***
“Al-Quran? Apa itu?”
Kinan tersenyum dan ia lalu menjelaskan, “Al-quran adalah kitab suci untuk umat Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhamammad SAW.”
Ludwig tersenyum sinis, mendengarkan penjelasan Kinan dengan ketidakpercayaan yang jelas terlihat di wajahnya.
"Jadi, sama saja dengan semua agama lainnya. Menjual ayat dan surga, dan mengklaim bahwa kitab suci itu adalah wahyu, padahal kitab suci itu hanya buatan manusia yang menipu manusia bodoh dan menganggap mereka itu adalah nabi atau utusan dari Tuhan." Ludwig mengatakannya dengan sinis.
"Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT dan bukan buatan manusia. Islam bukan agama buatan manusia, ayat-ayat Al-Quran itu diturunkan tidak sekaligus,” balas Kinan dengan tegas.
Namun, Ludwig hanya menggelengkan kepala dengan tidak peduli, “Semua agama sama saja. Hanya untuk kepentingan dan ambisi para penmuka agama dan yang aku tahu agamamu itu identik dengan teroris dan kekerasan. Selalu membuat aturan yang rumit. Misalnya, mewajibkan wanita untuk menutup pakaiannya dengan kain dan membatasi kebebasan mereka. Seperti kamu, Kinan. Kamu menutup rambutmu dengan kain, itu terlalu mengekang kebebasan manusia!”
Kinan memandang Ludwig dengan tatapan tajam, tetapi tetap tenang dalam menjawab.
"Menutup aurat adalah aturan dalam Islam yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ini adalah bentuk penjagaan diri kami. Bagi kami, menutup aurat adalah bentuk taat kepada Allah. Ini adalah cara kami menunjukkan kepatuhan dan kehormatan terhadap-Nya. Dan juga tidak semua muslimah memakai jilbab saat ini."
Ludwig mendengarkan dengan ketidaksetujuan yang jelas, namun Kinan tidak berhenti.
"Kami wanita muslimah menutup aurat karena malu. Kami tidak ingin apa yang kami sembunyikan dinikmati oleh pria lain secara bebas. Kami menyimpannya untuk pria yang halal bag kami, suami kami. Dan aku melakukannya saat ini, aku hanya menunjukkannya padamu, Ludwig. Sebab kamu yang berhak karena kamu adalah suamiku."
Suasana diam mengisi ruangan, namun di dalam keheningan itu terasa pertarungan antara cahaya dan kegelapan. Kinan, dengan keyakinan yang teguh pada agamanya, berusaha menembus kegelapan yang menyelimuti hati Ludwig.
Suasana di dalam kamar menjadi semakin tegang ketika Ludwig menolak untuk melanjutkan diskusi tentang agama Islam. Meskipun lantunan ayat-ayat suci Al-Quran telah menyentuh hatinya dengan cara yang tidak bisa dijelaskan, ia tetap bersikeras untuk menolaknya dengan keras.
"Aku tidak ingin membahas ini lagi. Agama Islam bukan untukku, atau agama manapun tak akan membuatku terjatuh dan menjadi budak agama, hanya di kartu identitasku saja tertulis agama agar aku bisa menikahimu dengan sah,” ucap Ludwig.
Kinan mencoba menahan rasa kecewa yang melanda hatinya. Dia tahu bahwa kebimbangan Ludwig masih kuat, dan tidak mudah untuk mengubahnya. Ia tidak mau memaksanya karena hanya Allah yang bisa menggerakan hati manusia.
"Aku mengerti, Ludwig." Kinan tersenyum lembut.
Ludwig bangkit dari kursinya dengan sikap angkuh, menatap Kinan dengan tajam.
"Baiklah. Aku mendatangi kamarmu pada jam segini karena ingin memberitahukanmu kalau aku akan pergi ke luar negeri dalam waktu yang tak ditentukan. Kamu bisa melanjutkan aktifitasmu seperti biasa. Tapi ingat, Kinan, jaga batas dirimu. Jika kamu membuat kesalahan, kamu akan mendapatkan hukuman."
