favorit dari Jerman, negara asal Ludwig, dan berusaha memasaknya dengan sempurna meski tak pernah diberi apresiasi.
"Mungkin ini tidak akan membuatnya luluh dan menyukaiku, tapi setidaknya dia akan tahu bahwa aku selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik baginya,” gumam Kinan sambil memasak.
Saat ia sibuk dengan pekerjaannya, Kinan mulai merenung tentang suaminya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, seperti ada misteri yang belum terpecahkan.
"Apakah benar Ludwig adalah seorang keturunan bangsawan yang terbuang? Mengapa rumah ini terasa terlalu gelap baginya? Aku merasakan dia adalah pria yang kesepian, seperti ada luka di kedua sorot matanya,” ucap Kinan sambil berpikir dalam hatinya.
Namun, meskipun banyak pertanyaan yang menghantui pikirannya, Kinan tetap tegar. Ia menyadari bahwa, terlepas dari status atau latar belakang Ludwig, tugasnya sebagai istri adalah tetap sama: mendampingi dan mencintai suaminya dengan sepenuh hati.
‘Ternyata kita sama-sama terbuang, tapi setidaknya saat ini ada aku, istrimu. Semoga kamu tidak merasa sendiri lagi,’ batin Kinan dalam hati sambil tersenyum nanar.
***
Pagi menyapa dengan cahaya lembutnya, memantulkan sinarnya ke dalam rumah yang sebelumnya sunyi. Ludwig membuka pintu kamar tidurnya dengan langkah yang masih terasa berat, membiarkan cahaya pagi menyapu ke dalam ruangan. Ia langsung memakai topengnya untuk bergegas ke ruang makan pribadinya. Namun, apa yang dilihatnya membuatnya terkejut.
"Rumah ini sudah rapih dan sangat rapih semenjak ada dia... dan apa itu Käsespätzle di meja makan?" gumam Ludwig mengernyitkan keningnya.
Bu Inah, salah satu maid pribadinya, menatap Ludwig dengan ekspresi kagum. Ia tahu bahwa tuannya itu pasti merasakan rumah ini seperti ada cahaya semenjak Kinan tinggal.
"Semua dikerjakan oleh Nyonya muda, Tuan. Nyonya Kinan sangat cekatan dan bahkan kemarin mau ke pasar bersama saya,” ucap Bu Inah menghampiri Ludwig dan meletakkan air mineral di atas meja.
Ludwig terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru saja dia terima. Dia tidak menyangka bahwa Kinan, istri ketiganya, akan melakukan pekerjaan rumah tangga dengan begitu rajin dan tekun, bahkan saat ia tak menghargai apa yang dilakukan istrinya itu dan selalu bersikap kasar, tapi Kinan masih bertahan.
Ludwig langsung duduk di meja makan, terhipnotis oleh aroma Käsespätzle, “"Apa dia...?"
Tanpa sadar, Ludwig mulai memakan hidangan tersebut. Rasanya yang begitu lezat membuatnya melupakan semua kekhawatirannya, sementara perasaan rumit mulai muncul di dalam hatinya.
Di sisi lain, Bu Inah menyaksikan adegan itu dengan rasa lega yang mendalam. Melihat Ludwig tidak marah dan malah menikmati makanan yang selalu dibuat Kinan membuatnya bersyukur.
"Ya Allah, semoga Nyonya Kinan mampu membawa cahaya untuk Tuan Ludwig. Semoga dia mampu menembus sisi kegelapan yang selama ini menghantui hati Tuan,” gumam Bu Inah dengan penuh haru.
Sementara itu, di dapur, Kinan tersenyum lega melihat Ludwig menikmati masakannya. Meskipun masih banyak misteri yang mengelilingi suaminya itu, Kinan merasa sedikit lega mengetahui bahwa usahanya dihargai.
"Semoga ini menjadi awal dari hubungan yang lebih baik antara kita, Ludwig. Semoga cahaya ini membawa kita ke arah yang lebih baik. Ya Allah, sentuh hatinya,” ucap Kinan berharap dalam hatinya.
