***
Suasana siang hari di dalam rumah yang megah terasa semakin tegang saat Ludwig memasuki ruang pribadinya. Wajahnya yang biasanya serius kini tampak begitu marah, dan langkahnya keras saat ia mendekati meja makan yang dipenuhi dengan sajian makanan aneh baginya. Namun, saat mata mendapati piring yang disajikan di hadapannya, ia meluapkan amarahnya dengan keras. Ia mendapati Kinan, wanita itu lancang masuk ke ruang kerja pribadinya tanpa izin darinya.
"Apa ini, Kinan? Apakah kau pikir aku akan menerima makanan dari tanganmu? Kau lancang masuk ke ruang pribadiku, Ha?!" teriak Ludwig dengan penuh amarah.
Kinan, yang sebelumnya tengah sibuk menyiapkan hidangan makan siang untuk suaminya, menoleh dengan ekspresi terkejut. Namun, sebelum ia sempat menjawab, tangan kasar Ludwig telah menarik jilbabnya dengan paksa.
"Jangan pernah berani menyentuh barang-barang pribadiku dengan sembrono seperti ini, Kinan. Kau hanya boneka mainan yang aku beli, dan kapan pun aku bosan, aku bisa membuangmu. Jangan lupa tentang statusmu! Kau hanya wanita yang kubeli!" ucap Ludwig dengan suara yang dingin.
"Maafkan aku, Ludwig. Aku hanya ingin menyediakan makanan siang yang terbaik untukmu, aku juga hanya masuk ke sini untuk menyimpan makan siang saja,” balas Kinan, suaranya masih terdengar tenang.
Ludwig hanya tersenyum sinis, tatapannya menusuk tajam ke arah Kinan.
"Jangan sekali-kali merasa bahwa kau bisa mengambil hatiku hanya karena menyediakan sarapan pagi untukku. Kau pikir aku bisa luluh hanya dengan hal itu?"
Kinan terdiam, memandang Ludgwig dengan kebingungan dan sedikit ketakutan. Namun, sebelum ia bisa menanggapi lebih lanjut, suaminya itu berkata lagi dengan dingin.
"Jika kau ingin merasa berguna, lakukanlah tugas-tugasmu dengan baik. Kau hanya harus patuh saat aku memintanya, aku tak sudi semua barang-barangku disentuh oleh orang asing, tanganmu kotor!” ucap Ludwig.
Tanpa menunggu jawaban dari Kinan, Ludwig berdiri dan mendekatinya dengan langkah yang penuh ancaman.
"Aku tidak sudi jika harus bersentuhan dengan barang yang sudah aku beli. Aku akan menyentuhmu jika aku menginginkannya, dan jika aku muak, aku tidak akan menyentuhmu. Kau harus ingat statusmu, Kinan. Kau hanya boneka mainan yang kumainkan saat aku mau!”
Dengan kasar, Ludwig menarik Kinan keluar dari ruang pribadinya, mendorongnya dengan keras sehingga membuatnya hampir terjatuh. Kinan merasakan tubuhnya sakit, namun yang lebih menyakitkan adalah perasaannya yang hancur oleh perlakuan suaminya.
"Ya Allah, ampunilah aku. Aku hanya ingin menjadi istri yang baik baginya. Kuatkan hatiku dan lembutkan hati suamiku,” batin Kinan berdoa dalam hatinya.
Dalam kegelapan yang menyelimuti hatinya, Kinan hanya bisa berharap bahwa suatu hari cahaya akan menyinari jalan yang gelap ini dan juga menyinari hati suaminya yang belum menemukan setitik cahaya.
***
Bu Inah melangkah dengan hati-hati menuju tempat cuci piring, tempat Kinan tengah sibuk membersihkan peralatan makan. Dia merasakan adanya ketegangan di udara, menandakan bahwa Kinan mungkin kembali mendapat amarah dari Ludwig.
