***
“Kamu akan dijemput besok, Kinan. Kamu akan menikah dan mereka sudah membelimu sepuluh miliar!” Wina tersenyum licik melihat anak tirinya itu.
Badai itu selalu ada untuk Kinan, kebahagiaannya saat kecil terenggut terlalu lama saat sang ibu pergi dan saat Wina hadir di kehidupannya, ia merasa dunia ini tak adil untuknya. Saat ini, Kinan wajahnya pucat, dan matanya yang sebelumnya berbinar-binar kini dipenuhi ketakutan. Ia berdiri di tengah ruangan keluarga, dikelilingi oleh orang-orang yang seharusnya memberinya cinta dan perlindungan. Namun, kini mereka menjadi penyebab keputusasaannya.
"Ayah, ibu, kenapa kalian bisa melakukan ini padaku? Mengapa kalian menjualku kepada pria asing?" tanya Kinan dengan suara yang bergetar.
Tony menundukkan kepalanya, menahan rasa bersalah yang terpancar dari matanya. Ia tahu kalau keputusan ini tidak benar, namun Wina selalu mendesaknya agar Kinan lah yang dikorbankan untuk menikah dengan pria monster bernama Ludwig itu.
"Kinan, kita tidak punya pilihan. Hutang ini seperti setan yang menghantui kita. Hanya dengan kamu menikah dengan pria itu, kita akan hidup dengan tenang dan kamu juga bisa membeli apapun setelah menjadi istrinya, dia itu pria yang kaya raya,” balas Tony dengan suara yang meyakinkan.
"Tapi Ayah, aku bisa bekerja keras untuk membayar hutang ini. Tolong, jangan jual aku! Aku pasti akan mengambil banyak pekerjaan agar semua hutang kita segera lunas!” ucap Kinan dengan tangisannya yang pecah.
Namun, Wina - ibu tirinya, seorang wanita yang sebelumnya berperan sebagai ibu yang penyayang, meraih lengan Kinan dengan kasar dan menarik jilbab perempuan itu ke depan.
"Jangan berpura-pura, Kinan. Kau ini membawa sial bagi keluarga kita. Ini satu-satunya cara untuk membersihkan dosa-dosamu,” hardik Wina dengan tatapan dingin.
"Tapi aku tidak tahu apa-apa! Kenapa Ibu selalu menyebut kalau aku ini anak sial dan juga anak yang jadi beban untuk keluarga? Ibu bahkan tahu kalau aku bekerja siang dan malam hanya untuk keluarga ini, aku bahkan harus sampai putus sekolah karena ingin menghasilkan banyak uang agar keluarga ini tidak kekurangan,” balas Kinan dengan terisak.
Wina kesal mendengar jawaban Kinan, lalu ia menarik jilbab Kinan lagi dengan kasar. "Kau harus menerima takdirmu, Kinan. Kau akan menjadi tumbal untuk menyelamatkan keluarga ini."
Kinan mencoba memohon pada ayahnya sekali lagi, tetapi tatapan ayahnya tidak mampu memutar balik keputusan yang sudah diambil.
"Maafkan Ayah, Kinan. Ini untuk kebaikan kita semua." Tony mengatakannya dengan sedikit tegas,
Kinan hanya menangis dan tubuhnya merasa gemetar luar biasa mendapati hidupnya harus berakhir seperti ini. Menikah dengan pria yang tidak ia cintai dan juga menjadi istri yang bernilai sepuluh milliar. Bagaimana bisa ayahnya sekejam itu menjualnya? Kinan juga tidak tahu, bagaimana sosok pria yang akan jadi suaminya itu? Bisakah suaminya itu membuatnya lebih taat pada Allah?
***
Beberapa hari kemudian, Kinan mendapati dirinya dalam sebuah pernikahan yang menakutkan. Ia menjadi istri ketiga dari seorang pria bertopeng yang konon dianggap sebagai pria keturunan bangsawan terbuang dan diasingkan ke Indonesia, dan pria itu terkenal akan kekejamannya. Ia terjebak dalam situasi yang tak ia inginkan, dihadapkan pada nasib yang kelam.