Kinan hanya tersenyum menatap suaminya yang angkuh itu. Di balik senyumnya, ia merasa sedih dan cemas atas keputusan Ludwig yang semakin menjauhkan mereka. Padahal ia sudah berjanji untuk mengenal suaminya lebih dekat karena ia yakin ada sisi lembut di dalam diri Ludwig.
"Aku akan berusaha yang terbaik, Ludwig. Terima kasih karena kamu masih mengizinkanku untuk mengajar di sekolah, aku tidak akan mengecewakanmu dan kembalilah pulang ke rumah dengan selamat, aku selalu mendoakanmu," ucap Kinan dengan tulus.
Ludwig terdiam dengan apa yang Kinan katakan barusan, namun ia langsung sadar kembali dan Dengan langkah mantap, Ludwig meninggalkan ruangan, meninggalkan Kinan yang terdiam sendiri. Setelah pintu ditutup rapat, Kinan menghela napas dalam-dalam.
"Ya Allah, lembutkanlah hati Ludwig. Bantu dia menemukan cahaya Islam di dalam hatinya. Aku ingin bersama-sama dengannya meraih cinta-Mu,” ucap Kinan tersenyum.
Dalam keheningan yang menyelimuti kamarnya, Kinan membiarkan doanya mengalir begitu saja, berharap agar suaminya bisa terbuka untuk memahami kebenaran yang sejati.
“Ludwig, entah kenapa meski wajahmu tertutup dengan topeng, akhir-akhir ini aku tak merasakan ketakutan yang luar biasa, mungkin ini jawaban dari segala doaku tentangmu. Semoga kamu bisa merasakan kalau aku benar-benar tulus denganmu,” tambah Kinan lagi.
Wanita itu langsung bergegas untuk melanjutkan membaca lantunan ayat suci Al-Quran sebelum adzan subuh tiba.
***
Keesokan harinya di SD Gema Insani….
Langkah Kinan terdengar lembut di lorong sekolah saat dia kembali ke tempat kerjanya setelah masa pernikahannya. Udara cerah menyambutnya di pintu masuk, namun segera saja atmosfer berubah saat rekan-rekan gurunya mulai bergerak mendekatinya.
"Selamat kembali, Bu Kinan! Kami senang melihatmu lagi. Akhirnya Bu Kinan kembali mengajar di sekolah, saya sangat senang," ucap Maya, salah satu guru juga.
"Wah, selamat ya, Bu Kinan. Sudah menikah, kan? Kenapa Bu Kinan tidak mengundang kami? Kami semua terkejut mendapati kabar kalau Bu Kinan cuti mengajar untuk menikah, semuanya serba mendadak," ucap Tari.
Saat salam dan ucapan selamat itu terdengar, satu suara menusuk langsung ke hati Kinan. Yeni, salah satu rekan guru yang terkenal dengan lidah tajamnya.
"Jadi, Bu Kinan, sudah menikah, ya? Dengan pria tua yang kaya raya itu, bukan? Apa, Bu Kinan menikah hanya karena harta? Berani bertaruh, kalau pria yang Bu Kinan nikahi pasti psikopat. Bahkan, pria itu mempunyai sikap kasar, wajah buruk dan juga kejam pada kedua mantan istri sebelumnya, Bu Kinan pasti terpaksa karena namanya orang hidup ya butuh uang dan pengakuan"
Kinan menatap Yeni dengan tajam, kesal atas komentar sinis yang dilemparkan kepadanya.
"Maaf, Bu Yeni, tapi urusan rumah tangga saya bukanlah urusan Anda. Suami saya Insya Allah adalah pria yang baik, dan tidak seburuk yang Ibu katakan. Saya merasa bersyukur karena suami saya selalu mendukung saya dan saya tidak akan membiarkan Ibu mencampuri urusan pribadi kami. Lebih baik mengurus masalah pribadi masing-masing!" Kinan tersenyum menatap Yeni yang mendadak terdiam.