"Maaf, Nyonya Kinan. Ini sudah menjadi tugas saya. Nyonya tidak usah bersih-bersih, apalagi sampai cuci piring begini," ucap Bu Inah dengan sopan.
Kinan mengangkat kepalanya, tersenyum lembut pada Bu Inah. “Tidak apa-apa, Bu Inah. Saya hanya suka bersih-bersih. Ini juga hanya cuci piring saja."
Bu Inah menatap Kinan dengan penuh perhatian, mengetahui bahwa Kinan mungkin baru saja mengalami sesuatu. Ia mendengar bagaimana Arthur berteriak pada Kinan. Hatinya tersentuh karena ia tahu Kinan berbeda dari istri-istri sebelumnya.
"Bisakah kita bicara sebentar, Nyonya Kinan? Saya ingin bicara dengan Nyonya," bisik Bu Inah.
Kinan mengangguk, dan mereka berdua keluar menuju taman belakang. Di sana, di bawah sinar matahari sore yang lembut, mereka duduk di bangku taman yang terbuat dari kayu.
"Saya mengenal Tuan Ludwig sejak kecil. Dia adalah anak dari salah satu bangsawan dari Jerman, keluarga Scholossberg. Mereka memiliki banyak rumah dan usaha di Jakarta dan Bali. Jika liburan ke Indonesia, keluarga Scholossberg sering ke sini dan saya memang bertugas mengurus rumah ini dari dulu. Namun, selama sepuluh tahun terakhir, Tuan Ludwig memilih untuk menyendiri di Jakarta setelah peristiwa kebakaran yang menimpanya di Jerman. Wajahnya rusak parah, dan dia memutuskan untuk memakai topeng sampai saat ini,” ucap Bu Inah.
Kinan mendengarkan dengan seksama, mencoba mencerna semua informasi yang diberikan oleh Bu Inah.
"Meskipun Tuan Ludwig terlihat keras dan dingin, sebenarnya hatinya sangat lembut. Saya hanya berharap Anda bisa sabar menghadapinya. Saya yakin bahwa Nyonya Kinan datang sebagai matahari bagi dunianya yang sudah gelap." Bu Inah tersenyum penuh harap.
Kinan terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Bu Inah.
"Saya Insya Allah akan sabar karena Ludwig adalah suamiku, Bu Inah. Saya akan tetap patuh dan setia di sisinya."
Bu Inah mengangguk, ia tahu bahwa Kinan memang wanita yang berbeda.
Namun, pertanyaan lain masih memenuhi pikiran Kinan. "Bu Inah, apakah... apakah Ludwig mempunyai agama? Agama apa yang dia anut? Saya bertanya, karena saya ingin suami saya satu iman dengan agama yang saya anut, Bu Inah mungkin tahu alasan saya dan Ludwig menikah."
Bu Inah tersenyum hampa. " Sebenarnya Tuan Ludwig adalah seorang atheis. KTP-nya beragama Islam karena menikah dengan Anda agar pernikahan itu sah."
Tangis hampa tercekat di tenggorokan Kinan, namun dia mencoba untuk tetap tegar. Suaminya ternyata jauh dari harapannya, dulu ia berharap mendapatkan suami yang pemahaman agamanya lebih baik darinya agar bisa membimbingnya, namun ia tidak bisa melawan takdir, Ludwig adalah suaminya dan ia harus bisa menerimanya dan mungkin jika Allah berkehendak, ia ingin mengenalkan islam pada sang suami dengan pendekatan yang lembut. Lalu, Kinan teringat dengan dua istri Ludwig sebelumnya.
"Bu Inah, apakah... saya mendengar bahwa Ludwig sudah pernah memiliki dua istri sebelumnya? Dimana mereka?” tanya Kinan dengan hati-hati.
Bu Inah terdiam, matanya memperlihatkan ekspresi yang berat.
Kinan menangkap tatapan Bu Inah, namun tak ada jawaban yang keluar dari bibir wanita itu. Hanya senyap yang menggelayuti taman belakang itu, membawa denganinya misteri dan pertanyaan yang tak terjawab.