"Kinan, siapa tahu, mungkin kau akan memiliki nasib yang lebih baik daripada istri-istri sebelummu. Tapi jangan berharap terlalu banyak karena kedua istrinya Ludwig sebelumnya sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya,” ucap Wina dengan sinis.
“Ah, Bu. Aku lupa kalau Ludwig ini konon mempunyai wajah yang buruk dan juga cacat untuk itu dia selalu memakai topeng di wajahnya. Dia adalah seorang keturunan bangsawan dari Jerman dan dibuang, untuk itu dia mengasingkan diri di negara kita. Mungkin malam pertama nanti akan terasa berbeda untuk Kinan. Aku sangat terharu dan berharap kamu menikmati malam pertamamu dengan suka cita,” timpal Anggun dengan sengaja.
Kinan tidak peduli dan ia sudah mati rasa, saat ini Kinan dipandang oleh para tamu yang menatapnya dengan tanda tanya di mata mereka. Beban derita dan ketidakpastian masa depan menekan bahunya. Ia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi, dan takdirnya telah ditentukan oleh keputusan yang kejam dan tanpa belas kasihan.
Setelah acara akad nikah selesai dan saat ini Kinan berada di kediaman Ludwig, suaminya. Kinan duduk di tepi tempat tidur, matanya memancarkan ketakutan yang tak terbendung. Ludwig, suaminya yang wajahnya selalu tersembunyi di balik topeng misteriusnya, berdiri di sisi yang lain dari kamar tidur yang megah. Suara langkah-langkahnya menggema di seluruh ruangan.
"Jangan terlalu lama menghabiskan waktu, Kinan. Malam ini adalah malam pertama kita sebagai suami istri,” ucap Ludwig dengan nada dingin.
Kinan mengangguk dengan gemetar, mencoba menahan air mata yang sudah bersiap-siap untuk tumpah.
"Saya... saya tidak meminta ini. Saya tidak ingin menikah denganmu, jadi… “ Kinan mengatakannya dengan suara serak.
Ludwig tersenyum sinis di balik topengnya. "Kau lupa, Kinan, bahwa kau di sini karena dijual oleh orang tuamu. Kau tak memiliki pilihan. Kau adalah istri yang sudah dibeli oleh uangku, jadi patuhlah padaku!"
Kinan meremas kain gaun pernikahannya erat-erat, mencoba menemukan sedikit kenyamanan dalam genggaman itu. Air mata yang selama ini ia tahan akhirnya menetes begitu saja. Ludwig berjalan mendekati Kinan dan mencoba mengangkat dagunya dengan lembut.
"Mungkin kau akan menemukan bahwa aku bukanlah monster yang kau kira. Siapa tahu, mungkin kita bisa menemukan jalan kita bersama, malam ini kau akan tahu kalau apa yang akan kuberikan itu menyenangkan,” ucap Ludwig.
“Ya, kamu benar. Ini mungkin sudah jalan dari takdirku dan aku juga tidak peduli kamu monster atau bukan karena setelah akad terucap, kamu adalah suamiku. Suami yang harus aku patuhi,” balas Kinan.
Ludwig tak mengatakan apa-apa lagi, ia hanya terdiam menatap Kinan yang wajahnya masih tertunduk dan Tak lama kemudian, Ludwig duduk di sisi tempat tidur. Malam semakin dalam, dan suasana kamar terasa semakin hening. Ludwig mencoba menggenggam tangan Kinan, tetapi Kinan menarik tangannya perlahan.
"Jangan menyentuhku. Aku belum siap,” ucap Kinan dengan suara pelan.
“Kau tak punya pilihan, sudah aku bilang kalau kau harus patuh karena kau adalah barang yang sudah dibeli olehku! Jika menolaknya, maka keluargamu akan merasakan akibatnya,” balas Ludwig dengan dingin.