***
***Suasana siang hari di dalam rumah yang megah terasa semakin tegang saat Ludwig memasuki ruang pribadinya. Wajahnya yang biasanya serius kini tampak begitu marah, dan langkahnya keras saat ia mendekati meja makan yang dipenuhi dengan sajian makanan aneh baginya. Namun, saat mata mendapati piring yang disajikan di hadapannya, ia meluapkan amarahnya dengan keras. Ia mendapati Kinan, wanita itu lancang masuk ke ruang kerja pribadinya tanpa izin darinya."Apa ini, Kinan? Apakah kau pikir aku akan menerima makanan dari tanganmu? Kau lancang masuk ke ruang pribadiku, Ha?!" teriak Ludwig dengan penuh amarah.Kinan, yang sebelumnya tengah sibuk menyiapkan hidangan makan siang untuk suaminya, menoleh dengan ekspresi terkejut. Namun, sebelum ia sempat menjawab, tangan kasar Ludwig telah menarik jilbabnya dengan paksa."Jangan pernah berani menyentuh barang-barang pribadiku dengan sembrono seperti ini, Kinan. Kau hanya boneka mainan yang aku beli, dan kapan pun aku bosan, aku bisa membuangmu.
***“Al-Quran? Apa itu?”Kinan tersenyum dan ia lalu menjelaskan, “Al-quran adalah kitab suci untuk umat Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhamammad SAW.”Ludwig tersenyum sinis, mendengarkan penjelasan Kinan dengan ketidakpercayaan yang jelas terlihat di wajahnya."Jadi, sama saja dengan semua agama lainnya. Menjual ayat dan surga, dan mengklaim bahwa kitab suci itu adalah wahyu, padahal kitab suci itu hanya buatan manusia yang menipu manusia bodoh dan menganggap mereka itu adalah nabi atau utusan dari Tuhan." Ludwig mengatakannya dengan sinis."Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT dan bukan buatan manusia. Islam bukan agama buatan manusia, ayat-ayat Al-Quran itu diturunkan tidak sekaligus,” balas Kinan dengan tegas.Namun, Ludwig hanya menggelengkan kepala dengan tidak peduli, “Semua agama sama saja. Hanya untuk kepentingan dan ambisi para penmuka agama dan yang aku tahu agamamu itu identik dengan teroris dan kekerasan. Selalu membuat aturan yang rumit. Misalnya, mewajibkan wanita u
***“Kinan… “Kinan menoleh dan tersenyum menatap sahabatnya yang menghampirinya.“Assalamualaikum, Anna,” ucap Kinan memberi salam dan berdiri dari kursinya .“Walaikumussalam,” balas Anna. Ia menatap sahabatnya dengan campur aduk, banyak hal yang ingin ia tanyakan tentang semua desas-desus yang melanda Kinan akhir-akhir ini, apalagi tentang isu Kinan yang menjadi istri ketiga dari seorang pria kejam yang kaya raya.“Kinan, itu… “ Anna mencoba menjeda ucapannya dan berharap Kinan langsung menjelaskan semuanya padanya.Kinan tersenyum lembut menatap Anna yang memang sedang menunggu penjelasan darinya, “Aku tahu kalau kamu pasti banyak pertanyaan dan meminta aku untuk menjelaskan semuanya, kan?”Anna langsung menganggukan kepalanya.Kinan menghela napas pendek, “Sebelumnya aku minta maaf, Anna. Kejadian ini begitu cepat dan juga ponselku dirusak oleh ibu, untuk itu aku tidak bisa memberitahukanmu, kemarin saat aku mendapatkan ponsel baru, aku kehilangan kontakmu, untuk itu aku datang k
***Kinan melihat rumah yang saat ini ia tempati sangat gelap, ia tahu bahwa Ludwig selalu menyendiri dan juga tidak suka keramaian, namun ia tidak mau membuat rumah ini semakin kelam. Ia mencoba melihat ke sekeliling belakang halaman dan ia tersenyum mempunyai ide untuk menjadikannya halaman itu tanaman agar suasana terasa hangat jika di pagi hari. Kinan juga sudah memikirkan, jika di pagi hari, ia bisa membuat Ludwig jauh lebih baik untuk duduk di taman menatap langit biru dan hamparan bunga yang indah.