‘Apakah memang kedua istri Ludwig hilang secara misterius?’ batin Kinan dalam hati.
***
Sinar rembulan masih bersinar lembut ketika Kinan bangun dari tidurnya yang nyenyak. Dengan hati yang tenang, dia bangkit dan bergerak ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menjalankan sholat sunah tahajud. Cahaya redup dari lampu kecil memberikan suasana yang tenang saat ia sujud di hadapan-Nya.
"Ya Allah, berikanlah aku kekuatan untuk menjalani hari ini. Jadikanlah hatiku tenang di tengah segala ujian yang Kau berikan,” bisik Kinan dalam sujudnya.
Setelah selesai sholat, Kinan membuka mushaf al-Quran dan mulai melantunkan ayat-ayat suci. Suaranya yang lembut mengalir di udara, membawa kehadiran yang penuh ketenangan.
Di sisi lain rumah, Ludwig tidak bisa tidur dan merasa gelisah. Bayang-bayang air mata Kinan terus saja menghantuinya, membuatnya merasa ada yang aneh di hatinya. Dia melihat jam di mejanya menunjukkan pukul empat pagi. Tanpa ragu, ia memutuskan untuk melihat ke kamar Kinan, mengenakan topengnya untuk berjaga-jaga.
Dengan langkah hati-hati, Ludwig membuka pintu kamar Kinan perlahan-lahan. Namun, samar-samar ada suara yang asing baginya di dalam kamar. Perasaan penasaran membuatnya semakin ingin tahu.
Ketika ia memasuki kamar, ia melihat Kinan sedang duduk dengan tenang, memakai mukena dan menggenggam sebuah buku besar di tangannya. Suara lembutnya mengalir memenuhi ruangan, memecah keheningan malam.
Ludwig terpana, tak sanggup bergerak. Dia seperti terhipnotis oleh kehadiran dan suara Kinan dengan bahasa yang tidak ia mengerti, ia tak tahu artinya, namun kenapa bisa membuat hatinya tenang?
Tak lama kemudian, Kinan menghentikan bacaannya, ia terkejut dan langsung tersenyum lembut saat melihat Ludwig di belakangnya.
“Ludwig, ada yang ingin aku lakukan untukmu?" tanya Kinan dengan lembut.
Ludwig terkejut dengan kehadiran Kinan di hadapannya. Suaranya terdengar sedikit serak ketika dia bertanya, dan wajahnya sangat cantik, meneduhkan.
"Apa yang Kinan baca pada jam segini?" Ludwig bertanya balik.
Kinan tersenyum lembut, menggambarkan kebahagiaan yang tulus di wajahnya.
"Aku sedang membaca kitab suci Al-Quran, Ludwig. Ini adalah saat yang paling tenang dan penuh berkah bagiku, membaca kalam-kalam Allah selalu membuatku jauh lebih tenang."
Ludwig terpesona oleh kedamaian dan ketenangan yang terpancar dari wajah Kinan. Baginya, saat itu adalah momen langka di antara segala kegelapan yang menyelimutinya. Ia juga tak mengerti, kenapa bisa ia mendadak tenang saat Kinan membaca Al-Quran.
“Al-Quran? Apa itu?” tanya Ludwig semakin penasaran.