Kinan merenung sejenak sebelum akhirnya mengangguk, membiarkan Ludwig menyentuh tangannya dan secara perlahan membuka jilbab yang ia pakai. Perempuan itu terdiam, merenungkan takdir yang mempertemukan ia dengan pria asing dalam pernikahan yang terasa seperti kutukan, namun ia harus menerima takdirnya.
Dinginnya malam merayapi kamar itu dan Kinan memejamkan matanya dan berharap malam ini hanyalah mimpi buruk baginya.
***
Kinan terbangun dari tidurnya yang gelisah. Tubuhnya terasa sakit luar biasa, dan ia menyadari bahwa malam pertama pernikahannya telah berlalu. Kamar yang seharusnya dipenuhi kehangatan cinta kini terasa dingin dan sunyi.
Kinan bergeser dari tempat tidurnya, mencari penjelasan atas kondisi yang ia alami. Ia membuka pintu kamar dan menemukan dirinya seorang diri di lorong gelap. Kilatan cahaya rembulan yang redup menyoroti jalur misterius yang mengarah ke arah yang tidak diketahuinya.
Kinan langsung masuk ke kamarnya dan juga mengambil air wudhu karena sebentar lagi adzan subuh akan berkumandang. Ia berdiri di tengah kamar, merapatkan mukena di sekeliling tubuhnya, dan menundukkan kepala dalam sujudnya. Doa dan tangisannya terbaur dalam kesunyian malam.
"Ya Allah, tolonglah aku melewati ujian ini. Jangan biarkan aku kehilangan diriku dalam bayang-bayang ketidakpastian ini dan jika memang takdir hamba seperti ini, maka kuatkan hamba dan jadikan hamba istri yang penuh bersyukur dan juga selalu patuh pada suami hamba,” ucap Kinan dengan suara yang pelan.
Setelah selesai sholat subuh, Kinan merasa sedikit lega. Namun, rasa sakit yang menghantui tubuhnya masih membekas. Ia bergegas turun ke dapur, berharap menemukan Ludwig untuk berbagi momen sarapan pertama mereka sebagai pasangan suami istri.
Kinan dengan hati-hati menyiapkan sarapan, mencoba membuat semuanya sempurna. Ketika semuanya siap, Ludwig muncul dari balik pintu dapur dengan topengnya yang misterius.
"Apa yang kau lakukan, Kinan?" tanya Ludwig dengan suara yang tajam.
"Aku hanya mencoba menyajikan sarapan untukmu.. Aku ingin membuat pagimu menjadi lebih baik,” balas Kinan dengan pelan.
Ludwig menatap Kinan dengan tatapan tajam. "Jangan berpura-pura, Kinan. Kau tidak perlu mencoba mengundang simpati dariku, kau hanya istri yang aku beli, pernikahan ini bukan karena ada cinta!”
"Aku tahu kalau kamu membeliku, Ludwig. Tapi, aku hanya ingin membuat pernikahan kita lebih baik. Itu yang aku inginkan,” jawab Kinan dengan lembut.
"Jangan mencoba memanipulasi aku, Kinan. Kita harus menjalani pernikahan ini sesuai dengan perjanjian yang sudah dibuat. Jangan sembarangan menyentuh barang-barang di rumah ini tanpa seizinku!” tukas Ludwig dengan tegas.
“Aku tidak seperti itu, Ludwig. Aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai istri. Apa itu salah?”
“Kau hanya menjalankan peran sebagai partnerku di atas ranjang! Selebihnya aku tidak membutuhkan apapun darimu!”