Dengan langkah mantap, Kinan meninggalkan Yeni yang terdiam di tempatnya, memandang Kinan dengan tatapan yang penuh kebencian. Yeno memang membenci Kinan, lebih tepatnya ia iri karena Kinan baru setahun mengajar di SD Gema Insani, tapi semua rekan guru menyukainya, bahkan semua murid selalu mengidolakan sosok Kinan yang disebut ‘Bu Guru Bidadari’ oleh semua murid, terlebih lagi ia merasakan bahwa pria yang ia sukai seperti menyimpan rasa kagum pada sosok Kinan. Siapa yang tidak panas melihat orang asing yang mendadak jadi pusat perhatian di sekolah?
Namun, tanpa disadari oleh Kinan, di sudut ruangan, seorang pria bernama Fachry, salah satu rekan guru juga, yang diam-diam mengagumi Kinan, mendengar pertukaran kata-kata itu dengan hati yang patah. Rasa sakit itu terasa seperti pisau yang menusuknya saat ia menyadari bahwa wanita yang ia cintai telah menikah dengan pria lain. Wajahnya tertutup oleh ekspresi kesedihan yang dalam, namun hatinya terus membara dengan rasa penyesalan dan patah hati. Fachry sebenarnya sudah mendatangi kedua orang tua Kinan dan mengatakan niat baiknya untuk melamar Kinan, namun yang ia terima adalah penolakan langsung. Ia sadar diri bahwa ia hanya seorang guru, mungkin saja kedua orang tua Kinan langsung menolaknya. Tapi, siapa sangka Kinan akan secepat itu menikah dengan seseorang?
“Pak Fachry… “
Fachry langsung sadar dari lamunannya dan ia terkejut karena Kinan yang memanggilnya, ia tampak bingung karena bukannya tadi Kinan pergi dari ruangan guru?
“Pak Fachry, apa Bapak sedang sakit?” tanya Kinan.
“Astaghafirullah,” balas Fachry, ia langsung menggelengkan kepalanya, “Ada apa, Bu Kinan?”
“Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih karena selama saya cuti kemarin, Bapak yang menggantikan saya mengajar di kelas tiga. Terima kasih ya, Pak,” kata Kinan dengan tulus.
Fachry menganggukan kepalanya, “Sama-sama, Bu. Sudah kewajiban kita saling membantu.”
Kinan tersenyum dan senyuman wanita itu lagi-lagi membuat pertahanan hatinya hancur lagi.
“Kalau begitu, saya mau bersiap-siap untuk ke kelas ya, Pak. Assalamualaikum… “
“Walaikumussalam,” balas Fachry.
Fachry menghela napas panjang setelah Kinan pergi dari hadapannya. Ia langsung beristighfar dalam hati berkali-kali agar ia tak lagi memikirkan Kinan yang memang tidak akan pernah bisa ia raih lagi.
‘Fachry, sadar! Dia sudah mempunyai suami,’ batin Fachry.
***
Sedangkan di dalam pesawat jet pribadinya, Ludwig tertegun menemukan amplop berwarna merah jambu, ia tidak merasa memiliki itu, namun karena penasaran ia membuka amplop itu dan membaca lembaran kertas itu.
[Assalamualaikum… ini adalah surat pertama yang kutulis untuk suamiku. Aku hanya ingin menulis bahwa kamu saat ini sudah menjadi prioritas utama dalam doaku. Semoga segala lelah hilang dan ingatlah, matahari selalu menepati janjinya untuk terbit setiap pagi dan langit juga tidak akan selamanya gelap. Tetap bersemangat!]
Ludgwig terdiam dan masih memegang lembaran kertas itu, “Wanita ini,” gumamnya pelan.