***
***“Al-Quran? Apa itu?”Kinan tersenyum dan ia lalu menjelaskan, “Al-quran adalah kitab suci untuk umat Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhamammad SAW.”Ludwig tersenyum sinis, mendengarkan penjelasan Kinan dengan ketidakpercayaan yang jelas terlihat di wajahnya."Jadi, sama saja dengan semua agama lainnya. Menjual ayat dan surga, dan mengklaim bahwa kitab suci itu adalah wahyu, padahal kitab suci itu hanya buatan manusia yang menipu manusia bodoh dan menganggap mereka itu adalah nabi atau utusan dari Tuhan." Ludwig mengatakannya dengan sinis."Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT dan bukan buatan manusia. Islam bukan agama buatan manusia, ayat-ayat Al-Quran itu diturunkan tidak sekaligus,” balas Kinan dengan tegas.Namun, Ludwig hanya menggelengkan kepala dengan tidak peduli, “Semua agama sama saja. Hanya untuk kepentingan dan ambisi para penmuka agama dan yang aku tahu agamamu itu identik dengan teroris dan kekerasan. Selalu membuat aturan yang rumit. Misalnya, mewajibkan wanita u
***“Kinan… “Kinan menoleh dan tersenyum menatap sahabatnya yang menghampirinya.“Assalamualaikum, Anna,” ucap Kinan memberi salam dan berdiri dari kursinya .“Walaikumussalam,” balas Anna. Ia menatap sahabatnya dengan campur aduk, banyak hal yang ingin ia tanyakan tentang semua desas-desus yang melanda Kinan akhir-akhir ini, apalagi tentang isu Kinan yang menjadi istri ketiga dari seorang pria kejam yang kaya raya.“Kinan, itu… “ Anna mencoba menjeda ucapannya dan berharap Kinan langsung menjelaskan semuanya padanya.Kinan tersenyum lembut menatap Anna yang memang sedang menunggu penjelasan darinya, “Aku tahu kalau kamu pasti banyak pertanyaan dan meminta aku untuk menjelaskan semuanya, kan?”Anna langsung menganggukan kepalanya.Kinan menghela napas pendek, “Sebelumnya aku minta maaf, Anna. Kejadian ini begitu cepat dan juga ponselku dirusak oleh ibu, untuk itu aku tidak bisa memberitahukanmu, kemarin saat aku mendapatkan ponsel baru, aku kehilangan kontakmu, untuk itu aku datang k
***Kinan melihat rumah yang saat ini ia tempati sangat gelap, ia tahu bahwa Ludwig selalu menyendiri dan juga tidak suka keramaian, namun ia tidak mau membuat rumah ini semakin kelam. Ia mencoba melihat ke sekeliling belakang halaman dan ia tersenyum mempunyai ide untuk menjadikannya halaman itu tanaman agar suasana terasa hangat jika di pagi hari. Kinan juga sudah memikirkan, jika di pagi hari, ia bisa membuat Ludwig jauh lebih baik untuk duduk di taman menatap langit biru dan hamparan bunga yang indah.“Nyonya, ada apa Nyonya ada di sini?” tanya Bu Inah.“Bu, dulu ini taman bunga, kan? kenapa sekarang dibiarkan begini?” Kinan bertanya balik.Bu Inah ingat, dulu saat Ludwig kecil betah di rumah ini jika sedang berlibur ke Indonesia, pasti Ludwig selalu betah menatap bunga-bunga, namun setelah Ludwig menetap di sini, pria itu memintanya untuk menghancurkan taman bunga itu.“Bu, aku ingin membuat taman di sini. Apakah Ibu nanti bisa bantu?” tanya Kinan lembut.