***
***Hari-hari berlalu begitu cepat bagi Kinan, namun sunyi yang melingkupinya tak pernah berkurang. Setiap langkahnya di rumah yang megah ini terasa seperti berjalan di atas bara. Pernikahan dengan Ludwig, pria yang selalu mengenakan topeng misterius itu, menjadi ujian yang tak pernah ia duga. Sunyi yang menyelimutinya seperti malam yang tak kunjung berakhir. Ini memang berat baginya, karena sejatinya pernikahan yang sakral itu tidak ada pemaksaan, namun Kinan harus menerima takdir ini, ia selalu yakin, Allah tidak akan memberi ujian yang mampu ia lewati. Saat ini ia hanya yakin, Allah pasti akan memberikannya cerita indah di waktu yang tepat."Ya Allah, tolonglah aku. Aku takut. Aku merasa sendiri. Pria yang menjadi suamiku saat ini, masih terasa asing bagiku. Ya Allah, jika memang dia adalah pria yang ENGKAU pilihkan untukku, maka lembutkan hatinya dan aku meminta pada-Mu agar hatinya pun terikat denganm-Mu, Allah,” ucap Kinan berdoa.Setiap malam, ketakutan itu kembali menghantuin
***Suasana siang hari di dalam rumah yang megah terasa semakin tegang saat Ludwig memasuki ruang pribadinya. Wajahnya yang biasanya serius kini tampak begitu marah, dan langkahnya keras saat ia mendekati meja makan yang dipenuhi dengan sajian makanan aneh baginya. Namun, saat mata mendapati piring yang disajikan di hadapannya, ia meluapkan amarahnya dengan keras. Ia mendapati Kinan, wanita itu lancang masuk ke ruang kerja pribadinya tanpa izin darinya."Apa ini, Kinan? Apakah kau pikir aku akan menerima makanan dari tanganmu? Kau lancang masuk ke ruang pribadiku, Ha?!" teriak Ludwig dengan penuh amarah.Kinan, yang sebelumnya tengah sibuk menyiapkan hidangan makan siang untuk suaminya, menoleh dengan ekspresi terkejut. Namun, sebelum ia sempat menjawab, tangan kasar Ludwig telah menarik jilbabnya dengan paksa."Jangan pernah berani menyentuh barang-barang pribadiku dengan sembrono seperti ini, Kinan. Kau hanya boneka mainan yang aku beli, dan kapan pun aku bosan, aku bisa membuangmu.
***“Al-Quran? Apa itu?”Kinan tersenyum dan ia lalu menjelaskan, “Al-quran adalah kitab suci untuk umat Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhamammad SAW.”Ludwig tersenyum sinis, mendengarkan penjelasan Kinan dengan ketidakpercayaan yang jelas terlihat di wajahnya."Jadi, sama saja dengan semua agama lainnya. Menjual ayat dan surga, dan mengklaim bahwa kitab suci itu adalah wahyu, padahal kitab suci itu hanya buatan manusia yang menipu manusia bodoh dan menganggap mereka itu adalah nabi atau utusan dari Tuhan." Ludwig mengatakannya dengan sinis."Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT dan bukan buatan manusia. Islam bukan agama buatan manusia, ayat-ayat Al-Quran itu diturunkan tidak sekaligus,” balas Kinan dengan tegas.Namun, Ludwig hanya menggelengkan kepala dengan tidak peduli, “Semua agama sama saja. Hanya untuk kepentingan dan ambisi para penmuka agama dan yang aku tahu agamamu itu identik dengan teroris dan kekerasan. Selalu membuat aturan yang rumit. Misalnya, mewajibkan wanita u
***“Kinan… “Kinan menoleh dan tersenyum menatap sahabatnya yang menghampirinya.“Assalamualaikum, Anna,” ucap Kinan memberi salam dan berdiri dari kursinya .“Walaikumussalam,” balas Anna. Ia menatap sahabatnya dengan campur aduk, banyak hal yang ingin ia tanyakan tentang semua desas-desus yang melanda Kinan akhir-akhir ini, apalagi tentang isu Kinan yang menjadi istri ketiga dari seorang pria kejam yang kaya raya.