***
***“Kinan… “Kinan menoleh dan tersenyum menatap sahabatnya yang menghampirinya.“Assalamualaikum, Anna,” ucap Kinan memberi salam dan berdiri dari kursinya .“Walaikumussalam,” balas Anna. Ia menatap sahabatnya dengan campur aduk, banyak hal yang ingin ia tanyakan tentang semua desas-desus yang melanda Kinan akhir-akhir ini, apalagi tentang isu Kinan yang menjadi istri ketiga dari seorang pria kejam yang kaya raya.“Kinan, itu… “ Anna mencoba menjeda ucapannya dan berharap Kinan langsung menjelaskan semuanya padanya.Kinan tersenyum lembut menatap Anna yang memang sedang menunggu penjelasan darinya, “Aku tahu kalau kamu pasti banyak pertanyaan dan meminta aku untuk menjelaskan semuanya, kan?”Anna langsung menganggukan kepalanya.Kinan menghela napas pendek, “Sebelumnya aku minta maaf, Anna. Kejadian ini begitu cepat dan juga ponselku dirusak oleh ibu, untuk itu aku tidak bisa memberitahukanmu, kemarin saat aku mendapatkan ponsel baru, aku kehilangan kontakmu, untuk itu aku datang k
***Kinan melihat rumah yang saat ini ia tempati sangat gelap, ia tahu bahwa Ludwig selalu menyendiri dan juga tidak suka keramaian, namun ia tidak mau membuat rumah ini semakin kelam. Ia mencoba melihat ke sekeliling belakang halaman dan ia tersenyum mempunyai ide untuk menjadikannya halaman itu tanaman agar suasana terasa hangat jika di pagi hari. Kinan juga sudah memikirkan, jika di pagi hari, ia bisa membuat Ludwig jauh lebih baik untuk duduk di taman menatap langit biru dan hamparan bunga yang indah.“Nyonya, ada apa Nyonya ada di sini?” tanya Bu Inah.“Bu, dulu ini taman bunga, kan? kenapa sekarang dibiarkan begini?” Kinan bertanya balik.Bu Inah ingat, dulu saat Ludwig kecil betah di rumah ini jika sedang berlibur ke Indonesia, pasti Ludwig selalu betah menatap bunga-bunga, namun setelah Ludwig menetap di sini, pria itu memintanya untuk menghancurkan taman bunga itu.“Bu, aku ingin membuat taman di sini. Apakah Ibu nanti bisa bantu?” tanya Kinan lembut.“Itu… “ Bu Inah menjawab
***Beberapa jam yang lalu, suasana kamar Kinan terasa sangat panas dengan lenguhan yang lembut, setelah selesai mereka pergi ke ruang makan yang tenang dan terasa sangat sepi. Mereka duduk di meja kayu yang sederhana, di antara aroma kopi yang menggoda dan cuaca yang menyenangkan. Namun, di balik keramaian tersebut, ada kegelisahan yang merayap di dalam hati Kinan.Kinan memegang sendoknya dengan gemetar, matanya terus menatap piringnya tanpa benar-benar melihat apa pun. Dia merasa gugup dan takut untuk mengungkapkan keinginannya pada Ludwig. Tapi, dia tahu, dia harus melakukannya."Ludwig," ucapnya akhirnya, suaranya terdengar gemetar.Ludwig menoleh padanya, matanya menatap tajam ke arah Kinan. "Apa yang ada di pikiranmu?" tanyanya dengan nada serius.Kinan menelan ludahnya, mencoba menyingkirkan ketakutannya. "Aku ingin berbicara padamu tentang kebun belakang," ucapnya perlahan.Wajah Ludwig berkerut di balik topengnya, dia bisa merasaka
*** Dua bulan kemudian… Di sudut ruangan yang redup, Kinan duduk dengan tubuhnya yang tegang di tepi tempat tidur. Cahaya remang membelai wajahnya yang pucat, menyoroti setiap kerutan di dahi yang mengisyaratkan kegelisahan batin. Bu Inah, seorang asisten rumah tangga yang setia melayani Ludwig dikediaman pria itu, memasuki ruangan dengan langkah ringan. Tangannya membawa segelas air putih dan sebuah pil kecil berwarna putih.