“Itu… “ Bu Inah menjawab
***Beberapa jam yang lalu, suasana kamar Kinan terasa sangat panas dengan lenguhan yang lembut, setelah selesai mereka pergi ke ruang makan yang tenang dan terasa sangat sepi. Mereka duduk di meja kayu yang sederhana, di antara aroma kopi yang menggoda dan cuaca yang menyenangkan. Namun, di balik keramaian tersebut, ada kegelisahan yang merayap di dalam hati Kinan.Kinan memegang sendoknya dengan gemetar, matanya terus menatap piringnya tanpa benar-benar melihat apa pun. Dia merasa gugup dan takut untuk mengungkapkan keinginannya pada Ludwig. Tapi, dia tahu, dia harus melakukannya."Ludwig," ucapnya akhirnya, suaranya terdengar gemetar.Ludwig menoleh padanya, matanya menatap tajam ke arah Kinan. "Apa yang ada di pikiranmu?" tanyanya dengan nada serius.Kinan menelan ludahnya, mencoba menyingkirkan ketakutannya. "Aku ingin berbicara padamu tentang kebun belakang," ucapnya perlahan.Wajah Ludwig berkerut di balik topengnya, dia bisa merasaka
*** Dua bulan kemudian… Di sudut ruangan yang redup, Kinan duduk dengan tubuhnya yang tegang di tepi tempat tidur. Cahaya remang membelai wajahnya yang pucat, menyoroti setiap kerutan di dahi yang mengisyaratkan kegelisahan batin. Bu Inah, seorang asisten rumah tangga yang setia melayani Ludwig dikediaman pria itu, memasuki ruangan dengan langkah ringan. Tangannya membawa segelas air putih dan sebuah pil kecil berwarna putih.“Bu Inah, aku malah ketiduran setelah sholat subuh,” ucap Kinan, ia memang lelah luar biasa karena semalam dibuat tidak bisa beristirahat karena Ludwig. Tubuhnya terasa kaku.“Iya, Nyonya. Saya masuk ke kamar Nyonya atas perintah Tuan Ludwig,” balas Bu Inah dengan senyum yang kikuk.“Ada apa?” tanya Kinan."dr. Lisa memberi ini untukmu, Nyonya Kinan," ucap Bu Inah dengan suara lembut, menyodorkan pil kontrasepsi pada Kinan.Kinan menatap pil itu sebentar
***Patricia memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong, mengamati lahan kosong yang terhampar luas di halaman belakang kediaman Ludwig yang saat ini seperti tidak mempunyai kehidupan. Dia merasa getir dalam hati saat melihat keadaan Ludwig yang semakin terisolasi di dalam kediamannya sendiri. Pria itu hanya memberi perintah pada asistennya, Mark untuk mengatur semua bisnisnya di Indonesia dan Ludwig selalu menghabiskan seluruh harinya di kediaman yang saat ini sangat gelap, pria itu selalu mengunci diri di ruangan pribadinya.Dengan langkah ragu, Patricia melangkah menuju ruang keluarga di salah satu kediaman milik keluarga von Schlossberg yang memang diperuntukkan untuk Ludwig. Dia tahu bahwa bertemu dengan Ludwig tidak akan pernah mudah, terlebih setelah insiden tragis yang membuatnya terpaksa memakai topeng untuk menutupi wajahnya yang terbakar dan pria itu menganggapnya sama saja dengan keluarga besar lainnya yang menertawakannya dan mengatakan kalau keberadaan Ludwig adala
***Kinan sudah tiba di kediaman megah Ludwig yang berada di pinggiran kota yang tersembunyi. Ia langsung membuka pintu rumah karena jika sore hari, Bu Inah sudah kembali ke rumahnya. Langkah Kinan terhenti ketika dia melihat Ludwig duduk sendirian di kebun belakang rumah mereka yang sunyi. Meski wajah pria itu memakai topeng, ia menyadari bahwa Ludwig itu merasa kesepian dan juga muram. Kinan merasa hatinya bergetar melihat suaminya yang terlihat begitu rapuh.Dengan hati-hati, Kinan mendekati Ludwig “Assalamualaikum, Ludwig.” Wanita itu mengucapkannya dengan lembut. Namun, Ludwig hanya mengabaikannya, membuat hati Kinan terasa teriris.Dia ingin mencium tangan Ludwig, seperti biasa yang selalu ia lakukan pada yang lebih tua, tapi Ludwig menepisnya dengan kasar. Kinan merasa sakit melihat reaksi suaminya, tapi dia telah terbiasa dengan penolakan itu."Aku semalam sudah menulis catatan dan meminta izin padamu kalau aku pulang terlambat karena mau menjenguk ayah, tadi pagi aku juga sud
***Di ruangan UKS sekolah yang sudah sepi, Kinan terkejut dengan kedatangan Tony ke sekolahnya. Ayahnya yang sulit ia temui mendadak mendatanginya, ia awalnya sangat senang dengan kedatangan ayahnya, namun kesenangan itu berubah menjadi kecewa karena Tony mempunyai tujuan lain.