“Kinan, itu… “ Anna mencoba menjeda ucapannya dan berharap Kinan langsung menjelaskan semuanya padanya.Kinan tersenyum lembut menatap Anna yang memang sedang menunggu penjelasan darinya, “Aku tahu kalau kamu pasti banyak pertanyaan dan meminta aku untuk menjelaskan semuanya, kan?”Anna langsung menganggukan kepalanya.Kinan menghela napas pendek, “Sebelumnya aku minta maaf, Anna. Kejadian ini begitu cepat dan juga ponselku dirusak oleh ibu, untuk itu aku tidak bisa memberitahukanmu, kemarin saat aku mendapatkan ponsel baru, aku kehilangan kontakmu, untuk itu aku datang k
***Kinan melihat rumah yang saat ini ia tempati sangat gelap, ia tahu bahwa Ludwig selalu menyendiri dan juga tidak suka keramaian, namun ia tidak mau membuat rumah ini semakin kelam. Ia mencoba melihat ke sekeliling belakang halaman dan ia tersenyum mempunyai ide untuk menjadikannya halaman itu tanaman agar suasana terasa hangat jika di pagi hari. Kinan juga sudah memikirkan, jika di pagi hari, ia bisa membuat Ludwig jauh lebih baik untuk duduk di taman menatap langit biru dan hamparan bunga yang indah.“Nyonya, ada apa Nyonya ada di sini?” tanya Bu Inah.“Bu, dulu ini taman bunga, kan? kenapa sekarang dibiarkan begini?” Kinan bertanya balik.Bu Inah ingat, dulu saat Ludwig kecil betah di rumah ini jika sedang berlibur ke Indonesia, pasti Ludwig selalu betah menatap bunga-bunga, namun setelah Ludwig menetap di sini, pria itu memintanya untuk menghancurkan taman bunga itu.“Bu, aku ingin membuat taman di sini. Apakah Ibu nanti bisa bantu?” tanya Kinan lembut.“Itu… “ Bu Inah menjawab
***Beberapa jam yang lalu, suasana kamar Kinan terasa sangat panas dengan lenguhan yang lembut, setelah selesai mereka pergi ke ruang makan yang tenang dan terasa sangat sepi. Mereka duduk di meja kayu yang sederhana, di antara aroma kopi yang menggoda dan cuaca yang menyenangkan. Namun, di balik keramaian tersebut, ada kegelisahan yang merayap di dalam hati Kinan.Kinan memegang sendoknya dengan gemetar, matanya terus menatap piringnya tanpa benar-benar melihat apa pun. Dia merasa gugup dan takut untuk mengungkapkan keinginannya pada Ludwig. Tapi, dia tahu, dia harus melakukannya."Ludwig," ucapnya akhirnya, suaranya terdengar gemetar.Ludwig menoleh padanya, matanya menatap tajam ke arah Kinan. "Apa yang ada di pikiranmu?" tanyanya dengan nada serius.Kinan menelan ludahnya, mencoba menyingkirkan ketakutannya. "Aku ingin berbicara padamu tentang kebun belakang," ucapnya perlahan.Wajah Ludwig berkerut di balik topengnya, dia bisa merasaka
*** Dua bulan kemudian… Di sudut ruangan yang redup, Kinan duduk dengan tubuhnya yang tegang di tepi tempat tidur. Cahaya remang membelai wajahnya yang pucat, menyoroti setiap kerutan di dahi yang mengisyaratkan kegelisahan batin. Bu Inah, seorang asisten rumah tangga yang setia melayani Ludwig dikediaman pria itu, memasuki ruangan dengan langkah ringan. Tangannya membawa segelas air putih dan sebuah pil kecil berwarna putih.“Bu Inah, aku malah ketiduran setelah sholat subuh,” ucap Kinan, ia memang lelah luar biasa karena semalam dibuat tidak bisa beristirahat karena Ludwig. Tubuhnya terasa kaku.“Iya, Nyonya. Saya masuk ke kamar Nyonya atas perintah Tuan Ludwig,” balas Bu Inah dengan senyum yang kikuk.