“Bu Inah, aku malah ketiduran setelah sholat subuh,” ucap Kinan, ia memang lelah luar biasa karena semalam dibuat tidak bisa beristirahat karena Ludwig. Tubuhnya terasa kaku.“Iya, Nyonya. Saya masuk ke kamar Nyonya atas perintah Tuan Ludwig,” balas Bu Inah dengan senyum yang kikuk.“Ada apa?” tanya Kinan."dr. Lisa memberi ini untukmu, Nyonya Kinan," ucap Bu Inah dengan suara lembut, menyodorkan pil kontrasepsi pada Kinan.Kinan menatap pil itu sebentar
***Patricia memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong, mengamati lahan kosong yang terhampar luas di halaman belakang kediaman Ludwig yang saat ini seperti tidak mempunyai kehidupan. Dia merasa getir dalam hati saat melihat keadaan Ludwig yang semakin terisolasi di dalam kediamannya sendiri. Pria itu hanya memberi perintah pada asistennya, Mark untuk mengatur semua bisnisnya di Indonesia dan Ludwig selalu menghabiskan seluruh harinya di kediaman yang saat ini sangat gelap, pria itu selalu mengunci diri di ruangan pribadinya.Dengan langkah ragu, Patricia melangkah menuju ruang keluarga di salah satu kediaman milik keluarga von Schlossberg yang memang diperuntukkan untuk Ludwig. Dia tahu bahwa bertemu dengan Ludwig tidak akan pernah mudah, terlebih setelah insiden tragis yang membuatnya terpaksa memakai topeng untuk menutupi wajahnya yang terbakar dan pria itu menganggapnya sama saja dengan keluarga besar lainnya yang menertawakannya dan mengatakan kalau keberadaan Ludwig adala
***Kinan sudah tiba di kediaman megah Ludwig yang berada di pinggiran kota yang tersembunyi. Ia langsung membuka pintu rumah karena jika sore hari, Bu Inah sudah kembali ke rumahnya. Langkah Kinan terhenti ketika dia melihat Ludwig duduk sendirian di kebun belakang rumah mereka yang sunyi. Meski wajah pria itu memakai topeng, ia menyadari bahwa Ludwig itu merasa kesepian dan juga muram. Kinan merasa hatinya bergetar melihat suaminya yang terlihat begitu rapuh.Dengan hati-hati, Kinan mendekati Ludwig “Assalamualaikum, Ludwig.” Wanita itu mengucapkannya dengan lembut. Namun, Ludwig hanya mengabaikannya, membuat hati Kinan terasa teriris.Dia ingin mencium tangan Ludwig, seperti biasa yang selalu ia lakukan pada yang lebih tua, tapi Ludwig menepisnya dengan kasar. Kinan merasa sakit melihat reaksi suaminya, tapi dia telah terbiasa dengan penolakan itu."Aku semalam sudah menulis catatan dan meminta izin padamu kalau aku pulang terlambat karena mau menjenguk ayah, tadi pagi aku juga sud
***Di ruangan UKS sekolah yang sudah sepi, Kinan terkejut dengan kedatangan Tony ke sekolahnya. Ayahnya yang sulit ia temui mendadak mendatanginya, ia awalnya sangat senang dengan kedatangan ayahnya, namun kesenangan itu berubah menjadi kecewa karena Tony mempunyai tujuan lain.“Ayah sengaja datang menemuiku di sekolah hanya ingin meminta uang?” tanya Kinan, ia menatap Tony dengan perasaan campur aduk.