“Ayah sengaja datang menemuiku di sekolah hanya ingin meminta uang?” tanya Kinan, ia menatap Tony dengan perasaan campur aduk.“Nak, Ayah tidak salah kan mendatangi anak kandungnya sendiri karena begitulah tugas anak untuk tetap berbakti pada orang tuanya. Saat ini Ayah sedang dikejar hutang dan uang tabungan Ayah habis, jadi Ayah meminta bantuan padamu. Lagipula kamu kan istrinya dari bangsawan itu dan kamu adalah istri yang bertahan lama di sisinya sampai saat ini, itu artinya suamimu menyukaimu, Ayah yakin kamu pasti banyak uang,” balas Tony tanpa rasa bersalah.Kinan mencoba menghela napasnya dan mengatur emosinya, ia tidak pernah menyangka kalau di dunia ini ada seorang ayah yang tak memiliki cinta di hat
***Lima bulan berlalu...Kinan sedang memangku bayi mungil di depan rumahnya. Rumah yang beberapa bulan ini ia tempati bersama suaminya, Arthur. Dan tentu saja Tony, ayahnya menemaninya. Ia merasa bahagia karena ayahnya Tony saat ini selalu ada bersamanya dan selalu membantunya mengurus sang buah hati.“Ayah,” ucap Kinan lembut, ia tidak melihat Tony setelah sholat subuh. “Apa Ayah ketiduran, ya?” gumammya.Kinan berjalan pelan menuju kamar ayahnya, pintu sedikit terbuka. Ia melihat Tony sedang dalam posisi sujud. Ia mengernyitkan kening dan tersenyum, melihat betapa khusyuk ayahnya dalam sholat. Tony memang dikenal sebagai sosok yang sangat taat beribadah beberapa bulan terakhir ini, dan Tony mengatakan selalu menemukan ketenangan dalam setiap doanya.Kinan memutuskan untuk duduk di dekat pintu, menunggu ayahnya selesai sholat. Ia membuka ponselnya, mengecek beberapa pesan, lalu memandang kembali ke arah Tony. Setengah jam berlalu, namun posisi Tony tidak berubah sedikit pun."Ayah,
***Waktu cepat berlalu dan sudah empat bulan usia kehamilan Kinan saat ini, dan kebahagiaan yang ia rasakan semakin bertambah saat dokter menyatakan bahwa ia sudah bisa bepergian dengan pesawat udara. Pagi itu, Kinan dengan semangat memberitahukannya pada adik iparnya, Vincent agar membantunya untuk membeli tiket pesawat ke Madinah esok hari, pria itu sangat senang dan ia langsung memesan dua tiket untuk kakak iparnya dan juga Tony. Lalu, Kinan juga mengabarkan berita baik ini kepada ayahnya, Tony."Ayah, dokter bilang aku sudah bisa bepergian dengan pesawat!" seru Kinan penuh antusias saat memasuki kamar ayahnya.Tony yang sedang sibuk membaca laporan kerja dari salah satu karyawannya di gerai mengangkat kepalanya dan tersenyum melihat putrinya yang berseri-seri. "Benarkah, sayang? Itu berita yang luar biasa, Nak!" jawabnya sambil berdiri dan memeluk Kinan."Aku ingin menyusul Ludwig ke Madinah, Ayah. Aku ingin memberinya kejutan. Dia tidak akan tahu bahwa aku akan datang, aku suda
***Ludwig dan Kinan duduk berdampingan di sofa, wajah mereka berseri-seri memandangi layar ponsel yang menampilkan wajah Patricia yang kelelahan namun bahagia. Di pelukannya, tampak seorang bayi perempuan yang mungil dan menggemaskan, masih dengan selimut rumah sakit