“Ada apa?” tanya Kinan."dr. Lisa memberi ini untukmu, Nyonya Kinan," ucap Bu Inah dengan suara lembut, menyodorkan pil kontrasepsi pada Kinan.Kinan menatap pil itu sebentar
***Patricia memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong, mengamati lahan kosong yang terhampar luas di halaman belakang kediaman Ludwig yang saat ini seperti tidak mempunyai kehidupan. Dia merasa getir dalam hati saat melihat keadaan Ludwig yang semakin terisolasi di dalam kediamannya sendiri. Pria itu hanya memberi perintah pada asistennya, Mark untuk mengatur semua bisnisnya di Indonesia dan Ludwig selalu menghabiskan seluruh harinya di kediaman yang saat ini sangat gelap, pria itu selalu mengunci diri di ruangan pribadinya.Dengan langkah ragu, Patricia melangkah menuju ruang keluarga di salah satu kediaman milik keluarga von Schlossberg yang memang diperuntukkan untuk Ludwig. Dia tahu bahwa bertemu dengan Ludwig tidak akan pernah mudah, terlebih setelah insiden tragis yang membuatnya terpaksa memakai topeng untuk menutupi wajahnya yang terbakar dan pria itu menganggapnya sama saja dengan keluarga besar lainnya yang menertawakannya dan mengatakan kalau keberadaan Ludwig adala
***Lima bulan berlalu...Kinan sedang memangku bayi mungil di depan rumahnya. Rumah yang beberapa bulan ini ia tempati bersama suaminya, Arthur. Dan tentu saja Tony, ayahnya menemaninya. Ia merasa bahagia karena ayahnya Tony saat ini selalu ada bersamanya dan selalu membantunya mengurus sang buah hati.“Ayah,” ucap Kinan lembut, ia tidak melihat Tony setelah sholat subuh. “Apa Ayah ketiduran, ya?” gumammya.Kinan berjalan pelan menuju kamar ayahnya, pintu sedikit terbuka. Ia melihat Tony sedang dalam posisi sujud. Ia mengernyitkan kening dan tersenyum, melihat betapa khusyuk ayahnya dalam sholat. Tony memang dikenal sebagai sosok yang sangat taat beribadah beberapa bulan terakhir ini, dan Tony mengatakan selalu menemukan ketenangan dalam setiap doanya.Kinan memutuskan untuk duduk di dekat pintu, menunggu ayahnya selesai sholat. Ia membuka ponselnya, mengecek beberapa pesan, lalu memandang kembali ke arah Tony. Setengah jam berlalu, namun posisi Tony tidak berubah sedikit pun."Ayah,
***Waktu cepat berlalu dan sudah empat bulan usia kehamilan Kinan saat ini, dan kebahagiaan yang ia rasakan semakin bertambah saat dokter menyatakan bahwa ia sudah bisa bepergian dengan pesawat udara. Pagi itu, Kinan dengan semangat memberitahukannya pada adik iparnya, Vincent agar membantunya untuk membeli tiket pesawat ke Madinah esok hari, pria itu sangat senang dan ia langsung memesan dua tiket untuk kakak iparnya dan juga Tony. Lalu, Kinan juga mengabarkan berita baik ini kepada ayahnya, Tony."Ayah, dokter bilang aku sudah bisa bepergian dengan pesawat!" seru Kinan penuh antusias saat memasuki kamar ayahnya.Tony yang sedang sibuk membaca laporan kerja dari salah satu karyawannya di gerai mengangkat kepalanya dan tersenyum melihat putrinya yang berseri-seri. "Benarkah, sayang? Itu berita yang luar biasa, Nak!" jawabnya sambil berdiri dan memeluk Kinan."Aku ingin menyusul Ludwig ke Madinah, Ayah. Aku ingin memberinya kejutan. Dia tidak akan tahu bahwa aku akan datang, aku suda
***Ludwig dan Kinan duduk berdampingan di sofa, wajah mereka berseri-seri memandangi layar ponsel yang menampilkan wajah Patricia yang kelelahan namun bahagia. Di pelukannya, tampak seorang bayi perempuan yang mungil dan menggemaskan, masih dengan selimut rumah sakit