“Nyonya, ada apa Nyonya ada di sini?” tanya Bu Inah.“Bu, dulu ini taman bunga, kan? kenapa sekarang dibiarkan begini?” Kinan bertanya balik.Bu Inah ingat, dulu saat Ludwig kecil betah di rumah ini jika sedang berlibur ke Indonesia, pasti Ludwig selalu betah menatap bunga-bunga, namun setelah Ludwig menetap di sini, pria itu memintanya untuk menghancurkan taman bunga itu.“Bu, aku ingin membuat taman di sini. Apakah Ibu nanti bisa bantu?” tanya Kinan lembut.“Itu… “ Bu Inah menjawab
***Beberapa jam yang lalu, suasana kamar Kinan terasa sangat panas dengan lenguhan yang lembut, setelah selesai mereka pergi ke ruang makan yang tenang dan terasa sangat sepi. Mereka duduk di meja kayu yang sederhana, di antara aroma kopi yang menggoda dan cuaca yang menyenangkan. Namun, di balik keramaian tersebut, ada kegelisahan yang merayap di dalam hati Kinan.Kinan memegang sendoknya dengan gemetar, matanya terus menatap piringnya tanpa benar-benar melihat apa pun. Dia merasa gugup dan takut untuk mengungkapkan keinginannya pada Ludwig. Tapi, dia tahu, dia harus melakukannya."Ludwig," ucapnya akhirnya, suaranya terdengar gemetar.Ludwig menoleh padanya, matanya menatap tajam ke arah Kinan. "Apa yang ada di pikiranmu?" tanyanya dengan nada serius.Kinan menelan ludahnya, mencoba menyingkirkan ketakutannya. "Aku ingin berbicara padamu tentang kebun belakang," ucapnya perlahan.Wajah Ludwig berkerut di balik topengnya, dia bisa merasaka
*** Dua bulan kemudian… Di sudut ruangan yang redup, Kinan duduk dengan tubuhnya yang tegang di tepi tempat tidur. Cahaya remang membelai wajahnya yang pucat, menyoroti setiap kerutan di dahi yang mengisyaratkan kegelisahan batin. Bu Inah, seorang asisten rumah tangga yang setia melayani Ludwig dikediaman pria itu, memasuki ruangan dengan langkah ringan. Tangannya membawa segelas air putih dan sebuah pil kecil berwarna putih.“Bu Inah, aku malah ketiduran setelah sholat subuh,” ucap Kinan, ia memang lelah luar biasa karena semalam dibuat tidak bisa beristirahat karena Ludwig. Tubuhnya terasa kaku.“Iya, Nyonya. Saya masuk ke kamar Nyonya atas perintah Tuan Ludwig,” balas Bu Inah dengan senyum yang kikuk.“Ada apa?” tanya Kinan."dr. Lisa memberi ini untukmu, Nyonya Kinan," ucap Bu Inah dengan suara lembut, menyodorkan pil kontrasepsi pada Kinan.Kinan menatap pil itu sebentar
***Patricia memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong, mengamati lahan kosong yang terhampar luas di halaman belakang kediaman Ludwig yang saat ini seperti tidak mempunyai kehidupan. Dia merasa getir dalam hati saat melihat keadaan Ludwig yang semakin terisolasi di dalam kediamannya sendiri. Pria itu hanya memberi perintah pada asistennya, Mark untuk mengatur semua bisnisnya di Indonesia dan Ludwig selalu menghabiskan seluruh harinya di kediaman yang saat ini sangat gelap, pria itu selalu mengunci diri di ruangan pribadinya.Dengan langkah ragu, Patricia melangkah menuju ruang keluarga di salah satu kediaman milik keluarga von Schlossberg yang memang diperuntukkan untuk Ludwig. Dia tahu bahwa bertemu dengan Ludwig tidak akan pernah mudah, terlebih setelah insiden tragis yang membuatnya terpaksa memakai topeng untuk menutupi wajahnya yang terbakar dan pria itu