“Nak, Ayah tidak salah kan mendatangi anak kandungnya sendiri karena begitulah tugas anak untuk tetap berbakti pada orang tuanya. Saat ini Ayah sedang dikejar hutang dan uang tabungan Ayah habis, jadi Ayah meminta bantuan padamu. Lagipula kamu kan istrinya dari bangsawan itu dan kamu adalah istri yang bertahan lama di sisinya sampai saat ini, itu artinya suamimu menyukaimu, Ayah yakin kamu pasti banyak uang,” balas Tony tanpa rasa bersalah.Kinan mencoba menghela napasnya dan mengatur emosinya, ia tidak pernah menyangka kalau di dunia ini ada seorang ayah yang tak memiliki cinta di hat
***Semerbak aroma brotsuppe, hidangan Jerman yang khas, menyusup masuk ke dalam ruangan pagi yang sunyi. Selepas shola subuh, Kinan sibuk di dapur dan menyiapkan sarapan pagi untuk Ludwig, pria itu dari siang kemarin tidak mau makan, kata Bu Inah, Ludwig dan adik kandungnya bertengkar kemarin, wanita itu tentu saja terkejut karena Ludwig ternyata mempunyai adik yang menetap juga di Indonesia, tapi Kinan tak bertanya lagi karena ia tahu bahwa dirinya masih orang baru di kehidupan suaminya.Kinan memasuki kamar tidur Ludwig dengan langkah hati-hati, membawa nampan penuh dengan hidangan yang telah dia siapkan dengan penuh kasih sayang.Dia meletakkan nampan itu di atas meja kecil di samping tempat tidur Ludwig, disertai dengan segelas air putih segar dan yogurt untuk menemani hidangan utama. Matanya terhenti pada sosok Ludwig yang masih tertidur pulas di atas tempat tidurnya.Ludwig terlihat begitu tenang saat tertidur, wajahnya yang tanpa topeng terbuka tanpa rasa takut akan penilaian
***Lima bulan berlalu...Kinan sedang memangku bayi mungil di depan rumahnya. Rumah yang beberapa bulan ini ia tempati bersama suaminya, Arthur. Dan tentu saja Tony, ayahnya menemaninya. Ia merasa bahagia karena ayahnya Tony saat ini selalu ada bersamanya dan selalu membantunya mengurus sang buah hati.“Ayah,” ucap Kinan lembut, ia tidak melihat Tony setelah sholat subuh. “Apa Ayah ketiduran, ya?” gumammya.Kinan berjalan pelan menuju kamar ayahnya, pintu sedikit terbuka. Ia melihat Tony sedang dalam posisi sujud. Ia mengernyitkan kening dan tersenyum, melihat betapa khusyuk ayahnya dalam sholat. Tony memang dikenal sebagai sosok yang sangat taat beribadah beberapa bulan terakhir ini, dan Tony mengatakan selalu menemukan ketenangan dalam setiap doanya.Kinan memutuskan untuk duduk di dekat pintu, menunggu ayahnya selesai sholat. Ia membuka ponselnya, mengecek beberapa pesan, lalu memandang kembali ke arah Tony. Setengah jam berlalu, namun posisi Tony tidak berubah sedikit pun."Ayah,
***Waktu cepat berlalu dan sudah empat bulan usia kehamilan Kinan saat ini, dan kebahagiaan yang ia rasakan semakin bertambah saat dokter menyatakan bahwa ia sudah bisa bepergian dengan pesawat udara. Pagi itu, Kinan dengan semangat memberitahukannya pada adik iparnya, Vincent agar membantunya untuk membeli tiket pesawat ke Madinah esok hari, pria itu sangat senang dan ia langsung memesan dua tiket untuk kakak iparnya dan juga Tony. Lalu, Kinan juga mengabarkan berita baik ini kepada ayahnya, Tony."Ayah, dokter bilang aku sudah bisa bepergian dengan pesawat!" seru Kinan penuh antusias saat memasuki kamar ayahnya.Tony yang sedang sibuk membaca laporan kerja dari salah satu karyawannya di gerai mengangkat kepalanya dan tersenyum melihat putrinya yang berseri-seri. "Benarkah, sayang? Itu berita yang luar biasa, Nak!" jawabnya sambil berdiri dan memeluk Kinan."Aku ingin menyusul Ludwig ke Madinah, Ayah. Aku ingin memberinya kejutan. Dia tidak akan tahu bahwa aku akan datang, aku suda
***Ludwig dan Kinan duduk berdampingan di sofa, wajah mereka berseri-seri memandangi layar ponsel yang menampilkan wajah Patricia yang kelelahan namun bahagia. Di pelukannya, tampak seorang bayi perempuan yang mungil dan menggemaskan, masih dengan selimut rumah sakit membungkus