membungkus tubuh kecilnya. Patricia tersenyum lebar, jelas bangga dan penuh kasih sayang terhadap putrinya yang baru lahir."Patricia, dia sangat cantik!" seru Kinan dengan suara penuh haru. "Selamat, kamu sudah menjadi ibu dua anak sekarang."Patricia tertawa lembut. "Terima kasih, Kinan. Aku merasa seperti hidupku baru saja dimulai. Lihatlah betapa mungilnya dia. Apalagi aku selalu mengharapkan menggendong bayi perempuan."Ludwig menatap bayi itu dengan mata berbinar. "Dia benar-benar anugerah, Patricia. Selamat sekali lagi. Kami sangat bahagia untukmu."Patricia mengangguk dengan wajah penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Ludwig. Kami tidak sabar untuk kalian bertemu dengannya langsung."“Dan kami ada berita bagus untukm
***Ludwig berdiri di depan cermin besar, merapikan dasi hitamnya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Malam ini adalah malam istimewa yang telah ia rencanakan dengan seksama. Ia telah menyewa sebuah restoran mahal dan mewah secara privat hanya untuk makan malam romantis bersama sang istri, Kinan. Semuanya telah disiapkan, dari makanan terbaik hingga dekorasi yang indah, semua dirancang untuk membuat Kinan merasa sangat istimewa. Apalagi Kinan yang memintanya dan sang istri akhir-akhir berubah jadi istri yang manja dan mudah cemburuan, perubahan itu membuatnya terkejut, tapi ia sangat menyukainya karena Kinan semakin menggemaskan di matanya.Pintu kamar terbuka, dan Kinan muncul dengan gamis indah berwarna merah yang anggun. Mata Ludwig berbinar melihat kecantikan istrinya. "Sayangku, kamu terlihat menakjubkan," katanya dengan penuh kagum.Kinan tersenyum malu-malu. "Terima kasih, sayang. Suamiku juga terlihat sangat tampan. Apakah ka
***“Sayang, bagaimana sekarang? Kamu sudah tidak pusing lagi?” tanya Ludwig.Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia menatap suaminya dengan tatapan tak terbaca.Ludwig mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang tidak biasa dari diri Kinan, “Ada apa, sayang? Mau bicara sesuatu?” tanyanya.Kinan langsung memeluk suaminya dan hal itu tentu saja membuat Ludwig terkejut karena dari kemarin istrinya itu sangat manja, terlebih lagi Kinan bisa marah saat ia lupa memberi kabar karena kemarin sangat sibuk mengurus segala hal di keluarga Schlossberg.“Sayang, kalau ada salah aku minta maaf. Lebih baik kamu marah saja sama aku daripada mendiamkanku seperti ini. Aku nggak bisa kalau kamu mendiamkanku,” ucap Ludwig.Kinan melepaskan pelukannya dan tersenyum menatap suaminya, “Mana bisa aku marah sama suamiku, kalau sebal ya paling dikit,” balasnya.“Ada apa?” tanya Ludwig.“Bagaimana urusan kamu dengan Leo? Terus ke depannya, semua yang dimiliki keluarga Schlossberg bena-benar kamu le
***Leonardo duduk sendirian di dalam sel tahanan, tatapan kosongnya terpaku pada dinding dingin yang menyelimutinya. Wajahnya pucat dan lesu, air mata tak terbendung meluncur turun membasahi pipinya. Hati dan pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang tak terperi."Dulu, segala sesuatunya begitu indah," gumam Leonardo dalam diam, suaranya serak oleh rintihan tangisnya yang terdengar. "Keluarga, cinta, kebahagiaan. Semuanya hancur oleh rasa iri dan kebencianku."Ingatan akan masa lalu datang menghantamnya seperti gelombang yang ganas. Dia mengingat senyum kedua orang tua dan juga saudara-saudaranya, kehangatan keluarga yang pernah dirasakannya. Namun, kebencian dan niat jahatnya terhadap Ludwig telah mengubah segalanya."Dosaku terlalu besar," bisik Leonardo dengan suara tercekik oleh air mata. "Aku telah merusak segalanya dengan tangan sendiri. Bagaimana aku bisa begitu buta dan bodoh? Dia kakakku, tapi aku ingin menghancurkannya karena aku terlalu iri dan cemburu padanya."Vincent, adi
***“Kau memintaku meminta maaf padanya? Apa kau juga akan pergi meninggalkanku?” tanya Lenardo.