menganggapnya sama saja dengan keluarga besar lainnya yang menertawakannya dan mengatakan kalau keberadaan Ludwig adala
***Kinan sudah tiba di kediaman megah Ludwig yang berada di pinggiran kota yang tersembunyi. Ia langsung membuka pintu rumah karena jika sore hari, Bu Inah sudah kembali ke rumahnya. Langkah Kinan terhenti ketika dia melihat Ludwig duduk sendirian di kebun belakang rumah mereka yang sunyi. Meski wajah pria itu memakai topeng, ia menyadari bahwa Ludwig itu merasa kesepian dan juga muram. Kinan merasa hatinya bergetar melihat suaminya yang terlihat begitu rapuh.Dengan hati-hati, Kinan mendekati Ludwig “Assalamualaikum, Ludwig.” Wanita itu mengucapkannya dengan lembut. Namun, Ludwig hanya mengabaikannya, membuat hati Kinan terasa teriris.Dia ingin mencium tangan Ludwig, seperti biasa yang selalu ia lakukan pada yang lebih tua, tapi Ludwig menepisnya dengan kasar. Kinan merasa sakit melihat reaksi suaminya, tapi dia telah terbiasa dengan penolakan itu."Aku semalam sudah menulis catatan dan meminta izin padamu kalau aku pulang terlambat karena mau menjenguk ayah, tadi pagi aku juga sud
***Lima bulan berlalu...Kinan sedang memangku bayi mungil di depan rumahnya. Rumah yang beberapa bulan ini ia tempati bersama suaminya, Arthur. Dan tentu saja Tony, ayahnya menemaninya. Ia merasa bahagia karena ayahnya Tony saat ini selalu ada bersamanya dan selalu membantunya mengurus sang buah hati.“Ayah,” ucap Kinan lembut, ia tidak melihat Tony setelah sholat subuh. “Apa Ayah ketiduran, ya?” gumammya.Kinan berjalan pelan menuju kamar ayahnya, pintu sedikit terbuka. Ia melihat Tony sedang dalam posisi sujud. Ia mengernyitkan kening dan tersenyum, melihat betapa khusyuk ayahnya dalam sholat. Tony memang dikenal sebagai sosok yang sangat taat beribadah beberapa bulan terakhir ini, dan Tony mengatakan selalu menemukan ketenangan dalam setiap doanya.Kinan memutuskan untuk duduk di dekat pintu, menunggu ayahnya selesai sholat. Ia membuka ponselnya, mengecek beberapa pesan, lalu memandang kembali ke arah Tony. Setengah jam berlalu, namun posisi Tony tidak berubah sedikit pun."Ayah,
***Waktu cepat berlalu dan sudah empat bulan usia kehamilan Kinan saat ini, dan kebahagiaan yang ia rasakan semakin bertambah saat dokter menyatakan bahwa ia sudah bisa bepergian dengan pesawat udara. Pagi itu, Kinan dengan semangat memberitahukannya pada adik iparnya, Vincent agar membantunya untuk membeli tiket pesawat ke Madinah esok hari, pria itu sangat senang dan ia langsung memesan dua tiket untuk kakak iparnya dan juga Tony. Lalu, Kinan juga mengabarkan berita baik ini kepada ayahnya, Tony."Ayah, dokter bilang aku sudah bisa bepergian dengan pesawat!" seru Kinan penuh antusias saat memasuki kamar ayahnya.Tony yang sedang sibuk membaca laporan kerja dari salah satu karyawannya di gerai mengangkat kepalanya dan tersenyum melihat putrinya yang berseri-seri. "Benarkah, sayang? Itu berita yang luar biasa, Nak!" jawabnya sambil berdiri dan memeluk Kinan."Aku ingin menyusul Ludwig ke Madinah, Ayah. Aku ingin memberinya kejutan. Dia tidak akan tahu bahwa aku akan datang, aku suda
***Ludwig dan Kinan duduk berdampingan di sofa, wajah mereka berseri-seri memandangi layar ponsel yang menampilkan wajah Patricia yang kelelahan namun bahagia. Di pelukannya, tampak seorang bayi perempuan yang mungil dan menggemaskan, masih dengan selimut rumah sakit