tubuh kecilnya. Patricia tersenyum lebar, jelas bangga dan penuh kasih sayang terhadap putrinya yang baru lahir."Patricia, dia sangat cantik!" seru Kinan dengan suara penuh haru. "Selamat, kamu sudah menjadi ibu dua anak sekarang."Patricia tertawa lembut. "Terima kasih, Kinan. Aku merasa seperti hidupku baru saja dimulai. Lihatlah betapa mungilnya dia. Apalagi aku selalu mengharapkan menggendong bayi perempuan."Ludwig menatap bayi itu dengan mata berbinar. "Dia benar-benar anugerah, Patricia. Selamat sekali lagi. Kami sangat bahagia untukmu."Patricia mengangguk dengan wajah penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Ludwig. Kami tidak sabar untuk kalian bertemu dengannya langsung."“Dan kami ada berita bagus untukm
***Ludwig berdiri di depan cermin besar, merapikan dasi hitamnya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Malam ini adalah malam istimewa yang telah ia rencanakan dengan seksama. Ia telah menyewa sebuah restoran mahal dan mewah secara privat hanya untuk makan malam romantis bersama sang istri, Kinan. Semuanya telah disiapkan, dari makanan terbaik hingga dekorasi yang indah, semua dirancang untuk membuat Kinan merasa sangat istimewa. Apalagi Kinan yang memintanya dan sang istri akhir-akhir berubah jadi istri yang manja dan mudah cemburuan, perubahan itu membuatnya terkejut, tapi ia sangat menyukainya karena Kinan semakin menggemaskan di matanya.Pintu kamar terbuka, dan Kinan muncul dengan gamis indah berwarna merah yang anggun. Mata Ludwig berbinar melihat kecantikan istrinya. "Sayangku, kamu terlihat menakjubkan," katanya dengan penuh kagum.Kinan tersenyum malu-malu. "Terima kasih, sayang. Suamiku juga terlihat sangat tampan. Apakah ka
***“Sayang, bagaimana sekarang? Kamu sudah tidak pusing lagi?” tanya Ludwig.Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia menatap suaminya dengan tatapan tak terbaca.Ludwig mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang tidak biasa dari diri Kinan, “Ada apa, sayang? Mau bicara sesuatu?” tanyanya.Kinan langsung memeluk suaminya dan hal itu tentu saja membuat Ludwig terkejut karena dari kemarin istrinya itu sangat manja, terlebih lagi Kinan bisa marah saat ia lupa memberi kabar karena kemarin sangat sibuk mengurus segala hal di keluarga Schlossberg.“Sayang, kalau ada salah aku minta maaf. Lebih baik kamu marah saja sama aku daripada mendiamkanku seperti ini. Aku nggak bisa kalau kamu mendiamkanku,” ucap Ludwig.Kinan melepaskan pelukannya dan tersenyum menatap suaminya, “Mana bisa aku marah sama suamiku, kalau sebal ya paling dikit,” balasnya.“Ada apa?” tanya Ludwig.“Bagaimana urusan kamu dengan Leo? Terus ke depannya, semua yang dimiliki keluarga Schlossberg bena-benar kamu le
***Leonardo duduk sendirian di dalam sel tahanan, tatapan kosongnya terpaku pada dinding dingin yang menyelimutinya. Wajahnya pucat dan lesu, air mata tak terbendung meluncur turun membasahi pipinya. Hati dan pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang tak terperi."Dulu, segala sesuatunya begitu indah," gumam Leonardo dalam diam, suaranya serak oleh rintihan tangisnya yang terdengar. "Keluarga, cinta, kebahagiaan. Semuanya hancur oleh rasa iri dan kebencianku."Ingatan akan masa lalu datang menghantamnya seperti gelombang yang ganas. Dia mengingat senyum kedua orang tua dan juga saudara-saudaranya, kehangatan keluarga yang pernah dirasakannya. Namun, kebencian dan niat jahatnya terhadap Ludwig telah mengubah segalanya."Dosaku terlalu besar," bisik Leonardo dengan suara tercekik oleh air mata. "Aku telah merusak segalanya dengan tangan sendiri. Bagaimana aku bisa begitu buta dan bodoh? Dia kakakku, tapi aku ingin menghancurkannya karena aku terlalu iri dan cemburu padanya."Vincent, adi
***“Kau memintaku meminta maaf padanya? Apa kau juga akan pergi meninggalkanku?” tanya Lenardo.