membungkus tubuh kecilnya. Patricia tersenyum lebar, jelas bangga dan penuh kasih sayang terhadap putrinya yang baru lahir."Patricia, dia sangat cantik!" seru Kinan dengan suara penuh haru. "Selamat, kamu sudah menjadi ibu dua anak sekarang."Patricia tertawa lembut. "Terima kasih, Kinan. Aku merasa seperti hidupku baru saja dimulai. Lihatlah betapa mungilnya dia. Apalagi aku selalu mengharapkan menggendong bayi perempuan."Ludwig menatap bayi itu dengan mata berbinar. "Dia benar-benar anugerah, Patricia. Selamat sekali lagi. Kami sangat bahagia untukmu."Patricia mengangguk dengan wajah penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Ludwig. Kami tidak sabar untuk kalian bertemu dengannya langsung."“Dan kami ada berita bagus untukm
***Ludwig berdiri di depan cermin besar, merapikan dasi hitamnya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Malam ini adalah malam istimewa yang telah ia rencanakan dengan seksama. Ia telah menyewa sebuah restoran mahal dan mewah secara privat hanya untuk makan malam romantis bersama sang istri, Kinan. Semuanya telah disiapkan, dari makanan terbaik hingga dekorasi yang indah, semua dirancang untuk membuat Kinan merasa sangat istimewa. Apalagi Kinan yang memintanya dan sang istri akhir-akhir berubah jadi istri yang manja dan mudah cemburuan, perubahan itu membuatnya terkejut, tapi ia sangat menyukainya karena Kinan semakin menggemaskan di matanya.Pintu kamar terbuka, dan Kinan muncul dengan gamis indah berwarna merah yang anggun. Mata Ludwig berbinar melihat kecantikan istrinya. "Sayangku, kamu terlihat menakjubkan," katanya dengan penuh kagum.Kinan tersenyum malu-malu. "Terima kasih, sayang. Suamiku juga terlihat sangat tampan. Apakah ka
***“Sayang, bagaimana sekarang? Kamu sudah tidak pusing lagi?” tanya Ludwig.Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia menatap suaminya dengan tatapan tak terbaca.Ludwig mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang tidak biasa dari diri Kinan, “Ada apa, sayang? Mau bicara sesuatu?” tanyanya.Kinan langsung memeluk suaminya dan hal itu tentu saja membuat Ludwig terkejut karena dari kemarin istrinya itu sangat manja, terlebih lagi Kinan bisa marah saat ia lupa memberi kabar karena kemarin sangat sibuk mengurus segala hal di keluarga Schlossberg.“Sayang, kalau ada salah aku minta maaf. Lebih baik kamu marah saja sama aku daripada mendiamkanku seperti ini. Aku nggak bisa kalau kamu mendiamkanku,” ucap Ludwig.Kinan melepaskan pelukannya dan tersenyum menatap suaminya, “Mana bisa aku marah sama suamiku, kalau sebal ya paling dikit,” balasnya.“Ada apa?” tanya Ludwig.“Bagaimana urusan kamu dengan Leo? Terus ke depannya, semua yang dimiliki keluarga Schlossberg bena-benar kamu le
***Leonardo duduk sendirian di dalam sel tahanan, tatapan kosongnya terpaku pada dinding dingin yang menyelimutinya. Wajahnya pucat dan lesu, air mata tak terbendung meluncur turun membasahi pipinya. Hati dan pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang tak terperi."Dulu, segala sesuatunya begitu indah," gumam Leonardo dalam diam, suaranya serak oleh rintihan tangisnya yang terdengar. "Keluarga, cinta, kebahagiaan. Semuanya hancur oleh rasa iri dan kebencianku."Ingatan akan masa lalu datang menghantamnya seperti gelombang yang ganas. Dia mengingat senyum kedua orang tua dan juga saudara-saudaranya, kehangatan keluarga yang pernah dirasakannya. Namun, kebencian dan niat jahatnya terhadap Ludwig telah mengubah segalanya."Dosaku terlalu besar," bisik Leonardo dengan suara tercekik oleh air mata. "Aku telah merusak segalanya dengan tangan sendiri. Bagaimana aku bisa begitu buta dan bodoh? Dia kakakku, tapi aku ingin menghancurkannya karena aku terlalu iri dan cemburu padanya."Vincent, adi
***“Kau memintaku meminta maaf padanya? Apa kau juga akan pergi meninggalkanku?” tanya Lenardo.