membungkus tubuh kecilnya. Patricia tersenyum lebar, jelas bangga dan penuh kasih sayang terhadap putrinya yang baru lahir."Patricia, dia sangat cantik!" seru Kinan dengan suara penuh haru. "Selamat, kamu sudah menjadi ibu dua anak sekarang."Patricia tertawa lembut. "Terima kasih, Kinan. Aku merasa seperti hidupku baru saja dimulai. Lihatlah betapa mungilnya dia. Apalagi aku selalu mengharapkan menggendong bayi perempuan."Ludwig menatap bayi itu dengan mata berbinar. "Dia benar-benar anugerah, Patricia. Selamat sekali lagi. Kami sangat bahagia untukmu."Patricia mengangguk dengan wajah penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Ludwig. Kami tidak sabar untuk kalian bertemu dengannya langsung."“Dan kami ada berita bagus untukm
***Ludwig berdiri di depan cermin besar, merapikan dasi hitamnya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Malam ini adalah malam istimewa yang telah ia rencanakan dengan seksama. Ia telah menyewa sebuah restoran mahal dan mewah secara privat hanya untuk makan malam romantis bersama sang istri, Kinan. Semuanya telah disiapkan, dari makanan terbaik hingga dekorasi yang indah, semua dirancang untuk membuat Kinan merasa sangat istimewa. Apalagi Kinan yang memintanya dan sang istri akhir-akhir berubah jadi istri yang manja dan mudah cemburuan, perubahan itu membuatnya terkejut, tapi ia sangat menyukainya karena Kinan semakin menggemaskan di matanya.Pintu kamar terbuka, dan Kinan muncul dengan gamis indah berwarna merah yang anggun. Mata Ludwig berbinar melihat kecantikan istrinya. "Sayangku, kamu terlihat menakjubkan," katanya dengan penuh kagum.Kinan tersenyum malu-malu. "Terima kasih, sayang. Suamiku juga terlihat sangat tampan. Apakah ka
***“Sayang, bagaimana sekarang? Kamu sudah tidak pusing lagi?” tanya Ludwig.Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia menatap suaminya dengan tatapan tak terbaca.Ludwig mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang tidak biasa dari diri Kinan, “Ada apa, sayang? Mau bicara sesuatu?” tanyanya.Kinan langsung memeluk suaminya dan hal itu tentu saja membuat Ludwig terkejut karena dari kemarin istrinya itu sangat manja, terlebih lagi Kinan bisa marah saat ia lupa memberi kabar karena kemarin sangat sibuk mengurus segala hal di keluarga Schlossberg.“Sayang, kalau ada salah aku minta maaf. Lebih baik kamu marah saja sama aku daripada mendiamkanku seperti ini. Aku nggak bisa kalau kamu mendiamkanku,” ucap Ludwig.Kinan melepaskan pelukannya dan tersenyum menatap suaminya, “Mana bisa aku marah sama suamiku, kalau sebal ya paling dikit,” balasnya.“Ada apa?” tanya Ludwig.“Bagaimana urusan kamu dengan Leo? Terus ke depannya, semua yang dimiliki keluarga Schlossberg bena-benar kamu le
***Leonardo duduk sendirian di dalam sel tahanan, tatapan kosongnya terpaku pada dinding dingin yang menyelimutinya. Wajahnya pucat dan lesu, air mata tak terbendung meluncur turun membasahi pipinya. Hati dan pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang tak terperi."Dulu, segala sesuatunya begitu indah," gumam Leonardo dalam diam, suaranya serak oleh rintihan tangisnya yang terdengar. "Keluarga, cinta, kebahagiaan. Semuanya hancur oleh rasa iri dan kebencianku."Ingatan akan masa lalu datang menghantamnya seperti gelombang yang ganas. Dia mengingat senyum kedua orang tua dan juga saudara-saudaranya, kehangatan keluarga yang pernah dirasakannya. Namun, kebencian dan niat jahatnya terhadap Ludwig telah mengubah segalanya."Dosaku terlalu besar," bisik Leonardo dengan suara tercekik oleh air mata. "Aku telah merusak segalanya dengan tangan sendiri. Bagaimana aku bisa begitu buta dan bodoh? Dia kakakku, tapi aku ingin menghancurkannya karena aku terlalu iri dan cemburu padanya."Vincent, adi
***“Kau memintaku meminta maaf padanya? Apa kau juga akan pergi meninggalkanku?” tanya Lenardo.