“Aku sangat mencintai kalian dan juga menghormati kalian sebagai kakakku dan panutanku. Tapi, jika kau melakukan kejahatan, aku tidak bisa diam saja. Aku membencinya, aku tidak suka kalau kita menyakiti satu sama lainnya,” balas Vincent.Leonardo terdiam sejenak, pria itu masih terus memikirkan kegagalan rencananya. Dia merasa marah pada dirinya sendiri karena telah membiarkan Ludwig menghancurkan segalanya.“Aku tidak peduli, Vincent. Meski akua da ikatan darah dengannya, aku tidak akan membiarkan dia menghancurkanku,” tukas Leonardo."Apa yang kamu lakukan, Leo?" tanya Vincent agak khawatir.Leonardo menatap Vincent dengan sedikit ketegangan. "Aku hanya berusaha untuk melindungi apa yang milikku, Vincent. Kamu tidak akan mengerti. Selama ini, selama belasan tahun aku yang berjuang untuk keluarga ini, aku tidak mau dia mengambilnya dengan mudah!"Vincent menggeleng, ekspresinya penuh den
***Anne duduk di kursi dengan tubuh yang gemetar, tangisannya tak kunjung reda. Kendrick, suaminya, berdiri di hadapannya dengan ekspresi kecewa yang sulit untuk disembunyikan."Aku minta maaf, Kendrick," bisik Anne di antara tangisannya. "Aku tidak bermaksud melukaimu. Kejadian ini buka mauku, kamu harus percaya padauk."Kendrick hanya mengangguk, wajahnya tetap keras. "Apakah semua ini benar-benar karena ancaman dari Leonardo?" tanyanya, suaranya terdengar rapuh.Anne terkejut saat suaminya mengetahui semuanya, ia menundukkan kepala, "Ya, Kendrick. Aku tidak punya pilihan. Dia mengancam akan menghancurkan segalanya jika aku tidak melakukan apa yang dia katakan."Kendrick menghela napas panjang, mencoba meredakan kekecewaannya. "Jadi, semua ini karena ancaman dari pria itu?"Anne mengangguk, mencoba menatap mata suaminya, tapi ia tidak mampu. "Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, Kendrick. Aku berharap kau bisa memaafkanku."Kendrick tetap diam, merenungkan semua yang telah t
***Ludwig menatap Kinan dengan perasaan bersalah, “Sayang, ,maafkan aku… ““Kenapa kamu meminta maaf?” Kinan bertanya balik.Ludwig duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap hampa ke luar jendela, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan penyesalannya. Kinan berdiri di dekatnya, menatap pria itu dengan tatapan lembut.“Masalah tadi,” balas pria itu, namun ia bingung bagaimana untuk memulainya, ia hanya takut membuat istrinya terluka."Ludwig," panggil Kinan, suaranya lembut dan penuh dengan kehangatan.Ludwig menoleh, ekspresinya terlihat tegang. "Aku benar-benar minta maaf, Kinan. Aku tidak sengaja melihat apa yang seharusnya tidak aku lihat. Aku tidak bermaksud..."Kinan segera mengangkat tangannya untuk membuat Ludwig diam. "Tidak perlu banyak bicara, Ludwig," ujarnya dengan lembut. "Aku mengerti bahwa itu adalah situasi yang sulit."Ludwig menarik napas lega, tetapi rasa bersalah masih menghantuinya. "Aku akan selalu menyesalinya. Aku tidak ingin menyakitimu, Anne… aku