“Aku sangat mencintai kalian dan juga menghormati kalian sebagai kakakku dan panutanku. Tapi, jika kau melakukan kejahatan, aku tidak bisa diam saja. Aku membencinya, aku tidak suka kalau kita menyakiti satu sama lainnya,” balas Vincent.Leonardo terdiam sejenak, pria itu masih terus memikirkan kegagalan rencananya. Dia merasa marah pada dirinya sendiri karena telah membiarkan Ludwig menghancurkan segalanya.“Aku tidak peduli, Vincent. Meski akua da ikatan darah dengannya, aku tidak akan membiarkan dia menghancurkanku,” tukas Leonardo."Apa yang kamu lakukan, Leo?" tanya Vincent agak khawatir.Leonardo menatap Vincent dengan sedikit ketegangan. "Aku hanya berusaha untuk melindungi apa yang milikku, Vincent. Kamu tidak akan mengerti. Selama ini, selama belasan tahun aku yang berjuang untuk keluarga ini, aku tidak mau dia mengambilnya dengan mudah!"Vincent menggeleng, ekspresinya penuh den
***Anne duduk di kursi dengan tubuh yang gemetar, tangisannya tak kunjung reda. Kendrick, suaminya, berdiri di hadapannya dengan ekspresi kecewa yang sulit untuk disembunyikan."Aku minta maaf, Kendrick," bisik Anne di antara tangisannya. "Aku tidak bermaksud melukaimu. Kejadian ini buka mauku, kamu harus percaya padauk."Kendrick hanya mengangguk, wajahnya tetap keras. "Apakah semua ini benar-benar karena ancaman dari Leonardo?" tanyanya, suaranya terdengar rapuh.Anne terkejut saat suaminya mengetahui semuanya, ia menundukkan kepala, "Ya, Kendrick. Aku tidak punya pilihan. Dia mengancam akan menghancurkan segalanya jika aku tidak melakukan apa yang dia katakan."Kendrick menghela napas panjang, mencoba meredakan kekecewaannya. "Jadi, semua ini karena ancaman dari pria itu?"Anne mengangguk, mencoba menatap mata suaminya, tapi ia tidak mampu. "Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, Kendrick. Aku berharap kau bisa memaafkanku."Kendrick tetap diam, merenungkan semua yang telah t
***Ludwig menatap Kinan dengan perasaan bersalah, “Sayang, ,maafkan aku… ““Kenapa kamu meminta maaf?” Kinan bertanya balik.Ludwig duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap hampa ke luar jendela, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan penyesalannya. Kinan berdiri di dekatnya, menatap pria itu dengan tatapan lembut.“Masalah tadi,” balas pria itu, namun ia bingung bagaimana untuk memulainya, ia hanya takut membuat istrinya terluka."Ludwig," panggil Kinan, suaranya lembut dan penuh dengan kehangatan.Ludwig menoleh, ekspresinya terlihat tegang. "Aku benar-benar minta maaf, Kinan. Aku tidak sengaja melihat apa yang seharusnya tidak aku lihat. Aku tidak bermaksud..."Kinan segera mengangkat tangannya untuk membuat Ludwig diam. "Tidak perlu banyak bicara, Ludwig," ujarnya dengan lembut. "Aku mengerti bahwa itu adalah situasi yang sulit."Ludwig menarik napas lega, tetapi rasa bersalah masih menghantuinya. "Aku akan selalu menyesalinya. Aku tidak ingin menyakitimu, Anne… aku