“Aku sangat mencintai kalian dan juga menghormati kalian sebagai kakakku dan panutanku. Tapi, jika kau melakukan kejahatan, aku tidak bisa diam saja. Aku membencinya, aku tidak suka kalau kita menyakiti satu sama lainnya,” balas Vincent.Leonardo terdiam sejenak, pria itu masih terus memikirkan kegagalan rencananya. Dia merasa marah pada dirinya sendiri karena telah membiarkan Ludwig menghancurkan segalanya.“Aku tidak peduli, Vincent. Meski akua da ikatan darah dengannya, aku tidak akan membiarkan dia menghancurkanku,” tukas Leonardo."Apa yang kamu lakukan, Leo?" tanya Vincent agak khawatir.Leonardo menatap Vincent dengan sedikit ketegangan. "Aku hanya berusaha untuk melindungi apa yang milikku, Vincent. Kamu tidak akan mengerti. Selama ini, selama belasan tahun aku yang berjuang untuk keluarga ini, aku tidak mau dia mengambilnya dengan mudah!"Vincent menggeleng, ekspresinya penuh den
***Anne duduk di kursi dengan tubuh yang gemetar, tangisannya tak kunjung reda. Kendrick, suaminya, berdiri di hadapannya dengan ekspresi kecewa yang sulit untuk disembunyikan."Aku minta maaf, Kendrick," bisik Anne di antara tangisannya. "Aku tidak bermaksud melukaimu. Kejadian ini buka mauku, kamu harus percaya padauk."Kendrick hanya mengangguk, wajahnya tetap keras. "Apakah semua ini benar-benar karena ancaman dari Leonardo?" tanyanya, suaranya terdengar rapuh.Anne terkejut saat suaminya mengetahui semuanya, ia menundukkan kepala, "Ya, Kendrick. Aku tidak punya pilihan. Dia mengancam akan menghancurkan segalanya jika aku tidak melakukan apa yang dia katakan."Kendrick menghela napas panjang, mencoba meredakan kekecewaannya. "Jadi, semua ini karena ancaman dari pria itu?"Anne mengangguk, mencoba menatap mata suaminya, tapi ia tidak mampu. "Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, Kendrick. Aku berharap kau bisa memaafkanku."Kendrick tetap diam, merenungkan semua yang telah t
***Ludwig menatap Kinan dengan perasaan bersalah, “Sayang, ,maafkan aku… ““Kenapa kamu meminta maaf?” Kinan bertanya balik.Ludwig duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap hampa ke luar jendela, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan penyesalannya. Kinan berdiri di dekatnya, menatap pria itu dengan tatapan lembut.“Masalah tadi,” balas pria itu, namun ia bingung bagaimana untuk memulainya, ia hanya takut membuat istrinya terluka."Ludwig," panggil Kinan, suaranya lembut dan penuh dengan kehangatan.Ludwig menoleh, ekspresinya terlihat tegang. "Aku benar-benar minta maaf, Kinan. Aku tidak sengaja melihat apa yang seharusnya tidak aku lihat. Aku tidak bermaksud..."Kinan segera mengangkat tangannya untuk membuat Ludwig diam. "Tidak perlu banyak bicara, Ludwig," ujarnya dengan lembut. "Aku mengerti bahwa itu adalah situasi yang sulit."Ludwig menarik napas lega, tetapi rasa bersalah masih menghantuinya. "Aku akan selalu menyesalinya. Aku tidak ingin menyakitimu, Anne… aku