“Aku sangat mencintai kalian dan juga menghormati kalian sebagai kakakku dan panutanku. Tapi, jika kau melakukan kejahatan, aku tidak bisa diam saja. Aku membencinya, aku tidak suka kalau kita menyakiti satu sama lainnya,” balas Vincent.Leonardo terdiam sejenak, pria itu masih terus memikirkan kegagalan rencananya. Dia merasa marah pada dirinya sendiri karena telah membiarkan Ludwig menghancurkan segalanya.“Aku tidak peduli, Vincent. Meski akua da ikatan darah dengannya, aku tidak akan membiarkan dia menghancurkanku,” tukas Leonardo."Apa yang kamu lakukan, Leo?" tanya Vincent agak khawatir.Leonardo menatap Vincent dengan sedikit ketegangan. "Aku hanya berusaha untuk melindungi apa yang milikku, Vincent. Kamu tidak akan mengerti. Selama ini, selama belasan tahun aku yang berjuang untuk keluarga ini, aku tidak mau dia mengambilnya dengan mudah!"Vincent menggeleng, ekspresinya penuh den
***Anne duduk di kursi dengan tubuh yang gemetar, tangisannya tak kunjung reda. Kendrick, suaminya, berdiri di hadapannya dengan ekspresi kecewa yang sulit untuk disembunyikan."Aku minta maaf, Kendrick," bisik Anne di antara tangisannya. "Aku tidak bermaksud melukaimu. Kejadian ini buka mauku, kamu harus percaya padauk."Kendrick hanya mengangguk, wajahnya tetap keras. "Apakah semua ini benar-benar karena ancaman dari Leonardo?" tanyanya, suaranya terdengar rapuh.Anne terkejut saat suaminya mengetahui semuanya, ia menundukkan kepala, "Ya, Kendrick. Aku tidak punya pilihan. Dia mengancam akan menghancurkan segalanya jika aku tidak melakukan apa yang dia katakan."Kendrick menghela napas panjang, mencoba meredakan kekecewaannya. "Jadi, semua ini karena ancaman dari pria itu?"Anne mengangguk, mencoba menatap mata suaminya, tapi ia tidak mampu. "Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, Kendrick. Aku berharap kau bisa memaafkanku."Kendrick tetap diam, merenungkan semua yang telah t
***Ludwig menatap Kinan dengan perasaan bersalah, “Sayang, ,maafkan aku… ““Kenapa kamu meminta maaf?” Kinan bertanya balik.Ludwig duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap hampa ke luar jendela, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan penyesalannya. Kinan berdiri di dekatnya, menatap pria itu dengan tatapan lembut.“Masalah tadi,” balas pria itu, namun ia bingung bagaimana untuk memulainya, ia hanya takut membuat istrinya terluka."Ludwig," panggil Kinan, suaranya lembut dan penuh dengan kehangatan.Ludwig menoleh, ekspresinya terlihat tegang. "Aku benar-benar minta maaf, Kinan. Aku tidak sengaja melihat apa yang seharusnya tidak aku lihat. Aku tidak bermaksud..."Kinan segera mengangkat tangannya untuk membuat Ludwig diam. "Tidak perlu banyak bicara, Ludwig," ujarnya dengan lembut. "Aku mengerti bahwa itu adalah situasi yang sulit."Ludwig menarik napas lega, tetapi rasa bersalah masih menghantuinya. "Aku akan selalu menyesalinya. Aku tidak ingin menyakitimu, Anne… aku